"Janganlah kalian saling mendengki, saling menfitnah (untuk suatu persaingan yang tidak sehat), saling membenci, saling memusuhi dan jangan pula saling menelikung transaksi orang lain. Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara muslimnya yang lain, ia tidak menzhaliminya, tidak mempermalukannya, tidak mendustakannya dan tidak pula melecehkannya. Takwa tempatnya adalah di sini -seraya Nabi SAW menunjuk ke dadanya tiga kali. Telah pantas seseorang disebut melakukan kejahatan, karena ia melecehkan saudara muslimnya. Setiap muslim atas sesama muslim yang lain adalah haram darahnya, hartanya dan kehormatannya. " (HR. Muslim dari Abu Hurairah ra)
Di tengah hiruk pikuk kehidupan sosial-politik dan tarik menarik kepentingan saat ini, sungguh kita patut merenungkan secara mendalam wasiat Nabi SAW di atas. Kita sadar dan seluruh masyarakat dunia tahu, bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Bahkan Indonesia adalah negara muslim yang terbesar penduduknya di dunia. Tetapi mengapa dalam kehidupan sehari-hari, dalam hampir semua sektor kehidupan, khususnya dalam hubungan sosial, umat Islam Indonesia, termasuk sebagian kalangan penuntut ilmu, mempertontonkan akhlak yang justeru tidak Islami?
Jika didiagnosa dengan pendekatan iman, maka sebab dan sumber segala penyakit sosial umat adalah penyakit hati. Dan salah satu penyakit hati yang sangat ganas serta berbahaya bagi kesehatan hati adalah penyakit dengki. Bahayanya lagi, penyakit dengki ini tidak bekerja sendirian, tetapi -untuk memperparah penyakit hati yang diserangnya- ia melahirkan penyakit-penyakit turunan, sebagaimana disebutkan Nabi SAW di atas, yaitu saling menfitnah, saling membenci, saling memusuhi dan seterusnya.
Secara umum dengki atau iri hati bisa diartikan kebencian terhadap orang lain yang memiliki kenikmatan atau keutamaan yang melebihi dirinya.
Bahkan terkadang pula, sampai benci terhadap nikmat apapun yang diterima orang lain, meskipun dirinya memiliki kenikmatan tersebut, bahkan lebih banyak. Misal, dengki kepada kawan yang baru naik jabatan, dengki kepada tetangga yang baru saja beli mobil, dengki kepada saudara yang semua anaknya sarjana dan berpenghasilan tinggi dst. Kehidupan modern yang serba materialistis saat ini, -di mana segala sesuatu, hingga keberhasilan, diukur dengan uang dan materi- lebih berpeluang untuk membuka 'kran hati' untuk saling mendengki.
Dengki itu bertingkat-tingkat.
Pertama, ada pendengki yang berusaha menghilangkan nikmat yang diperoleh
orang yang didengkinya, dengan ucapan seperti fitnah dan perbuatan, meskipun
dia tidak mengharapkan nikmat tersebut pindah kepada dirinya.
Kedua, ada pendengki yang selain berusaha menghilangkan nikmat dari
orang yang didengkinya, ia juga berusaha memindahkan nikmat tersebut kepada
dirinya. Kedua macam dengki tersebut adalah dengki yang sangat tercela. Dan
dosa dengki itulah yang merupakan dosa iblis. Iblis dengki kepada Adam karena
Allah memberi keutamaan kepada Adam atas segenap malaikat dengan menyuruh para
malaikat sujud (sebagai penghormatan) kepada Adam, mengajarkannya nama segala
sesuatu dan menempatkannya di Surga. Demikianlah lalu iblis dengan
kedengkiannya berusaha mengeluarkan Adam dari Surga.
Ketiga, ada orang yang bila mendengki orang lain, ia tidak melanjutkan
dengki itu dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Dan demikian itulah tabiat
yang sekaligus kelemahan manusia; hampir selalu menginginkan memiliki apa yang
dimiliki orang lain. Menurut riwayat dari Al-Hasan, selama tidak dibuktikan
dengan ucapan dan perbuatan, iri hati jenis ini tidak berdosa. Namun tentu,
sebaiknya ia hilangkan perasaan dengki dan iri tersebut dari dalam hatinya,
hingga tidak menjadi penyakit.
Dalam beberapa
riwayat yang dha'if disebutkan, dengki jenis ketiga ini ada dua macam:
1. Ia
tidak sanggup menghilangkan perasaan dengki dan iri itu dari dalam dirinya. Ia
kalah dengan dirinya sendiri. Ia berusaha menepis, tapi perasaan dengki dan iri
itu masih timbul tenggelam dalam hatinya. Namun ia tidak melanjutkannya dalam
bentuk ucapan maupun perbuatan. Iri jenis ini tidak membuatnya berdosa.
2. Ia
sengaja membisikkan perasaan iri dan dengki itu ke dalam hatinya. Ia
mengulang-ulang bisikan itu, dan hatinya menikmati bisikan tersebut, sehingga
mengangankan agar nikmat itu hilang dari saudaranya. Tetapi dia tetap tidak
melanjutkan dengkinya itu, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Keadaan
seperti ini adalah sama dengan orang yang berkeinginan kuat melakukan maksiat.
Tentang dosa dengki jenis ini, para ulama berbeda pendapat. Tetapi yang jelas,
secara realitas, orang yang mendengki pada tahap ini, sangat sulit bisa selamat
dari ucapan-ucapan yang menunjukkan dia memendam kedengkian. Karena itu, ia
bisa terjerumus kepada dosa.
Keempat, ada lagi iri hati yang tidak menginginkan nikmat itu hilang
dari kawannya, tetapi ia berusaha keras bagaimana mendapatkan nikmat semacam
itu. Jika nikmat tersebut bersifat duniawi, maka tidak ada kebaikannya sama
sekali. Iri hati seperti inilah yang juga ditunjukkan oleh orang-orang yang
menginginkan kehidupan dunia, seperti yang dilakukan orang-orang kepada Qarun.
Allah berfirman:"(Mereka
berkata), 'Duhai seandainya kami memiliki sebagaimana yang diberikan kepada
Qarun." (Al-Qashash: 79).
Jika nikmat itu bersifat ukhrawi, maka ia adalah kebaikan. Sebagaimana disebutkan oleh Nabi SAW: "Tidak boleh dengki dan iri hati kecuali dalam dua hal; yaitu iri hati terhadap orang yang dikaruniai harta dan dia selalu menginfakkannya pada malam dan siang hari. (juga iri) kepada orang yang diberi kepandaian membaca Al-Qur'an, dan dia membacanya setiap malam dan siang."(HR. Bukhari dan Muslim). Dan inilah yang dinamakan ghibthah (keinginan). Disebut dengan hasad/iri (tetapi yang baik) sebagai bentuk peminjaman istilah belaka (isti'arah).
Buruknya Dengki
Jika nikmat itu bersifat ukhrawi, maka ia adalah kebaikan. Sebagaimana disebutkan oleh Nabi SAW: "Tidak boleh dengki dan iri hati kecuali dalam dua hal; yaitu iri hati terhadap orang yang dikaruniai harta dan dia selalu menginfakkannya pada malam dan siang hari. (juga iri) kepada orang yang diberi kepandaian membaca Al-Qur'an, dan dia membacanya setiap malam dan siang."(HR. Bukhari dan Muslim). Dan inilah yang dinamakan ghibthah (keinginan). Disebut dengan hasad/iri (tetapi yang baik) sebagai bentuk peminjaman istilah belaka (isti'arah).
Buruknya Dengki
Dalam bahasa sarkasme, orang pendengki adalah orang yang senang melihat orang lain dilanda bencana, dan itu disebut syamatah. Syamatah dengan hasad selalu berkait berkelindan. Dari sini kita tahu, betapa jahat seorang pendengki, ia tidak rela melihat orang lain bahagia, sebaliknya ia bersuka cita melihat orang lain bergelimang lara. Allah menggambarkan sikap dengki ini dalam firmanNya: "Bila kamu memperoleh kebaikan, maka hal itu menyedihkan mereka, dan kalau kamu ditimpa kesusahan maka mereka girang karenanya." (Ali Imran: 120)
Dengki juga merupakan
sikap orang-orang ahli Kitab, Allah berfirman: "Kebanyakan orang-orang
ahli Kitab menginginkan supaya mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran
setelah kamu beriman, disebabkan oleh kedengkian (hasad) yang ada dalam jiwa
mereka."(Al-Baqarah: 109)
Kedengkian saudara-saudara
Yusuf kepada dirinya, mengakibatkan sebagian mereka ingin menghabisi nyawa
saudaranya sendiri, Yusuf Alaihis Salam, Allah mengisahkan dalam firmanNya:
"(Yaitu) ketika mereka berkata: Sesungguhnya Yusuf dan saudara
kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai ayah kita daripada kita sendiri, padahal
kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah
dalam kekeliruan yang nyata. Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu daerah
(yang tak dikenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja dan sesudah
itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik." (Yusuf: 8-9)
Terhadap orang-orang
pendengki tersebut Allah dengan sangat keras mencela: "Apakah mereka
dengki kepada manusia lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya?"
(An Nisa': 54)
Sebab-sebab Dengki
Pertama: Karena kecintaan kepada dunia
Pertama: Karena kecintaan kepada dunia
Rasa dengki pada dasarnya tidak timbul kecuali karena kecintaan kepada dunia. Dan dengki biasanya banyak terjadi di antara orang-orang terdekat; antarkeluarga, antarteman sejawat, antartetangga dan orang-orang yang berdekatan lainnya. Sebab rasa dengki itu timbul karena saling berebut pada satu tujuan. Dan itu tak akan terjadi pada orang-orang yang saling berjauhan, karena pada keduanya tidak ada ikatan sama sekali. Jika dikaitkan dengan teori-teori sosial, maka faktor timbulnya rasa dengki juga hampir sama dengan faktor timbulnya konflik. Menurut teori konflik, konflik hanya terjadi pada orang-orang yang saling berdekatan, baik dalam hal pekerjaan, jabatan, kekeluargaan dan sebagainya.
Berbeda dengan
pecinta dunia, orang-orang yang mencintai akhirat, yang mencintai untuk
mengetahui Allah, malaikat, nabi-nabi dan kerajaanNya di langit maupun di bumi
maka mereka tidak akan dengki kepada orang yang mengetahui hal yang sama.
Bahkan sebaliknya, mereka malah mencintai dan bergembira terhadap orang-orang
yang mengetahuiNya. Karena maksud mereka adalah mengetahui Allah dan
mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisi-Nya. Dan karena itu, tidak ada
kedengkian di antara mereka.
Kecintaan
kepada dunia yang mengakibatkan dengki antarsesama disebabkan oleh banyak hal.
Di antaranya karena permusuhan. Ini adalah penyebab kedengkian yang paling
parah. Ia tidak suka orang lain menerima nikmat, karena dia adalah musuhnya.
Diusahakanlah agar jangan ada kebajikan pada orang tersebut. Bila musuhnya itu
mendapat nikmat, hatinya menjadi sakit karena bertentangan dengan tujuannya.
Permusuhan itu tidak saja terjadi antar orang yang sama kedudukannya, tetapi
bisa juga terjadi antara atasan dan bawahannya. Sehingga sang bawahan, misalnya
selalu berusaha menggoyang kekuasaan dan wibawa atasannya. Atau sebaliknya,
sang atasan selalu menindas dan mendzalimi bawahannya.
Kedua: adalah ta'azzuz (merasa paling mulia).
Ia keberatan bila ada orang lain melebihi dirinya. Ia takut bila koleganya mendapatkan kekuasaan, pengetahuan atau harta yang bisa mengungguli dirinya.
Ketiga: takabbur atau sombong.
Ia memandang remeh orang lain dan karena itu dia ingin agar dipatuhi dan diikuti perintahnya. Ia takut bila orang lain memperoleh nikmat, berbalik dan tidak mau tunduk padanya. Termasuk dalam sebab ini adalah kedengkian orang-orang kafir Quraisy kepada Nabi SAW, yang seorang anak yatim tapi kemudian dipilih Allah untuk menerima wahyuNya. Kedengkian orang-orang kafir Quraisy itu dilukiskan Allah dalam firmanNya: "Dan mereka berkata:'Mengapa Al-Qur'an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekkah dan Thaif) ini?" (Az Zukhruf: 31) Maksudnya, orang-orang kafir Quraisy itu tidak keberatan mengikuti Muhammad, andai saja beliau itu keturunan orang besar, tidak dari anak yatim atau orang biasa.
Keempat: merasa ta'ajub dan heran terhadap kehebatan dirinya.
Hal ini sebagaimana yang biasa terjadi pada umat-umat terdahulu saat menerima dakwah para rasul Allah. Mereka heran manusia yang sama dengan dirinya, bahkan yang lebih rendah kedudukan sosialnya, lalu menyandang pangkat kerasulan, karena itu mereka mendengkinya dan berusaha menghilangkan pangkat kenabian tersebut, sehingga mereka berkata: "Adakah Allah mengutus manusia untuk menjadi Rasul?" (Al Mu'minun: 34).
Allah menjawab
keheranan mereka dengan firmanNya: "Dan apakah kamu (tidak percaya) dan
heran bahwa datang kepada kamu peringatan dari Tuhanmu dengan perantaraan
seorang laki-laki dari golonganmu agar dia memberi peringatan kepadamu dan
mudaha-mudahan kamu bertakwa dan supaya kamu mendapat rahmat?" (Al
A'raaf: 63)
Kelima: takut mendapat saingan.
Bila seseorang menginginkan atau mencintai sesuatu maka ia khawatir kalau mendapat saingan dari orang lain, sehingga tidak terkabullah apa yang ia inginkan. Karena itu, setiap kelebihan yang ada pada orang lain selalu ia tutup-tutupi. Bila tidak, dan persaingan terjadi secara sportif, ia takut kalau dirinya tersaingi dan kalah.
Dalam hal ini bisa
kita misalkan dengan apa yang terjadi antardua wanita yang memperebutkan
seorang calon suami, atau sebaliknya. Atau sesama murid di hadapan gurunya,
seorang alim dengan alim lainnya untuk mendapatkan pengikut yang lebih banyak
dari lainnya, dsb.
Keenam, ambisius dalam hal kepemimpinan (hubbur riyasah).
Hubbur riyasah dengan hubbul jah (senang pangkat-kedudukan) adalah saling berkaitan. Ia tidak menoleh terhadap kelemahan dirinya, seolah-olah dirinya tak ada tolok bandingnya. Jika ada orang di pojok dunia yang ingin menandinginya, tentu itu menyakitkan hatinya, ia akan mendengkinya dan menginginkan lebih baik orang itu mati saja atau paling tidak hilang pengaruhnya.
Ketujuh, kikir dalam hal kebaikan terhadap sesama hamba
Allah.
Ia gembira jika disampaikan kabar padanya bahwa si fulan tidak berhasil dalam usahanya. Sebaliknya, ia merasa sedih jika diberitakan, si fulan telah berhasil mencapai kesuksesan dan kepangkatan yang dicarinya. Orang semacam ini senang bila orang lain terbelakang dari dirinya, seakan-akan orang lain itu mengambil dari milik dan simpanannya. Ia ingin meskipun nikmat itu tidak jatuh pada dirinya sendiri, agar ia tidak jatuh pada orang lain. Ia tidak saja kikir dengan hartanya sendiri, tetapi kikir dengan harta orang lain. Ia tidak rela Allah memberi nikmat kepada orang lain. Dan inilah sebab kedengkian yang banyak terjadi. Selain hal-hal di atas, mungkin masih ada sebab-sebab kedengkian lain, tapi paling tidak, inilah sebab yang banyak terjadi.
Terapi Mengobati Dengki
Hasad atau dengki adalah penyakit hati yang paling berbahaya. Dan hati tidak bisa diobati kecuali dengan ilmu dan amal. Ilmu tentang dengki yaitu hendaknya kita ketahui tentang hakekat hasad yang sangat membahayakan kita, baik dalam hal agama maupun dunia.
Kedengkian itu
setitikpun tidak membahayakan orang yang kita dengki, baik dalam hal agama
maupun dunianya, bahkan ia malah memetik manfaat darinya. Dan nikmat itu tidak
akan hilang dari orang yang kita dengki hanya karena kedengkian kita. Bahkan
seandainya ada orang yang tidak beriman kepada hari Kebangkitan, tentu lebih
baik baginya meninggalkan sifat dengki daripada harus menanggung sakit hati
yang berkepanjangan dengan tiada manfaat sama sekali, apatah lagi jika kemudian
siksa akhirat yang sangat pedih menanti?
Bahkan
kemenangan itu ada pada orang yang didengki, baik untuk agama maupun dunia.
Dalam hal agama, orang itu teraniaya oleh si pendengki, apalagi jika kedengkian
itu tercermin dalam kata-kata, umpatan, penyebaran rahasia, kejelekan, fitnah
dsb. Dan balasan itu akan dijumpainya di akhirat. Adapun manfaatnya di dunia,
orang pendengki itu tujuannya yang terpenting ialah kesusahan orang yang
didengkinya.
Kegembiraan orang yang didengki adalah kesedihan pendengki. Dan
itu tidak berpengaruh sama sekali terhadap kehidupan orang yang didengki.
Terapi amal untuk menghilangkan sifat dengki yaitu hendaknya kita melakukan apa yang merupakan lawan dari kedengkian. Misalnya, jika kita merasakan telah timbul iri hati kepada perbuatan seseorang, hendaknya kita berusaha memuji perbuatan baiknya. Jika jiwa ingin sombong, hendaknya kita melawannya dengan rendah hati. Jika dalam hati kita terbetik keinginan menahan nikmat orang lain maka kita harus berusaha menambahkan nikmat itu untuknya.
Terapi amal untuk menghilangkan sifat dengki yaitu hendaknya kita melakukan apa yang merupakan lawan dari kedengkian. Misalnya, jika kita merasakan telah timbul iri hati kepada perbuatan seseorang, hendaknya kita berusaha memuji perbuatan baiknya. Jika jiwa ingin sombong, hendaknya kita melawannya dengan rendah hati. Jika dalam hati kita terbetik keinginan menahan nikmat orang lain maka kita harus berusaha menambahkan nikmat itu untuknya.
Jangan
sampai rasa iri itu kita beri kesempatan tumbuh dalam hati kita. Kita harus
berusaha menghilangkannya. Kita mesti cepat-cepat menggerojok orang yang kita
dengki itu dengan berbagai bentuk kebaikan, mendoakannya, menyiarkan
keutamaan-keutamaannya dst. Sampai orang yang kita dengki itu menjadi saudara
muslim yang kita cintai, sebagaimana kita mencintai diri kita sendiri. Sulit
memang, tetapi kita harus usahakan, bila ingin bebas dari sifat dengki dan iri
hati.
Bagaimana dengan orang yang didengki? Konon, bila ulama salaf
mendengar ada orang yang iri pada mereka, mereka segera memberi kepada orang
tersebut berbagai macam hadiah.
Akhirnya mari kita renungkan kata-kata Ibnu Sirin: 'Saya tidak pernah mendengki kepada seorangpun dalam urusan dunia, sebab jika dia penduduk Surga maka bagaimana aku menghasudnya dalam urusan dunia sedangkan dia berjalan menuju Surga. Dan jika dia penduduk Neraka, bagaimana mungkin aku menghasud dalam urusan dunianya sementara dia sedang berjalan menuju ke neraka." Rasulullah SAW bersabda:"Jauhilah dengki, karena dengki itu memakan kebaikan sebagaimana api makan kayu bakar." (HR. Abu Daud).
Akhirnya mari kita renungkan kata-kata Ibnu Sirin: 'Saya tidak pernah mendengki kepada seorangpun dalam urusan dunia, sebab jika dia penduduk Surga maka bagaimana aku menghasudnya dalam urusan dunia sedangkan dia berjalan menuju Surga. Dan jika dia penduduk Neraka, bagaimana mungkin aku menghasud dalam urusan dunianya sementara dia sedang berjalan menuju ke neraka." Rasulullah SAW bersabda:"Jauhilah dengki, karena dengki itu memakan kebaikan sebagaimana api makan kayu bakar." (HR. Abu Daud).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar