Minggu, 19 Februari 2012

BAGAIMANA MENSYUKURI NIKMAT ALLAH?


Syukur memiliki posisi dan kedudukan yang agung. Ibarat tali, syukur mengikat nikmat-nikmat yang ada dan menarik nikmat-nikmat yang belum ada. Dilihat dari kedekatannya, syukur dan iman bagaikan saudara kandung. Seperti halnya kufur yang bersaudara kandung dengan ingkar

Allah berfiman “Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (Qs Luqman :12)

Disisi lain ada misi Iblis  yaitu berusaha menghalangi manusia dari bersyukur . Hal ini menjadi bukti bahwa nilai syukur sangat besar. Allah SWT berfirman “kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).(Qs Al A’raf : 17)

Dua Bentuk Syukur

Pertama, Syukur Rabb kepada hamba-Nya.

Syukur Rabb kepada hamba-Nya adalah dengan cara diberikannya balasan yang baik atas amal seseorang hamba walaupun sedikit sesuai kadar keikhlasannya. Karena tidak ada amal apa pun yang disia-siakan disisi-Nya. Allah SWT membalas amalan dengan pahala (Qs Al Insan : 22).

Kedua, Syukur hamba ke kepada Rabb.

Dengan mensyukuri nikmat yang telah diberikan-Nya dan menyakini bahwa ada peran Allah dibalik kesuksesan yang diraihnya. Seharusnya sikap yang muncul adalah seperti Nabi Sulaiman AS, dengan limpahan harta yang luar biasa. Diberikan Allah pula mukjizat yang lebih hebat lagi kepada Nabi Sulaiman, ia dapat melihat segala kekayaan alam yang ada di perut bumi, baik yang merupakan emas, perak, besi dan tembaga, begitu pula harta kekayaan yang berada di dalam laut, seperti intan, mutiara dan berbagai-bagai pualam yang mahal-mahal harganya.

Segala jin dan setan pun dapat dikuasai oleh Nabi Sulaiman, sehingga kekuatan jin dan setan itu dapat digunakan oleh Nabi Sulaiman untuk menjadi kuli, kaum pekerja yang harus mengeluarkan semua kekayaan dan perhiasan sebanyak itu, guna mendirikan rumah-rumah dan gedung-gedung yang bagaimana juga besar dan cantiknya.

Nabi Sulaiman malah dapat pula menguasai angin, sehingga angin itu dapat dipergunakan oleh Sulaiman sebagai kendaraannya, bila Sulaiman akan bepergian ke tempat yang bagaimana jauh dan tingginya. Rakyat Sulaiman bukan hanya makhluk yang bernama manusia saja tetapi segala burung, binatang, jin, setan, semut-semut dan segala yang melata di muka bumi ini, menjadi rakyatnya yang patuh dan tunduk di bawah kekuasaannya. Ketika itu Nabi Sulaiman menyembah dan sujud kepada Tuhan, bersyukur atas segala nikmat dan pemberian Tuhan, serta mendoa agar dia dan kaumnya dimasukkan Allah dalam golongan hamba Allah yang baik. "Semua ini adalah kurnia Allah atas diriku untuk menguji, apakah aku dapat bersyukur atau akan berkufur,” kata Sulaiman a.s.

Lain hal dengan Qarun yang menafikan peran Allah dibalik kesuksesannya. Allah telah mengaruniai Qarun harta yang sangat banyak dan perbendaharaan yang melimpah ruah yang banyak memenuhi lemari simpanan. Perbendaharaan harta dan lemari-lemari ini sangat berat untuk diangkat karena beratnya isi kekayaan Qarun. Walaupun diangkat oleh beberapa orang lelaki kuat dan kekar pun, mereka masih kewalahan.

Qarun mempergunakan harta ini dalam kesesatan, kezaliman dan permusuhan serta membuatnya sombong. Hal ini merupakan musibah dan bencana bagi kaum kafir dan lemah di kalangan Bani Israil. Dalam memandang Qarun dan harta kekayaannya.

Bani Israil terbagi atas dua kelompok.

Kelompok pertama adalah kelompok orang yang beriman kepada Allah dan lebih mengutamakan apa yang ada di sisi-Nya. Karena itu mereka tidak terpedaya oleh harta Qarun dan tidak berangan-angan ingin memilikinya. Bahkan mereka memprotes kesombongan, kesesatan dan kerusakannya serta berharap agar ia menafkahkan hartanya di jalan Allah dan memberikan kontribusi kepada hamba-hamba Allah yang lain.

kelompok kedua adalah yang terpukau dan tertipu oleh harta Qarun karena mereka telah kehilangan tolok ukur nilai, landasan dan fondasi yang dapat digunakan untuk menilai Qarun dan hartanya. Mereka menganggap bahwa kekayaan Qarun merupakan bukti keridhaan dan kecintaan Allah kepadanya. Maka mereka berangan-angan ingin bernasib seperti itu.

Qarun mabuk dan terlena oleh melimpahnya harta dan kekayaan. Semua itu membuatnya buta dari kebenaran dan tuli dari nasihat-nasihat orang mukmin. Ketika mereka meminta Qarun untuk bersyukur kepada Allah atas segala nikmat harta kekayaan dan memintanya untuk memanfaatkan hartanya dalam hal yang bermanfaat, kebaikan dan hal yang halal karena semua itu adalah harta Allah, ia justru menolak seraya mengatakan “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku” (QS Al Qashas : 78). Kini Qarunisme telah merebak dan membuat manusia modern telah menyingkirkan Allah dalam keberhasilan mereka, sehingga dengan hartanya mereka sombong dan tidak peduli terhadap nasib saudara yang tidak beruntung.

Tiga sendi syukur agar kita mengetahui hakikatnya:

a. Syukur dengan hati

Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat  yang  diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan kemurahan Ilahi. Syukur dengan hati  mengantar  manusia  untuk menerima  anugerah  dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan betapapun kecilnya nikmat tersebut. Syukur ini  juga mengharuskan  yang bersyukur menyadari betapa besar kemurahan, dan kasih sayang Ilahi sehingga terlontar dari lidahnya pujian kepada-Nya.   Qarun   yang  mengingkari  keberhasilannya  atas bantuan  Ilahi,  dan   menegaskan   bahwa   itu   diperolehnya semata-mata karena kemampuannya, dinilai oleh Al-Quran sebagai kafir atau tidak mensyukuri nikmat-Nya (Baca kisahnya dalam surat Al-Qashash (28): 76-82).

Seorang yang bersyukur dengan hatinya saat ditimpa malapetaka pun, boleh jadi dapat memuji Tuhan, bukan atas malapetaka itu, tetapi  karena terbayang olehnya bahwa yang dialaminya pasti lebih kecil dari kemungkinan lain yang dapat terjadi.
 
Sujud syukur adalah perwujudan dari  kesyukuran  dengan  hati, yang  dilakukan  saat hati dan pikiran menyadari betapa besar nikmat yang dianugerahkan Allah. Bahkan sujud syukur  dapat dilakukan  saat  melihat penderitaan orang lain dengan membandingkan keadaannya  dengan  keadaan  orang  yang  sujud. (Tentu saja sujud tersebut tidak dilakukan dihadapan si penderita itu).
Sujud syukur dilakukan dengan meletakkan semua  anggota  sujud di  lantai  yakni  dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua ujung jari kaki)—seperti melakukan sujud dalam  shalat. Hanya saja sujud syukur cukup dengan sekali sujud, bukan dua kali sebagaimana dalam shalat. Karena sujud itu  bukan  bagian dan shalat, maka mayoritas ulama berpendapat bahwa sujud sah walaupun dilakukan tanpa berwudu, karena sujud dapat dilakukan sewaktu-waktu dan secara spontanitas. Namun tentunya akan sangat baik bila melakukan sujud disertai dengan wudu.

b. Syukur dengan lidah

Syukur dengan lidah adalah mengakui dengan ucapan bahwa sumber nikmat adalah Allah sambil memuji-Nya.  Al-Quran,  seperti telah dikemukakan di atas, mengajarkan agar pujian    kepada    Allah    disampaikan    dengan     redaksi "al-hamdulillah."  Hamd  (pujian)  disampaikan  secara  lisan kepada yang dipuji, walaupun ia tidak memberi apa pun baik kepada si pemuji maupun kepada yang lain.
Kata   "al"  pada  "al-hamdulillah"  oleh  pakar-pakar  bahasa disebut al lil-istighraq, yakni mengandung arti "keseluruhan". Sehingga   kata   "al-hamdu"   yang   ditujukan  kepada  Allah mengandung arti  bahwa  yang  paling  berhak  menerima  segala pujian  adalah Allah Swt, bahkan seluruh pujian harus tertuju dan bermuara kepada-Nya.

Jika kita mengembalikan segala puji  kepada Allah, maka itu berarti pada saat Anda memuji seseorang karena kebaikan atau kecantikannya, maka pujian tersebut pada akhirnya harus dikembalikan kepada Allah Swt, sebab kecantikan dan kebaikan itu bersumber dari Allah. Di sisi lain kalau pada ahirnya ada perbuatan  atau  ketetapan Tuhan yang mungkin oleh kacamata manusia dinilai  "kurang  baik", maka harus disadari bahwa penilaian tersebut  adalah  akibat keterbatasan manusia dalam menetapkan tolok ukur penilaiannya. Dengan demikian pasti  ada sesuatu yang luput dari jangkauan pandangannya sehingga penilaiannya menjadi demikian. Walhasil, syukur  dengan  lidah adalah "al- hamdulillah" (segala puji bagi Allah).

c. Syukur dengan perbuatan

Nabi Daud a.s. beserta putranya Nabi Sulaiman a.s. memperoleh aneka nikmat yang  tiada  taranya.  Kepada  mereka  sekeluarga Allah berpesan, “Bekerjalah wahai keluarga Daud sebagai tanda syukur! “(QS  Saba [34]: 13).

Yang dimaksud dengan bekerja adalah menggunakan nikmat yang diperoleh itu sesuai   dengan tujuan penciptaan atau penganugerahannya.
Ini berarti, setiap nikmat yang diperoleh menuntut penerimanya agar  merenungkan tujuan dianugerahkannya nikmat tersebut oleh Allah. Ambillah sebagai contoh lautan yang diciptakan  oleh Allah  Swt. Ditemukan dalam Al-Quran penjelasan tentang tujuan penciptaannya melalui firman-Nya: “ Dialah (Allah) yang menundukkan lautan (untuk kamu) agar  kamu dapat memakan darinya daging (ikan) yang segar, dan  (agar) kamu mengeluarkan dan lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari karunia-Nya (selain yang telah disebut) semoga kamu bersyukur” (QS An-Nahl [16]: 14).
Ayat  ini  menjelaskan  tujuan   penciptaan   laut,   sehingga mensyukuri  nikmat  laut,  menuntut  dari yang bersyukur untuk mencari ikan-ikannya, mutiara  dan  hiasan  yang  lain,  serta menuntut   pula   untuk  menciptakan  kapal-kapal  yang  dapat mengarunginya, bahkan  aneka  pemanfaatan  yang  dicakup  oleh kalimat "mencari karunia-Nya".

Bagaimana cara mensyukuri nikmat-nikmat Allah?

Memanfaatkan apa yang Allah Swt berikan kepada kita sesuai dengan fungsinya untuk mencari ridho-Nya, seperti memanfaatkan malam dan siang (QS Al Qashshas : 73). Orang yang bersyukur dalam ayat ini memanfaatkan waktu yang Allah berikan. Dalam menerangkan pentingnya waktu Allah bersumpah pada permulaan beberapa Surr Makkiyah, Demi Waktu (Wal ‘Ashr), Demi Fajar (Wal Fajr) dan Demi Dhuha (Wadh Dhuha’). Menurut mufassir jika Allah Swt. bersumpah dengan sesuatu ciptaan-Nya bertujuan agar perhatian tertuju kepadanya.

Perlu diperhatikan bahwa waktu mengandung 3 karakteristik yaitu: pertama terbatas, kedua waktu merupakan garis lurus, berpangkal dan berujung. Berpangkal dari kelahiran dan berujung dengan kematian. Ketiga waktu bergerak ke depan.

Titik waktu yang telah kita lewati tidak pernah terulang kembali. Langkah celaka manakala titik waktu yang kita lewati tidak memiliki manfaat. Dampak dari sikap syukur adalah, Allah akan memberikan tambahan nikmat (Qs. Ibrahiim : 7), dan akibat dari kekufuran adalah menjatuhkan dirinya dan kaumnya menuju kepada lembah kebinasaan (Qs. Ibrahim: 28) ” Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan”

Tidak ada komentar: