Minggu, 19 Februari 2012

Tafsir Surah Al Kautsar




إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1)
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.(QS. 108:1)

Asbabun Nuzul  :

Imam Tabrani mengetengahkan sebuah hadis dengan sanad yang dhaif (lemah) melalui Abu Ayub, yang menceritakan, bahwa ketika Ibrahim anak lelaki Rasulullah saw. meninggal dunia, sebagian di antara orang-orang musyrik, berjalan menuju ke sebagian yang lainnya seraya mengatakan, "Sesungguhnya orang yang membawa agama baru ini telah terputus keturunannya malam ini", maka Allah menurunkan firman-Nya, "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu Al Kautsar." (Q.S. Al Kautsar 1 hingga akhir surah).

 Imam Ibnu Munzir mengetengahkan sebuah hadis melalui Ibnu Juraij yang menceritakan, bahwa telah sampai suatu hadis kepadaku, bahwasanya ketika Ibrahim anak Nabi saw. meninggal dunia, orang-orang Quraisy mengatakan, "Kini Muhammad menjadi orang yang abtar (yakni terputus keturunannya)." Mendengar kata-kata tersebut Nabi saw. berduka cita, lalu turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya, "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu Al Kautsar." (Q.S. Al Kautsar, 1) dimaksud sebagai ucapan bela sungkawa kepada Nabi saw.

Orang-orang musyrik di Mekah dan Orang-orang munafik di Madinah mencemoohkan dan mencaci-maki Nabi sebagai berikut :

a. Pengikut-pengikut Muhammad terdiri dari orang-orang biasa yang tidak mempunyai kedudukan, kalau agama yang dibawanya itu benar tentu yang menjadi pengikutnya pengikut-pengikutnya orang-orang mulia yang berkedudukan di antara mereka. Ucapan ini bukanlah suatu keanehan, karena kaum Nuh juga dahulu kala telah menyatakan yang demikian kepada nabi Nuh A.S. sebagaimana firman Allah:

فقال الملأ الذين كفروا من قومه ما نراك إلا بشرا مثلنا وما نراك اتبعك إلا الذين هم أراذلنا بادي الرأي وما نرى لكم علينا من فضل بل نظنكم كاذبين

Artinya:
Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnnya: "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan 'kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta". Q.S. (Hud): 27.

Sunatullah yang berlaku di antara hamba-hamba-Nya, bahwa mereka yang cepat menerima panggilan para rasul adalah orang-orang biasa, orang lemah karena mereka tidak takut kehilangan, karena mereka tidak mempunyai pangkat atau kedudukan yang ditakuti hilang. Dari itu pertentangan terus-menerus terjadi antara mereka dengan para rasul, tetapi Allah senantiasa membantu para rasul Nya dan menunjang dakwah mereka. 

Begitulah sikap penduduk Mekah terhadap dakwah Nabi SAW. pembesar-pembesar dan orang-orang yang berkedudukan tidak mau mengikuti Nabi karena benci kepada beliau dan terhadap orang-orang biasa yang menjadi pengikut beliau.

b. Orang-orang Mekah bila melihat anak-anak Nabi meninggal dunia, mereka berkata, "Sebutan Muhammad akan lenyap dan dia akan mati punah". Mereka mengira bahwa kematian itu suatu kekurangan lalu mereka mengejek Nabi dan berusaha menjauhkan manusia dari Nabi SAW.

c. Orang-orang Mekah bila melihat suatu musibah atau kesulitan yang menimpa pengikut-pengikut Nabi, mereka bergembira dan bersenang hati serta menunggu kehancuran mereka dan lenyapnya sebutan mereka, lalu kembalilah kepada mereka kedudukan mereka yang semula, yang telah diguncangkan oleh agama baru itu. 

Maka pada surah itu Allah menyampaikan kepada Rasul-Nya, bahwa tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh orang-orang musyrik itu adalah suatu purbasangka yang tidak ada artinya sama sekali. Namun semua itu adalah untuk membersihkan jiwa-jiwa yang masih dapat dipengaruhi oleh isyu-isyu tersebut dan untuk mematahkan tipu daya orang-orang musyrik, agar mereka mengetahui bahwa perjuangan Nabi SAW., pasti akan menang dan pengikut-pengikut beliau pasti akan bertambah banyak.

Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa Dia telah memberi Nabi-Nya nikmat dan anugerah yang tidak dapat dihitung banyaknya dan tidak dapat dinilai tinggi mutunya, walaupun (orang musyrik) memandang hina dan tidak menghargai pemberian itu disebabkan kekurangan akal dan pengertian mereka. Pemberian itu berupa kenabian, agama yang benar, petunjuk-petunjuk dan jalan yang lurus yang membawa kepada kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.


فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2

2. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.

Dalam ayat ini Allah memerintahkan Nabi-Nya agar mengerjakan salat dan menyembelih hewan korban karena Allah semata-mata, karena Dia sajalah yang mendidiknya dan melimpahkan karunia-Nya.
Dalam ayat lain yang sama maksudnya Allah berfirman:

قل إن صلاتي ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين لا شريك له وبذلك أمرت وأنا أول المسلمين

Artinya:
Katakanlah: "Sesungguhnya salatku, ibadatku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah. Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". Q.S. (Al An'am): 162-163.


إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ (3)
َ

3. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.(QS. 108:3)

Sesudah Allah menghibur dan menggembirakan Rasul-Nya serta memerintahkan supaya mensyukuri anugerah-anugerah-Nya dan sebagai kesempurnaan nikmat-Nya, maka Allah menjadikan musuh-musuh Nabi itu hina dan tidak percaya. Siapa saja yang membenci dan mencaci Nabi akan hilang pengaruhnya dan tidak ada kebahagiaan baginya di dunia dan di akhirat.
Adapun Nabi dan pengikut-pengikutnya sebutan dan basil perjuangannya akan tetap jaya sampai Hari Kiamat. 

Orang-orang yang mencaci Nabi, bukanlah mereka tidak senang kepada pribadi Nabi, tetapi yang mereka benci dan tidak senang adalah petunjuk dan hikmah yang dibawa beliau, karena beliau mencela kebodohan mereka dan mencaci berhala-berhala yang mereka sembah serta mengajak mereka untuk meninggalkan penyembahan berhala-berhala itu. 

Sungguh Allah telah menepati janji-Nya dengan menghinakan dan menjatuhkan martabat orang-orang yang mencaci Nabi, sehingga nama mereka hanya diingat ketika membicarakan orang-orang jahat dan kejahatannya. Adapun kedudukan Nabi SAW. dan orang-orang yang menerima petunjuk beliau serta nama harum mereka diangkat setinggi-tingginya oleh Allah sepanjang masa.

Sumber: depag; kaligrafi: senikaligrafiismono.blogspot

BAGAIMANA MENSYUKURI NIKMAT ALLAH?


Syukur memiliki posisi dan kedudukan yang agung. Ibarat tali, syukur mengikat nikmat-nikmat yang ada dan menarik nikmat-nikmat yang belum ada. Dilihat dari kedekatannya, syukur dan iman bagaikan saudara kandung. Seperti halnya kufur yang bersaudara kandung dengan ingkar

Allah berfiman “Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (Qs Luqman :12)

Disisi lain ada misi Iblis  yaitu berusaha menghalangi manusia dari bersyukur . Hal ini menjadi bukti bahwa nilai syukur sangat besar. Allah SWT berfirman “kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).(Qs Al A’raf : 17)

Dua Bentuk Syukur

Pertama, Syukur Rabb kepada hamba-Nya.

Syukur Rabb kepada hamba-Nya adalah dengan cara diberikannya balasan yang baik atas amal seseorang hamba walaupun sedikit sesuai kadar keikhlasannya. Karena tidak ada amal apa pun yang disia-siakan disisi-Nya. Allah SWT membalas amalan dengan pahala (Qs Al Insan : 22).

Kedua, Syukur hamba ke kepada Rabb.

Dengan mensyukuri nikmat yang telah diberikan-Nya dan menyakini bahwa ada peran Allah dibalik kesuksesan yang diraihnya. Seharusnya sikap yang muncul adalah seperti Nabi Sulaiman AS, dengan limpahan harta yang luar biasa. Diberikan Allah pula mukjizat yang lebih hebat lagi kepada Nabi Sulaiman, ia dapat melihat segala kekayaan alam yang ada di perut bumi, baik yang merupakan emas, perak, besi dan tembaga, begitu pula harta kekayaan yang berada di dalam laut, seperti intan, mutiara dan berbagai-bagai pualam yang mahal-mahal harganya.

Segala jin dan setan pun dapat dikuasai oleh Nabi Sulaiman, sehingga kekuatan jin dan setan itu dapat digunakan oleh Nabi Sulaiman untuk menjadi kuli, kaum pekerja yang harus mengeluarkan semua kekayaan dan perhiasan sebanyak itu, guna mendirikan rumah-rumah dan gedung-gedung yang bagaimana juga besar dan cantiknya.

Nabi Sulaiman malah dapat pula menguasai angin, sehingga angin itu dapat dipergunakan oleh Sulaiman sebagai kendaraannya, bila Sulaiman akan bepergian ke tempat yang bagaimana jauh dan tingginya. Rakyat Sulaiman bukan hanya makhluk yang bernama manusia saja tetapi segala burung, binatang, jin, setan, semut-semut dan segala yang melata di muka bumi ini, menjadi rakyatnya yang patuh dan tunduk di bawah kekuasaannya. Ketika itu Nabi Sulaiman menyembah dan sujud kepada Tuhan, bersyukur atas segala nikmat dan pemberian Tuhan, serta mendoa agar dia dan kaumnya dimasukkan Allah dalam golongan hamba Allah yang baik. "Semua ini adalah kurnia Allah atas diriku untuk menguji, apakah aku dapat bersyukur atau akan berkufur,” kata Sulaiman a.s.

Lain hal dengan Qarun yang menafikan peran Allah dibalik kesuksesannya. Allah telah mengaruniai Qarun harta yang sangat banyak dan perbendaharaan yang melimpah ruah yang banyak memenuhi lemari simpanan. Perbendaharaan harta dan lemari-lemari ini sangat berat untuk diangkat karena beratnya isi kekayaan Qarun. Walaupun diangkat oleh beberapa orang lelaki kuat dan kekar pun, mereka masih kewalahan.

Qarun mempergunakan harta ini dalam kesesatan, kezaliman dan permusuhan serta membuatnya sombong. Hal ini merupakan musibah dan bencana bagi kaum kafir dan lemah di kalangan Bani Israil. Dalam memandang Qarun dan harta kekayaannya.

Bani Israil terbagi atas dua kelompok.

Kelompok pertama adalah kelompok orang yang beriman kepada Allah dan lebih mengutamakan apa yang ada di sisi-Nya. Karena itu mereka tidak terpedaya oleh harta Qarun dan tidak berangan-angan ingin memilikinya. Bahkan mereka memprotes kesombongan, kesesatan dan kerusakannya serta berharap agar ia menafkahkan hartanya di jalan Allah dan memberikan kontribusi kepada hamba-hamba Allah yang lain.

kelompok kedua adalah yang terpukau dan tertipu oleh harta Qarun karena mereka telah kehilangan tolok ukur nilai, landasan dan fondasi yang dapat digunakan untuk menilai Qarun dan hartanya. Mereka menganggap bahwa kekayaan Qarun merupakan bukti keridhaan dan kecintaan Allah kepadanya. Maka mereka berangan-angan ingin bernasib seperti itu.

Qarun mabuk dan terlena oleh melimpahnya harta dan kekayaan. Semua itu membuatnya buta dari kebenaran dan tuli dari nasihat-nasihat orang mukmin. Ketika mereka meminta Qarun untuk bersyukur kepada Allah atas segala nikmat harta kekayaan dan memintanya untuk memanfaatkan hartanya dalam hal yang bermanfaat, kebaikan dan hal yang halal karena semua itu adalah harta Allah, ia justru menolak seraya mengatakan “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku” (QS Al Qashas : 78). Kini Qarunisme telah merebak dan membuat manusia modern telah menyingkirkan Allah dalam keberhasilan mereka, sehingga dengan hartanya mereka sombong dan tidak peduli terhadap nasib saudara yang tidak beruntung.

Tiga sendi syukur agar kita mengetahui hakikatnya:

a. Syukur dengan hati

Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat  yang  diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan kemurahan Ilahi. Syukur dengan hati  mengantar  manusia  untuk menerima  anugerah  dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan betapapun kecilnya nikmat tersebut. Syukur ini  juga mengharuskan  yang bersyukur menyadari betapa besar kemurahan, dan kasih sayang Ilahi sehingga terlontar dari lidahnya pujian kepada-Nya.   Qarun   yang  mengingkari  keberhasilannya  atas bantuan  Ilahi,  dan   menegaskan   bahwa   itu   diperolehnya semata-mata karena kemampuannya, dinilai oleh Al-Quran sebagai kafir atau tidak mensyukuri nikmat-Nya (Baca kisahnya dalam surat Al-Qashash (28): 76-82).

Seorang yang bersyukur dengan hatinya saat ditimpa malapetaka pun, boleh jadi dapat memuji Tuhan, bukan atas malapetaka itu, tetapi  karena terbayang olehnya bahwa yang dialaminya pasti lebih kecil dari kemungkinan lain yang dapat terjadi.
 
Sujud syukur adalah perwujudan dari  kesyukuran  dengan  hati, yang  dilakukan  saat hati dan pikiran menyadari betapa besar nikmat yang dianugerahkan Allah. Bahkan sujud syukur  dapat dilakukan  saat  melihat penderitaan orang lain dengan membandingkan keadaannya  dengan  keadaan  orang  yang  sujud. (Tentu saja sujud tersebut tidak dilakukan dihadapan si penderita itu).
Sujud syukur dilakukan dengan meletakkan semua  anggota  sujud di  lantai  yakni  dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua ujung jari kaki)—seperti melakukan sujud dalam  shalat. Hanya saja sujud syukur cukup dengan sekali sujud, bukan dua kali sebagaimana dalam shalat. Karena sujud itu  bukan  bagian dan shalat, maka mayoritas ulama berpendapat bahwa sujud sah walaupun dilakukan tanpa berwudu, karena sujud dapat dilakukan sewaktu-waktu dan secara spontanitas. Namun tentunya akan sangat baik bila melakukan sujud disertai dengan wudu.

b. Syukur dengan lidah

Syukur dengan lidah adalah mengakui dengan ucapan bahwa sumber nikmat adalah Allah sambil memuji-Nya.  Al-Quran,  seperti telah dikemukakan di atas, mengajarkan agar pujian    kepada    Allah    disampaikan    dengan     redaksi "al-hamdulillah."  Hamd  (pujian)  disampaikan  secara  lisan kepada yang dipuji, walaupun ia tidak memberi apa pun baik kepada si pemuji maupun kepada yang lain.
Kata   "al"  pada  "al-hamdulillah"  oleh  pakar-pakar  bahasa disebut al lil-istighraq, yakni mengandung arti "keseluruhan". Sehingga   kata   "al-hamdu"   yang   ditujukan  kepada  Allah mengandung arti  bahwa  yang  paling  berhak  menerima  segala pujian  adalah Allah Swt, bahkan seluruh pujian harus tertuju dan bermuara kepada-Nya.

Jika kita mengembalikan segala puji  kepada Allah, maka itu berarti pada saat Anda memuji seseorang karena kebaikan atau kecantikannya, maka pujian tersebut pada akhirnya harus dikembalikan kepada Allah Swt, sebab kecantikan dan kebaikan itu bersumber dari Allah. Di sisi lain kalau pada ahirnya ada perbuatan  atau  ketetapan Tuhan yang mungkin oleh kacamata manusia dinilai  "kurang  baik", maka harus disadari bahwa penilaian tersebut  adalah  akibat keterbatasan manusia dalam menetapkan tolok ukur penilaiannya. Dengan demikian pasti  ada sesuatu yang luput dari jangkauan pandangannya sehingga penilaiannya menjadi demikian. Walhasil, syukur  dengan  lidah adalah "al- hamdulillah" (segala puji bagi Allah).

c. Syukur dengan perbuatan

Nabi Daud a.s. beserta putranya Nabi Sulaiman a.s. memperoleh aneka nikmat yang  tiada  taranya.  Kepada  mereka  sekeluarga Allah berpesan, “Bekerjalah wahai keluarga Daud sebagai tanda syukur! “(QS  Saba [34]: 13).

Yang dimaksud dengan bekerja adalah menggunakan nikmat yang diperoleh itu sesuai   dengan tujuan penciptaan atau penganugerahannya.
Ini berarti, setiap nikmat yang diperoleh menuntut penerimanya agar  merenungkan tujuan dianugerahkannya nikmat tersebut oleh Allah. Ambillah sebagai contoh lautan yang diciptakan  oleh Allah  Swt. Ditemukan dalam Al-Quran penjelasan tentang tujuan penciptaannya melalui firman-Nya: “ Dialah (Allah) yang menundukkan lautan (untuk kamu) agar  kamu dapat memakan darinya daging (ikan) yang segar, dan  (agar) kamu mengeluarkan dan lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari karunia-Nya (selain yang telah disebut) semoga kamu bersyukur” (QS An-Nahl [16]: 14).
Ayat  ini  menjelaskan  tujuan   penciptaan   laut,   sehingga mensyukuri  nikmat  laut,  menuntut  dari yang bersyukur untuk mencari ikan-ikannya, mutiara  dan  hiasan  yang  lain,  serta menuntut   pula   untuk  menciptakan  kapal-kapal  yang  dapat mengarunginya, bahkan  aneka  pemanfaatan  yang  dicakup  oleh kalimat "mencari karunia-Nya".

Bagaimana cara mensyukuri nikmat-nikmat Allah?

Memanfaatkan apa yang Allah Swt berikan kepada kita sesuai dengan fungsinya untuk mencari ridho-Nya, seperti memanfaatkan malam dan siang (QS Al Qashshas : 73). Orang yang bersyukur dalam ayat ini memanfaatkan waktu yang Allah berikan. Dalam menerangkan pentingnya waktu Allah bersumpah pada permulaan beberapa Surr Makkiyah, Demi Waktu (Wal ‘Ashr), Demi Fajar (Wal Fajr) dan Demi Dhuha (Wadh Dhuha’). Menurut mufassir jika Allah Swt. bersumpah dengan sesuatu ciptaan-Nya bertujuan agar perhatian tertuju kepadanya.

Perlu diperhatikan bahwa waktu mengandung 3 karakteristik yaitu: pertama terbatas, kedua waktu merupakan garis lurus, berpangkal dan berujung. Berpangkal dari kelahiran dan berujung dengan kematian. Ketiga waktu bergerak ke depan.

Titik waktu yang telah kita lewati tidak pernah terulang kembali. Langkah celaka manakala titik waktu yang kita lewati tidak memiliki manfaat. Dampak dari sikap syukur adalah, Allah akan memberikan tambahan nikmat (Qs. Ibrahiim : 7), dan akibat dari kekufuran adalah menjatuhkan dirinya dan kaumnya menuju kepada lembah kebinasaan (Qs. Ibrahim: 28) ” Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan”

KENDALA PASANGAN YANG BARU MENIKAH


Seringkali kita temui pasangan baru yang cekcok karena persoalan sepele, hal tersebut bisa menjadi berkelanjutan  jika tidak diselesaikan tuntas.  Ibarat sebuah gelas jika diisi dengan air setetes demi setetes, akan tumpah pada saat tertentu.  Demikian perasaan seseorang, jika memendam ketidak sepahaman,dan  tidak dikomunikasikan hingga tuntas kepada pasangannya.

Memang bukan hal yang mudah bagi pasangan muda untuk dapat memahami suami atau istrinya dalam waktu singkat. Umumnya, masing-masing pasangan tinggal bersama orang tua dan keluarganya di atas 20 tahun, pola asuh, kebiasaan, peraturan yang diterapkan disetiap rumah berbeda. Sehingga butuh waktu yang lama untuk bisa menyatukan persepsi saling memahami dan mengerti dari kedua sifat yang berbeda.

Tidak itu saja, hal mendasar bagi setiap manusia adalah agama, perbedaan dalam kualitas pendidikan agama kemungkinan besar juga akan berpengaruh pada masing-masing pasangan. Kemudian pasangan muda tersebut bertemu, beradaptasi dan  mengembangkan ilmu yang didapat saat masih bersama orang tua mereka, proses panjang ini yang terkadang terkendala karena proses tersebut membutuhkan segudang kesabaran.

Satu hal mendasar kekurangan kita sebagai umat Islam di Indonesia, sedikit sekali lembaga yang memberikan kursus bagi pasangan yang akan menikah. Jika kita sandingkan dengan proses tumbuh kembang anak, dimana seorang anak mulai belajar berjalan dan mengalami ujian dengan jatuh berkali-kali, demikian pula pada saat anak usia sekolah, setiap jenjang kenaikan pasti melalui proses belajar dan ujian.
Nah, bagaimana dengan pasangan yang ingin menikah,  padahal untuk memulai suatu pekerjaan besar, harus mempunyai bekal ilmu yang banyak, karena pasangan muda tersebut akan melahirkan generasi-generasi berikutnya. Tidak heran , jika modal ilmu yang didapat hanya kebiasaan ‘dari sononya’, maka perbedaan- perbedaan kecil dapat menjadi masalah  yang besar.
Sebelum kita bicara lebih jauh bagaimana cara menyikapi perbedaan, perlu kita ketahui dahulu hakikat perkawinan menurut Islam. 

Pernikahan (perkawinan) menurut Islam adalah akad/perjanjian/ikatan yang kokoh yang dapat menghalalkan hubungan antara laki-laki dan perempuan (mitsaqan ghalidza).

Menurut Imam al-Ghazali, ada tiga tujuan nikah, yaitu :

1.    Merupakan ikhtiar manusia untuk mengembangkan keturunannya dalam rangka melanjutkan
       kehidupan di bumi.
2.    Menyalurkan hasrat seksualnya dan menjaga alat reproduksinya.
3.    Melalui perkawinan, hati masing-masing pasangan diharapkan menemukan ketenangan, karena
       kegelisahan dan kesusahan hati dapat disalurkan kepada pasangannya.

“Di antara tanda-tanda kebesaran Tuhan adalah bahwa Dia menciptakan pasangan kamu dari bahan yang sama agar kamu menjadi tenteram bersamanya. Dan dia menjadikan kamu berdua saling menjalin cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah). Ini adalah pelajaran yang berharga bagi orang-orang yang memikirkannya”. (Ar-Rum : 21)

Setelah kita memahami tujuan dari perkawinan, secara perlahan dan sabar kita kenali pasangan kita karena Allah, dengan memegang  prinsip-prinsip dasar perkawinan di dalam Al-Quran yang seharusnya menjadi perhatian utama bagi pasangan suami-istri, antara lain : 

1.    Pasangan yang satu adalah merupakan pasangan yang setara bagi yang lain.
 

Mereka adalah pakaian bagi kamu , dan kamu juga pakaian bagi mereka (Al Baqarah : 187)

2.    Ikatan perkawinan merupakan ikatan janji yang kokoh

Bagaimana kamu (tega)mengambilnya (harta istri dan mahar), padahal diantara kamu sudah berhubungan intim, dan mereka telah menerima (mahar) dari kamu melalui perjanjian yang kokoh (an-Nisa : 21)
 

3.   Segala persoalan diselesaikan dengan cara musyawarah

(.......... maka apabila mereka menghendaki untuk menyapih (anak mereka), dengan kerelaan mereka kedua-duanya, dan atas dasar musyawarah, maka tidak ada dosa bagi mereka berdua (Al-Baqarah : 233)

4. Tolong-menolong antara suami-istri

Al-Aswad bertanya kepada Aisyah, “Apakah yang dikerjakan Rasulullah saw, di rumah?” Dia   menjawab , “Beliau biasa di dalam tugas seharihari keluarganya, yakni melayani keluarganya maka apabila telah tiba waktu sholat, beliau keluar untuk menunaikan sholat” (HR Bukhari)
Bagaimanapun di dalam sebuah perkawinan, beda pendapat merupakan hal yang biasa,  ada dua cara bijak menyikapi perbedaan tersebut. 

Yang pertama adalah sebelum kita berhadapan langsung dengan pasangan kita, yaitu dengan cara :

1. Mengingat saat pertemuan, sebahagia apa pada saat kita bertemu dengan pasangan, dalam hal apa saja yang membuat kita tertarik dan bersedia menjadi pasangannya
2. Mengingat jalannya perkawinan, apa saja yang sudah dilakukan selama perkawinan, apakah di awal perkawinan konflik sering terjadi, atau hanya sesekali, selain itu lihat pasangan dari sisi yang positif
3. Masing-masing pasangan membuat tulisan hal-hal yang disukai atau yang tidak disukai dari pasangannya, kemudian dikirim kepada pasangannya bisa melalui surat biasa atau email. Setelah itu diskusikan, inilah jalan untuk mempertemukan perbedaan

Cara  kedua yaitu pada saat terjadi konflik dan kita berhadapan langsung dengan pasangan kita, yang terpenting dilakukan adalah :

1. Menjaga emosi, jangan turuti hati dengan amarah, untuk itu  jaga hati dan kepala agar tetap dingin.
2. Hindari bicara dengan nada tinggi, dan pilih kata-kata yang lembut, karena kelembutan seringkali mempunyai efek yang tepat dalam meredam kemarahan.
3. Ungkapkan argumen yang masuk akal, seringkali pada saat hati terbakar amarah, argumen yang disampaikan tidak masuk akal, sehingga pendapat tidak dapat diterima oleh pasangan kita.
4. Fokus kepada permasalahan, hal ini kerap terjadi, sehingga permasalahan tidak selesai karena yang dibahas hal-hal lain dengan mengungkit masalah lama yang sudah selesai.

Hal lain yang harus disadari oleh pasangan muda adalah bahwa setiap manusia diciptakan berbeda, untuk itu jadikan perbedaan sebagai kekayaan bukan suatu kekurangan. Rumah tangga merupakan pertemuan antara dua insan  dengan dua perbedaan dan mempunyai dua latar belakang yang berbeda pula. Dengan demikian jangan satukan perbedaan yang ada, karena akan terjadi unsur pemaksaan pada saat pasangan ingin menyatukan perbedaan. Seharusnya perbedaan yang ada dipertemukan, artinya pasangan mencari solusi bersama dengan mencari jalan tengah yang disukai oleh kedua belah pihak. 

Jangan lupa bahwa, sesungguhnya kebahagiaan hidup terletak pada cara pandang kita terhadap kenyataan-kenyataan yang kita alami, dan akan menjadi lelah jika kita menciptakan kenyataan-kenyataan yang kita inginkan.   

Semoga Bermanfaat