Pengertian Zhihar
Secara lugwahi bahasa ‘kata zhihar berarti punggung. Sedangkan menurut istilah
syar’i, kata zhihar berarti suatu ungkapan suami kepada isterinya, ”Bagiku kamu
seperti punggung ibuku” dengan maksud dia hendak mengharamkan isterinya bagi
dirinya.
Contoh dan Beberapa Kasus Zhihar
Barangsiapa
yang mengatakan kepada isterinya ’Bagiku engkau seperti punggung ibuku”,
berarti dia menzhihar isterinya dan menjadi haram baginya isterinya, maka dia
tidak boleh mencampurinya dan tidak pula bermesraan dengannya melalui bagian
anggota tubuhnya yang mana saja sebelum dia menebusnya dengan membayar kafarah
sebagaimana yang telah ditentukan Allah dalam kitab-Nya:
”Dan
orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik
kembali apa yang mereka ucapkan maka (wajib atasnya) memerdekakan orang budak
sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada
kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa saja yang kamu kerjakan. Barangsiapa yang
tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan
berturut-tutur sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa
(wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya
kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah dan bagi
orang kafir ada siksaan yang pedih.” (Al-Mujadalah: 3-4).
Dari
Khuwailah binti Malik bin Tsa’labah bertutur, ”Suamiku Aus bin ash-Shamit telah
menzhiharku. Lalu aku datang, menemui Rasulullah saw. mengadukan hal tersebut
kepada beliau, namun beliau mendebat aku perihal suamiku. Beliau bersabda
(kepadaku), ’Bertakwalah kepada Allah, karena sesungguhnya dia (suamiku) itu
adalah pamanmu’, Aku tidak bisa tidur malam hingga Allah menurunkan ayat,
’Sesungguhnya Allah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada
kamu tentang suaminya.’ Kemudian beliau bersabda, ’Dia harus memerdekakan
seorang budak.’ Saya jawab, (Ya Rasulullah), ’Dia tidak mempunyai kekayaan yang
bisa dipergunakan untuk memerdekakan budak.’ Sabda beliau lagi, ’Hendaklah
dia berpuasa selama dua bulan berturut-turut.’ Saya jawab, ’Ya Rasulullah, dia
adalah seorang yang sangat tua, sehingga tidak mungkin dia sanggup berpuasa
sebanyak itu.’ lanjut beliau, ’Hendaklah dia memberi makan enam
puluh orang miskin.’ saya jawab, ’Dia sama sekali tidak mempunyai sesuatu yang
cukup dishadaqahkan kepada mereka itu,’ maka pada saat itu dia
dibawakan satu ’arak(sha’) kurma kering. Kemudian saya berkata, ”Ya Rasulullah
aku akan membantunya dengan satu arak (satu sha’) yang lain.’ Sabda beliau,
”Engkau telah berbuat baik, pergi dan bershadaqahlah untuknya dengan korma itu
kepada enam puluh orang miskin. Kemudian hendaklah engkau kembali ke pangkuan
putera pamanmu.’ Sabda beliau (lagi), ’Dan satu ’arak itu adalah enam puluh
sha.’” (Hasan: Shahih Abu Daud no:1934, tanpa perkataan ”WAL ’ARAK” (Dan,
satu ’arak), dan ”Aunul Ba’bud VI: 301 no:2199).
Dari
Urwah bin az-Zubair bahwa Aisyah r.a. berkata, ”Maha Suci Dia yang
pendengaran-Nya meliputi segala sesuatu. Sesungguhnya aku benar-benar mendengar
perkataan Khaulah binti Tsa’labah yang sebagian perkataannya untuk tidak jelas
bagiku, yaitu dia mengadukan ikwal suaminya kepada Rasulullah saw. yakni ia
berkata, ”Ya Rasulullah, dia (suamiku) telah menikmati masa mudaku dan perutku
telah melahirkan banyak anak darinya hingga ketika usiaku tua dan sudah
menopouse, dia menzhiharku. Allahumma, ya Allah, sejatinya aku mengadukan
(ihwalnya) kepadamu. Maka hingga malaikat Jibril menurunkan beberapa ayat,
”Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan
kepadamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah.”(Shahih: Shahih Ibnu Majah
no:1678 dan Ibnu Majah I:666 no:2063).
Barangsiapa
yang menzhihar isterinya dalam jangka sehari atau sebulan, semisalnya, yaitu
dia berkata, ”Bagiku engkau seperti punggung ibuku selama sebulan”, misalnya
jika dia menepati sumpahnya, maka, dia tidak terkena denda namun manakala dia
mencampurinya sebelum berakhirnya waktu yang telah ditetapkannya, maka dia
wajib membayar kafarah zhihar.
Dari
Salamah bin Shakhr al-Bayadhl bercerita, Dahulu aku adalah laki-laki yang
mempunyai hasrat besar kepada wanita tidak seperti kebanyakan orang. Ketika
tiba bulan Ramadhan, aku pernah menzhihar isteriku hingga bulan Ramadhan
berakhir. Pada suatu malam tatkala ia berbincang-bindang denganku, tiba-tiba
tersingkaplah kepadaku kain yang menutupi sebagian dari anggota tubuhnya maka
akupun melompatinya lalu kucampuri ia. Dan pada pagi harinya aku pergi menemui
kaumku lalu aku memberitahukan mengenai diriku kepada mereka. Aku berkata
kepada mereka, ”Tanyakanlah kepada Rasulullah saw. mengenai persoalan ini. Maka
jawab mereka, ’kami tidak mau. Kami khawatir jangan-jangan ada wahyu
yang turun mengenai kita atau Rasulullah saw bersabda tentang sesuatu mengenai
diri kita sehingga tercela selamanya. Tetapi nanti akan kamu serahkan
sepenuhnya kepadamu persoalan ini. Pergilah dan sebutkanlah urusanmu itu kepada
Rasulullah saw. ”Maka akupun langsung berangkat menghadap Nabi saw. kemudian
aku utarakan hal tersebut kepada Beliau. Maka Beliau saw bertanya ”Apakah benar
kamu melakukan hal itu?” Saya jawab ”Ya, dan inilah supaya Rasulullah aku akan
sabar dan tabah menghadapi putusan Allah atas diriku,” Sabda Beliau
”Merdekakanlah seorang budak.” Saya jawab, ”Demi Dzat yang telah mengutusmu
dengan membawa yang haq, aku tidak pernah memiliki (seorang budak) kecuali
diriku ini.” Sabda Beliau, ”Kalau begitu puasalah dua bulan berturut-turut.”
Saya jawab, ”Ya Rasulullah, bukankah cobaan yang telah menimpaku ini terjadi
ketika aku sedang berpuasa”, Sabda Beliau, ”Kalau begitu bershadaqahlah, atau
berilah makan kepada enam puluh orang miskin.” Saya jawab, ”Demi Dzat yang
telah mengutusmu dengan membawa yang Haq sesungguhnya kami telah menginap
semalam (tatkala terjadi perselisihan itu sedang kami akan makan malam. ’Maka
sabda Beliau ”Pergilah kamu kepada siapa saja yang akan bershadaqah dari Bani
Zuraiq. Kemudian katakanlah kepada mereka supaya memberikannya kepadamu. Lalu
(dari shadaqah itu) berilah makan enam puluh orang miskin, dan selebihnya
gunakanlah (untuk dirimu dan keluargamu).”(Shahih: Shahih Ibnu Majah no:1677, Ibnu Majah I : 665 no:2062 dan
’Aunul Ma’bud VI:298 no:2198, Tirmidzi II:335 no:1215 secara ringkas).
Walhasil
bahwa Nabi saw tidak menegur Salamah bin Shakhr al-Bayadhi karena Menshihar
isterinya. Beliau menegurnya, karena ia mencampuri isterinya. Beliau
menegurnya, kerena ia mencampuri isterinya sebelum berakhir rentang waktu yang
ditetapkannya.
Hukum Zhihar
zhihar
adalah haram,
karena Allah SWT mengkategorikan zhihar sebagai perkataan yang mungkar dan
dusta, dan Dia mengingkari orang yang menzhihar isterinya.
Allah
SWT berfirman, ”Orang-orang
yang menzhihar isterinya di antara kamu (menganggap isterinya sebagai ibunya),
padahal tiadalah isteri mereka ibu mereka. Ibu-ibu meraka tidak lain hanyalah
yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapka
suatu perkataan yang mungkar dan dusta. Dan sesugguhnya Allah Maha Pemaaf lagi
Maha Pengampun.” (Al-Mujadilah:2).
Sumber:
Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi
al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis
Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah
Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm.
622 -627.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar