Sesungguhnya, hak-hak suami
yang mesti dilaksanakan pihak isteri amatlah besar, sebagaimana yang pernah
dijelaskan oleh Nabi saw. dengan sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Hakim dan
lainnya.Dari Abu Sa’id r.a. (bahwa Rasulullah saw. bersabda), ”Hak suami yang wajib
dilaksanakan isterinya yaitu seandainya suami luka bernanah, lalu dijilat oleh
isterinya, niscaya ia belum (dikatakan) telah melaksanakan
sepenuhnya akan hak suaminya.” (Shahi: Shahihul Jami’us
Shaghir no:3148 dan al-fathur Rabbani XVI:227 no:247).
1. Isteri yang bijak lagi cerdik adalah
isteri yang serius mengagungkan (menghoramti) sesuatu yang dihormati Allah dan
Rasul-Nya. Dan sang isteri itulah yang mampu memuiliakan suaminya dengan
pemuliaan yang semestinya. Oleh sebab itu, hendaklah isteri bersungguh-sungguh
mematuhi suaminya karena patuh masuk surga.
Nabi saw. bersabda, ”Apabila, seorang isteri shalat lima waktu (dengan
tekun), berpuasa (Ramadhan) sebulan penuh (terkecuali pada masa haidhnya atau
ketika sakit, maka wajib baginya untuk mengqadha dihari-hari yang lain) menjaga
kehormatannya dan ta’at kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya: Masuklah
engkau ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau sukai.” (Shahih: Shahihul Jami’ no:660 dan al-Fathur Rabbani XVI:228
no:250).
Wahai Muslimah yang tulus, perhatikan bagaimana Nabi saw.
menjadikan sikap ta’at kepada suami sebagai dari bagian amal perbuatan yang
dapat mewajibkan masuk surga, seperti shalat, puasa; karena itu
bersungguh-sungguhlah dalam mematuhinya dan jauhilah sikap durhaka kepada,
karena di dalam kedurhakan kepada suami terdapat murka Allah SWT.
Nabi saw. bersabda, “Demi dzat yang diriku berada dalam genggaman-Nya,
tidaklah seorang suami mengajak isterinya ke tempat tidurnya, lalu sang isteri
menolak ajakan suaminya melainkan (Dia Allah) yang berada dia atas terus
menerus murka kepadanya hingga suaminya ridha kepadanya.” (Shahih: Shahihul Jamil no:7080 dan Muslim II:1060 no:121 dan
1436).
Maka merupakan kewajiban wahai wanita muslimah untuk tunduk patuh
kepada suami dengan setia dalam segala hal yang diperintahkan kepadamu selama
tidak menyalahi syari’at, namun hendaklah kamu hati-hati betul, jangan sampai
berlebih-lebihan dalam mematuhi suamimu hingga engkau berbuat demikian, berarti
kamu telah berdosa.
Sebagai misal, engkau patuh kepada suamimu agar engkau mencabut
bulu alismu supaya kamu lebih cantik lagi menurut dia padahal perbuatan ini
benar-benar telah dila’nat oleh Nabi saw..
“Nabi saw telah melaknat perempuan yang mencabut bulu alis dan
wanita yang dicabutkan bulu alisnya.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari VIII:630
no:4886, Muslim III:1678 no:2125, ‘Aunul Ma’bud XI:225 no:4151, Nasa’I VIII:146
dan Tirmidzi IV:193 no:2932 serta Ibnu Majah I:640 no:1989).
Contoh lain, engkau ta’at kepada suamimu yang menyuruhmu
menaggalkan jilbab di waktu kamu pergi keluar rumah, karena dia ingin
membanggakan kecantikannya di hadapan orang lain, karena Nabi saw. telah
bersabda, “Ada
dua golongan dari kalangan umatku yang terkategori sebagai ahli neraka yang
belum pernah saya lihat keduanya(sebelumnya). (Satu diantara mereka) ialah
suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi yang dengannya mereka memukul
orang lain dan (satu golongan lagi) adalah golongan perempuan yang mengenakan
pakaian transparan yang berlenggak-lenggok dan bergoyang-pinggul, kepada mereka
laksanan punuk-punuk onta yang (asyik) bergoyang, mereka tidak akan masuk surga
dan tidak akan (pula) mencium semerbak baunya padahal semerbak baunya tercium
sejauh perjalanan sekian dan sekian.” (Shahih: Shahihul Jami’us
Shaghir no:3799, Mukhtashar Muslim no:1388 dan Muslim III:1680 no:2128).
Misalnya lagi, engkau ta’at kepada suami pada waktu diajak
melakukan hubungan intim oleh suamimu sedangkan dalam keadaan haidh, atau
mengerjakannya bukan pada tempat yang dihalalkan oleh Allah. Padahal Rasulullah
saw bersabda :
“Barangsiapa yang melakukan hubungan intim dengan isteri yang
sedang haidh atau melalui duburnya, atau datang kepada tukang tenung
lalu membenarkan apa yang dikatakannya, maka dia benar-benar telah kafir kepada
apa yang telah diturunkan kepada Muhammad.”(Shahih: Adabuz Zifaf hal.31, Ibnu Majah I:209 no639, Tirmidzi
I:90 no:135 namun dalam Sunan Tirmidzi ini tidak terdapat kalimat
FASHADDAQA-HUBIMAA YAQUULU (lalu membenarkan apa yang diutarakannya).
Contoh lain, engkau patuh kepada suamimu yang menyuruhmu tampil di
tengah-tengah kaum laki-laki berbaur dengan mereka dan berjabat tangan dengan mereka. Padahal Allah SWT sudah menegaskan, ”Dan
apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi),
maka mintalah dari belakang tabir.” (Al-Ahzab :53).
Nabi saw. bersabda, ”Janganlah sekali-kali kalian masuk ke dalam
(ruangan) kaum wanita,” Lalu ada seorang sabahat bertanya, ”Ya Rasulullah,
bagaimana pendapatmu mengenai kerabat dekat suami?” Maka sabda Beliau ”Dia
dapat menyebabkan kehancuran.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari IX:330 no:5232,
Muslim IV:1711 no:2172 dan Tirmidzi II:318 no:118).
Maka hendaklah engkau analogikan dengan beberapa contoh di atas
segala tuntutan suamimu yang melenceng dari rel agama Rabbi. Oleh karena itu
janganlah engkau terbujuk oleh keharusan engkau untuk patuh kepada suamimu
hingga kamu ta’at kepadanya meskipun dalam kemaksiatan. Karena sesungguhnya
keta’atan hanyalah dalam hal yang ma’ruf; sama sekali tiada keta’atan kepada
makhluk dalam rangka maksiat kepada al-Khaliq, Dzat Yang Maha Pencipta.
2. Diantara hak suami yang harus dilaksanakan isterinya ialah
hendaklah dia memelihara harga diri suaminya, menjaga kehoramtan dirinya
(sebagai istei) dan bertanggung jawab terhadap hartanya, putera-puterinya, dan
seluruh urusan rumah tangganya, Allah SWT berfirman, ”Sebab itu maka
wanita yang shalih yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya
tidak ada (di rumah), oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (An-Nisaa’:34).
Dan Nabi saw. bersabda, ”Dan isteri adalah sebagai pemimpin di rumah suaminya dan
ia bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari II:380 no:893, Muslim III:1459
no:1829).
3. Di antara hak suami yang mesti dilaksanakan isterinya ialah ia
harus berhias dan bersolek agar tampak lebih cantik lagi untuk suaminya, dan selalu senyum di hadapannya dan tidak
boleh bermuka masam serta tidak boleh menampakkan wajahnya dalam bentuk yang
mengecewakan suaminya. Imam ’Thabrani meriwayatkan sebagai berikut.
Dari hadits Abdullah bin Salam
r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda ”Sebaik-baik isteri ialah isteri yang menyenangkan kamu
bila engkau memandang (nya), dan ta’at kepadamu bila engkau menyuruh (nya),
serta menjaga dirinya dan harta bendamu di waktu engkau tidak berada
bersamanya.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no:3299).
Aneh sungguh aneh seorang
isteri yang tidak memperhatikan dan tidak pula, merawat kecantikannya di dalam
rumahnya ketika suaminya tidak pergi namun justeru berlebih-lebihan dalam
berhias dan bersolek pada waktu hendak keluar dari rumahnya, hingga tepatlah
penilaian mengenai wanita model ini yang disampaikan oleh orang yang
mengatakan, ”Itu adalah kera di dalam rumah dan kijang di jalan raya.”
Karena itu, wahai hamba Allah
bertakwalah kepada Allah dalam menjaga dirimu sendiri dan suamimu, karena dia
orang yang paling berhak menikmati perhiasan dan kecantikan wajahmu. Sebaliknya
janganlah sekali-kali engkau bersolek menunjukkan keindahan untuk laki-laki
yang tidak berhak melihat keindahan itu; karena sesungguhnya sikap ini termasuk
sikap keterbukaan yang diharamkan.
4. Di antara hak suami yang wajib ditunaikan oleh
isteri ialah hendak di tetap tinggal di rumah suaminya, dia tidak boleh keluar
darinya walaupun sekedar hendak pergi shalat ke masjid, kecuali mendapat izin
dari suaminya. Allah Ta’ala menegaskan, ”Dan hendaklah kamu tetap di rumah.” (Al-Ahzaab:33).
5. Di antara sekian banyak hak suami yang wajib
dilaksanakan isteri adalah dia tidak boleh mengizinkan orang lain masuk ke
dalam rumah suaminya kecuali setelah mendapat izin darinya. Nabi saw bersabda, ”Hak kalian yang harus
dilaksanakan oleh isteri kalian adalah mereka tidak boleh mempersilahkan
laki-laki yang kalian tidak sukai menginjak tempat tidur kalian dan tidak
(pula) mengizinkan masuk ke rumah kalian, orang yang tidak kalian sukai.” (Hasan: Shahih Ibnu Majah no:1501, Timirdzi II : 305, dan Ibnu
Majah I:594 no:1851).
6. Termasuk hak suami yang mesti ditunaikan oleh
isteri adalah dia harus menjaga harta suaminya, dia tidak boleh menginfakkan
sebagiannya kecuali mendapat izin darinya Nabi saw. bersabda, ”Janganlah seorang isteri
menginfakkan sesuatupun dari rumah suaminya, kecuali atas izin suaminya.” Ada
yang bertanya, ”Dan tidak (pula) makanan?” Jawab beliau, ”itu adalah harta
benda kita yang paling utama.”(Hasan: Shahih Ibnu Majah no:1859, Tirmidzi
III:293 no:2203, ’Aunul Ma’bud IX:487 no:3548, dan Ibnu Majah II: 770 no:2295).
Bahkan termasuk juga hak suami yang wajib dilaksanakan pihak
isteri adalah tidak dibenarkan menginfakkan harta miliknya sendiri bila dia
mempunyai, kecuali mendapat restu suaminya. Nabi saw bersabda, “Tidak berwenang
seorang isteri memanfaatkan barang sedikitpun dari harta bendanya, kecuali
mendapat izin dari suaminya.” (Diriwayatkan oleh Syaikh
al-Albani dalam Ash-Shahihah no:775 dan beliau berkata, direkam dalam
al-Fawa-id oleh Tammam II:182 no:10 dari jalur ’Anbasah bin Sa’id dari Hammad
mantan budak Bani Umayyah dari Junah bekas budak al-Walid dari Watsilah ra, ia
berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, Kemudian Tammam menyebutkan hadits itu.”
al-Albani berkata lagi, ”Sanad ini dhaif, namun ia memiliki banyak syahid
(penguat), yang menunjukkan bahwa hadits ini adalah tsabit (Shahih dari
Rasulullah saw).
7. Termasuk hak suami yang harus dilaksanakan
oleh isteri ialah dia tidak boleh melaksanakan shaum tathawwu’ (puasa sunnah)
di kala suaminya di rumah, kecuali mendapat restu dari suaminya. Nabi saw.
bersabda, ”Tidak halal
bagi seorang isteri berpuasa, (sunnah) pada waktu suaminya ada di rumah,
kecuali atas seizinnya.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no:7647 dan
Fathul Bari IX:295 no:5195).
8. Di antara hak suami yang mesti ditunaikan
isteri ialah dia tidak boleh mengungkit-ungkit di depan suaminya nafkah yang
telah dia belanjakan di rumah untuk keluarganya yang berasal dari harta
pribadinya bukan dari suaminya, karena
sesungguhnya sikap mengungkit-ungkit membatalkan pahala dan ganjaran. Allah
Ta’ala sudah menegaskan, ”Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu menghilangkan (pahala shadaqah dengan mengungkit-ungkit dan
menyakiti (perasaan si penerima).”(Al-Baqarah:264).
9. Termasuk hak suami yang wajib ditunaikan
isterinya adalah dia merasa ridha kepada kesederhanaan dan puas terhadap
keadaan yang ada, dia tidak boleh memaksa suaminya mengeluarkan uang belanja di
luar batas kemampuannya. Allah SWT bersabda, ”Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya, hendaklah memberi nafkah dan
harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada
seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya Allah lalu akan
memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (Ath-Thalaaq:7).
10.
Di antara sekian banyak hak suami yang harus ditunaikan isteri
adalah dia wajib mentarbiyah puteri-puteri suaminya dengan sabar. Dan tidak
layak marah kepada mereka di hadapan suaminya. Dia tidak boleh mendo’akan
kejelekan buat mereka, dan dia tidak boleh juga memaki mereka karena sikap yang
demikian itu acapkali menyakiti sang suami.
Rasulullah saw. bersabda, ”Tidaklah seorang isteri menyakiti suaminya di
dunia melainkan pasti pasangannya dari bangsa bidadari (surga) yang bermata
jelita berkata: janganlah menyakiti dia, (Jika kamu menyakiti dia), niscaya
Allah akan memusuhimu, karena sesungguhnya dia adalah seorang tamu
yang singgah di sisimu, yang sebentar lagi dia akan segera meninggalkanmu
(kembali) kepada kami.” (Tirmidzi II:320 no:1184).
11.
Termasuk hak suami yang
harus dilaksanakan isteri ialah bermu’amalah dengan mertua dan kerabat dekat
suaminya dengan baik dan tulus. Seorang isteri dianggap tidak berbuat baik
kepada suaminya manakala dia bersikap buruk kepada mertua dan kerabat dekat
suaminya. (Kisah ini tidak menunjukkan, bahwa majlis Rasulullah saw bercampur
antara laki dan perempuan).
12.
Di antara hak suami wajib ditunaikan isteri ialah dia tidak boleh
menolak ajakan suaminya bila dia mengajaknya. Rasulullah saw bersabda, ”Apabila seorang suami
mengajak isterinya ke tempat tidurnya, dan isteri tidak memenuhinya, lantas
suaminya bermalam dalam keadaan marah kepadanya, maka para malaikat terus
melaknatnya hingga pagi hari.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari IXI:294
no:5194, Muslim II:1060 no:4436, ’Aunul Ma’bud VI: 179 no:2127).
Rasulullah saw bersabda, “Apabila seorang suami mengajak isterinya untuk memenuhi
kebutuhanya, maka penuhilah segera meskipun ia sedang berada didalam dapur.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shagir no:534 dan Tirmidzi II no: 1170).
13. Diantara hak suami yang mesti
ditunaikan istri adalah hendaklah dia menyembunyikan rahasia suaminya dan
rahasia rumah tangganya. Dia tidak boleh menceritakanya kepada orang lain
walapun sedikit. Termasuk rahasia yang amat sangat pribadi yang kadang-kadang
diremehkan kaum wanita ialah membeberkan rahasia yang terjadi di tempat tidur
dan yang diantara suami istri di dalam kamar tidur.
Padahal Nabi saw mengecam keras pemberitaan ini:
Dari Asma’binti Yazid radhiyallahu’anha bahwa ia pernah di sisi
Nabi saw. sementara para sahabat laki-laki dan perempuan pada duduk (di
sekeliling beliau). Kemudian Beliau bersabda,“Barang
kali ada seorang suami (diantara kalian) yang menginformasikan (kepada orang
lain) apa yang pernah dilakukannya dengan isterinya dan barang kali ada (juga)
seorang isteri (di antara kalian) yang menceritakan apa yang dilakukanya dengan
suaminya?” Maka para sahabat laki-laki dan perempaun itu diam seribu kata.
Kemudian saya (Asma’) menjawab ”Ya Rasulullah, demi Allah itu betul terjadi.
Sesungguhnya banyak orang wanita benar-benar telah melakukanya dan sesungguhnya
banyak orang laki-laki yang benar-benar telah mempraktikanya.” Kemudian Beliau
bersabda (lagi), ”Kalau begitu, janganlah kamu ulangi (lagi) karena
sesungguhnya perumpamaan itu seperti syaitan jantan bertemu dengan syaitan
betina di tengah jalan, lalu keduanya bersetubuh sedangkan orang-orang asyik
menyaksikanya.”(Shahih:Adabur Zam hal.72 dan al-fathur
Rabbani XVI: 223 no: 237).
14. Termasuk hak suami yang harus di laksanakan istri ialah dia
wajib menaruh perhatian kepada suaminya, dan berusaha keras untuk hidup selalu
bersamanya. Haramn bagi dia minta di talak tanpa sebab yang di benarkan syar’i.
Dari Tsauban r.a., Rasulullah saw. bersabda, ”Setiap wanita
yang meminta agar dicerai oleh suaminya tanpa alasan yang tepat, maka harum
semerbaknya surga haram baginya.” (Sahahih: Irwa-ul Ghali no:
2035, Tirmidzi II: 329 no: 1199, ’Aunul Ma’bud VI: 308 no: 2209, dan Ibnu Majah
I: 662 No: 2055).
Rasulullah saw. bersabda, ”Wanita-wanita yang menuntut cerai (kepada suaminya)
dengan mengembalikan mahar kepadanya adalah wanita-wanita munafik.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 6681. ash-Shahihul no: 632
dan Tirmidzi II: 329 no: 1198).
Wahai para isteri Muslimah, inilah hak-hak suamimu yang harus kamu tunaikan dengan baik.
Kamu harus berjuang dengan gigih untuk melaksanakanya, dan kamu harus menutup
mata terhadap kelemahan suamimu dalam melaksanakan hak-hakmu yang menjadi
kewajiban mereka; karena sika yang demikian itu diharapkan mampu
mengembangsuburkan sikap mawaddah dan rahmah, memberbaiki kondisi rumah tangga,
dan masyarakat diharapkan menjadi baik karena pengaruh baiknya hubugan rumah
tanggamu
Hendaklah pula para ibu mengetahui, bahwa di antara sekian banyak
kewajiban yang harus mereka laksanakan ialan memberitahukan kepada
puteri-puterinya perihal hak-hak suami mereka dan hendaklah setiap ibu
mengeingatkan mereka sebelum memasuki pintu pernihakan. Hal seperti ini biasa
dipraktekkan oleh para isteri generasi salaf r.a. sebagai misal Raja Kendah Amr
bin Hajar yang pernah melamar Ummu Iyas binti Aufasy-Syaibani. Tatkala waktu
pernikahannya tiba, maka ibunya yang bernama Ummu binti al-Harits menyendiri bersama
puterinya lalu berwasiat kepadanya sebagai bekal untuk membangun kehidupan
rumah tangga yang babahgia lagi harmonis dan apa sajak kewajibannya yang harus
ditunaikan untuk suaminya. Yaitu dia berkata, ”Wahai Nanda kalau saja nasihat
itu (harus) diabaikan karena keutamaan adab yang telah dimiliki, tentu aku
tidak akan menyampaikannya kepadamu, namun aku tahu bahwa nasihat itu adalah
sebuah peringatan bagi yang lalai dan pertolongan bagi orang yang berakal.
Nanda, kalau saja ada seseorang perempuan yang merasa tidak butuh suami
lantaran kekayaan kedua orang tuanya dan karena sangat dibutuhkan oleh keduanya
maka engkaulah yang paling tidak butuh seorang suami. Akan tetapi sadarilah
nanda, bahwa Allah Ta’ala mencitpakan kaum perempuan untuk kaum laki-laki dan
kaum laki-laki untuk kaum perempuan.”
”Nanda sesungguhnya engkau akan meninggalkan suasana yang selama
ini telah engkau alami dan tempat tinggal yang selama ini engkau tempati menuju
sarang yang belum pernah engkau kenal dan teman hidup yang belum kau jalin
ikatan sebelumnya. Kini ia dengan kekuasaannya telah menjadi raja dan penguasa
bagimu. Maka jadilah engkau budaknya. Niscaya dia akan menjadi budak untukmu.
Milikilah sepuluh sifat untuknya, niscaya ia menjadi dasar berpijak dan
simpanan yang aman berharga bagimu.:
pertama dan kedua: dampingilah suamimu dengan
penuh kerelaan dan kepuasan serta senantiasa mendengar dan mematuhinya.
Ketiga dan keempat: jagalah penciuman dan
penglihatan suamimu jangan sampai sekali-kali matanya jatuh pada pandangan yang
jelek dari bagian tubuhmu dan jangan sampai dia mencium baumu kecuali aroma
wewangian.
Kelima dan keenam: periksa dan telitihlah waktu
makan dan tidurnya karena sesungguhnya, dan rasa lapar begitu membakar dan
kurangnya waktu tidur memicu kemarahan.
Ketujuh dan kedelapan: jagalah baik-baik harta benda
suamimu, kehormatannya, dan kebutuhan hidupnya.
Adapun
landasan menjaga harta bendanya ialah kecermatan membuat perhitungan. Dan
landasan menjaga kehormatan dan kebutuhan hidup adalah kepiawaian mengelola urusan.”
Kesembilan dan kesepuluh: janganlah membantah suamimu
dan jangan pula membeberkan rahasianya kepada siapa saja karena sesungguhnya
jika engkau membantah perintahnya, berarti engkau telah melukai hatinya, dan
jika engkau membeberkan rahasinya niscaya engkau tak akan merasa aman dari
perceraian/pengkhianatan. Kemudian janganlah sekali-kali engkau bersuka cita
tatkala dia bersedih dan berduka cita tatkala dia bahagia.” (Lihat Fiqhus
Sunnah II:200).
Wahai Rabb kami, berilah kami melalui isteri dan keturunan kami
generasi yang menyejukkan mata dan jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi
orang-orang yang bertakwa.
Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi
al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis
Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah
Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah),
hlm. 594 -- 607.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar