Ziarah kubur hukumnya sunah bila tujuannya untuk melunakkan hati saat melihat
dan mengingatkan diri peziarah itu pada akhirat. Syaratnya tidak boleh dibarengi
dengan sesuatu perbuatan mungkar. Misalnya, meratapi, membakar dupa, memberi
lampu, memohon sesuatu kepada si mayit, meminta syafaat, berkat, dan tawasul
untuk menyampaikan sesuatu hajat atau keperluan dengan bersumpah, demi
kehormatan dan pndekatan para penghuni kubur di sisi Allah. Atau, duduk-duduk,
membuat masjid, dan membaca-baca di atasnya, menyembelih hewan dengan niat
taqarub atau nazar untuk kuburan dan sebagainya.
Semua tingakan tersebut
adalah mungkar. Sebagian darinya ada yang makruh, dan ada pula yang haram, dan
sebagian lagi termasuk perbuatan syirik dan kufur sepenuhnya.
Dalam
hubungan ini, kami terangkan bahwa ziarah kubur itu sunah asalkan bebas atau
lepas daripada semua kemungkaran, sebagaimana yang disebutkan di atas. Nabi saw.
bersabda (yang artinya), "Berziarah ke kubur dan janganlah bertutur kata yang
tidak patut." (HR Ibnu Majah, Nasai, Ahmad). Artinya, janganlah bertutur yang
tidak layak, seperti meratap dengan teriakan-teriakan, meminta-minta, dan
sebagainya.
Hadis lainnya, "Berziarahlah ke kubur, karena kubur
mengingatkan kamu kepada akhirat." (HR Ibnu Majah).
Imam Muslim ketika
meriwayatkan dalam sahihnya dari Aisyah r.a. berkata, "Pada suatu saat di larut
malam Rasulullah saw. keluar dari rumahnya menuju ke Baqi' (kuburan di Madinah)
dan bersabda 'Assalamu'alaikum wahai orang-orang mukmin, pasti datang apa yang
dijanjikan dan ditentukan kelak, dan kami insya Allah menyusul kalian di
belakang. Ya Allah, ampunilah penghuni Baqi' al-Gharqad'." (HR Muslim).
Dinamakan Baqi' al-Gharqad karena di situ ada tanaman al-ghorqad, sejenis
tumbuhan yang tangkainya banyak dan berduri, bisa digunakan sebagai pagar.
"Saya minta izin kepada Allah untuk memohonkan ampunan bagi ibuku. Allah
tidak memberikan izin. Dan aku minta izin untuk berziarah ke kuburnya. Allah
mengizinkan. Berzirahlah kalian ke kubur karena hal demikian akan mengingatkan
kalian kepada mati." (HR Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah).
"Allah melaknat
wanita-wanita yang selalu berziarah ke kubur." (HR Ibnu Majah, Turmuzi, Ahmad,
Al-Hakim). Hadis ini ditujukan secara khusus kepada kaum wanita karena mereka
berziarah bukan untuk melunakkan hati, mengingat kelemahan akal, sebagai sifat
pembawaan mereka, tetapi untuk bertawasul dan meminta berkah dari penghuni
kuburan sesuai dengan praktik yang berlaku. Laknat di sini berarti larangan yang
merupakan peringatan keras, tetapi bukan kutukan.
Hadis tersebut
diperjelas dengan hadis berikutnya, "Allah melaknat wanita-wanita yang
senantiasa berziarah ke kubur dan mendirikan masjid di atasnya serta memasangi
lampu-lampu." (HR Abu Dawud, Nasai, Al-Hakim, Ahmad).
Kami juga telah
mengatakan bahwa duduk-duduk di atas kuburan dan salat di atasnya atau menghadap
ke arahnya serta mendirikan masjid (tampat peribadatan) di atasnya, semua itu
termasuk perbuatan mungkar. "Sesungguhnya umat sebelum kamu telah biasa
menjadikan kuburan sebagai masjid (tempat peribadatan). Janganlah kamu jadikan
kuburan itu sebagai masjid (tempat peribadatan). Saya melarangmu dari perbuatan
yang demikian." (HR Muslim).
Rasulullah keluar dari rumahnya menuju
kuburan. Di sana beliau mengucapkan, "Assalamu'alaikum para penghuni tempat
bersemayam orang-orang mukmin, dan kita insya Allah menyusulmu kemudian." (HR
Muslim, Abu Dawud).
"Allah mengutuk orang-orang Yahudi dan Nasrani yang
menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai masjid atau tempat peribadatan (dalam
rangka memperingatkan untuk menjauhi apa yang mereka perbuat)." Berkata Aisyah,
"kalau tidak karena itu, akan dibangun kubur Rasulullah saw., tetapi aku takut
kubur itu akan dijadikan masjid (tempat peribadatan). HR Bukhari, Muslim,
Ahmad).
Imam Muslim telah meriwayatkan dari Hayyan bin Husain yang
diberi julukan Abi Hayyaj bahwa Ali bin Ani Thalib berkata kepada Abi Hayyaj,
"Ingatlah engkau, aku beri tugas sebagaimana aku ditugaskan Rasulullah saw.,
yaitu agar setiap kali menjumpai patung, hendaklah Anda tumbangkan, dan setiap
kali menjumpai kuburan yang ditinggikan, hendaklah Anda tarakan." (HR Muslim,
Abu Dawud, Turmuzi, Nasai, dan Ahmad).
Dari sahabat Jabir, Imam Muslim
meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. melarang mengapur kuburan atau mendirikan
bangunan lain di atasnya, ataupun membuat tulisan. (HR Muslim, Abu Dawud, Nasai,
dan Ahmad).
Aisyah r.a. berkata, "Telah disampaikan kepada Rasulullah di
saat beliau sedang sakit sebelum wafatnya, sifat dan gambar gereja di Habasyah
(Ethoipia), lalu beliau mengangkat kepalanya dan bersabda, 'Mereka itu adalah
kaum jika di antara mereka ada seorang yang saleh meninggal dunia, maka
dibangunkan masjid (tempat peribadatan) di atas kuburnya dan dihias dengan
lukisan dan patung-patung. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk di sisi
Allah'." (HR Bukhari, Muslim, dan Ahmad).
"Mudah-mudahan Allah
memusnahkan orang-orang Yahudi yang menjadikan kuburan nabi-nabi sebagai masjid
(tempat peribadatan)." (HR Bukhari, Muslim, Ahmad).
Dari sahabat Jabir
r.a. bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. melarang duduk-duduk di atas kuburan dan
mengapurnya atau membangun di atasnya. (HR Muslim, Abu Dawud, Turmuzi, Nasai,
dan Ahmad).
"Seseorang lebih baik duduk di atas bara api hingga terbakar
bajunya lalu menembus kulitnya daripada duduk di atas kubur." (HR Muslim, Abu
Dawud, Nasai, dan Ibnu Majah.
"Janganlah kamu duduk-duduk di atas kubur
dan jangan pula salat (menghadap) kepadanya." (HR Muslim, Abu Dawud, Turmuzi,
Nasai, dan Ahmad).
Adapun yang dimaksudkan dengan duduk-duduk di atas
kuburan seperti yang disebutkan dalam hadis-hadis di atas adalah duduk dengan
tujuan meminta berkah, meminta kesembuhan, memohon doa, dan semacamnya. Ini
jelas terlarang. Namun, jika duduk-duduk dengan tidak membaca bacaan atau niat
sebagai suatu peribadatan, tetapi sekadar beristirahat sambil menanti
penyelesaian pemakaman atau pada saat mendengarkan wejangan kepada hadirin,
semua itu diperbolehkan, berdasarkan riwayat Al-Barra' yang mengatakan, "Kami
bersama Rasulullah saw. di suatu pelayatan jenazah sampai ke kuburan hingga
dimaksudkan si mayit ke liang kubur, kemudian beliau duduk, maka duduklah kami
di sekitar beliau." (HR Abu Dawud). Imam Bukhari telah meriwayatkan juga apa
yang menguatkan hal tersebut di atas.
Mengenai beridiri sejenak setelah
pemakaman usai, lalu mendoakan si mayit agar imannya teguh, sangat dianjurkan
oleh Rasulullah seperti dikatakan dalam sabdanya, "Berdoalah kemu kepada Allah
untuk si mayit karena sekarang ia sedang ditanya oleh malaikat."
Membaca
Alquran di atas kuburan ketika melakukan ziarah tidak termasuk syariat yang
diperintahkan. Hadis-hadis yang menyangkut hal itu adalah lemah (dhaif), bahkan
palsu (maudhu'). Hadis-hadis seperti itu antara lain: "Barang siapa berziarah ke
makam orang tuanya atau salah satu darinya pada hari Jumat lalu membaca surah
Yasin di atasnya (kuburnya), ia diampuni dosanya." (HR Ibnu Adi dalam Al-Kamil,
dan Dia lemah). Juga, hadis Thabrani yang diriwayatkan Abdurrahman bin Alaa'
dari Lajjaj dari ayahnya, ia mengatakan, berkata Lajjaj kepadaku, "Wahai anakku,
jika aku mati, kuburlah aku. Jika engkau hendak meletakkanku dalam (ling) kubur,
berucaplah: 'Bismillaah 'alaa millati rasuulillaah' kemudian timbunlah dengan
tanah dan bacalah di atas kepalaku permulaan surah Al-Baqarah dan akhirnya.
Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah bersabda begitu."
Adapun
menyiram kuburan dengan air, hal itu diperbolehkan, berdasarkan riwayat Ibnu
Majah dari Abi Rafi' yang mengatakan, "Rasulullah saw. mengangkat sambil
menurunkan jenazah Saad bin Muadz ke liang kuburnya dan menyiramnya dengan air."
Menurut Ahmad Salim Mahfudz (penerjemah), menurut Sunan Ibnu Majah jilid 1 hlm.
495, sesuai dengan buku Az-Zawaaid bahwa perawi hadis tersebut Mandal bin Ali
lemah (dhaif) sedangkan Muhammad bin Ubaidillah bin Abi Rafi' telah disepakati
atas kelemahannya.
Yang jelas terlarang dan termasuk perbuatan mungkar
adalah mengadakan upacara atau perayaan dan memohon berkah di sekitar kuburan.
Bersabda Rasulullah saw., "Janganlah kamu jadikan kuburku tempat perayaan, dan
janganlah kamu jadikan rumah kamu seperti kuburan, berselawatlah kamu kepadaku
di mana kamu berada, karena sesungguhnya selawatmu sampai kepadaku." (HR Ahmad
dan Abu Dawud).
Telah disinggung, tawasul dan permohonan syafaat kepada
orang-orang mati termasuk hal yang mungkar, karena perbuatan itu bukan berasal
dari Rasulullah saw. dan tidak pula seorang dari khulafaurasyidin maupun dari
salah seorang di antara para imam mujtahidin.
Tawasul dan syafaat itu
tidak pernah dilakukan, baik kepada Nabi saw. maupun kepada lainnya, karena
perbuatan tersebut termasuk mengada-ada dalam agama, dan setiap yang
diada-adakan dalam agama adalah bidah. Bidah adalah tindakan menyesatkan, yang
di akhirat akan diganjar dengan azab neraka. Allah SWT berfirman (yang artinya),
"Janganlah kamu melampui batas dalam agamamu." (4: 171).
Demikian juga
sabda Rasulullah saw., "Barang siapa yang mengada-ada dalam urusan kami yang
bukan dari Islam, maka perbuatannya itu tertolak (tidak diterima)."
Tentang tawasul dan permintaan syafaat sebagai termaksud di atas telah
diriwayatkan dalam banyak hadis dan atsar yang membolehkan hal itu, namun tiada
satu pun yang sah, seperti:
- hadis orang buta yang diriwayatkan As-Sudi
as-Shaghir al-Kadzdzab (pendusta);
- hadis tawasul Adam a.s. kepada Nabi
saw.;
- hadis jika kalian mempunyai hajat, mohonlah kepada Allah dengan
keudukanku;
- hadis: "Allaahumma yaa Allah, aku bermohon kepada-Mu dengan
hak orang-orang yang bermohon kepada-Mu. Semua hadis itu tidak ada satu pun yang
sah. Bila di antaranya terdapat yang sah, maka yang dimaksud pada hakikatnya
adalah tawasul dengan amalan-amalan (yang baik) dan bukan dengan orang-orang
(yang dikultuskan).
Demikian juga mengenai hadis: "Jika kalian memohon
kepada Allah, maka bermohonlah kepada-Nya dengan kedudukanku, karena kedudukanku
di sisi Allah besar." Hadis ini palsu. Para pendusta telah menghubung-hubungkan
atau menisbatkan (fatwa yang membolehkan tawasul) pada Imam Malik, dan ini dusta
belaka.
Maka, barang siapa bertawasul berharap pada rida Allah,
hendaklah dilakukan melalui ketaatan menjalankan perintah-Nya dan perintah
Rasul-Nya, serta menjauhi semua yang dilarang dan menghindarkan diri dari
mengikuti hawa nafsu lewat ibadah yang tidak diizinkan Allah.
Bernazar
dengan menyembelih ternak di atas kuburan, dengan mengaitkannya dengan si mayit
jelas perbuatan syirik dan kufur secara terang-terangan. Hal ini telah menjadi
kesepakatan para imam. Peribadatan serupa ini sekali-kali tidak boleh dilakukan
kecuali untuk Allah.
1. DISYARIATKANNYA ZIARAH KUBUR
Dari Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah SAW
bersabda : " Perbanyaklah kamu mengingat penghacur segala kelezatan, yaitu
kematian". HR. At Tirmidziy dan An Nasa’iy.
Rasulullah SAW bersabda : “Dahulu pernah akan
melarangmu berziarah kubur, maka sekarang ziarahlah. HR.Muslim dari Buraidah Al
Aslamiy.
At Tirmidziy menambahkan dalama riwayatnya : “ Karena ia akan
mengingatkan kematian”. Ibnu Majah menambahkan riwayat dari Ibnu Mas’ud ra :
“Dan akan membuat zuhud di dunia”.
2.
MENDOAKAN AHLI KUBUR DAN MEMINTAKAN
AMPUNAN KEPADA ALLAH
Bahwasannya Rasulullah SAW setelah menguburkan mayit, ia berdiri dan bersabda :
“Mintakan ampunan Allah untuk saudaramu dan mnintakan untuknya tatsbit
(keteguhan) , karena ia sedang ditanya. HR. Abu Dawud.
Dari Sulaiman ibn Buraidah ra dari ayahnya
berkata : “ Rasulullah pernah megajarkan mereka (para sahabat) cara berziarah
kubur, agar mengucapkan : “Keselamatan untuk ahli kubur dari kaum mukminin dan
muslimin. Dan sesungguhnya insya-Allah kami akan menyusulmu. Kami meminta kepada
Allah keselamatan untuk kami dan untuk kamu semua”. HR Muslim.
3.
BACAAN YANG DIUCAPKAN SEWAKTU
ZIARAH KUBUR.
Tujuan utama berziarah kubur adalah mendoakan
orang yang telah mati dan mengingatkan diri sendiri akan kematian. Maka bacaan
yang diucapkansewaktu ziarah kubur adalah doa dan permintaan ampunan untuk orang
yang telah dikubur dan penyadaran diri sendiri bahwa ia akan segera menyusul.
Rasulullah melarang menjadikan
kuburan sebagai masjid/tempat beribadah. Sabda Nabi :
“Semoga Allah mengkutuk kaum Yahudi yang telah menjadikan kuburan para Nabi
sebagai masjid/tempat beribadah.”
4.
ISTI’ANAH (MEMINTA PERTOLONGAN)
KEPADA ORANG YANG DIKUBUR
Meminta
pertolongan kepada sesama makhluk berkaitan dengan
urusan dunia, dan bermanfaat di akherat serta mampu dikerjakan tidak dilarang
dalam agama. Namun jika pertolongan yang diminta itu tidak dimampui kecuali oleh
Allah SWT maka tidak boleh diajukan kecuali kepada Allah (QS. Al Fatuhaf/1: 5)
Sedangkan orang yang mati tidak lagi memiliki kemampuan untuk memberikan bantuan
yang dibutuhkan orang yang masih hidup, atau memberikan sesuatu yang bermanfaat
bagi peminta di alam akherat.
Jika orang yang masih hidup saja tidak dapat
memberikan sesuatu yang diminta itu, maka lebih-lebih untuk orang yang sudah
mati, ia sudah tidak mampu lagi.
Meskipun yang diminta itu adalah para nabi,
syuhada, orang-orang shalih, para wali dsb. Mereka itu adalah tetap makhluk
Allah yang memiliki keterbatasan, tidak mampu menolak marabahaya yang
menimpanya atau mengambil manfaat yang menguntungkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar