Sabtu, 10 November 2012

DECK OFFICER


Tugas jaga di laut adalah pengaturan dinas jaga laut di kapal dilaksanakan sebagai berikut :

Jam 00.00 - 04.00 Jaga larut malam (Dog Watch) -Mualim II

Jam 04.00 - 08.00 Jaga dini hari (Morning Watch) -Mualaim I dan IV

Jam 08.00 - 12.00 Jam jaga pagi hari (Forenoon Watch) -Mualim III

Jam 12.00 - 16.00 Jam jaga siang hari (Afternoon Watch) -Mualim II

Jam 16.00 - 20.00 Jam jaga sore hari (Evening Watch) -Mualim I dan IV

Jam 20.00 - 24.00 Jam jaga malam hari (Night Watch) -Mualim III

Kecuali diatur oleh Nakhoda, maka penjagaan biasanya dilakukan seperti tertera pada daftar di atas. Pertukaran jaga dilakukan dengan menyerah terimakan jaga dari perwira jaga lama kepada penggantinya. Perwira jaga baru akan di bangunkan 1/2 jam sebelumnya. Setelah berada di anjungan harus melihat haluan kapal, lampu suar perintah Nakhoda, membiasakan diri dengan situasi yang ada. Mualaim yang diganti dengan menyerahkan jam jaganya dengan memberikan informasi yang diperlukan seperti posisi akhir, Cuaca, kapal lain dan hal - hal lain yang dipandang perlu.

Sebagai Catatan, Mualim jaga setelah selesai jaganya harus meronda kapal, terutama pada malam hari misalnya pemeriksaan peranginan palka, kran - kran air, cerobong asap, lashingan muatan dan lain - lain.

TUGAS MUALIM JAGA DI LAUT
1. Memeriksa posisi kapal, Kesalahan Kompas, haluan yang di kemudikan dan semua peralatan navigasi di anjungan.
2. Memeriksa keadaan keliling, perairan, benda - benda navigasi, kapal dan lain - lain
3. Membawa kapal dengan selamat sesuai dengan peraturan nasional maupun internasional dalam penyimpangan.
4. Memangamati dengan baik dengan panca Indra keseluruhan kapal dan sekitarnya serta bertindak yang sesuai.
5. Melaporkan kepada Nakhoda jika terjadi situasi meragukan.


TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB MUALIM JAGA
1. Menjaga keamanan dan keselamatan kapal, penumpang, muatan antara lain : menentukan posisi kapal secara rutin, melashing muatan dan lain - lain.
2. Menjalankan perintah Nakhoda antara lain : tidak dikenankan meninggalkan anjungan tanpa diganti mualim yang lain atau Nakhoda, pada lazimnya Nakhoda telah membuat " Standing Orders" yang harus dilaksanakan oleh semua mualim.
3. Menjalankan peraturan pada saat itu antara lain : melakukan tindakan berjaga - jaga yang baik sesuai aturan - aturan yang ada di dalam P2TL dan lain - lain.
4. Berko'ordinasi dengan perwira jaga mesin (masinis jaga).
5. Dalam situasi darurat harus memberitahukan kepada Nakhoda.

Pergantian Jaga Laut
Mualim jaga harus meyakinkan dirinya untuk hal hal berilut :
1. Standing orders dari Nahkoda dan hal lain yang besangkutan dengan navigasi kapal
2. Posisi dan haluan serta kecepatan dan draft kapal
3. Kondisi laut saat itu dan perkiraan pasng surut, arus, cuaca ,jarak tampak.
4. Control mesin penggerak utama
5. Situasi navigasi / pelayaran 

Penjagaan saat memasuki daerah Penglihatan Terbatas

1. Memberi tahu Nahkoda
2. Menempatkan seorang pengamat yang tepat
3. Menghidupkan lampu navigasi
4. Hidupkan dan operasikan RADAR

KESIMPULAN PERATURAN INT’L TENTANG PENCEGAHAN TUBRUKAN DI LAUT 1972
BAGIAN A – UMUM 

Aturan 1 – Pembelakuan

1. Aturan ini berlaku untuk SEMUA JENIS KAPAL, 
2. Aturan ini berlaku di laut bebas/perairan yang berhubungan dengan laut bebas
3. Jika ada aturan tambahan yang dibuat pemrtintah setempat, maka harus dibuat semirip mungkin dengan aturan P2TL 1972

Aturan 2 – Tanggung Jawab

1. Aturan ini harus dilaksanakan oleh kapal,pemiliknya ,nahkoda dan awak kapal
2. Bila ada kepentingan dalam masalah keselamatan navigasi, maka BOLEH MENYIMPANG dari aturan ini dengan alasan yang tepat

Aturan 3 – Definisi Umum

1. Kapal : semua jenis pesawat air, termasuk WIG
2. Kapal tenaga : setiap kapal yang digerakan oleh mesin
3. Kapal layar : kapal yang menggunakan layar, denagn mesin penggerak tidak dioperasikan
4. Kapal menagkap ikan : Kapal yang sedang menagkap ikan dengan pukat atau jariing
5. Pesawat Terbang Laut : semua jenis pesawat yang dapat berolah gerak di air
6. Kapal tak terkendali : kapal yang karena suatu keadaan luar biasa tidak mampu berolah gerak
7. Kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas : Kapal karena SIFAT pekerjaanya mengakibatkan olah geraknya terbatas
8. Kapal yang terkendala oleh saratnya : Kapal tenaga yang karena saratnya terhadap kedalaman air dan lebar perairan mengakinbatkan kemampuan olah geraknya terbatas
9. Kapal yang berlayar : Kapal kapal yang tidak belabuh jangkar / kandas

BAGIAN B – ATURAN MENGEMUDIKAN KAPAL DAN MELAYARKAN KAPAL

SEKSI I SIKAP KAPAL DALAM SETIAP KEADAAN PENGLIHATAN

Aturan 4 – Pemberlakuan

1. Aturan ini munegaskan bahwa bahwa aturan dalam seksi I BAGIAN B ini belaku dalam setiap kondisi penglihatan

Aturan 5 – Pengamatan

1.Setiap kapal diwajibkan melakukan pengmatan untuk mencegah bahaya tubrukan

Aturan 6 – Kecepatan Aman

1.Semua kapal harus berlayar denagn kecepatan aman ,yaitu kecepatan dimana kapal dapat mengambil tindakan yang tepat dan efektif untuk menghindari tubrukan dan dapat diberhentikan dalam jarak yang aman dan sesuai kondisinya.


Aturan 7 – Bahaya tubrukan

1.Kondisi dimana akan terjadi bahaya tubrukan yaitu bilamana :
• Baringan kapal lain tetap/hamper tetap
• Mendekati kapal yang ultra besar dengan jarak yang dekat sekali
• Timbul keragu – raguan

Aturan 8 – Tindakan untuk menghindari tubrukan

1Kemampuan OG harus nyata dan jelas yaitu 10-30
2. Tindakan diambil dalam waktu yang cukup lapang
3. Perubahan haluan lebih baik dari oada perubahan kecepatan

Aturan 9 – Alur pelayaran sempit

1. Aturan ini berlaku di setiap alur pelayaran sempit yang berhubungan dengan laut bebas
2. Tidak berlaku pada TSS
3. Yang dimaksud dengan alur pelayaran sempit yaitu,
• Diantara 2 pier dan +/- 100 meter di luar tanda batas pintu masuk pelabuhan
• Alur pelayaran antara garis pelampung

Aturan 10 – Tata pemissahan lalu lintas

1. Kapal di TPL berlayar pada jalur sesuai LL umum
2. Bebas dari garis pemisah/zona pemisah
3. Memasuki/meniggalkan jalur LL harus dengan sudut kecil <20
4. Dilarang berlabuh jangkar di TPL

SEKSI II PERILAKU KAPAL DALAM KEADAAN SALING MELIHAT

Aturan 11 – Pembelakuan

1. Aturan ini berlaku bagi kapal yang sedang dalam keadaan melihat

Aturan 12 – Kapal Layar

1. Bila kapal mendapat angin pada lambung yang berlainan, kapal yang mendapat angin di lambung kiri harus menghindari kapal lain
2. Bila keduanya mendapat angin di lambung yang sama, kapal yang ada diatas angin harus menghindari kapal yang ada di bawah angin

Aturan 13 – Penyusulan

1. Kapal yang menyusul menghindari kapal yang disusul
2. Kapal dikategorikan menyusul bila mendekati kapal lain dari arah ≥ 22.5 dibelakang garis melintang kapal lain (jarak 2-3nm)


Aturan – 14 Situasi Berhadap - hadapan

1. Keadaan saling melihat dan keduanya kapal tenaga, 
2. Haluan saling berhadapan/berlawanan (180±6)dan akan mengakibatkan tubrukan
3. Jika mengijinkan harus merubah haluan kea rah kanan

Aturan – 15 Situasi memotong

1. Keadaan saling melihat dan keduanya kapal tenag yangs sedang berlayar
2. Haluannya saling memotong dan akan mengakibatkan tubrukan
3. Kapal yang melihat lambung kiri kapal lain wajib menghindar di belakangnya

Aturan 16 – Tindakan kapal yang menghindar

1. Harus menghindar dalam waktu dini
2. Tindakan harus tegas sehingga terbebas dari resiko tubrukan

Aturan 17 – Tindakan kapal yang bertahan

1. Bila salahsatu kapal menghindar maka kapal lain wajib mempertahankan haluan dan kecepatannya
2. Hal diatas hanya berlaku dalam keadaan saling melihat

Aturan 18 – Tnaggung jawab antar kapal

1. Pada tahap boleh bertindak ,kapal tanag tidak boleh mengubah haluannya ke kiri

SEKSI III PERILAKU KAPAL DALAM PENGLIHATAN TERBATAS

Aturan 19 –Perilaku Kapal dalam pemglihatan terbatas

1. Kapal harus membuniyikan isyarat sesuai aturan 34
2. Harus melaksanakan :
a. Pengamatan
b. Kecepatan aman
c. Menentukan tubrukan
d. Tindakan menghindari tubrukan
e. Melaksanakan RADAR ploting

BAGIAN C - LAMPU DAN SOSOK BENDA

Aturan 20 – Pemberlakuan

1. Aturan ini berlaku dalam setiap keadaan penglihatan terhadap seluruh kapal
2. Lampu – lampu harus dinyalakan dari terbenam matahari sampai terbit matahari,dan saat mulai keadaan penglihatan terbatas baik di siang hari, seperti kabut, hujan, dan badai
3. Pada siang hari lampu –lampu diganti denga sosok benda

Aturan 21 – Definisi

1. Lampu tiang : lampu putih dipasang di bagian paling atas denagn sector cahaya 225
2. Lampu lambung kapal : dipasang pada ketinggian diatas badan 
3. Lampu buritan : ditempatkan sedekat mungkin dengan buritan dan terlihat oleh kapal lain dari arah 135 dari arah belakang kapal
4. Lampu tunda : berwarna kuning dipasang di atas lampu buritan
5. Lampu kedip : lampu yang dipasang untuk kapal bantalan udara
6. Lampu keliling : Nampak pada busur 360 ditempatkan pada tempat yang tak terhalang benda lain

Aturan 22 – Jarak tampak lampu

JENIS LAMPU ≥ 50 meter 12 – 50 meter < 12 meter
Lampu tiang 6 mil 5 mil dan 3 mil untuk kapal kurang dari 20m 2 mil
Lampu lambung 3 mil 2 mil 1 mil
Lampu buritan 3 mil 2 mil 2 mil
Lampu tunda 3 mil 2 mil 2 mil
Lampu keliling 2 mil 2 mil 2 mil

Aturan 23 – Kapal tenaga yang sedang berlayar

1. Harus menyalakan lampu-lampu sesuai aturan 22, dan pada kapal yang kurang dari 20m lampu lambungnya boleh dijadikan satu tiang dengan dua lampu diatasnya

Aturan 24 – Menunda dan mendorong

1. Harus memperlihatkan lampu sesuai aturan 23 dan 22
2. Pada siang hari sosok benda berupa belah ketupat

Aturan 25 – Kapal layar yang sedang berlayar dan kapal layar denga dayung

Aturan 26 – Kapal penangkap ikan

Aturan 27 – Kapal yang tidak terkendali atau yang berkemampuan olah geraknya terbatas

Aturan 28 – Kapal yang terkendala oleh saratnya

Aturan 29 – Kapal pandu 

Aturan 30 – Kapal yang berlabuh jangkar dan kapal kandas

Aturan 31 – Pesawat terbang laut

1. Memperlihatkan penerangan atau sosok benda semirip mungkin dengan aturan aturan ini
BAGIAN D – ISYARAT BUNYI DAN ISYARAT CAHAYA

Aturan 32 – Definisi

1. Suling : setiap alat yang dengan tiupan menghasilkan bunyi
2. Tiup prmdek : tiupan yang lamanya satu detik
3. Tiup panjang : tiupan yang lamanya enam detik 
Aturan 33 – Perlengkapan untuk isyarat bunyi

Panjang kapal Jenis perlengkapan

≥12 m Suling
≥20 m Suling dan genta
≥100 m Suling ,genta, gong
≤12 m Tidak wajib memasang alat isyarat bunyi

Aturan 34 – Isyarat olah gerak dan isyarat peringatan

Satu tiup pendek Saya sedang merubah haluan ke kanan
Dua tiup pendek Saya sedang merubah haluan ke kiri
Tiga tiup pendek Saya sedang menggerakan mesin mundur

Dua tiup panjang + satu tiuap pendek Saya hendak menyusaul anda dari kanan anda
Dua tiup panjang + dua tiup pendek Saya hendak menyusaul anda dari kiri anda

Aturan 35 – Isyarat bunyi dalam penglihatan terbatas

Kapal tenaga yang mempunyai laju di air Satu tiup panjang
Kapal tenaga yang berlayar tapi berhenti Dua tiup panjang
Kapal berlabuh jangkar Genta 5 detik dan 3 tiup pendek beruntun
Kapal kandas Genta dengan gong
Kapal pandu Empat tiup pendek

Aturan 36 – Isyarat untuk menarik perhatian

1. Bunyi yang dapat tidak terkelirukan dengan isyarat bunyi 
2. Mengarahkan berkas lampu kea rah manapun / mengacak

Aturan 37 – Isyarat Bahaya

1. Tembakan senjata
2. Roket-roket, isyarat kabut terus menerus
3. Isyarat MAY DAY
4. Nyala api di kapal , membakar barel
5. Tanda bahaya lewat radio dll.

BAGIAN E – PEMBEBASAN - PEMBEBASAN

Aturan 38 – Pembebasan

Setiap kapal dengan ketentuan bahwa kapal itu memenuhi syarat P2TL 1960 yang luasnya diletakan sebelum aturan ini mulai berlaku atau ang pada tanggal itu dalam tahap pembangunan yang sesuai dibebaskan dari kewajiban untuk memenuhi aturan ini


PUNAKAWAN

Semar, Gareng, Petruk, Bagong

Dalam perkembangan selanjutnya, hadirnya Semar sebagai pamomong keturunan Saptaarga tidak sendirian. Ia ditemani oleh tiga anaknya, yaitu; Gareng, Petruk, Bagong. Ke empat abdi tersebut dinamakan Panakawan. Dapat disaksikan, hampir pada setiap pegelaran wayang kulit purwa, akan muncul seorang ksatria keturunan Saptaarga diikuti oleh Semar, Gareng, Petruk, Bagong. Cerita apa pun yang dipagelarkan, ke lima tokoh ini menduduki posisi penting. Kisah Mereka diawali mulai dari sebuah pertapaan Saptaarga atau pertapaan lainnya. Setelah mendapat berbagai macam ilmu dan nasihat-nasihat dari Sang Begawan, mereka turun gunung untuk mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, dengan melakukan tapa ngrame. (menolong tanpa pamrih).
Dikisahkan, perjalanan sang Ksatria dan ke empat abdinya memasuki hutan. Ini menggambarkan bahwa sang ksatria mulai memasuki medan kehidupan yang belum pernah dikenal, gelap, penuh semak belukar, banyak binatang buas, makhluk jahat yang siap menghadangnya, bahkan jika lengah dapat mengacam jiwanya. Namun pada akhirnya Ksatria, Semar, Gareng, Petruk, Bagong berhasil memetik kemenangan dengan mengalahkan kawanan Raksasa, sehingga berhasil keluar hutan dengan selamat. Di luar hutan, rintangan masih menghadang, bahaya senantiasa mengancam. Berkat Semar dan anak-anaknya, sang Ksatria dapat menyingkirkan segala penghalang dan berhasil menyelesaikan tugas hidupnya dengan selamat.
Mengapa peranan Semar dan anak-anaknya sangat menentukan keberhasilan suatu kehidupan? Sudah dipaparkan pada dua tulisan sebelumnya, bahwa Semar merupakan gambaran penyelenggaraan Illahi yang ikut berproses dalam kehidupan manusia. Untuk lebih memperjelas peranan Semar, maka tokoh Semar dilengkapi dengan tiga tokoh lainnya. Ke empat panakawan tersebut merupakan simbol dari cipta, rasa, karsa dan karya. Semar mempunyai ciri menonjol yaitu kuncung putih. Kuncung putih di kepala sebagai simbol dari pikiran, gagasan yang jernih atau cipta. Gareng mempunyai ciri yang menonjol yaitu bermata kero, bertangan cekot dan berkaki pincang. Ke tiga cacat fisik tersebut menyimbolkan rasa. Mata kero, adalah rasa kewaspadaan, tangan cekot adalah rasa ketelitian dan kaki pincang adalah rasa kehati-hatian. Petruk adalah simbol dari kehendak, keinginan, karsa yang digambarkan dalam kedua tangannya. Jika digerakkan, kedua tangan tersebut bagaikan kedua orang yang bekerjasama dengan baik. Tangan depan menunjuk, memilih apa yang dikehendaki, tangan belakang menggenggam erat-erat apa yang telah dipilih. Sedangkan karya disimbolkan Bagong dengan dua tangan yang kelima jarinya terbuka lebar, artinya selalu bersedia bekerja keras. Cipta, rasa, karsa dan karya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Cipta, rasa, karsa dan karya berada dalam satu wilayah yang bernama pribadi atau jati diri manusia, disimbolkan tokoh Ksatria. Gambaran manusia ideal adalah merupakan gambaran pribadi manusia yang utuh, dimana cipta, rasa, karsa dan karya dapat menempati fungsinya masing-masing dengan harmonis, untuk kemudian berjalan seiring menuju cita-cita yang luhur. Dengan demikian menjadi jelas bahwa antara Ksatria dan panakawan mempunyai hubungan signifikan. Tokoh ksatria akan berhasil dalam hidupnya dan mencapai cita-cita ideal jika didasari sebuah pikiran jernih (cipta), hati tulus (rasa), kehendak, tekad bulat (karsa) dan mau bekerja keras (karya).
Simbolisasi ksatria dan empat abdinya, serupa dengan ‘ngelmu’ sedulur papat lima pancer. Sedulur papat adalah panakawan, lima pancer adalah ksatriya. Posisi pancer berada ditengah, diapit oleh dua saudara tua (kakang mbarep, kakang kawah) dan dua saudara muda (adi ari-ari dan adi wuragil). Ngelmu sedulur papat lima pancer lahir dari konsep penyadaran akan awal mula manusia diciptakan dan tujuan akhir hidup manusia (sangkan paraning dumadi). Awal mula manusia diciptakan di awali dari saat-saat menjelang kelahiran. Sebelum sang bayi (bayi, dalam konteks ini adalah pancer) lahir dari rahim ibu, yang muncul pertama kali adalah rasa cemas si ibu. Rasa cemas itu dinamakan Kakang mbarep. Kemudian pada saat menjelang bayi itu lahir, keluarlah cairan bening atau banyu kawah sebagai pelicin, untuk melindungi si bayi, agar proses kelahiran lancar dan kulit bayi yang lembut tidak lecet atau terluka. Banyu kawah itu disebut Kakang kawah. Setelah bayi lahir akan disusul dengan keluarnya ari-ari dan darah. Ari-ari disebut Adi ari-ari dan darah disebut Adi wuragil.
Ngelmu sedulur papat lima pancer memberi tekanan bahwa, manusia dilahirkan ke dunia ini tidak sendirian. Ada empat saudara yang mendampingi. Pancer adalah suksma sejati dan sedulur papat adalah raga sejati. Bersatunya suksma sejati dan raga sejati melahirkan sebuah kehidupan.
Hubungan antara pancer dan sedulur papat dalam kehidupan, digambarkan dengan seorang sais mengendalikan sebuah kereta, ditarik oleh empat ekor kuda, yang berwarna merah, hitam, kuning dan putih. Sais kereta melambangkan kebebasan untuk memutuskan dan berbuat sesuatu. Kuda merah melambangkan energi, semangat, kuda hitam melambangkan kebutuhan biologis, kuda kuning melambangkan kebutuhan rohani dan kuda putih melambangkan keheningan, kesucian. Sebagai sais, tentunya tidak mudah mengendalikan empat kuda yang saling berbeda sifat dan kebutuhannya. Jika sang sais mampu mengendalikan dan bekerjasama dengan ke empat ekor kudanya dengan baik dan seimbang, maka kereta akan berjalan lancar sampai ke tujuan akhir. Sang Sangkan Paraning Dumadi.
Semar, Gareng, Petruk , Bawor

TOKOH punakawan yang terdiri atas Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong, adalah tokoh-tokoh yang selalu ditunggu-tunggu dalam setiap pergelaran wayang di Jawa. Sebenarnya, dalam cerita wayang yang asli dari India tidak ada tokoh punakawan. Punakawan hanyalah “bahasa halus” dan “bahasa komunikatif” yang diciptakan oleh para sunan/wali di tanah Jawa. Para tokoh punakawan dibuat sedemikian rupa medekati kondisi masyarakat Jawa yang beraneka ragam. Para Wali dalam penyebaran agama Islam selalu melihat kondisi masyarakat–baik dari adat istiadat maupun dari budaya yang berkembang saat itu. Wayang merupakan suatu media efektif untuk menyampaikan misi ini. Namun, para wali memandang bahwa cerita wayang yang diusung dari negara asalnya, India, ternyata banyak yang berbau Hindu, animisme, dan dinamisme. Mereka juga melihat pakem wayang India tersebut kurang komunikatif. Masyarakat hanya diminta duduk diam melihat sang dalang memainkan lakonnya. Tentu tidak semua orang mau untuk menikmati adegan demi adegan semacam ini semalam suntuk. Maka, para wali menciptakan suatu tokoh yang sekiranya mampu berkomunikasi dengan penonton, lebih fleksibel, mampu menampung aspirasi penonton, lucu, dan yang terpenting, dalam memainkan para tokoh punakawan ini sang dalang dapat lebih bebas menyampaikan misinya karena tidak harus terlalu terikat pada pakem.
Tokoh punakawan dimainkkan dalam sesi gara-gara. Jika diperhatikan secara seksama ada kemiripan dalam setiap pertunjukan wayang antara satu lakon dan lakon yang lain. Pada setiap permulaan permainan wayang biasanya tidak ada adegan bunuh-membunuh antara tokoh-tokohnya hingga lakon gara-gara dimainkan. Mengapa? Dalam falsafah orang Jawa, hal ini diartikan bahwa janganlah emosi kita diperturutkan dalam mengatasi setiap masalah. Lakukanlah semuanya dengan tenang, tanpa pertumpahan darah, dan utamakan musyawarah. Cermati dulu masalah yang ada, jangan mengambil kesimpulan sebelum mengetahui masalahnya. Ketika lakon gara-gara selesai dimainkan, barulah ada adegan yang menggambarkan peperangan dan pertumpahan darah. Itu dapat diartikan bahwa jika musyawarah tidak dapat dilakukan maka ada cara lain yang dapat ditempuh dalam menegakkan kebenaran. Dalam Islam pun, setiap dakwah yang dilakukan harus menggunakan tahap-tahap yang tidak berbeda dengan tahap-tahap yang ada dalam dunia perwayangan ini. Dalam mengajak pada kebenaran/mencegah kemungkaran, para pendakwah awalnya harus memberi peringatan (Bi Lisani) dengan baik; jika tidak mau, beri peringatan dengan keras; jika tidak mau, kita dapat menggunakan kemampuan maksimal kita dalam mengupayakan penegakan kebenaran (termasuk Jihad, mungkin). Nah, lakon gara-gara jelas sekali menggambarkan atau membuka semua kesalahan, dari yang samar-samar kelihatan jelas.Ini merupakan suatu hasil dari sebuah doa yang terkenal Allahuma arinal Haqa-Haqa warzuknat tibaa wa’arinal bathila-bathila warzuknat tinaba. [Ya Allah tunjukilah yang benar kelihatan benar dan berilah kepadaku kekuatan untuk menjalankannya, dan tunjukilah yang salah kelihatan salah dan berilah kekuatan kepadaku untuk menghindarinya. Semua menjadi jelas mana yang benar dan yang salah. Hingga akhir dari cerita wayang, para tokohnya yang berada di jalur putih akan memenangkan pertempuran melawan kejahatan, setelah benar-benar mengetahui mana jalan yang benar dan mengerti masalahnya.
Bilung, Togog, Semar, Gareng, Petruk & Bawor

Makna nama tokoh

Apa makna yang terkandung dalam setiap tokoh punakawan ini? Mari kita amati satu persatu:
Semar: aslinya tokoh ini berasal dari bahasa arab Ismar. Dalam lidah jawa kata Is–biasanya dibaca Se. Ambillah contoh Istambul menjadi Setambul. 
Ismar berarti paku. Tokoh ini dijadikan pengokoh (paku) terhadap semua kebenaran yang ada atau sebagai. Advicer dalam mencari kebenaran terhadap segala masalah. Paku di sini dapat juga difungsikan sebagai pedoman hidup, pengokoh hidup manusia. Apa pengokoh hidup manusia itu? Tidak lain adalah agama. Sehingga, semar bukanlah tokoh yang harus dipuja, tapi penciptaan semar hanyalah penciptaan simbolisasi dari agama sebagai prinsip hidup setiap umat beragama.
Nala Gareng: juga diadaptasi dari kata Arab Naala Qariin. Dalam pengucapan lidah jawa pula kata Naala Qariin menjadi Nala Gareng. Kata Naala Qariin, artinya memperoleh banyak teman, ini sesuai dengan dakwah para wali sebagai juru dakwah untuk memperoleh sebanyak-banyaknya teman (umat) untuk kembali kejalan Allah SWT dengan sikap arif dan harapan yang baik.
Petruk: diadaptasi dari kata Fatruk. Kata ini merupakan kata pangkal dari sebuah wejangan Tasawuf yang berbunyi: Fat-ruk kulla maa siwallahi, yang artinya: tinggalkan semua apa pun selain Allah.Wejangan tersebut kemudian menjadi watak para wali dan mubalig pada waktu itu. Petruk juga sering disebut Kanthong Bolong artinya kantong yang berlobang. Maknanya bahwa setiap manusia harus menzakatkan hartanya dan menyerahkan jiwa raganya kepada Allah SWT secara ikhlas, tanpa pamrih dan ikhlas, seperti bolongnya kantong yang tanpa penghalang.
Bagong: berasal dari kata Baghaa yang berarti berontak. Yaitu berontak terhadap kebatilan dan keangkaramurkaan. Dalam versi lain kata Bagong berasal dari Baqa’ yang berarti kekal atau langgeng, artinya semua manusia hanya akan hidup kekal setelah di akhirat nanti. Dunia hanya diibaratkan mampir ngombe (sekadar mampir untuk minum).


Para tokoh punakawan juga berfungsi sebagai pamomong (pengasuh) untuk tokoh wayang lainnya. Pada prinsipnya setiap manusia butuh yang namanya pamomong, mengingat lemahnya manusia. Pamomong dapat diartikan pula sebagai pelindung. Tiap manusia hendaknya selalu meminta lindungan kepada Allah SWT, sebagai sikap introspeksi terhadap segala kelemahan dalam dirinya. Inilah falsafah sikap pamomong yang digambarkan oleh para tokoh punakawan.
Alangkah disayangkan jika beberapa tokoh punakawan seperti semar dipuja-puji layaknya dewa oleh sebahagian penganut aliran kepercayaan. Padahal jelas sekali semua tokoh yang ada hanyalah merupakan ciptaan para wali untuk menyimbolkan suatu keadaan dalam misi dakwah mereka menyebarkan Islam. Sebagai contoh Semar diceritakan sebagai seorang dewa (bathara Ismaya kakak bathara Guru) yang turun ke bumi dengan menjelma menjadi manusia biasa untuk menjalankan sebuah misi suci. Hal ini sebenarnya cukup tepat untuk menggambarkan cara Allah SWT menurunkan Islam pada umat manusia dengan tidak menghadirkan sosok Allah langsung sebagai Tuhan di muka bumi. Niscaya semua manusia akan menjadi Islam, jika Allah langsung menyebarkan Islam di bumi. Lalu di manakah letak kemerdekaan manusia, jika demikian? Manusia dibiarkan memilih semua ajaran yang ada. Mengingat, manusia diberikan kebebasan untuk menentukan nasibnya kelak di akhirat, sesuai dengan pilihannya di dunia. Maka, sosok Semar sebagai dewa pun harus dijelmakan sebagai sosok manusia dahulu, untuk tetap menjaga kodrat manusia sebagai makhluk yang bebas memilih. Lihatlah pula kata Semar Badranaya. Badra berarti kebahagiaan dan naya berarti kebijaksanaan. Untuk menuju kebahagiaan, yaitu dengan cara memimpin rakyat secara bijaksana dan menggiringnya untuk beribadah kepada Allah SWT. Negara akan stabil jika semar bersemayam di pertapaan Kandang Penyu. Maknanya adalah untuk mengadakan penyuwunan (penyu-) atau permohonan kehadiran Allah SWT. Jelas sekali misi dakwah yang terkandung di sini, yang diceritakan dan diartikan sendiri maknanya oleh sang pembuat yaitu para wali.



KI SEMAR




Gambar kaligrafi jawa tersebut bermakna :
Bojo sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur-kamurkan Mardika artinya “merdekanya jiwa dan sukma”, maksudnya dalam keadaan tidak dijajah oleh hawa nafsu dan keduniawian, agar dalam menuju kematian sempurna tak ternodai oleh dosa. Manusia jawa yang sejati dalam membersihkan jiwa (ora kebanda ing kadonyan, ora samar marang bisane sirna durka murkamu) artinya : “dalam menguji budi pekerti secara sungguh-sungguh akan dapat mengendalikan dan mengarahkan hawa nafsu menjadi suatu kekuatan menuju kesempurnaan hidup”.

SEMAR  Artinya Mengembani sifat membangun dan melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia
Filosofi, Biologis Semar
Javanologi : Semar = Haseming samar-samar (Fenomena harafiah makna kehidupan Sang Penuntun). 
Semar tidak lelaki dan bukan perempuan, tangan kanannya keatas dan tangan kirinya kebelakang. Maknanya : “Sebagai pribadi tokoh semar hendak mengatakan simbul Sang Maha Tunggal”. Sedang tangan kirinya bermakna “berserah total dan mutlak serta sekaligus simbul keilmuaan yang netral namun simpatik”.

Domisili semar adalah sebagai lurah karangdempel .... (karang = gersang) dempel = keteguhan jiwa. 
Rambut semar “kuncung” (jarwadasa/pribahasa jawa kuno) maknanya hendak mengatakan : akuning sang kuncung = sebagai kepribadian pelayan.

Semar sebagai pelayan mengejawantah melayani umat, tanpa pamrih, untuk melaksanakan ibadah amaliah sesuai dengan sabda Ilahi. 
Semar barjalan menghadap keatas maknanya : “dalam perjalanan anak manusia perwujudannya ia memberikan teladan agar selalu memandang keatas (sang Khaliq ) yang maha pengasih serta penyayang umat”.
Kain semar Parangkusumorojo: perwujudan Dewonggowantah (untuk menuntun manusia) agar memayuhayuning bawono : mengadakan keadilan dan kebenaran di bumi.
Ciri sosok semar adalah :
  • Semar berkuncung seperti kanak kanak,namun juga berwajah sangat tua
  • Semar tertawannya selalu diakhiri nada tangisan
  • Semar berwajah mata menangis namun mulutnya tertawa
  • Semar berprofil berdiri sekaligus jongkok
  • Semar tak pernah menyuruh namun memberikan konsekwensi atas nasehatnya

Gambar tokoh Semar nampaknya merupakan simbol pengertian atau konsepsi dari aspek sifat Ilahi, yang kalau dibaca bunyinya katanya ber bunyi:
Semar (pralambang ngelmu gaib) – kasampurnaning pati.
MAYA adalah sebuah cahaya hitam. Cahaya hitam tersebut untuk menyamarkan segala sesuatu.
Yang ada itu sesungguhnya tidak ada.
Yang sesungguhnya ada, ternyata bukan.
Yang bukan dikira iya.
Yang wanter (bersemangat) hatinya, hilang kewanterane (semangatnya), sebab takut kalau keliru.
Maya, atau Ismaya, cahaya hitam, juga disebut SEMAR artinya tersamar, atau tidak jelas.

Di dalam cerita pewayangan, Semar adalah putra Sang Hyang Wisesa, ia diberi anugerah mustika manik astagina, yang mempunyai 8 daya, yaitu:
1. tidak pernah lapar
2. tidak pernah mengantuk
3. tidak pernah jatuh cinta
4. tidak pernah bersedih
5. tidak pernah merasa capek
6. tidak pernah menderita sakit
7. tidak pernah kepanasan
8. tidak pernah kedinginan
kedelapan daya tersebut diikat pada rambut yang ada di ubun-ubun atau kuncung. Semar atau Ismaya, diberi beberapa gelar yaitu; Batara Semar, Batara Ismaya, Batara Iswara, Batara Samara, Sanghyang Jagad Wungku, Sanghyang Jatiwasesa, Sanghyang Suryakanta. Ia diperintahkan untuk menguasai alam Sunyaruri, atau alam kosong, tidak diperkenankan menguasi manusia di alam dunia.
Di alam Sunyaruri, Batara Semar dijodohkan dengan Dewi Sanggani putri dari Sanghyang Hening. Dari hasil perkawinan mereka, lahirlah sepuluh anak, yaitu: Batara Wungkuam atau Sanghyang Bongkokan, Batara Siwah, Batara Wrahaspati, Batara Yamadipati, Batara Surya, Batara Candra, Batara Kwera, Batara Tamburu, Batara Kamajaya dan Dewi Sarmanasiti. Anak sulung yang bernama Batara Wungkuam atau Sanghyang Bongkokan mempunyai anak cebol, ipel-ipel dan berkulit hitam. Anak tersebut diberi nama Semarasanta dan diperintahkan turun di dunia, tinggal di padepokan Pujangkara. Semarasanta ditugaskan mengabdi kepada Resi Kanumanasa di Pertapaan Saptaarga.
Dikisahkan Munculnya Semarasanta di Pertapaan Saptaarga, diawali ketika Semarasanta dikejar oleh dua harimau, ia lari sampai ke Saptaarga dan ditolong oleh Resi Kanumanasa. Ke dua Harimau tersebut diruwat oleh Sang Resi dan ke duanya berubah menjadi bidadari yang cantik jelita. Yang tua bernama Dewi Kanestren dan yang muda bernama Dewi Retnawati. Dewi Kanestren diperistri oleh Semarasanta dan Dewi Retnawati menjadi istri Resi Kanumanasa. Mulai saat itu Semarasanta mengabdi di Saptaarga dan diberi sebutan Janggan Semarsanta.
Sebagai Pamong atau abdi, Janggan Semarasanta sangat setia kepada Bendara (tuan)nya. Ia selalu menganjurkan untuk menjalani laku prihatin dengan berpantang, berdoa, mengurangi tidur dan bertapa, agar mencapai kemuliaan. Banyak saran dan petuah hidup yang mengarah pada keutamaan dibisikan oleh tokoh ini. Sehingga hanya para Resi, Pendeta atau pun Ksatria yang kuat menjalani laku prihatin, mempunyai semangat pantang menyerah, rendah hati dan berperilaku mulia, yang kuat di emong oleh Janggan Semarasanta. Dapat dikatakan bahwa Janggan Semarasanta merupakan rahmat yang tersembunyi. Siapa pun juga yang diikutinya, hidupnya akan mencapai puncak kesuksesan yang membawa kebahagiaqan abadi lahir batin. Dalam catatan kisah pewayangan, ada tujuh orang yang kuat di emong oleh Janggan Semarasanta, yaitu; Resi Manumanasa sampai enam keturunannya, Sakri, Sekutrem, Palasara, Abiyasa, Pandudewanata dan sampai Arjuna.
Jika sedang marah kepada para Dewa, Janggan Semarasanta katitisan oleh eyangnya yaitu Batara Semar. Jika dilihat secara fisik, Semarasanta adalah seorang manusia cebol jelek dan hitam, namun sesungguhnya yang ada dibalik itu ia adalah pribadi dewa yang bernama Batara Semar atau Batara Ismaya.
Karena Batara Semar tidak diperbolehkan menguasai langsung alam dunia, maka ia memakai wadag Janggan Semarasanta sebagai media manitis (tinggal dan menyatu), sehingga akhirnya nama Semarasanta jarang disebut, ia lebih dikenal dengan nama Semar.
Seperti telah ditulis di atas, Semar atau Ismaya adalah penggambaran sesuatau yang tidak jelas tersamar.
Yang ada itu adalah Semarasanta, tetapi sesungguhnya Semarasanta tidak ada.
Yang sesungguhnya ada adalah Batara Semar, namun ia bukan Batara Semar, ia adalah manusia berbadan cebol,berkulit hitam yang bernama Semarasanta.
Memang benar, ia adalah Semarasanta, tetapi yang diperbuat bukan semata-mata perbuatan Semarasanta.
Jika sangat yakin bahwa ia Semarasanta, tiba-tiba berubah keyakinan bahwa ia adalah Batara Semar, dan akhirnya tidak yakin, karena takut keliru. Itulah sesuatu yang belum jelas, masih diSAMARkan, yang digambarkan pada seorang tokoh Semar.
SEMAR adalah sebuah misteri, rahasia Sang Pencipta. Rahasia tersebut akan disembunyikan kepada orang-orang yang egois, tamak, iri dengki, congkak dan tinggi hati, namun dibuka bagi orang-orang yang sabar, tulus, luhur budi dan rendah hati. Dan orang yang di anugerahi Sang Rahasia, atau SEMAR, hidupnya akan berhasil ke puncak kebahagiaan dan kemuliaan nan abadi.