Rabu, 29 Februari 2012

Hak-Hak Suami yang Wajib Ditunaikan oleh Isteri



Sesungguhnya, hak-hak suami yang mesti dilaksanakan pihak isteri amatlah besar, sebagaimana yang pernah dijelaskan oleh Nabi saw. dengan sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Hakim dan lainnya.Dari Abu Sa’id r.a. (bahwa Rasulullah saw. bersabda), ”Hak suami yang wajib dilaksanakan isterinya yaitu seandainya suami luka bernanah, lalu dijilat oleh isterinya, niscaya ia belum (dikatakan) telah melaksanakan sepenuhnya  akan hak suaminya.” (Shahi: Shahihul Jami’us Shaghir no:3148 dan al-fathur Rabbani XVI:227 no:247).


1.   Isteri yang bijak lagi cerdik adalah isteri yang serius mengagungkan (menghoramti) sesuatu yang dihormati Allah dan Rasul-Nya. Dan sang isteri itulah yang mampu memuiliakan suaminya dengan pemuliaan yang semestinya. Oleh sebab itu, hendaklah isteri bersungguh-sungguh mematuhi suaminya karena patuh masuk surga.

Nabi saw. bersabda, ”Apabila, seorang isteri shalat lima waktu (dengan tekun), berpuasa (Ramadhan) sebulan penuh (terkecuali pada masa haidhnya atau ketika sakit, maka wajib baginya untuk mengqadha dihari-hari yang lain) menjaga kehormatannya dan ta’at kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya: Masuklah engkau ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau sukai.” (Shahih: Shahihul Jami’ no:660 dan al-Fathur Rabbani XVI:228 no:250).

Wahai Muslimah yang tulus, perhatikan bagaimana Nabi saw. menjadikan sikap ta’at kepada suami sebagai dari bagian amal perbuatan yang dapat mewajibkan masuk surga, seperti shalat, puasa; karena itu bersungguh-sungguhlah dalam mematuhinya dan jauhilah sikap durhaka kepada, karena di dalam kedurhakan kepada suami terdapat murka Allah SWT.

Nabi saw. bersabda, “Demi dzat yang diriku berada dalam genggaman-Nya, tidaklah seorang suami mengajak isterinya ke tempat tidurnya, lalu sang isteri menolak ajakan suaminya melainkan (Dia Allah) yang berada dia atas terus menerus murka kepadanya hingga suaminya ridha kepadanya.” (Shahih: Shahihul Jamil no:7080 dan Muslim II:1060 no:121 dan 1436).

Maka merupakan kewajiban wahai wanita muslimah untuk tunduk patuh kepada suami dengan setia dalam segala hal yang diperintahkan kepadamu selama tidak menyalahi syari’at, namun hendaklah kamu hati-hati betul, jangan sampai berlebih-lebihan dalam mematuhi suamimu hingga engkau berbuat demikian, berarti kamu telah berdosa.

Sebagai misal, engkau patuh kepada suamimu agar engkau mencabut bulu alismu supaya kamu lebih cantik lagi menurut dia padahal perbuatan ini benar-benar telah dila’nat oleh Nabi saw..
“Nabi saw telah melaknat perempuan yang mencabut bulu alis dan wanita yang dicabutkan bulu alisnya.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari VIII:630 no:4886, Muslim III:1678 no:2125, ‘Aunul Ma’bud XI:225 no:4151, Nasa’I VIII:146 dan Tirmidzi IV:193 no:2932 serta Ibnu Majah I:640 no:1989).

Contoh lain, engkau ta’at kepada suamimu yang menyuruhmu menaggalkan jilbab di waktu kamu pergi keluar rumah, karena dia ingin membanggakan kecantikannya di hadapan orang lain, karena Nabi saw. telah bersabda, “Ada dua golongan dari kalangan umatku yang terkategori sebagai ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya(sebelumnya). (Satu diantara mereka) ialah suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi yang dengannya mereka memukul orang lain dan (satu golongan lagi) adalah golongan perempuan yang mengenakan pakaian transparan yang berlenggak-lenggok dan bergoyang-pinggul, kepada mereka laksanan punuk-punuk onta yang (asyik) bergoyang, mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan (pula) mencium semerbak baunya padahal semerbak baunya tercium sejauh perjalanan sekian dan sekian.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no:3799, Mukhtashar Muslim no:1388 dan Muslim III:1680 no:2128).

Misalnya lagi, engkau ta’at kepada suami pada waktu diajak melakukan hubungan intim oleh suamimu sedangkan dalam keadaan haidh, atau mengerjakannya bukan pada tempat yang dihalalkan oleh Allah. Padahal Rasulullah saw bersabda :
“Barangsiapa yang melakukan hubungan intim dengan isteri yang sedang haidh atau melalui duburnya,  atau datang kepada tukang tenung lalu membenarkan apa yang dikatakannya, maka dia benar-benar telah kafir kepada apa yang telah diturunkan kepada Muhammad.”(Shahih: Adabuz Zifaf hal.31, Ibnu Majah I:209 no639, Tirmidzi I:90 no:135 namun dalam Sunan Tirmidzi ini tidak terdapat kalimat FASHADDAQA-HUBIMAA YAQUULU (lalu membenarkan apa yang diutarakannya).
Contoh lain, engkau patuh kepada suamimu yang menyuruhmu tampil di tengah-tengah kaum laki-laki berbaur dengan mereka dan berjabat tangan dengan mereka. Padahal Allah SWT sudah menegaskan, ”Dan apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir.” (Al-Ahzab :53).

Nabi saw. bersabda, ”Janganlah sekali-kali kalian masuk ke dalam (ruangan) kaum wanita,” Lalu ada seorang sabahat bertanya, ”Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu mengenai kerabat dekat suami?” Maka sabda Beliau ”Dia dapat menyebabkan kehancuran.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari IX:330 no:5232, Muslim IV:1711 no:2172 dan Tirmidzi II:318 no:118).

Maka hendaklah engkau analogikan dengan beberapa contoh di atas segala tuntutan suamimu yang melenceng dari rel agama Rabbi. Oleh karena itu janganlah engkau terbujuk oleh keharusan engkau untuk patuh kepada suamimu hingga kamu ta’at kepadanya meskipun dalam kemaksiatan. Karena sesungguhnya keta’atan hanyalah dalam hal yang ma’ruf; sama sekali tiada keta’atan kepada makhluk dalam rangka maksiat kepada al-Khaliq, Dzat Yang Maha Pencipta.

2. Diantara hak suami yang harus dilaksanakan isterinya ialah hendaklah dia memelihara harga diri suaminya, menjaga kehoramtan dirinya (sebagai istei) dan bertanggung jawab terhadap hartanya, putera-puterinya, dan seluruh urusan rumah tangganya, Allah SWT berfirman, ”Sebab itu maka wanita yang shalih yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada (di rumah), oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (An-Nisaa’:34).
Dan Nabi saw. bersabda, ”Dan isteri adalah sebagai pemimpin di rumah suaminya dan ia bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari II:380 no:893, Muslim III:1459 no:1829).

3.  Di antara hak suami yang mesti dilaksanakan isterinya ialah ia harus berhias dan bersolek agar tampak lebih cantik  lagi untuk suaminya, dan selalu senyum di hadapannya dan tidak boleh bermuka masam serta tidak boleh menampakkan wajahnya dalam bentuk yang mengecewakan suaminya. Imam ’Thabrani meriwayatkan sebagai berikut.
Dari hadits Abdullah bin Salam r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda ”Sebaik-baik isteri ialah isteri yang menyenangkan kamu bila engkau memandang (nya), dan ta’at kepadamu bila engkau menyuruh (nya), serta menjaga dirinya dan harta bendamu di waktu engkau tidak berada bersamanya.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no:3299).

Aneh sungguh aneh seorang isteri yang tidak memperhatikan dan tidak pula, merawat kecantikannya di dalam rumahnya ketika suaminya tidak pergi namun justeru berlebih-lebihan dalam berhias dan bersolek pada waktu hendak keluar dari rumahnya, hingga tepatlah penilaian mengenai wanita model ini yang disampaikan oleh orang yang mengatakan, ”Itu adalah kera di dalam rumah dan kijang di jalan raya.”

Karena itu, wahai hamba Allah bertakwalah kepada Allah dalam menjaga dirimu sendiri dan suamimu, karena dia orang yang paling berhak menikmati perhiasan dan kecantikan wajahmu. Sebaliknya janganlah sekali-kali engkau bersolek menunjukkan keindahan untuk laki-laki yang tidak berhak melihat keindahan itu; karena sesungguhnya sikap ini termasuk sikap keterbukaan yang diharamkan.

4.   Di antara hak suami yang wajib ditunaikan oleh isteri ialah hendak di tetap tinggal di rumah suaminya, dia tidak boleh keluar darinya walaupun sekedar hendak pergi shalat ke masjid, kecuali mendapat izin dari suaminya. Allah Ta’ala menegaskan, ”Dan hendaklah kamu tetap di rumah.” (Al-Ahzaab:33).

5.   Di antara sekian banyak hak suami yang wajib dilaksanakan isteri adalah dia tidak boleh mengizinkan orang lain masuk ke dalam rumah suaminya kecuali setelah mendapat izin darinya. Nabi saw bersabda, ”Hak kalian yang harus dilaksanakan oleh isteri kalian adalah mereka tidak boleh mempersilahkan laki-laki yang kalian tidak sukai menginjak tempat tidur kalian dan tidak (pula) mengizinkan masuk ke rumah kalian, orang yang tidak kalian sukai.” (Hasan: Shahih Ibnu Majah no:1501, Timirdzi II : 305, dan Ibnu Majah I:594 no:1851).

6.   Termasuk hak suami yang mesti ditunaikan oleh isteri adalah dia harus menjaga harta suaminya, dia tidak boleh menginfakkan sebagiannya kecuali mendapat izin darinya Nabi saw. bersabda, ”Janganlah seorang isteri menginfakkan sesuatupun dari rumah suaminya, kecuali atas izin suaminya.” Ada yang bertanya, ”Dan tidak (pula) makanan?” Jawab beliau, ”itu adalah harta benda kita yang paling utama.”(Hasan: Shahih Ibnu Majah no:1859, Tirmidzi III:293 no:2203, ’Aunul Ma’bud IX:487 no:3548, dan Ibnu Majah II: 770 no:2295).

Bahkan termasuk juga hak suami yang wajib dilaksanakan pihak isteri adalah tidak dibenarkan menginfakkan harta miliknya sendiri bila dia mempunyai, kecuali mendapat restu suaminya. Nabi saw bersabda, “Tidak berwenang seorang isteri memanfaatkan barang sedikitpun dari harta bendanya, kecuali mendapat izin dari suaminya.” (Diriwayatkan oleh Syaikh al-Albani dalam Ash-Shahihah no:775 dan beliau berkata, direkam dalam al-Fawa-id oleh Tammam II:182 no:10 dari jalur ’Anbasah bin Sa’id dari Hammad mantan budak Bani Umayyah dari Junah bekas budak al-Walid dari Watsilah ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, Kemudian Tammam menyebutkan hadits itu.” al-Albani berkata lagi, ”Sanad ini dhaif, namun ia memiliki banyak syahid (penguat), yang menunjukkan bahwa hadits ini adalah tsabit (Shahih dari Rasulullah saw).

7.   Termasuk hak suami yang harus dilaksanakan oleh isteri ialah dia tidak boleh melaksanakan shaum tathawwu’ (puasa sunnah) di kala suaminya di rumah, kecuali mendapat restu dari suaminya. Nabi saw. bersabda, ”Tidak halal bagi seorang isteri berpuasa, (sunnah) pada waktu suaminya ada di rumah, kecuali atas seizinnya.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no:7647 dan Fathul Bari IX:295 no:5195).

8.   Di antara hak suami yang mesti ditunaikan isteri ialah dia tidak boleh mengungkit-ungkit di depan suaminya nafkah yang telah dia belanjakan di rumah untuk keluarganya  yang berasal dari harta pribadinya  bukan dari suaminya, karena sesungguhnya sikap mengungkit-ungkit membatalkan pahala dan ganjaran. Allah Ta’ala sudah menegaskan, ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala shadaqah dengan mengungkit-ungkit dan menyakiti (perasaan si penerima).”(Al-Baqarah:264).

9.   Termasuk hak suami yang wajib ditunaikan isterinya adalah dia merasa ridha kepada kesederhanaan dan puas terhadap keadaan yang ada, dia tidak boleh memaksa suaminya mengeluarkan uang belanja di luar batas kemampuannya. Allah SWT bersabda, ”Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya, hendaklah memberi nafkah dan harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya Allah lalu akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (Ath-Thalaaq:7).

10.                Di antara sekian banyak hak suami yang harus ditunaikan isteri adalah dia wajib mentarbiyah puteri-puteri suaminya dengan sabar. Dan tidak layak marah kepada mereka di hadapan suaminya. Dia tidak boleh mendo’akan kejelekan buat mereka, dan dia tidak boleh juga memaki mereka karena sikap yang demikian itu acapkali menyakiti sang suami.


Rasulullah saw. bersabda, ”Tidaklah seorang isteri menyakiti suaminya di dunia melainkan pasti pasangannya dari bangsa bidadari (surga) yang bermata jelita berkata: janganlah menyakiti dia, (Jika kamu menyakiti dia), niscaya Allah akan memusuhimu,  karena sesungguhnya dia adalah seorang tamu yang singgah di sisimu, yang sebentar lagi dia akan segera meninggalkanmu (kembali) kepada kami.” (Tirmidzi II:320 no:1184).

11.                 Termasuk hak suami yang harus dilaksanakan isteri ialah bermu’amalah dengan mertua dan kerabat dekat suaminya dengan baik dan tulus. Seorang isteri dianggap tidak berbuat baik kepada suaminya manakala dia bersikap buruk kepada mertua dan kerabat dekat suaminya. (Kisah ini tidak menunjukkan, bahwa majlis Rasulullah saw bercampur antara laki dan perempuan).

12.                Di antara hak suami wajib ditunaikan isteri ialah dia tidak boleh menolak ajakan suaminya bila dia mengajaknya. Rasulullah saw bersabda, ”Apabila seorang suami mengajak isterinya ke tempat tidurnya, dan isteri tidak memenuhinya, lantas suaminya bermalam dalam keadaan marah kepadanya, maka para malaikat terus melaknatnya hingga pagi hari.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari IXI:294 no:5194, Muslim II:1060 no:4436, ’Aunul Ma’bud VI: 179 no:2127).
Rasulullah saw bersabda, “Apabila seorang suami mengajak isterinya untuk memenuhi kebutuhanya, maka penuhilah segera meskipun ia sedang berada didalam dapur.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shagir no:534 dan Tirmidzi II no: 1170).
13.  Diantara hak suami yang mesti ditunaikan istri adalah hendaklah dia menyembunyikan rahasia suaminya dan rahasia rumah tangganya. Dia tidak boleh menceritakanya kepada orang lain walapun sedikit. Termasuk rahasia yang amat sangat pribadi yang kadang-kadang diremehkan kaum wanita ialah membeberkan rahasia yang terjadi di tempat tidur dan yang diantara suami istri di dalam kamar tidur.

Padahal  Nabi saw mengecam keras pemberitaan ini:

Dari Asma’binti Yazid radhiyallahu’anha bahwa ia pernah di sisi Nabi saw. sementara para sahabat laki-laki dan perempuan pada duduk (di sekeliling beliau). Kemudian Beliau bersabda,“Barang kali ada seorang suami (diantara kalian) yang menginformasikan (kepada orang lain) apa yang pernah dilakukannya dengan isterinya dan barang kali ada (juga) seorang isteri (di antara kalian) yang menceritakan apa yang dilakukanya dengan suaminya?” Maka para sahabat laki-laki dan perempaun itu diam seribu kata. Kemudian saya (Asma’) menjawab ”Ya Rasulullah, demi Allah itu betul terjadi. Sesungguhnya banyak orang wanita benar-benar telah melakukanya dan sesungguhnya banyak orang laki-laki yang benar-benar telah mempraktikanya.” Kemudian Beliau bersabda (lagi), ”Kalau begitu, janganlah kamu ulangi (lagi) karena sesungguhnya perumpamaan itu seperti syaitan jantan bertemu dengan syaitan betina di tengah jalan, lalu keduanya bersetubuh sedangkan orang-orang asyik menyaksikanya.”(Shahih:Adabur Zam hal.72 dan al-fathur Rabbani XVI: 223 no: 237).

14. Termasuk hak suami yang harus di laksanakan istri ialah dia wajib menaruh perhatian kepada suaminya, dan berusaha keras untuk hidup selalu bersamanya. Haramn bagi dia minta di talak tanpa sebab yang di benarkan syar’i.
Dari Tsauban r.a., Rasulullah saw. bersabda, ”Setiap wanita yang meminta agar dicerai oleh suaminya tanpa alasan yang tepat, maka harum semerbaknya surga haram baginya.” (Sahahih: Irwa-ul Ghali no: 2035, Tirmidzi II: 329 no: 1199, ’Aunul Ma’bud VI: 308 no: 2209, dan Ibnu Majah I: 662 No: 2055).
Rasulullah saw. bersabda, ”Wanita-wanita yang menuntut cerai (kepada suaminya) dengan mengembalikan mahar kepadanya adalah wanita-wanita munafik.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 6681. ash-Shahihul no: 632 dan Tirmidzi II: 329 no: 1198).

Wahai para isteri Muslimah, inilah hak-hak suamimu yang harus kamu tunaikan dengan baik. Kamu harus berjuang dengan gigih untuk melaksanakanya, dan kamu harus menutup mata terhadap kelemahan suamimu dalam melaksanakan hak-hakmu yang menjadi kewajiban mereka; karena sika yang demikian itu diharapkan mampu mengembangsuburkan sikap mawaddah dan rahmah, memberbaiki kondisi rumah tangga, dan masyarakat diharapkan menjadi baik karena pengaruh baiknya hubugan rumah tanggamu

Hendaklah pula para ibu mengetahui, bahwa di antara sekian banyak kewajiban yang harus mereka laksanakan ialan memberitahukan kepada puteri-puterinya perihal hak-hak suami mereka dan hendaklah setiap ibu mengeingatkan mereka sebelum memasuki pintu pernihakan. Hal seperti ini biasa dipraktekkan oleh para isteri generasi salaf r.a. sebagai misal Raja Kendah Amr bin Hajar yang pernah melamar Ummu Iyas binti Aufasy-Syaibani. Tatkala waktu pernikahannya tiba, maka ibunya yang bernama Ummu binti al-Harits menyendiri bersama puterinya lalu berwasiat kepadanya sebagai bekal untuk membangun kehidupan rumah tangga yang babahgia lagi harmonis dan apa sajak kewajibannya yang harus ditunaikan untuk suaminya. Yaitu dia berkata, ”Wahai Nanda kalau saja nasihat itu (harus) diabaikan karena keutamaan adab yang telah dimiliki, tentu aku tidak akan menyampaikannya kepadamu, namun aku tahu bahwa nasihat itu adalah sebuah peringatan bagi yang lalai dan pertolongan bagi orang yang berakal. Nanda, kalau saja ada seseorang perempuan yang merasa tidak butuh suami lantaran kekayaan kedua orang tuanya dan karena sangat dibutuhkan oleh keduanya maka engkaulah yang paling tidak butuh seorang suami. Akan tetapi sadarilah nanda, bahwa Allah Ta’ala mencitpakan kaum perempuan untuk kaum laki-laki dan kaum laki-laki untuk kaum perempuan.”

”Nanda sesungguhnya engkau akan meninggalkan suasana yang selama ini telah engkau alami dan tempat tinggal yang selama ini engkau tempati menuju sarang yang belum pernah engkau kenal dan teman hidup yang belum kau jalin ikatan sebelumnya. Kini ia dengan kekuasaannya telah menjadi raja dan penguasa bagimu. Maka jadilah engkau budaknya. Niscaya dia akan menjadi budak untukmu. Milikilah sepuluh sifat untuknya, niscaya ia menjadi dasar berpijak dan simpanan yang aman berharga bagimu.:

pertama dan kedua: dampingilah suamimu dengan penuh kerelaan dan kepuasan serta senantiasa mendengar dan mematuhinya.
Ketiga dan keempat: jagalah penciuman dan penglihatan suamimu jangan sampai sekali-kali matanya jatuh pada pandangan yang jelek dari bagian tubuhmu dan jangan sampai dia mencium baumu kecuali aroma wewangian.
Kelima dan keenam: periksa dan telitihlah waktu makan dan tidurnya karena sesungguhnya, dan rasa lapar begitu membakar dan kurangnya waktu tidur memicu kemarahan.
Ketujuh dan kedelapan: jagalah baik-baik harta benda suamimu, kehormatannya, dan kebutuhan hidupnya.

Adapun landasan menjaga harta bendanya ialah kecermatan membuat perhitungan. Dan landasan menjaga kehormatan dan kebutuhan hidup adalah kepiawaian mengelola urusan.”
Kesembilan dan kesepuluh: janganlah membantah suamimu dan jangan pula membeberkan rahasianya kepada siapa saja karena sesungguhnya jika engkau membantah perintahnya, berarti engkau telah melukai hatinya, dan jika engkau membeberkan rahasinya niscaya engkau tak akan merasa aman dari perceraian/pengkhianatan. Kemudian janganlah sekali-kali engkau bersuka cita tatkala dia bersedih dan berduka cita tatkala dia bahagia.” (Lihat Fiqhus Sunnah II:200).

Wahai Rabb kami, berilah kami melalui isteri dan keturunan kami generasi yang menyejukkan mata dan jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.

Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 594 -- 607. 

Tidak ada komentar: