Selasa, 27 Maret 2012

Hukum ABORTUS


Oleh : Syaikh Abdul Qadim Zallum
Abortus (al ijhadl) merupakan salah satu problem masya­rakat Dunia Barat yang muncul akibat kebejatan moral masya­rakatnya, banyaknya kelahiran ilegal karena perbuatan zina yang tak terhitung lagi, serta membudayanya pergaulan bebas di luar nikah. Prosentase kelahiran ilegal tersebut –menu­rut data yang dipublikasikan oleh mass media Barat– bahkan telah mencapai 45 % dari seluruh kelahiran. Prosentase ini terkadang naik dan terkadang turun. Di beberapa negara Barat prosentasenya bahkan telah mencapai 70 %.
Kelahiran ilegal ini adalah akibat keliaran seksual pada masyarakat Barat, yang terjadi karena pengadopsian mereka terhadap ide pemisahan agama dari kehidupan (sekula­risme) dan ide kebebasan individu –di antaranya ide kebeba­san bertingkah laku– yang telah memperbolehkan manusia untuk bersenang-senang dalam hidupnya dengan segala cara. Perzinaan dan pergaulan bebas di luar nikah telah menjadi perkara yang lumrah dan ditolerir oleh undang-undang, se­hingga masyarakat Barat tak ubahnya bagaikan sekawanan binatang, karena dianutnya ide kebebasan dan keliaran seksu­al tersebut.
Banyaknya kelahiran ilegal tersebut –yang membuat hampir setengah anak-anak di Barat menjadi anak zina– telah mendorong banyak negara Barat untuk menetapkan undang-undang yang membolehkan seorang wanita yang ingin menghentikan kehamilannya –terutama jika terjadi karena zina atau per­gaulan bebas di luar nikah– untuk menggugurkan kandungan­nya. Ini karena di berbagai masyarakat Barat, pihak ibulah yang akan memikul tanggung jawab pendidikan anak-anak yang lahir karena zina dan pergaulan bebas di luar nikah.
Negara-negara kafir Barat di bawah pimpinan Amerika Serikat telah mempromosikan kepada kita ide pembolehan abortus tersebut –sebagai bagian dari propaganda budaya mereka kepada kita– dengan tujuan menyebarluaskan kebejatan moral di kalangan kaum muslimin, menghancurkan institusi keluarga mereka, dan memusnahkan nilai-nilai akhlak Islam yang tersisa dalam masyarakat Dunia Islam.
Demikianlah realitas kontemporer masyarakat Dunia Barat. Adapun realitas masyarakat Dunia Islam, maka abortus dapat dikatakan masih sedikit terjadi, dikarenakan sedikit­nya zina dan pergaulan bebas di luar nikah. Jika toh terjadi abortus, maka itu pada umumnya dilakukan sebagai terapi untuk menyelamatkan jiwa sang ibu.
Adapun mengenai fakta abortus dan hukum syara’ mengenai abortus tersebut adalah sebagai berikut :
Al ijhadl (abortus) dalam bahasa Arab artinya pengguguran janin dari rahim. Jika dikatakan,“ajhadltu an naaqah” (aku telah melakukan ijhadl pada seekor onta), maka artinya“alaqtu waladaha qabla tamaam” (aku membunuh anak onta sebelum dia sempurna).
Para fuqaha mendefinisikan al ijhadl (abortus) sebagai gugurnya janin sebelum dia menyempurnakan masa kehamilannya. Definisi ini dalam bahasa Arab diungkapkan dengan beberapa istilah yang inti maksudnya sama. Di antaranya ialah al imlaash, al isqaath, al ilqaa’,dan al ikhraaj.
Abortus dapat terjadi dengan sengaja (abortus provoca­tus) akibat upaya tertentu dari pihak perempuan dengan meminum obat-obatan tertentu, atau dengan memikul suatu beban yang berat, atau dengan membuat gerakan-gerakan ter­tentu yang kasar. Termasuk pula di sini abortus yang terjadi atas permintaan pihak perempuan kepada seorang dokter untuk menggugurkan kandungannya, dan abortus yang terjadi karena tindak penganiayaan orang lain atas perempuan (imlash). Selain yang disengaja, ada pula abortus yang terjadi tanpa disengaja (spontaneus abortus).
Abortus dapat terjadi sesudah ataupun sebelum peniupan ruh ke dalam janin. Jika abortus terjadi setelah peniupan ruh (120 hari), maka dalam hal ini seluruh fuqaha telah sepakat mengenai keharamannya, baik yang menggugurkan itu ibu si janin, bapaknya, dokter, maupun dari seseorang yang menganiaya pihak perempuan. Abortus ini haram karena merupa­kan penganiayaan terhadap jiwa manusia yang terpelihara darahnya (ma’shumud dam), dan merupakan suatu tindak krimi­nal yang mewajibkan diyat (tebusan), yang ukurannya adalah satughurrah (seorang budak laki-laki atau perempuan), dan nilainya adalah sepersepuluh diyat manusia sempurna (10 ekor onta, karena diyat manusia sempurna = 100 ekor onta). Allah SWT berfirman :
“…dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS. Al An’aam : 151)
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dia berkata :
“Rasulullah SAW memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan…”
Ciri-ciri minimal janin yang mengharuskan diyat satu ghurrah, ialah bahwa bentuknya sudah mempunyai bentuk tubuh manusia normal secara jelas, seperti adanya jari, tangan, kaki, kuku, atau mata.
Demikianlah. Jadi pengguguran janin setelah ditiupkan­nya ruh ke dalamnya, adalah haram menurut seluruh fuqaha tanpa ada perbedaan pendapat lagi.
Sedangkan pengguguran janin sebelum ditiupkannya ruh ke dalamnya, maka dalam hal ini para fuqaha telah berbeda pendapat. Di antara mereka ada yang membolehkannya, dan ada pula yang mengharamkannya sesuai dengan rincian tahapan penciptaan janin.
Adapun hukum syara’ yang menjadi dugaan kuat kami, ialah bila abortus dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Jadi hukumnya sama dengan hukum keharaman abortus setelah peniu­pan ruh ke dalam janin, dan dalam hal ini wajib membayar diyat, yang besarnya sepersepuluh diyat manusia sempurna. Ini dikarenakan jika janin telah memasuki fase penciptaan, dan nampak padanya beberapa organ tubuh, seperti tangan, kaki, mata, kuku, dan lain-lain, maka dapat dipastikan pada saat itu janin sedang berproses untuk menjadi manusia sem­purna. Dengan demikian, hadits mengenai keharaman penggugu­ran kandungan di atas dapat diterapkan pada fakta tersebut. Hadits tersebut adalah riwayat Imam Bukhrari dari Abu Hurai­rah RA, dia berkata :
“Rasulullah SAW memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan…”
Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud RA, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda :
“Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dan tulang belulangnya. Lalu malaikat  itu bertanya (kepada Allah),’Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan ?’ Maka Allah kemudian memberi keputusan…”
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda :
“(jika nutfah telah lewat) empat puluh malam…”
Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan anggota-anggota tubuhnya, adalah sete­lah melewati 40 atau 42 malam. Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai tanda-tanda kehidupan yang terpelihara darahnya (ma’shumud dam). Tindakan penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya. Padahal Allah SWT telah mengharamkan pembunuhan seperti itu tatkala Dia berfirman :
“Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup dita­nya, karena dosa apakah dia dibunuh.” (QS. At Takwiir : 8-9)
Berdasarkan uraian di atas, maka pihak ibu si janin, bapaknya, ataupun dokter, diharamkan menggugurkan kandungan ibu tersebut bila kandungannya telah berumur 40 hari.
Siapa saja dari mereka yang melakukan pengguguran kandungan, berarti telah berbuat dosa dan telah melakukan tindak kriminal yang mewajibkan pembayaran diyat bagi janin yang gugur, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan, atau sepersepuluh diyat manusia sempurna (10 ekor onta), sebagaimana telah diterangkan dalam hadits shahih dalam masalah tersebut.
Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi janin karena dia  masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan darah), sehingga hadits mengenai penggugu­ran janin di atas (HR. Bukhari dan Muslim) tidak cocok untuk diterapkan pada fakta tersebut.
Di samping itu, pengguguran nutfah sebelum menjadi janin, dari segi hukum dapat disamakan dengan ‘azl (coitus interruptus) yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kehamilan. ‘Azl dilakukan oleh seorang laki-laki yang tidak menghendaki kehamilan perempuan yang digaulinya, sebab ‘azl merupakan tindakan mengeluarkan sperma di luar vagina perem­puan. Tindakan ini akan mengakibatkan kematian sel sperma, sebagaimana akan mengakibatkan matinya sel telur, sehingga akan mengakibatkan tiadanya pertemuan sel sperma dengan sel telur yang tentu tidak akan menimbulkan kehamilan.
Rasulullah SAW telah membolehkan ‘azl kepada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau mengenai tindakannya menggauli budak perempuannya, sementara dia tidak mengingin­kan budak perempuannya hamil. Rasulullah SAW bersabda kepa­danya :
“Lakukanlah ‘azl padanya jika kamu suka !”
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah RA bahwa ada seorang laki-laki yang datang kepada Nabi SAW, lalu dia berkata,“Saya punya seorang budak perempuan yang menjadi pelayan kami dan penyiram pohon korma kami. Aku sering menggaulinya, sedang aku tidak suka kalau dia hamil.”  Lalu Nabi bersabda kepadanya :
‘Lakukanlah ‘azl padanya jika kamu suka, sebab apa yang telah ditakdirkan (Allah) bagi perempuan itu (kehamilan), pasti akan tetap terjadi (jika Allah berkehendak).”
Rasulullah SAW telah menamai ‘azl –dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Jadamah– sebagai “pembunuhan yang samar” (al wa’dul khafi). Imam Muslim dan Imam Ahmad merway­atkan dari Jadamah binti Wahab Al Asadiyah RA, dia berkata.“Aku pernah hadir ketika Rasulullah SAW  sedang ada di tengah-tengah kerumunan orang…Lalu mereka bertanya kepada Rasulullah SAW tentang ‘azl. Maka Rasulullah menjawab :
‘Yang demikian itu (‘azl) adalah pembunuhan yang samar/tidak kentara (al wa’dul khafi), dan itulah (apa yang dinyatakan dalam firman Allah sebagai) ‘apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya’.”
Dalam kitab Lisanul ‘Arab karya Imam Ibnu Manzhur, terdapat penjelasan hadits di atas sebagai berikut :
” Dalam satu hadits Rasulullah SAW telah melarang ‘wa’dul banaat’, yaitu membunuh anak-anak perempuan. Dalam hadits tentang ‘azl, beliau bersabda,’Yang demikian itu (‘azl) adalah pembunuhan yang samar (al wa’dul khafi).’ Dan dalam hadits lain beliau bersabda, ‘Itu (‘azl) adalah pembunuhan kecil (al ma’udatush shughra).’ Jadi Rasulullah telah mene­tapkan bahwa ‘azl pada seorang wanita kedudukannya sama dengan suatu pembunuhan, hanya saja hal ini adalah ‘pembunu­han kecil’. Sebab seorang laki-laki yang melakukan ‘azl pada isterinya sesungguhnya telah menolak kelahiran anak, maka ‘azl dinamakan sebagai ‘pembunuhan kecil’, sebab yang dina­makan ‘pembunuhan besar’  adalah mengubur anak-anak perem­puan hidup-hidup.”
Dahulu para shahabat pada masa Nabi SAW telah melakukan ‘azl ketika mereka tidak menghendaki kehamilan isterinya/budak perempuannya. Namun meskipun Rasulullah SAW mengetahui hal tersebut, beliau tidak pernah melarang mereka untuk melakukannya. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah RA, dia berkata :
“Dahulu kami melakukan ‘azl pada masa Rasulullah, sementara Al Qur’an masih turun.” (Muttafaq ‘alaih).
Dalam riwayat lain menurut Imam Muslim :
Dahulu kami melakukan ‘azl pada masa Rasulullah. Kemudian hal itu disampaikan kepada beliau dan beliau ternyata tidak melarangnya.”
Kapan Dibolehkan Melakukan Abortus ?
Dibolehkan melakukan abortus baik pada tahap penciptaan janin, ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan abortus dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, dan di samping itu abortus dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan. Sedangkan Rasu­lullah SAW telah memerintahkan umatnya untuk berobat.
Imlash
Imlash adalah pengguguran kandungan dengan melakukan penganiayaan terhadap perempuan. Tindakan ini adalah suatu dosa dan merupakan perbuatan kriminal.
Dalam hal ini pelakunya wajib membayar diyat berupa seorang budak laki-laki atau perempuan, dan nilainya sebesar sepersepuluh diyat manusia sempurna. Dalam Shahihain terda­pat keterangan bahwa Umar bin Khaththab RA pernah meminta pendapat kepada para shahabat mengenai kasus seorang wanita yang gugur kandungannya karena perutnya dipukul. Kemudian Mughirah RA berkata kepada Umar,“Rasulullah SAW pernah memutuskan dalam masalah seperti ini dengan mewajibkan diyat satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan.”Muhammad bin Maslamah memberikan kesaksian terhadap pemberi­taan Mughirah tersebut (Muttafaq ‘alaih).
Penulis : Abdul Qadim Zallum
Hukmu Asy Syar’i fi Al Istinsakh, Naqlul A’dlaa’, Al Ijhadl, Athfaalul Anabib, Ajhizatul In’asy Ath Thibbiyah, Al Hayah wal Maut
Penerbit : Darul Ummah, Beirut, Libanon, Cetakan I, 1418/1997, 48 hal.
Penerjemah : Sigit Purnawan Jati, S.Si.
Penyunting : Muhammad Shiddiq Al Jawi

Hukum ber KB



Pertama, KB dapat dipahami sebagai suatu program nasional yang dijalankan pemerintah untuk mengurangi populasi penduduk, karena diasumsikan pertumbuhan populasi penduduk tidak seimbang dengan ketersediaan barang dan jasa. Dalam pengertian ini, KB didasarkan pada teori populasi menurut Thomas Robert Malthus. KB dalam pengertian pertama ini diistilahkan dengantahdid an-nasl (pembatasan kelahiran).
Kedua, KB dapat dipahami sebagai aktivitas individual untuk mencegah kehamilan (man’u al-hamli) dengan berbagai cara dan sarana (alat). Misalnya dengan kondom, IUD, pil KB, dan sebagainya. KB dalam pengertian kedua diberi istilah tanzhim an-nasl (pengaturan kelahiran).
Hukum Tahdid An-Nasl
KB dalam arti sebuah program nasional untuk membatasi jumlah populasi penduduk (tahdid anl-nasl), hukumnya haram. Tidak boleh ada sama sekali ada suatu undang-undang atau peraturan pemerintah yang membatasi jumlah anak dalam sebuah keluarga. (Lihat Prof. Ali Ahmad As-Salus, Mausu’ah Al-Qadhaya Al-Fiqhiyah Al-Mu’ashirah, [Mesir : Daruts Tsaqafah – Maktabah Darul Qur`an], 2002, hal. 53).
KB sebagai program nasional tidak dibenarkan secara syara’ karena bertentangan dengan Aqidah Islam, yakni ayat-ayat yang menjelaskan jaminan rezeqi dari Allah untuk seluruh makhluknya. Allah SWT berfirman :
“Dan tidak ada satu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya.”(QS Huud [11] : 6)
Selain itu, dari segi tinjauan fakta, teori Malthus batil karena tidak sesuai dengan kenyataan. Produksi pangan dunia bukan kurang, melainkan cukup, bahkan lebih dari cukup untuk memberi makan seluruh populasi manusia di dunia. Pada bulan Mei tahun 1990, FAO (Food and Agricultural Organization) mengumumkan hasil studinya, bahwa produksi pangan dunia ternyata mengalami surplus 10 % untuk dapat mencukupi seluruh populasi penduduk dunia (Prof. Ali Ahmad As-Salus, ibid., hal. 31).
Teori Malthus juga harus ditolak dari segi politik dan ekonomi global. Karena ketidakcukupan barang dan jasa bukan disebabkan jumlah populasi yang terlalu banyak, atau kurangnya produksi pangan, melainkan lebih disebabkan adanya ketidakadilan dalam distribusi barang dan jasa. Ini terjadi karena pemaksaan ideologi kapitalisme oleh Barat (negara-negara penjajah) atas Dunia Ketiga, termasuk Dunia Islam. Sebanyak 80 % barang dan jasa dunia, dinikmati oleh negara-negara kapitalis yang jumlah penduduknya hanya sekitar 25 % penduduk dunia (Rudolf H. Strahm,Kemiskinan Dunia Ketiga : Menelaah Kegagalan Pembangunan di Negara Berkembang (Jakarta : Pustaka Cidesindo, 1999).
Hukum Tanzhim an-Nasl
KB dalam arti pengaturan kelahiran, yang dijalankan oleh individu (bukan dijalankan karena program negara) untuk mencegah kelahiran (man’u al-hamli) dengan berbagai cara dan sarana, hukumnya mubah, bagaimana pun juga motifnya (Taqiyuddin An-Nabhani, An-Nizham al-Ijtima’i fi Al-Islam, hal. 148).
Dalil kebolehannya antara lain hadits dari sahabat Jabir RA yang berkata,”Dahulu kami melakukan azl [senggama terputus] pada masa Rasulullah SAW sedangkan al-Qur`an masih turun.” (HR Bukhari).
Namun kebolehannya disyaratkan tidak adanya bahaya (dharar). Kaidah fiqih menyebutkan : Adh-dhararu yuzaal (Segala bentuk bahaya haruslah dihilangkan) (Imam Suyuthi, Al-Asybah wa An-Nazha`ir fi Al-Furu`, [Semarang : Maktabah Usaha Keluarga], hal. 59).
Kebolehan pengaturan kelahiran juga terbatas pada pencegahan kehamilan yang temporal (sementara), misalnya dengan pil KB dan kondom. Adapun pencegahan kehamilan yang permanen (sterilisasi), seperti vasektomi atau tubektomi, hukumnya haram. Sebab Nabi SAW telah melarang pengebirian (al-ikhtisha`), sebagai teknik mencegah kehamilan secara permanen yang ada saat itu (Muttafaq ‘alaih, dari Sa’ad bin Abi Waqash RA). Wallahu a’lam.

Oleh: Muhammad Shiddiq Al-Jawi 


Jumat, 09 Maret 2012

Sejarah pendidikan pelaut di Indonesia




Pendidikan Akademis Pelaut dan Hirarki di Kapal

Pada tahun 1957, Presiden RI pertama, Soekarno, meresmikan Akademi Pelayaran Indonesia/AIP (sekarang Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) sebagai wadah pendidikan pelaut/pelayaran secara akademis. Masa pendidikannya pada awal pertama adalah selama 3 tahun, sama dengan pendidikan Akademi lainnya setingkat dengan sarjana muda pada masa itu. Pendidikan dihabiskan selama 2 tahun di kampus/asrama dan 1 tahun penuh melakukan praktik atau Proyek Laut di kapal-kapal niaga pelayaran samudra .


AIP

Pendidikan di AIP menggunakan gaya semi militer, karena memang taruna-taruna AIP adalah merupakan perwira cadangan angkatan laut. Sejak didirikan sampai kira-kira tahun 1985, hampir semua lulusan AIP terkena wajib militer dan bertugas di kapal-kapal perang RI dengan pangkat perwira muda Letda Angkatan Laut. Begitu juga pada awalnya semua taruna AIP mendapat ikatan dinas untuk menutupi kurangnya perwira laut pelayaran niaga Indonesia, yang dahulu sebagian besar masih di nakhodai oleh perwira laut Belanda. Pendidikan pelayaran di AIP banyak dipengaruhi oleh sistem pendidikan Akademi Pelayaran Belanda maupun Kingspoint Academy Amerika Serikat, karena memang hampir tiap tahunnya sebagian Taruna pilihan serta para pendidik di kirim ke luar negeri untuk tugas belajar dan jalan jalan menghabiskan uang negara indonesia.


BPLP di Semarang dan Makassar

Hingga dekade 70-80an menyusul berdirinya beberapa Pendidikan Pelayaran Negeri di Semarang dan Makassar dengan nama Balai Pendidikan dan Latihan Pelayaran sebagai Crash Program memenuhi kebutuhan perwira pelayaran niaga di Indonesia. Sekarang kedua lembaga pendidikan tersebut diberi nama Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang (PIP Semarang)dan Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar (PIP Makassar), yang memiliki kurikulum dan standar yang sama dengan STIP Jakarta. Penerimaan mahasiswa atau dikenal Taruna dilakukan satu pintu melalui Badan Diklat Perhubungan Departeman Perhubungan. Lulusan mendapatkan ijazah formal Diploma IV dengan gelar S.ST dan memiliki ijazah profesi ANT / ATT III.
Masa kejayaan pelaut Indonesia mulai sirna sejak musibah besar nasional terjadi pada tahun 1980 dengan tenggelamnya kapal KMP Tampomas II. Menyusul pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan Scrapping/Pembesi tua-an kapal-kapal yang berumur lebih dari 20 tahun, dampaknya perusahaan pelayaran nasional banyak yang gulung tikar dan tidak tertampungnya lulusan pelaut di tiga pendidikan akademi disamping Akademi dan sekolah pelayaran swasta yang lainnya.


STIP

Pada akhirnya dunia pelayaran di Indonesia mengakhiri masa krisisnya pada awal-awal tahun 90-an hingga sekarang. Sejak tahun 1998-2009, Indonesia sudah mempunyai Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran setara sarjana dengan beban studi 160 sks dengan gelar S.ST (Sarjana Sain Terapan). Jadi lulusan STIP boleh melanjutkan program S2 dan seterusnya disamping ijazah keahlian lainnya yang kalau dijumlahkan kurang lebih ada 10 sertifikat berstandard internasional dan menjadi sekolah pelayaran lisensi International Maritime Organization untuk Indonesia karena memang sekarang seluruh Taruna di STIP wajib menggunakan bahasa inggris.[2]


Anak Buah Kapal

Anak Buah Kapal (ABK) atau Awak Kapal terdiri dari beberapa bagian. Masing masing bagian mempunyai tugas dan tanggung jawab sendiri dan tanggung jawab utama terletak di tangan Kapten kapal selaku pimpinan pelayaran.


Hierarki Awak Kapal

Terbagi menjadi Departemen Dek dan Departemen Mesin, selain terbagi menjadi perwira/Officer dan bawahan/Rating.
  • Perwira Departemen Dek
    1. Kapten/Nakhoda/Master adalah pimpinan dan penanggung jawab pelayaran
    2. Mualim I/Chief Officer/Chief Mate bertugas pengatur muatan, persediaan air tawar dan sebagai pengatur arah navigasi
    3. Mualim 2/Second Officer/Second Mate bertugas membuat jalur/route peta pelayaran yg akan di lakukan dan pengatur arah navigasi.
    4. Mualim 3/Third Officer/Third Mate bertugas sebagai pengatur, memeriksa, memelihara semua alat alat keselamatan kapal dan juga bertugas sebagai pengatur arah navigasi.
    5. Markonis/Radio Officer/Spark bertugas sebagai operator radio/komunikasi serta bertanggung jawab menjaga keselamatan kapal dari marabahaya baik itu yg di timbulkan dari alam seperti badai, ada kapal tenggelam, dll.[3]
  • Perwira Departemen Mesin :
    1. KKM (Kepala Kamar Mesin)/Chief Engineer, pimpinan dan penanggung jawab atas semua mesin yang ada di kapal baik itu mesin induk, mesin bantu, mesin pompa, mesin crane, mesin sekoci, mesin kemudi, mesin freezer, dll.
    2. Masinis 1/First Engineer bertanggung jawab atas mesin induk
    3. Masinis 2/Second Engineer bertanggung jawab atas semua mesin bantu.
    4. Masinis 3/Third Enginer bertanggung jawab atas semua mesin pompa.
    5. Juru Listrik/Electrician bertanggung jawab atas semua mesin yang menggunakan tenaga listrik dan seluruh tenaga cadangan.
    6. Juru minyak/Oiler pembantu para Masinis/Engineer
  • Ratings atau bawahan
    1. Bagian dek:
      1. Boatswain atau Bosun atau Serang (Kepala kerja bawahan)
      2. Able Bodied Seaman (AB) atau Jurumudi
      3. Ordinary Seaman (OS) atau Kelasi atau Sailor
      4. Pumpman atau Juru Pompa, khusus kapal-kapal tanker (kapal pengangkut cairan)
    2. Bagian mesin:
      1. Mandor (Kepala Kerja Oiler dan Wiper)
      2. Fitter atau Juru Las
      3. Oiler atau Juru Minyak
      4. Wiper
    3. Bagian Permakanan:
      1. Juru masak/ cook bertanggung jawab atas segala makanan, baik itu memasak, pengaturan menu makanan, dan persediaan makanan.
      2. Mess boy / pembantu bertugas membantu Juru masak


Sertifikat pelayaran

Saat ini untuk menjadi pelaut, seseorang harus memiliki ijazah-ijazah yang diperlukan, hal ini menyebabkan tumbuhnya sekolah-sekolah pelayaran mulai dari tingkat SLTA sampai ke perguruan tinggi. Yang mana dengan Tingkatan sebagai berikut :
lulusan SLTP dapat melanjutkan ke Sekolah Kejuruan Pelayaran (Setarap SLTA) dengan Sistem Pendidikan 3 Tahun Belajar teori 1 tahun Praktek Berlayar (PROLA) yang mana lulusan dari SKP ini mendapatkan IJasah setara SLTA dan ANT IV.


Ijazah Pelaut

Ijazah bagi pelaut (perwira) di Indonesia terbagi atas ijazah dek dan ijazah mesin.


Ijazah Dek

Ijazah Dek dari yang tertinggi adalah:
  1. Ahli Nautika Tingkat I (ANT I) ; dulu Pelayaran Besar I (PB I), dapat menjabat Nakhoda kapal dengan tak terbatas berat kapal dan alur pelayaran
  2. Ahli Nautika Tingkat II (ANT II) ; dulu Pelayaran Besar II (PB II), dapat menjabat:
    • Mualim I/Chief Officer tak terbatas berat kapal dan pelayaran;
    • Nakhoda/Master pada kapal kurang dari 5000 ton dengan pelayaran tak terbatas
    • Nakhoda/Master kapal kurang dari 7500 ton daerah pantai dan harus pengalaman sebagai Mualim I selama 2 tahun
  3. Ahli Nautika Tingkat III (ANT III) ; dulu Pelayaran Besar III (PB III), dapat menjabat: Mualim I/Chief Officer max 3000 DWT
  4. Ahli Nautika Tingkat IV (ANT IV) ; dulu Mualim Pelayaran Intersuler (MPI): Perwira kapal-kapal antar pulau
  5. Ahli Nautika Tingkat V (ANT V) ; dulu Mualim Pelayaran Terbatas (MPT): Perwira kapal-kapal kecil antar pulau
  6. Ahli Nautika Tingkat Dasar (ANT D)


Ijazah Mesin

Ijazah Mesin dari yang tertinggi adalah:
  1. Ahli Teknik Tingkat I (ATT I) ; dulu Ahli Mesin Kapal C (AMK C): Kepala Kamar Mesin/Chief Engineer kapal tak terbatas
  2. Ahli Teknik Tingkat II (ATT II) ; dulu Ahli Mesin Kapal B (AMK B), dapat menjabat:
    • Masinis I/Second Engineer kapal tak terbatas
    • Kepala Kamar Mesin/Chief Engineer dengan tenaga mesin kurang dari 3000 KW, pelayaran tak terbatas
    • Kepala Kamar Mesin/Chief Engineer dengan tenaga mesin tak terbatas, pelayaran daerah pantai
  3. Ahli Teknik Tingkat III (ATT III) ; dulu Ahli mesin Kapal A (AMK A), dapat menjabat:
    • Perwira Jaga (tak terbatas)
    • Masinis I/Second Engineer dengan tenaga mesin kurang dari 3000 KW, pelayaran tak terbatas
    • Kepala Kamar Mesin/Chief Engineer dengan tenaga mesin kurang dari 3000 KW daerah pantai harus pengalaman 2 tahun sebagai Masinis I
  4. Ahli Teknik Tingkat IV (ATT IV) ; dulu Ahli Mesin Kapal Pelayaran Intersuler (AMKPI): Masinis kapal-kapal antar pulau
  5. Ahli Teknik Tingkat V (ATT V) ; dulu Ahli Mesin Kapal Pelayaran Terbatas (AMKPT): Masinis Kapal-kapal kecil antar pulau
  6. Ahli Teknik Tingkat Dasar (ATT D) awak kapal..!!


Sertifikat ketrampilan

Sertifikat ketrampilan ini merupakan sertifikat yang wajib dimiliki oleh para pelaut di samping sertifikat formal di atas. Diantaranya adalah:
  1. Basic Safety Training (BST)/Pelatihan Keselamatan Dasar
  2. Advanced Fire Fighting (AFF)
  3. Survival Craft & Rescue Boats (SCRB)
  4. Medical First Aid (MFA)
  5. Medical Care (MC)
  6. Tanker Familiarization (TF)
  7. Oil Tanker Training (OT)
  8. Chemical Tanker Training (CTT)
  9. Liquified Gas Tanker Training (LGT)
  10. Radar Simulator (RS)
  11. ARPA Simulator (AS)
  12. Operator Radio Umum (ORU) / GMDSS[4]


Referensi

  1. ^ Kamus Besar Bahasa IndonesiaJakarta: Balai Pustaka, 1994ISBN 979-407-182-X.
  2. ^ http://www.indocrews.com/goto/modules.php?name=News&file=article&sid=1
  3. ^ Namun pada awal tahun 1990-an posisi markonis ini terancam dengan adanya peralatan komunikasi yang sangat modern yaitu dengan menggunakan system INMARSAT (International Maritime Satelit) dan GMDSS (Global Maritime Distress Safety System). Komunikasi dengan menggunakan INMARSAT lebih cepat, tepat dan akurat karena menggunakan sistem satelit pengiriman berita bisa lewat e-mail, ataupun telephone secara langsung. Banyak perusahaan pelayaran tidak mempekerjakan seorang markonis di atas kapal, karena para Mualim dan Kapten juga di perbolehkan mengoperasikan peralatan INMARSAT dan GMDSS dengan ketentuan sertifikasi yang layak untuk menggantikan posisi marconist.Pemerintah telah memberikan kesempatan kepada para ex markonis / operator radio untuk mengambil ijazah Mualim III / ANT III (Deck Departement), akan tetapi tidak semua ex markonis tersebut dapat mengikuti pendidikan untuk mengambil ijazah ANT III tersebut dengan alasan sebagai berikut :
    • Untuk para operator radio yang sudah lanjut usia.
    • Biaya untuk mengambil ijazah ANT III tersebut sangat mahal.
    • Lama pendidikan di tambah praktik kerja laut.
  4. ^ http://stipjakarta.ac.id/shortcourse/

PRANATA LUAR