KEUTAMAAN BULAN
RAMADHAN
1. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu:
Adalah Rasulullah SAW memberi khabar
gembira kepada para sahabatnya dengan bersabda, "Telah datang kepadamu bulan
Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan kepadamu puasa didalamnya; pada
bulan ini pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para setan
diikat; juga terdapat pada bulan ini malam yang lebih baik daripada seribu
bulan, barangsiapa tidak memperoleh kebaikannya maka dia tidak memperoleh
apa-apa'." (HR. Ahmad dan An-Nasa'i)
2. Dari Ubadah bin AshShamit, bahwa
Rasulullah bersabda:
"Telah datang kepadamu bulan Ramadhan,
bulan keberkahan, AIlah mengunjungimu pada bulan ini dengan menurunkan rahmat,
menghapus dosa-dosa dan mengabulkan do'a. Allah melihat berlomba-lombanya kamu
pada bulan ini dan membanggakanmu kepada para malaikat-Nya, maka tunjukkanlah
kepada Allah hal-hal yang baik dari dirimu. Karena orang yang sengsara ialah
yang tidak mendapatkan rahmat Allah di bulan ini. "
(HR.Ath-Thabrani, dan para periwayatnya
terpercaya).
Al-Mundziri berkata: "Diriwayatkan oleh An-Nasa'i
dan Al-Baihaqi, keduanya dari Abu Qilabah,
dari Abu Hurairah, tetapi setahuku dia
tidak pemah mendengar darinya."
3. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu,
bahwa Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam bersabda:
"Umatku pada bulan Ramadhan diberi lima
keutamaan yang tidak diberikan kepada umat sebelumnya, yaitu: bau mulut orang
yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma kesturi, para malaikat
memohonkan ampunan bagi mereka sampai mereka berbuka, Allah Azza Wa Jalla setiap
hari menghiasi Surga-Nya lalu berfirman (kepada Surga),'Hampir tiba saatnya para
hamba-Ku yang shalih dibebaskan dari beban dan derita serta mereka menuju
kepadamu, 'pada bulan ini para jin yang jahat diikat sehingga mereka tidak bebas
bergerak seperti pada bulan lainnya, dan diberikan kepada ummatku ampunan pada
akhir malam. "Beliau ditanya, 'Wahai Rasulullah apakah malam itu Lailatul Qadar'
Jawab beliau, 'Tidak. Namun ovang yang beramal tentu diberi balasannya jika
menyelesaikan amalnya.' " (HR. Ahmad)'"
Isnad hadits tersebut dha'if, dan di
antara bagiannya ada nash-Nash lain yang
memperkuatnya.
KEUTAMAAN
PUASA
1. Dalil :
Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan
Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi bersabda:
"Setiap amal yang dilakukan anak Adam
adalah untuknya, dan satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipatnya bahkan sampai
tujuh ratus kali lipat. Allah Ta'ala berfirman, 'Kecuali puasa, itu untuk-Ku dan
Aku yang langsung membalasnya. la telah meninggalkan syahwat, makan dan minumnya
karena-Ku.' Orang yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan
ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh,
bau mulut orang berpuasa lebih harum daripada aroma kesturi."
2. Bagaimana ber-taqarrub
(mendekatkan diri) kepada Allah?
Perlu diketahui, bahwa ber-taqarrub kepada
Allah tidak dapat dicapai dengan meninggalkan syahwat ini -yang selain dalam
keadaan berpuasa adalah mubah- kecuali setelah ber-taqarrub kepada-Nya
dengan meninggalkan apa yang diharamkan Allah dalam segala hal, seperti: dusta,
kezhaliman dan pelanggaran terhadap orang lain dalam masalah darah, harta dan
kehormatannya. Untuk itu, Nabi bersabda : "Barangsiapa tidak
meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh dengan
puasanya dari makan dan minum." (HR. Al-Bukhari).
Inti pernyataan ini, bahwa tidak sempurna
ber-taqarrub kepada Allah Ta'ala dengan meninggalkan hal-hal yang
mubah kecuali setelah ber-taqarrub kepada-Nya dengan meninggalkan hal-hal
yang haram.
Dengan demikian, orang yang melakukan hal-hal yang
haram kemudian ber-taqarrub kepada Allah dengan meninggalkan hal-hal yang
mubah, ibaratnya orang yang meninggalkan hal-hal yang wajib dan ber-taqarrub
dengan hal-hal yang sunat.
Jika seseorang dengan makan dan minum berniat agar
kuat badannya dalam shalat malam dan puasa maka ia mendapat pahala karenanya.
Juga jika dengan tidurnya pada malam dan siang hari berniat agar kuat beramal
(bekerja) maka tidurnya itu merupakan ibadah.
Jadi orang yang berpuasa senantiasa dalam keadaan
ibadah pada siang dan malam harinya. Dikabulkan do'anya ketika berpuasa dan
berbuka. Pada siang harinya ia adalah orang yang berpuasa dan sabar, sedang pada
malam harinya ia adalah orang yang memberi makan dan bersyukur.
3. Syarat mendapat pahala puasa
:
Di antara syaratnya, agar berbuka puasa dengan yang
halal. Jika berbuka puasa dengan yang haram maka ia termasuk orang yang menahan
diri dari yang dihalalkan Allah dan memakan apa yang diharamkan Allah, dan tidak
dikabulkan do'anya.
Orang berpuasa yang berjihad :
Perlu diketahui bahwa orang mukmin pada bulan
Ramadhan melakukan dua jihad, yaitu :
-
Jihad untuk dirinya pada siang hari dengan puasa.
-
Jihad pada malam hari dengan shalat malam.
Barangsiapa yang memadukan kedua jihad
ini, memenuhi segala hak-haknya dan bersabar terhadapnya, niscaya diberikan
kepadanya pahala yang tak terhitung. Lihat Lathaa'iful Ma 'arif, oleh
Ibnu Rajab, him. 163,165 dan 183.
KEKHUSUSAN DAN
KEISTIMEWAAN BULAN RAMADHAN
1. Puasa Ramadhan adalah rukun keempat
dalam Islam. Firman Allah Ta'ala :
"Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan asas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertaqwa. "(Al-Baqarah : 183).
Sabda Nabi :
Islam didirikan di atas lima sendi, yaitu: syahadat tiada sembahan yang haq selain Allah dan Muhammad adalah rasul Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi hajike Baitul Haram. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Islam didirikan di atas lima sendi, yaitu: syahadat tiada sembahan yang haq selain Allah dan Muhammad adalah rasul Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi hajike Baitul Haram. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Ibadah puasa merupakan salah satu sarana penting
untuk mencapai takwa, dan salah satu sebab untuk mendapatkan ampunan dosa-dosa,
pelipatgandaan kebaikan, dan pengangkatan derajat. Allah telah menjadikan ibadah
puasa khusus untuk diri-Nya dari amal-amal ibadah lainnya. Firman Allah dalam
hadits yang disampaikan oleh Nabi:
"Puasa itu untuk-Ku dan Aku langsung membalasnya. Orang yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang berpuasa lebih harum dari pada aroma kesturi." (Hadits Muttafaq 'Alaih).
"Puasa itu untuk-Ku dan Aku langsung membalasnya. Orang yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang berpuasa lebih harum dari pada aroma kesturi." (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Dan sabda Nabi :
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Maka untuk memperoleh ampunan dengan puasa
Ramadhan, harus ada dua syarat berikut ini:
-
Mengimani dengan benar akan kewajiban ini.
-
Mengharap pahala karenanya di sisi Allah Ta 'ala.
2. Pada bulan Ramadhan diturunkan Al-Qur'an sebagai
petunjuk bagi umat manusia dan berisi keterangan-keterangan tentang petunjuk dan
pembeda antara yang haq dan yang bathil.
3. Pada bulan ini disunatkan shalat tarawih, yakni
shalat malam pada bulan Ramadhan, untuk mengikuti jejak Nabi, para
sahabat dan Khulafaur Rasyidin. Sabda Nabi
"Barangsiapa mendirikan shalat malam Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
"Barangsiapa mendirikan shalat malam Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
4. Pada bulan ini terdapat Lailatul Qadar
(malam mulia), yaitu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, atau sama
dengan 83 tahun 4 bulan. Malam di mana pintu-pintu langit dibukakan, do'a
dikabulkan, dan segala takdir yang terjadi pada tahun itu ditentukan. Sabda Nabi
:
"Barangsiapa mendirikan shalatpada Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala, dari Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
"Barangsiapa mendirikan shalatpada Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala, dari Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Malam ini terdapat pada sepuluh malam terakhir, dan
diharapkan pada malam-malam ganjil lebih kuat daripada di malam-malam lainnya.
Karena itu, seyogianya seorang muslim yang senantiasa mengharap rahmat Allah dan
takut dari siksa-Nya, memanfaatkan kesempatan pada malam-malam itu dengan
bersungguh-sungguh pada setiap malam dari kesepuluh malam tersebut dengan
shalat, membaca Al-Qur'anul Karim, dzikir, do'a, istighfar dan taubat
yang sebenar-benamya. Semoga Allah menerima amal ibadah kita, mengampuni,
merahmati, dan mengabulkan do'a kita.
5. Pada bulan ini terjadi peristiwa besar yaitu
Perang Badar, yang pada keesokan harinya Allah membedakan antara yang haq dan
yang bathil, sehingga menanglah Islam dan kaum muslimin serta hancurlah syirik
dan kaum musyrikin.
6. Pada bulan suci ini terjadi pembebasan kota
Makkah Al-Mukarramah, dan Allah memenangkan Rasul-Nya, sehingga masuklah manusia
ke dalam agama Allah dengan berbondong-bondong dan Rasulullah menghancurkan
syirik dan paganisme (keberhalaan) yang terdapat di kota Makkah, dan Makkah pun
menjadi negeri Islam.
7. Pada bulan ini pintu-pintu Surga dibuka,
pintu-pintu Neraka ditutup dan para setan diikat.
Betapa banyak berkah dan kebaikan yang terdapat
dalam bulan Ramadhan. Maka kita wajib memanfaatkan kesempatan ini untuk
bertaubat kepada Allah dengan sebenar-benarnya dan beramal shalih, semoga kita
termasuk orang-orang yang diterima amalnya dan beruntung.
Perlu diingat, bahwa ada sebagian orang –semoga
Allah menunjukinya- mungkin berpuasa tetapi tidak shalat, atau hanya shalat pada
bulan Ramadhan saja. Orang seperti ini tidak berguna baginya puasa, haji, maupun
zakat. Karena shalat adalah sendi agama Islam yang ia tidak dapat tegak kecuali
dengannya. Sabda Nabi :
"Jibril datang kepadaku dan berkata, 'Wahai Muhammad, siapa yang menjumpai bulan Ramadhan, namun setelah bulan itu habis dan ia tidak mendapat ampunan, maka jika mati ia masuk Neraka. Semoga Allah menjauhkannya. Katakan: Amin!. Aku pun mengatakan: Amin. " (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya) "' Lihat kitab An Nasha i'hud Diniyyah, him. 37-39.
"Jibril datang kepadaku dan berkata, 'Wahai Muhammad, siapa yang menjumpai bulan Ramadhan, namun setelah bulan itu habis dan ia tidak mendapat ampunan, maka jika mati ia masuk Neraka. Semoga Allah menjauhkannya. Katakan: Amin!. Aku pun mengatakan: Amin. " (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya) "' Lihat kitab An Nasha i'hud Diniyyah, him. 37-39.
Maka seyogianya waktu-waktu pada bulan Ramadhan
dipergunakan untuk berbagai amal kebaikan, seperti shalat, sedekah, membaca
Al-Qur'an, dzikir, do'a dan istighfar. Ramadhan adalah kesempatan untuk
menanam bagi para hamba Ailah, untuk membersihkan hati mereka dari kerusakan.
Juga wajib menjaga anggota badan dari segala dosa,
seperti berkata yang haram, melihat yang haram, mendengar yang haram, minum dan
makan yang haram agar puasanya menjadi bersih dan diterima serta orang yang
berpuasa memperoleh ampunan dan pembebasan dari api Neraka.
Tentang keutamaan Ramadhan,
bersabda:
'"Aku melihat seorang laki-laki dari umatku terengah-engah kehausan, maka datanglah kepadanya puasa bulan Ramadhan lalu memberinya minum sampai kenyang " (HR. At-Tirmidzi, Ad-Dailami dan Ath-Thabarani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir dan hadits ini hasan).
"Shalat lima waktu, shalat Jum'at ke
shalat Jum 'at lainnya, dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya menghapuskan
dosa-dosa yang dilakukan di antaranya jika dosa-dosa besar ditinggalkan.
" (HR.Muslim).
Jadi hal-hal yang fardhu ini dapat menghapuskan
dosa-dosa kecil, dengan syarat dosa-dosa besar ditinggalkan. Dosa-dosa besar,
yaitu perbuatan yang diancam dengan hukuman di dunia dan siksaan di akhirat.
Misalnya: zina, mencuri, minum arak, mencaci kedua orang tua, memutuskan
hubungan kekeluargaan, transaksi dengan riba, mengambil risywah (uang
suap), bersaksi palsu, memutuskan perkara dengan selain hukum Allah.
Seandainya tidak terdapat dalam bulan
Ramadhan keutamaan-keutamaan selain keberadaannya sebagai salah satu fardhu
dalam Islam, dan waktu diturunkannya Al-Qur'anul Karim, serta adanya Lailatul
Qadar -yang merupakan malam yang lebih balk daripada seribu bulan- di
dalamnya, niscaya itu sudah cukup, Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya. Lihat
kitab Kalimaat Mukhtaarah, hlm. 74 - 76.
HUKUM-HUKUM YANG
BERKAITAN DENGAN PUASA RAMADHAN
1. Definisi :
Puasa ialah menahan diri dari makan,
minum dan bersenggama mulai dari terbit fajar yang kedua sampai terbenamnya
matahari. Firman Allah Ta 'ala:
" …….dan makan
minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar.Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam ... "(Al-Baqarah: 187),
2.
Kapan dan bagaimana puasa Ramadhan diwajibkan ?
Puasa Ramadhan wajib dikerjakan setelah terlihatnya
hilal, atau setelah bulan Sya'ban genap 30 hari. Puasa Ramadhan wajib
dilakukan apabila hilal awal bulan Ramadhan disaksikan seorang yang
dipercaya, sedangkan awal bulan-bulan lainnya ditentukan dengan kesaksian dua
orang yang dipercaya.
3.
Siapa yang wajib berpuasa Ramadhan ?
Puasa Ramadhan diwajibkan atas setiap muslim yang
baligh (dewasa), aqil (berakal), dan mampu untuk berpuasa.
4. Syarat wajibnya puasa Ramadhan
?
Adapun syarat-syarat wajibnya puasa Ramadhan ada
empat, yaitu Islam, berakal, dewasa dan mampu.
5. Kapan anak kecil diperintahkan
puasa ?
Para ulama mengatakan Anak kecil disuruh berpuasa
jika kuat, hal ini untuk melatihnya, sebagaimana disuruh shalat pada umur 7
tahun dan dipukul pada umur 10 tahun agar terlatih dan membiasakan diri.
6 Syarat sahnya
puasa.
Syarat-syarat sahnya puasa ada enam :
-
Islam : tidak sah puasa orang kafir sebelum masuk Islam.
-
Akal : tidak sah puasa orang gila sampai kembali berakal.
-
Tamyiz : tidak sah puasa anak
kecil sebelum dapat membedakan (yang balk dengan yang buruk).
-
Tidak haid : tidak sah puasa wanita haid, sebelum berhenti haidnya.
-
Tidak nifas : tidak sah puasa wanita nifas, sebelum suci dari nifas.
-
Niat : dari malam hari untuk setiap hari dalam puasa wajib. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi : "Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya. " (HR.Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa'i dan At-Tirmidzi. Ia adalah hadits mauquf menurut At-Tirmidzi.
Dan hadits ini menunjukkan tidak sahnya puasa
kecuali diiringi dengan niat sejak malam hari, yaitu dengan meniatkan puasa di
salah satu bagian malam.
SUNNAH-SUNNAH PUASA
Sunah puasa ada enam :
-
Mengakhirkan sahur sampai akhir waktu malam, selama tidak dikhawatirkan
terbit fajar.
-
Segera berbuka puasa bila benar-benar matahari terbenam.
-
Memperbanyak amal kebaikan, terutama menjaga shalat lima waktu pada waktunya
dengan berjamaah, menunaikan zakat harta benda kepada orang-orang yang berhak,
memperbanyak shalat sunat, sedekah, membaca Al-Qur'an dan amal kebajikan
lainnya.
-
Jika dicaci maki, supaya mengatakan: "Saya berpuasa," dan jangan membalas
mengejek orang yang mengejeknya, memaki orang yang memakinya, membalas kejahatan
orang yang berbuat jahat kepadanya; tetapi membalas itu semua dengan kebaikan
agar mendapatkan pahala dan terhindar dari dosa.
-
Berdo'a ketika berbuka sesuai dengan yang diinginkan. Seperti membaca do'a
:
"Ya Allah hanya untuk-Mu aku beupuasa, dengan rizki anugerah-Mu aku berbuka. Mahasuci Engkau dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah, terimalah amalku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui "
-
Berbuka dengan kurma segar, jika tidak punya maka dengan kurma kering, dan jika tidak punya cukup dengan air.
HUKUM ORANG
YANG TIDAK BERPUASA RAMADHAN
Diperbolehkan tidak puasa pada bulan Ramadhan bagi
empat golongan :
-
Orang sakit yang berbahaya baginya jika berpuasa dan orang bepergian yang boleh baginya mengqashar shalat. Tidak puasa bagi mereka berdua adalah afdhal, tapi wajib menggadhanya. Namun jika mereka berpuasa maka puasa mereka sah (mendapat pahala). Firman Allah Ta'ala:" …..Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain... " (Al-Baqarah:184).
Maksudnya, jika orang sakit dan orang yang bepergian tidak berpuasa maka wajib mengqadha (menggantinya) sejumlah hari yang ditinggalkan itu pada hari lain setelah bulan Ramadhan. -
Wanita haid dan wanita nifas: mereka tidak berpuasa dan wajib mengqadha. Jika berpuasa tidak sah puasanya. Aisyah radhiallahu 'anha berkata :
"Jika kami mengalami haid, maka diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan menggadha shalat. " (Hadits Muttafaq 'Alaih). -
Wanita hamil dan wanita menyusui, jika khawatir atas kesehatan anaknya boleh bagi mereka tidak berpuasa dan harus meng-qadha serta memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan. Jika mereka berpuasa maka sah puasanya. Adapun jika khawatir atas kesehatan diri mereka sendiri, maka mereka boleh tidak puasa dan harus meng-qadha saja. Demikian dikatakan Ibnu Abbas sebagaimana diriwayatkan o!eh Abu Dawud. '7, Lihat kitab Ar Raudhul Murbi', 1/124.
-
Orang yang tidak kuat berpuasa karena tua atau sakit yang tidak ada harapan sembuh. Boleh baginya tidak berpuasa dan memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Demikian kata Ibnu Abbas menurut riwayat Al-Bukhari. Lihat kitab Tafsir Ibnu Kalsir, 1/215.
Sedangkan jumlah makanan yang diberikan yaitu satu mud (genggam tangan) gandum, atau satu sha' (+ 3 kg) dari bahan makanan lainnya. Lihat kitab 'Lrmdatul Fiqh, oleh Ibnu Qudamah, hlm. 28.
Hukum jima'pada
siang hari bulan Ramadhan.
Diharamkan melakukan jima' (bersenggama)
pada siang hari bulan Ramadhan. Dan siapa yang melanggarnya harus meng-qadha
dan membayar kaffarah mughallazhah (denda berat) yaitu membebaskan
hamba sahaya. Jika tidak mendapatkan, maka berpuasa selama dua bulan
berturut-turut; jika tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin; dan jika
tidak punya maka bebaslah ia dari kafarah itu. Firman Allah
Ta'ala."Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya..." (Al-Baqarah: 285). Lihat kitab
Majalisu Syahri Ramadhan, hlm. 102 - 108.
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
-
Makan dan minum dengan sengaja. Jika dilakukan karena lupa maka tidak batal puasanya.
-
Jima' (bersenggama).
-
Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah bagi orang yang berpuasa.
-
Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani karena mimpi tidak membatalkan puasa karena keluamya tanpa sengaja.
-
Keluamya darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati darah haid, atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore hari sebelum terbenam matahari.
-
Sengaja muntah, dengan mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam .
Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha, sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha. " (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).
Dalam lafazh lain disebutkan : "Barangsiapa muntah tanpa disengaja, maka ia tidak (wajib) mengganti puasanya)." DiriwayatRan oleh Al-Harbi dalamGharibul Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara maudu' dan dishahihRan oleh AI-Albani dalam silsilatul Alhadits Ash-Shahihah No. 923. -
Murtad dari Islam -semoga Allah melindungi kita darinya. Perbuatan ini menghapuskan segala amal kebaikan. Firman Allah Ta'ala: Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. "(Al-An'aam: 88).
Tidak batal puasa orang yang melakukan sesuatu yang
membatalkan puasa karena tidak tahu, lupa atau dipaksa. Demikian pula jika
tenggorokannya kemasukan debu, lalat, atau air tanpa disengaja.
Jika wanita nifas telah suci sebelum sempurna empat puluh hari, maka hendaknya ia mandi, shalat dan berpuasa.
Jika wanita nifas telah suci sebelum sempurna empat puluh hari, maka hendaknya ia mandi, shalat dan berpuasa.
Kewajiban orang yang berpuasa
:
Orang yang berpuasa, juga lainnya, wajib menjauhkan
diri dari perbuatan dusta, ghibah (menyebutkan kejelekan orang lain),
namimah (mengadu domba), laknat mendo'akan orang dijauhkan dari
rahmat Allah) dan mencaci-maki. Hendaklah ia menjaga telinga, mata, lidah dan
perutnya dari perkataan yang haram, penglihatan yang haram, pendengaran yang
haram, makan dan minum yang haram.
Puasa yang disunatkan
:
Disunatkan puasa 6 hari pada bulan Syawwal, 3 hari
pada setiap bulan (yang afdhal yaitu tanggal 13, 14 dan 15; disebut
shaumul biidh), hari Senin dan Kamis, 9 hari pertama bulan Dzul Hijjah
(lebih ditekankan tanggal 9, yaitu hari Arafah), hari 'Asyura (tanggal 10
Muharram) ditambah sehari sebelum atau sesudahnya untuk mengikuti jejak Nabi dan
para sahabatnya yang mulia serta menyelisihi kaum Yahudi.
PESAN DAN NASEHAT
Manfaatkan dan pergunakan masa hidup Anda,
kesehatan dan masa muda Anda dengan amal kebaikan sebelum maut datang menj
emput. Bertaubatlah kepada Allah dengan sebenar-benar taubat dalam setiap waktu
dari segala dosa dan perbuatan terlarang. Jagalah fardhu-fardhu Allah dan
perintah-perintah-Nya serta jauhilah apa-apa yang diharamkan dan dilarang-Nya,
baik pada bulan Ramadhan maupun pada bulan lainnya.
Jangan sampai Anda menunda-nunda taubat, lain Anda
pun mati dalam keadaan maksiat sebelum sempat bertaubat, karena Anda tidak tahu
apakah Anda dapat menjumpai lagi bulan Ramadhan mendatang atau tidak?
Bersungguh-sungguhlah dalam mengurus keluarga,
anak-anak dan siapa saja yang menjadi tanggung jawab Anda agar mereka taat
kepada Allah dan menjauhkan diri dari maksiat kepada-Nya. Jadilah suri tauladan
yang baik bagi mereka dalam segala bidang, karena Andalah pemimpin mereka dan
bertanggung jawab atas mereka di hadapan Allah Ta'ala. Bersihkan rumah
Anda dari segala bentuk kemungkaran yang menjadi penghalang untuk berdzikir dan
shalat kepada Allah.
Sibukkan diri dan keluarga Anda dalam hal yang
bermanfaat bagi Anda dan mereka. Dan ingatkan mereka agar menjauhkan diri dari
hal yang membahayakan mereka dalam agama, dunia dan akhirat mereka.
Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya
kepada kita semua untuk amal yang dicintai dan diridhai-Nya. Shalawat dan salam
semoga juga dilimpahkan Allah kepada Nabi kita Muhammad, segenap keluarga dan
para sahabatnya.
QIYAM
RAMADHAN
1.Dalilnya :
1. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih)
"Barangsiapa mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih)
2. Dari Abdurrahman bin Auf radhiallahu 'anhu
bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebut bulan Ramadhan
seraya bersabda :
"Sungguh, Ramadhan adalah bulan yang diwajibkan Allah puasanya dan kusunatkan shalat malamnya. Maka barangsiapa menjalankan puasa dan shalat malam pada bulan itu karena iman dan mengharap pahala, niscaya bebas dari dosa-dosa seperti saat ketika dilahirkan ibunya." (HR. An-Nasa'i, katanya: yang benar adalah dari Abu Hurairah)," Menurut Al Arna'uth dalam "Jaami'ul Ushuul", juz 6, hlm. 441, hadits ini hasan dengan adanya nash-nash lain yang memperkuatnya.
"Sungguh, Ramadhan adalah bulan yang diwajibkan Allah puasanya dan kusunatkan shalat malamnya. Maka barangsiapa menjalankan puasa dan shalat malam pada bulan itu karena iman dan mengharap pahala, niscaya bebas dari dosa-dosa seperti saat ketika dilahirkan ibunya." (HR. An-Nasa'i, katanya: yang benar adalah dari Abu Hurairah)," Menurut Al Arna'uth dalam "Jaami'ul Ushuul", juz 6, hlm. 441, hadits ini hasan dengan adanya nash-nash lain yang memperkuatnya.
2. Hukumnya:
Qiyam Ramadhan (shalat malam Ramadhan) hukumnya sunnah mu 'akkadah (ditekankan), dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan beliau anjurkan serta sarankan kepada kaum Muslimin. Juga diamalkan oleh Khulafa' Rasyidin dan para sahabat dan tabi'in. Karena itu, seyogianya seorang muslim senantiasa mengerjakan shalat tarawih pada bulan Ramadhan dan shalat malam pada sepuluh malam terakhir, untuk mendapatkan Lailatul Qadar
3, Keutamaannya:
Qiyamul lail (shalat malam) disyariatkan pada setiap malam sepanjang tahun. Keutamaannya besar dan pahalanya banyak.
Firman Allah Ta'ala :
"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya ''( Maksudnya mereka tidak tidur di waktu biasanya orang tidur, untuk mengejakan shalat malam) , sedang mereka berdo'a kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebahagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. "(AsSajdah: 16).
"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya ''( Maksudnya mereka tidak tidur di waktu biasanya orang tidur, untuk mengejakan shalat malam) , sedang mereka berdo'a kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebahagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. "(AsSajdah: 16).
Ini merupakan sanjungan dan pujian dari Allah bagi
orang-orang yang mendirikan shalat tahajjud di malam hari. Dan sanjungan Allah
kepada kaum lainnya dengan firman-Nya :
"Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka momohon ampun (kepada Allah) . " (Adz-Dzaariyaat: 17-18).
"Dan orang-orangyang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka." (Al-Furqaan: 64).
"Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka momohon ampun (kepada Allah) . " (Adz-Dzaariyaat: 17-18).
"Dan orang-orangyang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka." (Al-Furqaan: 64).
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi(dengan
mengatakan: Hadits ini hasan shahih dan hadist ini dinyatakan shahih oleh
Al-Hakim) dari Abdullah bin Salam, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda :
Wahai sekalian manusia, sebarkan salam, berilah orang miskin makan, sambungkan tali kekeluargaan dan shalatlah pada waktu malam ketika semua manusia tidur, niscaya kalian masuk Surga dengan selamat. "
Wahai sekalian manusia, sebarkan salam, berilah orang miskin makan, sambungkan tali kekeluargaan dan shalatlah pada waktu malam ketika semua manusia tidur, niscaya kalian masuk Surga dengan selamat. "
Juga diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Bilal,
bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Hendaklah kamu mendirikan shalat malam karena itu tradisi orang-orang shalih sebelummu. Sungguh, shalat malam mendekatkan dirimu kepada Tuhanmu, menghapuskan kesalahan, menjaga diri dari dosa dan mengusirpenyakit dari tubuh" (Hadits ini dinyatakan shahih oleh Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menyetujuinya, 1/308),
"Hendaklah kamu mendirikan shalat malam karena itu tradisi orang-orang shalih sebelummu. Sungguh, shalat malam mendekatkan dirimu kepada Tuhanmu, menghapuskan kesalahan, menjaga diri dari dosa dan mengusirpenyakit dari tubuh" (Hadits ini dinyatakan shahih oleh Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menyetujuinya, 1/308),
Dalam hadits kaffarah dan derajat, Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Dan termasuk derajat: memberi makan, berkata baik, dan mendirikan shalat malam ketika orang-orang tidur': dinyatakan shahih oleh Al-Bukhari dan At-Tirmidzi)" Lihat kitab Wazhaa'ifu Ramadhan, oleh Ibnu Qaasim, hlm. 42, 43.
"Dan termasuk derajat: memberi makan, berkata baik, dan mendirikan shalat malam ketika orang-orang tidur': dinyatakan shahih oleh Al-Bukhari dan At-Tirmidzi)" Lihat kitab Wazhaa'ifu Ramadhan, oleh Ibnu Qaasim, hlm. 42, 43.
Dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasalllam
:
"Sebaik-baik shalat setelah fardhu adalah shalat malam. " (HR. Muslim).
"Sebaik-baik shalat setelah fardhu adalah shalat malam. " (HR. Muslim).
4, Bilangannya :
Termasuk shalat malam: witir, paling sedikit satu raka'at dan paling banyak 11 raka'at. Boleh melakukan witir dengan satu raka'at saja, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :
"Barangsiapa yang ingin melakukan witir dengan satu raka'at maka lakukanlah. " HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i.
Atau witir dengan tiga raka'at, berdasarkan sabda
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :
"Barangsiapa yang ingin melakukan witir dengan tiga raka 'at maka lakukanlah. " (HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i)·
"Barangsiapa yang ingin melakukan witir dengan tiga raka 'at maka lakukanlah. " (HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i)·
Hal ini boleh dilakukan dengan sekali salam, atau
shalat dua raka'at dan salam kemudian shalat raka'at ketiga.
Atau witir dengan lima raka'at, diiakukan tanpa
duduk dan tidak salam kecuali pada akhir raka'at.
Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
"Barangsiapa ingin melakukan witir dengan lima raka'at maka lakukanlah. "(HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i).
Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
"Barangsiapa ingin melakukan witir dengan lima raka'at maka lakukanlah. "(HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i).
Dari Aisyah radhiallahu 'anha, beliau
mengatakan:
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasanya shalat malam tiga belas raka'at, termasuk di dalamnya witir dengan lima raka 'at tanpa duduk di salah satu raka 'atpun kecuali pada raka'at terakhir. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasanya shalat malam tiga belas raka'at, termasuk di dalamnya witir dengan lima raka 'at tanpa duduk di salah satu raka 'atpun kecuali pada raka'at terakhir. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Ketiga hadits tersebut dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban.
Atau witir dengan tujuh raka'at; dilakukan
sebagaimana lima raka'at. Berdasarkan penuturan Ummu Salamah radhiallahu 'anha
:
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasanya melakukan witir dengan tujuh dan lima raka 'at tanpa diselingi dengan salam dan ucapan. "(HR, Ahmad, An-Nasa'i dan Ibnu Majah).
Boleh juga melakukan witir dengan sembilan, sebelas, atau tiga belas raka'at. Dan yang afdhal adalah salam setiap dua rakaat kemudian witir dengan satu raka'at.
Shalat malam pada bulan Ramadhan memiliki keutamaan dan keistimewaan atas shalat malam lainnya.
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasanya melakukan witir dengan tujuh dan lima raka 'at tanpa diselingi dengan salam dan ucapan. "(HR, Ahmad, An-Nasa'i dan Ibnu Majah).
Boleh juga melakukan witir dengan sembilan, sebelas, atau tiga belas raka'at. Dan yang afdhal adalah salam setiap dua rakaat kemudian witir dengan satu raka'at.
Shalat malam pada bulan Ramadhan memiliki keutamaan dan keistimewaan atas shalat malam lainnya.
5. Waktunya :
Shalat malam Ramnahaan mencakup shalat pada permulaan malam dan pada akhir malam.
6. Shalat
Tarawih:
Shalat tarawih terrnasuk qiyam Ramadhan. Karena itu, hendaklah bersungguh-sungguh dan memperhatikannya serta mengharapkan pahala dan balasannya dari Allah. Malam Ramadhan adalah kesempatan yang terbatas bilangannya dan orang mu'min yang berakal akan memanfaatkannya dengan baik tanpa terlewatkan.
Jangan sampai ditinggalkan shalat tarawih, agar
memperoleh pahala dan ganjarannya. Dan jangan pulang dari shalat tarawih sebelum
imam selesai darinya dan dari shalat witir, agar mendapatkan pahala shalat
semalam suntuk. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
:
"Barangsiapa mendirikan shalat malam bersama imam sehingga selesai, dicatat baginya shalat semalam suntuk. " (HR. Para penulis kitab Sunan,dengan sanad shahih) Lihat kitab Majalisu Syahri Ramndhan, oleh Syaikh Ibnu Utsaimin, him. 26-30.
"Barangsiapa mendirikan shalat malam bersama imam sehingga selesai, dicatat baginya shalat semalam suntuk. " (HR. Para penulis kitab Sunan,dengan sanad shahih) Lihat kitab Majalisu Syahri Ramndhan, oleh Syaikh Ibnu Utsaimin, him. 26-30.
Shalat tarawih adalah sunat, dilakukan dengan
berjama'ah lebih utama. Demikian yang masyhur dilakukan para sahabat, dan
diwarisi oleh umat ini dari mereka generasi demi generasi. Shalat ini tidak ada
batasannya. Boleh melakukan shalat 20 raka'at, 36 raka'at, 11 raka'at, atau 13
raka'at; semuanya baik. Banyak atau sedikitnya raka'at tergantung pada panjang
atau pendeknya bacaan ayat. Dalam shalat diminta supaya khusyu', bertuma'ninah,
dihayati dan membaca dengan pelan; dan itu tidak bisa dengan cepat dan
tergesa-gesa. Dan sepertinya lebih baik apabila shalat tersebut hanya dilakukan
11 raka'at.(Yaitu berdasarkan hadits Aisyah radiallahu'anha yang artinya : " Tiadalah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam menambah (rakaat),
baik di bulan Ramadhan atau (di bulan) lainya lebih dari sebelas rakaat".
(HR. Al-Bukhari dan An-Nasa'i)
MEMBACA AL-QUR'ANUL KARIM DI BULAN
RAMADHAN DAN LAINNYA
Segala puji bagi Allah, yang telah menurunkan
kepada hamba-Nya kitab Al-Qur'an sebagai penjelasan atas segala sesuatu,
petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang muslim. Semoga shalawat dan
salam senantiasa tercurah kepada hamba dan rasul-Nya Muhammad, yang diutus Allah
sebagai rahmat bagi alam semesta.
Adalah ditekankan bagi seorang muslim yang
mengharap rahmat Allah dan takut akan siksa-Nya untuk memperbanyak membaca
Al-Qur'anul Karim pada bulan Ramadhan dan buian-bulan lainnya untuk mendekatkan
diri kepada Allah Ta'ala, mengharap ridha-Nya, memperoleh keutamaan dan
pahala-Nya. Karena Al-Qur'anul Karim adalah sebaik-baik kitab, yang diturunkan
kepada Rasul termulia, untuk umat terbaik yang pernah dilahirkan kepada umat
manusia; dengan syari'at yang paling utama, paling mudah, paling luhur dan
paling sempurna.
Al-Qur'an diturunkan untuk dibaca oleh setiap orang
muslim, direnungkan dan dipahami makna, perintah dan larangannya, kemudian
diamalkan. Sehingga ia akan menjadi hujjah baginya di hadapan Tuhannya dan
pemberi syafa'at baginya pada hari Kiamat.
Allah telah menjamin bagi siapa yang membaca
Al-Qur'an dan mengamalkan isi kandungannya tidak akan tersesat di dunia dan
tidak celaka di akhirat, dengan firmanNya " Maka barangsiapa
yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. "
(Thaha:123),
Janganlah seorang muslim memalingkan
diri dari membaca kitab Allah, merenungkan dan mengamalkan isi kandungannya.
Allah telah mengancam orang-orang yang memalingkan diri darinya dengan
firman-Nya :
"Barangsiapa berpaling dari Al-Qur'an maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari Kiamat. " (Thaha : 100),
"Barangsiapa berpaling dari Al-Qur'an maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari Kiamat. " (Thaha : 100),
"Dan barangsiapa berpaling dari
peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan
menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. "
(Thaha: 124),
Di antara keutamaan Al-Qur'an
:
1. Firman Allah Ta 'ala :
"Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. " (An-Nahl: 89),
"Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. " (An-Nahl: 89),
2. Firman Allah Ta'ala .
.. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. " (Al-Ma'idah: 15-16).
.. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. " (Al-Ma'idah: 15-16).
3. Firman Allah Ta 'ala :
"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi ouang-orang yang beriman. " (Yunus: 57).
"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi ouang-orang yang beriman. " (Yunus: 57).
4. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
:
"Bacalah Al-Qur'an, karena ia akan datang pada hari Kiamat sebagai pemberi syafa 'at bagi pembacanya. " (HR. Muslim dari Abu Umamah).
"Bacalah Al-Qur'an, karena ia akan datang pada hari Kiamat sebagai pemberi syafa 'at bagi pembacanya. " (HR. Muslim dari Abu Umamah).
5. Dari An-Nawwas bin Sam'an radhiallahu
'anhu, katanya : Aku mendengar Rasul shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
:
"Didatangkan pada hari KiamatAl-Qur'an dan para pembacanya yang mereka itu dahulu mengamalkannya di dunia, dengan didahului oleh surat Al Baqarah dan Ali Imran yang membela pembaca kedua surat ini. " (HR, Muslim).
"Didatangkan pada hari KiamatAl-Qur'an dan para pembacanya yang mereka itu dahulu mengamalkannya di dunia, dengan didahului oleh surat Al Baqarah dan Ali Imran yang membela pembaca kedua surat ini. " (HR, Muslim).
6. Dari Utsman bin Affan radhiallahu
'anhu, katanya: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya. " (HR. Al-Bukhar)
"Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya. " (HR. Al-Bukhar)
7. Dari Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu, katanya :
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf; tetapi alif satu huruf; lam satu huruf dan mim satu huruf. " (HR. At-Tirmidzi, katanya: hadits hasan shahih).
"Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf; tetapi alif satu huruf; lam satu huruf dan mim satu huruf. " (HR. At-Tirmidzi, katanya: hadits hasan shahih).
8. Dari Abdullah bin Amr bin Al 'Ash radhiallahu
'anhuma, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Dikatakan kepada pembaca Al-Qur'an: "Bacalah, naiklah dan bacalah dengan pelan sebagaimana yang telah kama lakukan di dunia, karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang kamu baca. "(HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi dengan mengatakan: hadits hasan shahih).
"Dikatakan kepada pembaca Al-Qur'an: "Bacalah, naiklah dan bacalah dengan pelan sebagaimana yang telah kama lakukan di dunia, karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang kamu baca. "(HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi dengan mengatakan: hadits hasan shahih).
9. Dari Aisyah radhiallahu 'anhu,
katanya : Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Orang yang membaca Al-Qur'an dengan mahir adalah bersama para malaikat yang mulia lagi taat, sedangkan orang yang membaca Al-Quran dengan tergagap dan susah membacanya baginya dua pahala. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Dua pahala, yakni pahala membaca dan pahala susah payahnya.
"Orang yang membaca Al-Qur'an dengan mahir adalah bersama para malaikat yang mulia lagi taat, sedangkan orang yang membaca Al-Quran dengan tergagap dan susah membacanya baginya dua pahala. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Dua pahala, yakni pahala membaca dan pahala susah payahnya.
10. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Tidak boleh hasut kecuali dalam dua perkaua, yaitu: orang yang dikaruniai Allah Al-Qur'an lalu diamalkannya pada waktu malam dan siang, dan orang yang dikaruniai Allah harta lalu diinfakkannya pada waktu malam dan siang "(Hadits Muttafaq 'Alaih).
Yang dimaksud hasut di sini yaitu mengharapkan seperti apa yang dimiliki orang lain. ( Lihat kitab Riyadhus Shaalihiin, hlm. 467-469.
"Tidak boleh hasut kecuali dalam dua perkaua, yaitu: orang yang dikaruniai Allah Al-Qur'an lalu diamalkannya pada waktu malam dan siang, dan orang yang dikaruniai Allah harta lalu diinfakkannya pada waktu malam dan siang "(Hadits Muttafaq 'Alaih).
Yang dimaksud hasut di sini yaitu mengharapkan seperti apa yang dimiliki orang lain. ( Lihat kitab Riyadhus Shaalihiin, hlm. 467-469.
Maka bersungguh-sungguhlah -semoga Allah menunjuki
Anda kepada jalan yang diridhaiNya untuk mempelajari Al-Qur'anul Karim dan
membacanya dengan niat yang ikhlas untuk Allah Ta'ala. Bersungguh-sungguhlah
untuk mempelajari maknanya dan mengamalkannya, agar mendapatkan apa yang
dijanjikan Allah bagi para ahli Al-Qur'an berupa keutamaan yang besar, pahala
yang banyak, derajat yang tinggi dan kenikmatan yang abadi. Para sahabat
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dahulu jika mempelajari sepuluh ayat
dari Al-Qur'an, mereka tidak melaluinya tanpa mempelajari makna dan cara
pengamalannya.
Dan perlu Anda ketahui, bahwa membaca Al-Qur'an
yang berguna bagi pembacanya, yaitu membaca disertai merenungkan dan memahami
maknanya, perintah-perintahnya dan larangan-larangannya. Jika ia menjumpai ayat
yang memerintahkan sesuatu maka ia pun mematuhi dan menjalankannya, atau
menjumpai ayat yang melarang sesuatu maka iapun meninggalkan dan menjauhinya.
Jika ia menjumpai ayat rahmat, ia memohon dan mengharap kepada Allah rahmat-Nya;
atau menjumpai ayat adzab, ia berlindung kepada
Allah dan takut akan siksa-Nya. Al-Qur'an itu
menjadi hujjah bagi orang yang merenungkan dan mengamalkannya; sedangkan yang
tidak mengamalkan dan memanfaatkannya maka Al-Qur'an itu menjadi hujjah terhadap
dirinya (mencelakainya).
Firman Allah Ta 'ala :
"lni adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya orang-orang yang mempunyai pikiran mendapatkan pelajaran." (Shad: 29).
"lni adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya orang-orang yang mempunyai pikiran mendapatkan pelajaran." (Shad: 29).
Bulan Ramadhan memiliki kekhususan dengan
Al-Qura'nul Karim, sebagaimana firman Allah :
"Bulan Ramadhan, yang di dalamnya diturunkan permulaan Al-Qur'an ... "(Al-Baqarah: 185).
"Bulan Ramadhan, yang di dalamnya diturunkan permulaan Al-Qur'an ... "(Al-Baqarah: 185).
Dan dalam hadits shahih dari Ibnu Abbas, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bertemu dengan Jibril pada bulan Ramadhan setiap
malam untuk membacakan kepadanya Al-Qur'anul Karim.
Hal itu menunjukkan dianjurkannya mempelajari
Al-Qur'an pada bulan Ramadhan dan berkumpul untuk itu, juga membacakan Al-Qur'an
kepada orang yang lebih hafal. Dan juga menunjukkan dianjurkannya memperbanyak
bacaan Al-Qur'an pada bulan Ramadhan.
Tentang keutamaan berkumpul di masjid-masjid untuk
mempelajari Al-Qur'anul Karim, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
:
"Tidaklah berkumpul suatu kaum di salah satu rumah Allah seraya membaca kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka, kecuali turunlah ketenangan atas mereka, serta mereka diliputi rahmat, dikerumuni para malaikat dan disebut-sebut oleh Allah kepada para malaikat di hadapan-Nya. " (HR. Muslim).
"Tidaklah berkumpul suatu kaum di salah satu rumah Allah seraya membaca kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka, kecuali turunlah ketenangan atas mereka, serta mereka diliputi rahmat, dikerumuni para malaikat dan disebut-sebut oleh Allah kepada para malaikat di hadapan-Nya. " (HR. Muslim).
Ada dua cara untuk mempelajari Al-Qur'anul Karim:
1. Membaca ayat yang dibaca sahabat Anda.
2. Membaca ayat sesudahnya. Namun cara pertama lebih baik.
2. Membaca ayat sesudahnya. Namun cara pertama lebih baik.
Dalam hadits Ibnu Abbas di atas
disebutkan pula mudarasah antara Nabi dan Jibril terjadi pada malam hari. Ini
menunjukkan dianjurkannya banyak-banyak membaca Al-Qur'an di bulan Ramadhan pada
malam hari, karena malam merupakan waktu berhentinya segala kesibukan, kembali
terkumpulnya semangat dan bertemunya hati dan lisan untuk merenungkan. Seperti
dinyatakan dalam firman Allah :
"Sesungguhnya bangun di waktu malam
adalah lebih tepat (untuk khusyu '), dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.
"(Al-Muzzammil: 6).
Disunatkan membaca Al-Qur'an dalam kondisi
sesempurna mungkin, yakni dengan bersuci, menghadap kiblat, mencari waktu-waktu
yang paling utama seperti malam, setelah maghrib dan setelah fajar.
Boleh membaca sambil berdiri, duduk, tidur,
berjalan dan menaiki kendaraan. Berdasarkan firman Allah :
"(Yaitu) orang-orang yang dzikir kedada Allah sambil berdiri, atau duduk, atau dalam keadaan berbaring... "(A1'Imran: 191).
"(Yaitu) orang-orang yang dzikir kedada Allah sambil berdiri, atau duduk, atau dalam keadaan berbaring... "(A1'Imran: 191).
Sedangkan Al-Qur'anul Karim merupakan dzikir yang
paling agung.
KADAR BACAAN YANG DISUNATKAN
Disunatkan mengkhatamkan Al-Qur'an setiap minggu,
dengan setiap hari' membaca sepertujuh dari Al-Qur'an dengan melihat mushaf,
karena melihat mushaf merupakan ibadah. Juga mengkhatamkannya kurang dari
seminggu pada waktu-waktu yang mulia dan di tempat-tempat yang mulia, seperti:
Ramadhan, Dua Tanah Suci dan sepuluh hari Dzul Hijjah karena memanfaatkan waktu
dan tempat. Jika membaca Al-Qur'an khatam dalam setiap tiga hari pun baik,
berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Abdullah bin Amr :
"Bacalah Al-Qur'an itu dalam setiap tiga hari "(
Lihat kitab Fadhaa'ilul qur'an, oleh Ibnu Katsir, him. 169-172 dan Haasyiatu
Muqaddimatit Tafsiir, oleh Ibnu Qaasim, hlm. 107.)
Dan makruh menunda khatam Al-Qur'an lebih dari
empat puluh hari, bila hal tersebut dikhawatirkan membuatnya lupa. Imam Ahmad
berkata : "Betapa berat beban Al-Qur'an itu bagi orang yang menghafalnya
kemudian melupakannya."
Dilarang bagi yang berhadats kecil maupun besar
menyentuh mushaf, dasarnya firman Allah Ta 'ala :
"Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. "(Al-Waqi'ah: 79).
"Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. "(Al-Waqi'ah: 79).
Dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wassallam
:
"Tidak dibenarkan menyentuh Al-Qur'an ini kecuali orang yang suci. " (HR. Malik dalam Al-Muwaththa,Ad-Daruquthni dan lainnya)" (Hai ini diperkuat hadits Hakim bin Hizam yang lafazhnya: "Jangan menyentuh Al-qur'an kecuali jika kamu suci." (HR. Ath-Thabrani dan Al-Hakim dengan menyatakannya shahih).
"Tidak dibenarkan menyentuh Al-Qur'an ini kecuali orang yang suci. " (HR. Malik dalam Al-Muwaththa,Ad-Daruquthni dan lainnya)" (Hai ini diperkuat hadits Hakim bin Hizam yang lafazhnya: "Jangan menyentuh Al-qur'an kecuali jika kamu suci." (HR. Ath-Thabrani dan Al-Hakim dengan menyatakannya shahih).
AL-QUR'ANUL KARIM SYARI'AT
SEMPURNA
Asy-Syathibi dalam kitab Al-Muwaafaqaat mengatakan
: "Sudah menjadi kesepakatan bahwa kitab yang mulia ini adalah syari'at yang
sempurna, sendi agama, sumber hikmah, bukti kerasulan, cahaya penglihatan dan
hujjah. Tiada jalan menuju Allah selainnya, tiada keselamatan kecuali dengannya
dan tidak ada yang dapat dijadikan pegangan sesuatu yang menyelisihinya. Kalau
demikian halnya, mau tidak mau bagi siapa yang hendak mengetahui keuniversalan
syariat, berkeinginan mengenal tujuan-tujuannya serta mengikuti jejak para
ahlinya harus menjadikannya sebagai kawan bercakap dan teman duduknya sepanjang
siang dan malam dalam teori dan praktek; maka dekat waktunya ia mencapai tujuan
dan menggapai cita-cita serta mendapati dirinya termasuk orang-orang pendahulu,
dan dalam rombongan pertama jika ia mampu. Dan tidaklah mampu atas hal itu
kecuali orang yang senantiasa menggunakan apa yang dapat membantunya, yaitu
sunnah yang menjelaskan kitab ini. Selainnya, adalah ucapan para imam terkemuka
dan salaf pendahulu yang dapat membimbingnya dalam tujuan yang mulia ini." (
Lihat AI Muwafaqaat, oleh Asy-Syathibi, 31224.)
HUKUM MELAGUKAN AL-QUR'AN
Pembaca dan pendengar Al-Qur'an yang hatinya
disibukkan dengan lagu dan sejenisnya -yang dapat mengakibatkan perubahan firman
Allah, padahal kita diperintahkan untuk memperhatikannya sebenamya menghalangi
hatinya dari apa yang dikehendaki Allah dalam kitab-Nya, memutuskannya dari
pemahaman firman-Nya. Mahasuci firman Allah dari hal itu semua. Imam Ahmad
melarang talhin dalam membaca Al-Qur'an, yaitu yang menyerupai lagu, beliau
berkata : "Itu bid'ah.
Ibnu Katsir rahimahullah dalam Fadhaa 'ilul Qur'an
mengatakan: "Sasaran yang diminta menurut syara' tiada lain yaitu memperindah
suara yang dapat mendorong untuk merenungkan dan memahami Al-Qur'an yang mulia
dengan khusyu', tunduk, dan patuh penuh ketaatan. Adapun suara-suara dengan lagu
yang diada-adakan yang terdiri atas nada dan irama yang melalaikan, serta aturan
musikal, maka Al-Qur'an adalah suci; dari hal ini dan tak layak jika dalam
membacanya diperlakukan demikian." (Lihat kitab Fadhaa'ilul qur'an, oleh Ibnu
Katsir, him. 125-126.)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:
"Irama-irama yang dilarang para ulama untuk membaca Al-Qur'an yaitu yang dapat
memendekkan huruf yang panjang, memanjangkan yang pendek, menghidupkan huruf
yang mati dan mematikan yang hidup. Mereka lakukan hal itu supaya sesuai dengan
irama lagu-lagu yang merdu. Jika hal itu dapat mengubah aturan Al-Qur'an dan
menjadikan harakat sebagai huruf, maka haram hukumnya. (Lihat Haasyiatu
Muqaddimatit Tafsiir, oleh Ibnu Qaasim, him. 107.)
SEDEKAH DI BULAN RAMADHAN
Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim, dari
Ibnu Abbas raldhiallahu 'anhuma, ia berkata :
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang
paling dermawan, dan beliau lebih dermawan pada bulan Ramadhan, saat beliau
ditemui Jibril untuk membacakan kepadanya Al-Qur'an. Jibril menemui beliau
setiap malam pada bulan Ramadhan, lalu membacakan kepadanya Al-Qur'an.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika ditemui Jibril lebih dermawan
dalam kebaikan daripada angin yang berhembus.
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ahmad dengan
tambahan:
"Dan beliau tidak pernah dimintai sesuatu kecuali memberikannya. "
"Dan beliau tidak pernah dimintai sesuatu kecuali memberikannya. "
Dan menurut riwayat Al-Baihaqi, dari Aisyah radhiallahu
'anha :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jika masuk bulan Ramadhan membebaskan setiap tawanan dan memberi setiap orang yang meminta. "
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jika masuk bulan Ramadhan membebaskan setiap tawanan dan memberi setiap orang yang meminta. "
Kedermawanan adalah sifat murah hati dan banyak memberi.
Allah pun bersifat Maha Pemurah, Allah Ta'ala Maha Pemurah, kedermawanan-Nya
berlipat ganda pada waktu-waktu tertentu seperti bulan Ramadhan.
Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah
manusia yang paling dermawan, juga paling mulia, paling berani dan amat sempurna
dalam segala sifat yang terpuji; kedermawanan beliau pada bulan Ramadhan
berlipat ganda dibanding bulan-bulan lainnya, sebagaimana kemurahan Tuhannya
berlipat ganda pada bulan ini.
Berbagai pelajaran yang dapat
diambil dari berlipatgandanya kedermawanan Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam di bulan
Ramadhan :
-
Bahwa kesempatan ini amat berharga dan melipatgandakan amal kebaikan.
-
Membantu orang-orang yang berpuasa dan berdzikir untuk senantiasa taat, agar
memperoleh pahala seperti pahala mereka; sebagaimana siapa yang membekali orang
yang berperang maka ia memperoleh seperti pahala orang yang berperang, dan siapa
yang menanggung dengan balk keluarga orang yang berperang maka ia memperoleh
pula seperti pahala orang yang berperang. Dinyatakan dalam hadits Zaid bin
Khalid dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda:
"Barangsiapa memberi makan kepada orang yang berpuasa maka baginya seperti pahala orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi sedikitpun dari pahalanya. " (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi).
-
Bulan Ramadhan adalah saat Allah berderma kepada para hamba-Nya dengan rahmat, ampunan dan pembebasan dari api Neraka, terutama pada Lailatul Qadar Allah Ta 'ala melimpahkan kasih-Nya kepada para hamba-Nya yang bersifat kasih, maka barangsiapa berderma kepada para hamba Allah niscaya Allah Maha Pemurah kepadanya dengan anugerah dan kebaikan. Balasan itu adalah sejenis dengan amal perbuatan.
-
Puasa dan sedekah bila dikerjakan bersama-sama termasuk sebab masuk Surga. Dinyatakan dalam hadits Ali radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sungguh di Surga terdapat ruangan-ruangan yang bagian luamya dapat dilihat dari dalam dan bagian dalamnya dapat dilihat dari luar. " Maka berdirilah kepada beliau seorang Arab Badui seraya berkata: Untuk siapakah ruangan-ruangan itu wahai Rasulullah? jawab beliau: "Untuk siapa saja yang berkata baik, memberi makan, selalu berpuasa dan shalat malam ketika orang-orang dalam keadaan tidur. " (HR. At-Tirmidzi dan Abu Isa berkata, hadits ini gharib)Semua kriteria ini terdapat dalam bulan Ramadhan. Terkumpul bagi orang mukmin dalam bulan ini; puasa, shalat malam, sedekah dan perkataan baik. Karena pada waktu ini orang yang berpuasa dilarang dari perkataan kotor dan perbuatan keji. Sedangkan shalat, puasa dan sedekah dapat menghantarkan pelakunya kepada Allah Ta 'ala. -
Puasa dan sedekah bila dikerjakan bersama-sama lebih dapat menghapuskan dosa-dosa dan menjauhkan dari api Neraka Jahannam, terutama jika ditambah lagi shalat malam. Dinyatakan dalam sebuah hadits bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa itu merupakan perisai bagi seseorang dari api Neraka, sebagaimana perisai dalam peperangan " ( Hadits riwayat Ahmad, An-Nasa'i dan Ibnu Majah dari Ustman bin Abil-'Ash; juga diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya serta dinyatakan shahih oleh Hakim dan disetujui Adz-Dzahabi.) Hadits riwayat Ahmad dengan isnad hasan dan Al-Baihaqi.
Diriwayatkan pula oleh Ahmad dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa itu perisai dan benteng kokoh yang melindungi seseorang) dari api Neraka"
Dan dalam hadits Mu'adz radhiallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sedekah dan shalat seseorang di tengah malam dapat menghapuskan dosa sebagaimana air memadamkan api" (Hadist riwayat At-Tirmidzi dan katrrnya. "Hadits hasan shnhih. " -
Dalam puasa, tentu terdapat kekeliruan serta kekurangan. Dan puasa dapat menghapuskan dosa-dosa dengan syarat menjaga diri dari apa yang mesti dijaga. Padahal kebanyakan puasa yang dilakukan kebanyakan orang tidak terpenuhi dalam puasanya itu penjagaan yang semestinya. Dan dengan sedekah kekurangan dan kekeliruan yang terjadi dapat terlengkapi. Karena itu pada akhir Ramadhan, diwajibkan membayar zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari perkataan kotor dan perbuatan keji.
-
Orang yang berpuasa meninggalkan makan dan minumnya. Jika ia dapat membantu orang lain yang berpuasa agar kuat dengan makan dan minum maka kedudukannya sama dengan orang yang meninggalkan syahwatnya karena Allah, memberikan dan membantukannya kepada orang lain. Untuk itu disyari'atkan baginya memberi hidangan berbuka kepada orang-orang yang berpuasa bersamanya, karena makanan ketika itu sangat disukainya, maka hendaknya ia membantu orang lain dengan makanan tersebut, agar ia termasuk orang yang memberi makanan yang disukai dan karenanya menjadi orang yang bersyukur kepada Allah atas nikmat makanan dan minuman yang dianugerahkan kepadanya, di mana sebelumnya ia tidak mendapatkan anugerah tersebut. Sungguh nikmat ini hanyalah dapat diketahui nilainya ketika tidak didapatkan. (Lihat kitab Larhaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 172-178.)
Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya
(kepada kita semua). Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan Allah
kepada Nabi kita Muhammad, segenap keluarga dan sahabatnya.
TAFSIRAN AYAT-AYAT TENTANG PUASA
Allah Ta'ala berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kama agar kamu bertaqwa. (Yaitu) dalam beberapa hari yang teutentu. Maka
barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka) maka (wajiblah baginya bevpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu
pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya
(jika mereka tidak beupuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang
miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah
yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui "(Al-Baqarah: 183-184)
Allah berfirman yang ditujukan kepada orang-orang
beriman dari umat ini, seraya menyuruh mereka agar berpuasa. Yaitu menahan dari
makan, minum dan bersenggama dengan niat ikhlas karena Allah Ta'ala. Karena di
dalamnya terdapat penyucian dan pembersihan jiwa, juga menjernihkannya dari
pikiran-pikiran yang buruk dan akhlak yang rendah.
Allah menyebutkan, di samping mewajibkan atas umat
ini, hal yang sama juga telah diwajibkan atas orang-orang terdahulu sebelum
mereka. Dari sanalah mereka mendapat teladan. Maka, hendaknya mereka berusaha
menjalankan kewajiban ini secara lebih sempurna dibanding dengan apa yang telah
mereka kerjakan. (Tafsir Ibn Katsir, 11313.)
Lalu, Dia memberikan alasan diwajibkannya puasa
tersebut dengan menjelaskan manfaatnya yang besar dan hikmahnya yang tinggi.
Yaitu agar orang yang berpuasa mempersiapkan diri untuk bertaqwa kepada Allah,
Yakni dengan meninggalkan nafsu dan kesenangan yang dibolehkan, semata-mata
untuk mentaati perintah Allah dan mengharapkan pahala di sisi-Nya. Agar orang
beriman termasuk mereka yang
bertaqwa kepada Allah, taat kepada semua
perintah-Nya serta menjauhi larangan-larangan dan segala yang diharamkan-Nya.
(Tafsir Ayaatul Ahkaam, oleh Ash Shabuni, I/192.)
Ketika Allah menyebutkan bahwa Dia mewajibkan puasa
atas mereka, maka Dia memberitahukan bahwa puasa tersebut pada hari-hari
tertentu atau dalam jumlah yang relatif sedikit dan mudah. Di antara
kemudahannya yaitu puasa tersebut pada bulan tertentu, di mana seluruh umat
Islam melakukannya.
Lalu Allah memberi kemudahan lain, seperti
disebutkan dalam firman-Nya:
"Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. " (Al-Baqarah: 184)
"Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. " (Al-Baqarah: 184)
Karena biasanya berat, maka Allah memberikan
keringanan kepada mereka berdua untuk tidak berpuasa. Dan agar hamba mendapatkan
kemaslahatan puasa, maka Allah memerintahkan mereka berdua agar menggantinya
pada hari-hari lain. Yakni ketika ia sembuh dari sakit atau tak iagi melakukan
perjalanan, dan sedang dalam keadaan luang. (Lihat kitab Tafsiirul Lat'nifil
Mannaan fi Khulaashati Tafsiiril Qur'an, oleh Ibnu Sa'di, hlm. 56.)
Dan firman Allah Ta 'ala :
"Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari lain." (Al-Baqarah : 184)
"Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari lain." (Al-Baqarah : 184)
Maksudnya, seseorang boleh tidak berpuasa ketika
sedang sakit atau dalam keadaan bepergian, karena hal itu berat baginya. Maka ia
dibolehkan berbuka dan mengqadha'nya sesuai dengan bilangan hari yang
ditinggalkannya, pada hari-hari lain.
Adapun orang sehat dan mukim (tidak bepergian)
tetapi berat (tidak kuat) menjalankan puasa, maka ia boleh memilih antara
berpuasa atau memberi makan orang miskin. Ia boleh berpuasa, boleh pula berbuka
dengan syarat memberi makan kepada satu orang miskin untuk setiap hari yang
ditinggalkannya. Jika ia memberi makan lebih dari seorang miskin untuk setiap
harinya, tentu akan lebih baik. Dan bila ia berpuasa, maka puasa lebih utama
daripada memberi makanan. Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas radhiallahu 'anhum berkata:
"Karena itulah Allah berfirman :
"Dan berpuasa lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. " (Tafsir Ibnu Katsir; 1/214)
"Dan berpuasa lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. " (Tafsir Ibnu Katsir; 1/214)
Firman Allah Ta 'ala :
"(Beberapa hari yang ditentukan itu adalah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (Al-Baqarah: 185).
"(Beberapa hari yang ditentukan itu adalah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (Al-Baqarah: 185).
Allah memberitahukan bahwa bulan yang di dalamnya
diwajibkan puasa bagi mereka itu adalah bulan
Ramadhan. Bulan di mana Al-Qur'an –yang dengannya
Allah memuliakan umat Muhammad-diturunkan untuk pertama kalinya. Allah
menjadikan Al-Qur'an sebagai undang-undang serta peraturan yang mereka pegang
teguh dalam kehidupan. Di dalamnya terdapat cahaya dan petunjuk. Dan itulah
jalan kebahagiaan bagi orang yang ingin menitinya. Di dalamnya terdapat pembeda
antara yang hak dengan yang batil, antara petunjuk dengan kesesatan dan antara
yang halal dengan yang haram.
Allah menekankan puasa pada bulan
Ramadhan karena bulan itu adalah bulan diturunkannya rahmat kepada segenap
hamba, Dan Allah tidak menghendaki kepada segenap hamba-Nya kecuaii kemudahan.
Karena itu Dia membolehkan orang sakit dan musafir berbuka puasa pada hari-hari
bulan Ramadhan (Tqfsir Ayarul Ahkam oleh Ash Shabuni, I/192), dan memerintahkan
mereka menggantinya, sehingga sempurna bilangan satu bulan. Selain itu, Dia juga
memerintahkan memperbanyak dzikir dan takbir ketika selesai melaksanakan ibadah
puasa, yakni pada saat sempurnanya' bulan Ramadhan. Karena itu Allah berfirman
:
"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan
tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya
dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,
agar kama bersyukur. " (Al- Baqarah: 185).
Maksudnya, bila Anda telah menunaikan apa yang
diperintahkan Allah, taat kepada-Nya dengan menjalankan hal-hal yang diwajibkan
dan meninggalkan segala yang diharamkan serta menjaga batasan-batasan
(hukum)-Nya, maka hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur karenanya.
')" (Tafsir Ibnu Karsir, 1/218)
Lalu Allah berfirman :
"Dan apabila para hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo 'a apabila ia memohon Kepada-Ku maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (Al-Baqarah:186)
"Dan apabila para hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo 'a apabila ia memohon Kepada-Ku maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (Al-Baqarah:186)
Sebab
Turunnya ayat :
Diriwayatkan bahwa seorang Arab badui
bertanya : "Wahai Rasulullah, apakah Tuhan kita dekat sehingga kita berbisik
atau jauh sehingga kita berteriak (memanggil-Nya ketika berdo'a)?" Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam hanya terdiam, sampai Allah menurunkan ayat di
atas. ' (Tafsir Ibnu Katsir; I/219.)
Tafsiran
ayat:
Allah menjelaskan bahwa Diri-Nya adalah dekat. Ia
mengabulkan do'a orang-orang yang memohon, serta memenuhi kebutuhan orang-orang
yang meminta. Tidak ada tirai pembatas antara Diri-Nya dengan salah seorang
hamba-Nya. Karena itu, seyogyanya mereka menghadap hanya kepada-Nya dalam
berdo'a dan merendahkan diri, lurus dan memurnikan ketaatan pada-Nya semata.
(Tafsir Ibnu Katsir, I/218.)
Adapun hikmah penyebutan'Allah akan ayat ini yang
memotivasi memperbanyak do'a berangkaian dengan hukum-hukum puasa adalah
bimbingan kepada kesungguhan dalam berdo'a, ketika bilangan puasa telah
sempurna, bahkan setiap kali berbuka.
Anjuran
dan Keutamaan Do'a:
Banyak sekali nash-nash yang memotivasi untuk
berdo'a, menerangkan fadhilah (keutamaan)nya dan mendorong agar suka
melakukannya. Di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Firman Allah Ta 'ala :
"Dan Tuhanmu berfirman: Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu." (Ghaafir: 60).
Di dalamnya Allah memerintahkan berdo'a dan Dia menjamin akan mengabulkannya.
"Dan Tuhanmu berfirman: Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu." (Ghaafir: 60).
Di dalamnya Allah memerintahkan berdo'a dan Dia menjamin akan mengabulkannya.
2. Firman Allah Ta'ala :
"Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. " (Al-A'raaf: 55).
"Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. " (Al-A'raaf: 55).
Maksudnya, berdo'alah kepada Allah dengan
menghinakan diri dan secara rahasia, penuh khusyu' dan merendahkan diri.
"Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." Yakni
tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas, baik dalam berdo'a atau
lainnya, orang-orang yang melampaui batas dalam setiap perkara. Termasuk
melampaui batas dalam berdo'a adalah permintaan hamba akan berbagai hal yang
tidak sesuai untuk dirinya atau dengan meninggikan dan mengeraskan suaranya
dalam berdo'a.
Dalam Shahihain, Abu Musa Al-Asy'ari
berkata: "Orang-orang meninggikan suaranya ketika berdo'a, maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Wahai sekalian manusia, kasihanilah dirimu, sesungguhnya kamu tidak berdo'a kepada Dzat yang tuli, tidak pula ghaib. Sesungguhnya Dzat yang kama berdo'a pada-Nya itu Maha Mendengar lagi Maha Dekat. "
"Wahai sekalian manusia, kasihanilah dirimu, sesungguhnya kamu tidak berdo'a kepada Dzat yang tuli, tidak pula ghaib. Sesungguhnya Dzat yang kama berdo'a pada-Nya itu Maha Mendengar lagi Maha Dekat. "
3. Firman Allah Ta 'ala : "Atau
siapakah yang memperkenankan (do'a) orang yang dalam kesulitan apabila ia
berdo'a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan?" (An
Naml: 62).
Maksudnya, apakah ada yang bisa mengabulkan do'a
orang yang kesulitan, yang diguncang oleh berbagai kesempitan, yang sulit
mendapatkan apa yang ia minta, sehingga tak ada jalan lain ia baru keluar dari
keadaan yang mengungkunginya, selain Allah semata? Siapa pula yang menghilangkan
keburukan (malapetaka), kejahatan dan murka, selain Allah semata?
4. Dari An-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhu,
dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Do'a adalah ibadah." (HR, Abu Daud dan At-TiYmidzi, At-Tirmidzi berkata, hadits hasan shahih).
"Do'a adalah ibadah." (HR, Abu Daud dan At-TiYmidzi, At-Tirmidzi berkata, hadits hasan shahih).
Dari Ubadah bin Asb-Shamit radhiallahu
'anhu ia berkata, sesungguhnya Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Tidak ada seorang muslim yang berdo'a kepada Allah di dunia dengan suatu permohonan kecuali Dia mengabulkannya, atau menghilangkan daripadanya keburukan yang semisalnya, selama ia tidak meminta suatu dosa atau pemutusan kerabat. " Maka berkatalah seouang laki-laki dari kaum: "Kalau begitu, kita memperbanyak (do'a). "
"Tidak ada seorang muslim yang berdo'a kepada Allah di dunia dengan suatu permohonan kecuali Dia mengabulkannya, atau menghilangkan daripadanya keburukan yang semisalnya, selama ia tidak meminta suatu dosa atau pemutusan kerabat. " Maka berkatalah seouang laki-laki dari kaum: "Kalau begitu, kita memperbanyak (do'a). "
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Allah memberikan kebaikan-Nya lebih banyak daripada yang
kalian minta" (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hadits
hasan shahih), (Lihat kitab Riyaadhus Shaalihiin, hlm. 612 dan
622)
Lalu Allah Ta'ala berfirman
:
"Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan
puasa bercampur dengan isteri-isterimu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan
kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahrvasanya kamu tidak
dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf
kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan cavilah apa yang telah ditetapkan
oleh Allah untukmu, dan makan minumlah hinngga terang bagimu benang putih dari
benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang)
malam, (tetapi)janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam
masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka
bertaqwa." (Al-Baqarah:187)
Sebab turunnya ayat :
Imam Al Bukhari meriwayatkan dari Al-Barra' bin
'Azib, bahwasanya ia berkata :
"Dahulu, para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, jika seseorang (dari mereka) berpuasa, dan telah datang (waktu) berbuka, tetapi ia tidur sebelum berbuka, ia tidak makan pada malam dan siang harinya hingga sore. Suatu ketika Qais bin Sharmah Al-Anshari dalam keadaan puasa, sedang pada siang harinya bekerja di kebun kurma. Ketika datang waktu berbuka, ia mendatangi isterinya seraya berkata padanya: "Apakah engkau memiliki makanan ?" Ia menjawab: "Tidak, tetapi aku akan pergi mencarikan untukmu." Padahal siang harinya ia sibuk bekerja, karena itu ia tertidur. Kemudian datanglah isterinya. Tatkala ia melihat suaminya (tertidur) ia berkata: "Celaka kamu." Ketika sampai tengah hari, ia menggauli (isterinya). Maka hal itu diberitahukan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, sehingga turunlah ayat ini :
"Dahulu, para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, jika seseorang (dari mereka) berpuasa, dan telah datang (waktu) berbuka, tetapi ia tidur sebelum berbuka, ia tidak makan pada malam dan siang harinya hingga sore. Suatu ketika Qais bin Sharmah Al-Anshari dalam keadaan puasa, sedang pada siang harinya bekerja di kebun kurma. Ketika datang waktu berbuka, ia mendatangi isterinya seraya berkata padanya: "Apakah engkau memiliki makanan ?" Ia menjawab: "Tidak, tetapi aku akan pergi mencarikan untukmu." Padahal siang harinya ia sibuk bekerja, karena itu ia tertidur. Kemudian datanglah isterinya. Tatkala ia melihat suaminya (tertidur) ia berkata: "Celaka kamu." Ketika sampai tengah hari, ia menggauli (isterinya). Maka hal itu diberitahukan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, sehingga turunlah ayat ini :
"Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa
bercampur dengan isteri-isterimu. "
Maka mereka sangat bersuka cita karenanya, kemudian turunlah ayat berikut :
Maka mereka sangat bersuka cita karenanya, kemudian turunlah ayat berikut :
"Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang
putih dari benang hitam, yaitu fajar. (Lihat kitab Ash Shahiihul Musnad min
Asbaabin Nuzuul, hlm. 9.)
Tafsiran
ayat :
Allah Ta'ala berfirman untuk memudahkan para
hamba-Nya sekaligus untuk membolehkan mereka bersenang-senang (bersetubuh)
dengan isterinya pada malam-malam bulan Ramadhan, sebagaimana mereka dibolehkan
pula ketika malam hari makan dan minum :
"Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa
melakukam "rafats" dengan isteri- isterimu. "
Rafats adalah bersetubuh dan hal-hal yang
menyebabkan terjadinya. Dahulu, mereka dilarang melakukan hal tersebut (pada
malam hari), tetapi kemudian Allah membolehkan mereka makan minum dan
melampiaskan kebutuhan biologis, dengan bersenang-senang bersama isteri-isteri
mereka. Hal itu untuk menampakkan anugerah dan rahmat Allah pada mereka.
Allah menyerupakan wanita dengan pakaian yang
menutupi badan. Maka ia adalah penutup bagi laki-laki dan pemberi ketenangan
padanya, begitupun sebaliknya.
Ibnu Abbas berkata: "Maksudnya para isteri itu
merupakan ketenangan bagimu dan kamu pun merupakan ketenangan bagi mereka."
Dan Allah membolehkan menggauli para
isteri hingga terbit fajar. Lalu Dia mengecualikan keumuman dibolehkannya
menggauli isteri (malam hari bulan puasa) pada saat i'tikaf. Karena ia adalah
waktu meninggalkan segala urusan dunia untuk sepenuhnya konsentrasi beribadah.
Pada akhirnya Allah menutup ayat-ayat yang mulia ini dengan memperingatkan agar
mereka tidak melanggar perintah-perintah-Nya dan melakukan hal-hal yang
diharamkan serta berbagai maksiat, yang semua itu merupakan batasan-batasan-Nya.
Hal-hal itu telah Dia jelaskan kepada para hamba-Nya agar mereka menjauhinya,
serta taat berpegang teguh dengan syari'at Allah sehingga mereka menjadi
orang-orang yang bertaqwa. (Tafsir Ayaatil Ahkaam, oleh Ash-Shabuni,
I/93.)
PELAJARAN DARI AYAT-AYAT TENTANG
PUASA
-
Umat Islam wajib melakukan puasa Ramadhan.
-
Kewajiban bertaqwa kepada Allah dengan melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
-
Boleh berbuka di bulan Ramadhan bagi orang sakit dan musafir.
-
Keduanya wajib mengganti puasa sebanyak bilangan hari mereka berbuka, pada hari-hari lain.
-
Firman Allah Ta 'ala :
"Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-haui lain, "adalah dalil wajibnya mengqadha' bagi orang yang berbuka pada bulan Ramadhan karena udzur, baik sebulan penuh atau kurang, juga merupakan dalil dibolehkannya mengganti hari-hari yang panjang dan panas dengan hari-hari yang pendek dan dingin atau sebaliknya. -
Tidak diwajibkan berturut-turut dalam mengqadha' puasa Ramadhan, karena Allah Ta 'ala berfirman :"Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari lain, " tanpa mensyaratkan puasa secara berturut-turut. Maka, dibolehkan berpuasa secara berturut-turut atau secara terpisah- pisah. Dan yang demikian itu lebih memudahkan manusia.
-
Orang yang tidak kuat puasa karena tua atau sakit yang tidak ada harapan sembuh, wajib baginya membayar fidyah; untuk setiap harinya memberi makan satu orang miskin.
-
Firman Allah Ta 'ala :"Dan berpuasa lebih baik bagimu"
menunjukkan bahwa melakukan puasa bagi orang yang boleh berbuka adalah lebih utama, selama tidak memberatkan dirinya. -
Di antara keutamaan Ramadhan adalah, Allah mengistimewakannya dengan menurunkan Al-Qur'an pada bulan tersebut, sebagai petunjuk bagi segenap hamba dan untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya.
-
Bahwa kesulitan menyebabkan datangnya kemudahan. Karena itu Allah membolehkan berbuka bagi orang sakit dan musafir.
-
Kemudahan dan kelapangan Islam, yang mana ia tidak membebani seseorang di luar kemampuannya.
-
Disyari'atkan mengumandangkan takbir pada malam 'Idul Fitri. Firman Allah Ta 'ala :
-
"Dan hendaklah kama mengagungkan Allah (mengumandangkan takbir) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu. "
-
Wajib bersyukur kepada Allah atas berbagai karunia dan taufik-Nya, sehingga bisa menjalankan puasa, shalat dan membaca Al-Qur'anul Karim, dan hal itu dengan mentaati-Nya dan meninggalkan maksiat terhadap-Nya.
-
Anjuran berdo'a, karena Allah memerintahkannya dan menjamin akan mengabulkannya.
-
Kedekatan Allah dari orang yang berdo'a pada-Nya berupa dikabulkannya do'a, dan dari orang yang menyembah-Nya berupa pemberian pahala.
-
Wajib memenuhi seruan Allah dengan beriman kepada-Nya dan tunduk mentaati-Nya. Dan yang demikian itu adalah syarat dikabulkannya do'a.
-
Boleh makan dan minum serta melakukan hubungan suami isteri pada malam-malan bulan Ramadhan, sampai terbit fajar, dan haram melakukannya pada siang hari. Waktu puasa adalah dari terbitnya fajar yang kedua, hingga terbenamnya matahari.
-
Disyari'atkan i'tikaf di masjid-masjid. Yakni diam di masjid untuk melakukan ketaatan kepada Allah dan totalitas ibadah di dalamnya. Ia tidak sah, kecuali dilakukan di dalam masjid yang di situ diselenggarakan shalat lima waktu.
-
Diharamkan bagi orang yang beri'tikaf mencumbu isterinya. Bersenggama merupakan salah satu yang membatalkan i'tikaf.
-
Wajib konsisten dengan mentaati perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya. Allah Ta'ala berfirman :"ltulah larangan-larangan Allah maka kamujangan mendekatinya."
-
Hikmah dari penjelasan ini adalah terealisasinya taqwa setelah mengetahui dari apa ia harus bertaqwa (menjaga diri).
-
Orang yang makan dalam keadaan ragu-ragu tentang telah terbitnya fajar atau belum adalah sah puasanya, karena pada asalnya waktu malam masih berlangsung.
-
Disunnahkan makan sahur, sebagaimana disunnahkan mengakhirkan waktunya.
-
Boleh mengakhirkan mandi jinabat hingga terbitnya fajar.
- Puasa adalah madrasah rohaniyah, untuk melatih dan membiasakan jiwa berlaku sabar. (Lihat kitab Al Ikliil Istinbaathit Tanziil, oleh As-Suyuthi, hlm. 24-28; dan Taisirul Lathifill Mannaan, oleh Ibn Sa'di, hlm. 56-58.)
MANFAAT PUASA
Puasa memiliki beberapa manfaat, ditinjau dari segi
kejiwaan, sosial dan kesehatan, di antaranya:
-
Beberapa manfaat, puasa secara kejiwaan adalah puasa membiasakan kesabaran,
menguatkan kemauan, mengajari dan membantu bagaimana menguasai diri, serta
mewujudkan dan membentuk ketaqwaan yang kokoh dalam diri, yang ini merupakan
hikmah puasa yang paling utama.
Firman Allah Ta 'ala :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. " (Al-Baqarah: 183)
Catatan Penting :Dalam kesempatan ini, kami mengingatkan kepada para saudaraku kaum muslimin yang suka merokok. Sesungguhnya dengan cara berpuasa mereka bisa meninggalkan kebiasaan merokok yang mereka sendiri percaya tentang bahayanya terhadap jiwa, tubuh, agama dan masyarakat, karena rokok termasuk jenis keburukan yang diharamkan dengan nash Al-Qur'anul Karim. Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan yang lebih balk. Hendaknya mereka tidak berpuasa (menahan diri) dari sesuatu yang halal, kemudian berbuka dengan sesuatu yang haram, kami memohon ampun kepada Allah untuk kami dan untuk mereka.
-
Termasuk manfaat puasa secara sosial adalah membiasakan umat berlaku disiplin, bersatu, cinta keadilan dan persamaan, juga melahirkan perasaan kasih sayang dalam diri orang-orang beriman dan mendorong mereka berbuat kebajikan.
Sebagaimana ia juga menjaga masyarakat dari kejahatan dan kerusakan. -
Sedang di antara manfaat puasa ditinjau dari segi kesehatan adalah membersihkan usus-usus, memperbaiki kerja pencernaan, membersihkan tubuh dari sisa-sisa dan endapan makanan, mengurangi kegemukan dan kelebihan lemak di perut.
-
Termasuk manfaat puasa adalah mematahkan nafsu. Karena berlebihan, balk dalam makan maupun minum serta menggauli isteri, bisa mendorong nafsu berbuat kejahatan, enggan mensyukuri nikmat serta mengakibatkan kelengahan.
-
Di antara manfaatnya juga adalah mengosongkan hati hanya untuk berfikir dan berdzikir. Sebaliknya, jika berbagai nafsu syahwat itu dituruti maka bisa mengeraskan dan membutakan hati, selanjutnya menghalangi hati untuk berdzikir dan berfikir, sehingga membuatnya lengah. Berbeda halnya jika perut kosong dari makanan dan minuman, akan menyebabkan hati bercahaya dan lunak, kekerasan hati sirna, untuk kemudian semata-mata dimanfaatkan untuk berdzikir dan berfikir.
-
Orang kaya menjadi tahu seberapa nikmat Allah atas dirinya. Allah mengaruniainya nikmat tak terhingga, pada saat yang sama banyak orang-orang miskin yang tak mendapatkan sisa-sisa makanan, minuman dan tidak pula menikah. Dengan terhalangnya dia dari menikmati hal-hal tersebut pada saat-saat tertentu, serta rasa berat yang ia hadapi karenanya. Keadaan itu akan mengingatkannya kepada orang-orang yang sama sekali tak dapat menikmatinya. Ini akan mengharuskannya mensyukuri nikmat Allah atas dirinya berupa serba kecukupan, juga akan menjadikannya berbelas kasih kepada saudaranya yang memerlukan, dan mendorongnya untuk membantu mereka.
- Termasuk manfaat puasa adalah mempersempit jalan aliran darah yang merupakan jalan setan pada diri anak Adam. Karena setan masuk kepada anak Adam melalui jalan aliran darah. Dengan berpuasa, maka dia aman dari gangguan setan, kekuatan nafsu syahwat dan kemarahan. Karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjadikan puasa sebagai benteng untuk menghalangi nafsu syahwat nikah, sehingga beliau memerintah orang yang belum mampu menikah dengan berpuasa ( Lihat kitab Larhaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 163) sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
BERPUASA TAPI MENINGGALKAN SHALAT
Barangsiapa berpuasa tapi meninggalkan shalat,
berarti ia meninggalkan rukun terpenting dari rukun-rukun Islam
setelah tauhid. Puasanya sama sekali tidak bermanfaat baginya, selama ia
meninggalkan shalat. Sebab shalat adalah tiang agama, di atasnyalah agama tegak.
Dan orang yang meninggalkan shalat hukumnya adalah kafir. Orang kafir tidak
diterima amalnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Perjanjian antara kami dan mereka
adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir. " (HR. Ahmad dan Para penulis kitab
Sunan dari hadits Buraidah radhiallahu 'anhu ) At-Tirmidzi
berkata : Hadits hasan shahih, Al-Hakim dan Adz-Dzahabi
menshahihkannya.
Jabir radhiallahu 'anhu meriwayatkan,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
(Batas) antara seseorang dengan kekafiran adalah meninggalkan shalat." (HR. Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
(Batas) antara seseorang dengan kekafiran adalah meninggalkan shalat." (HR. Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Tentang keputusan-Nya terhadap
orang-orang kafir, Allah berfirman :
"Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan. "(Al-Furqaan: 23).
"Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan. "(Al-Furqaan: 23).
Maksudnya, berbagai amal kebajikan yang
mereka lakukan dengan tidak karena Allah, niscaya Kami hapus pahalanya, bahkan
Kami menjadikannya sebagai debu yang beterbangan.
Demikian pula halnya dengan meninggalkan shalat berjamaah atau mengakhirkan shalat dari waktunya. Perbuatan tersebut merupakan maksiat dan dikenai ancaman yang keras. Allah Ta'ala berfirman:
"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. " (Al-Maa'un: 4-5).
Demikian pula halnya dengan meninggalkan shalat berjamaah atau mengakhirkan shalat dari waktunya. Perbuatan tersebut merupakan maksiat dan dikenai ancaman yang keras. Allah Ta'ala berfirman:
"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. " (Al-Maa'un: 4-5).
Maksudnya, mereka lalai dari shalat sehingga
waktunya berlalu. Kalau Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak mengizinkan
shalat di rumah kepada orang buta yang tidak mendapatkan orang yang menuntunnya
ke masjid, bagaimana pula halnya dengan orang yang pandangannya tajam dan sehat
yang tidak memiliki udzur.?
Berpuasa tetapi dengan meninggalkan shalat atau
tidak berjamaah merupakan pertanda yang jelas bahwa ia tidak berpuasa karena
mentaati perintah Tuhannya.Jika tidak demikian, kenapa ia meninggalkan kewajiban
yang utama (shalat)? Padahal kewajiban-kewajiban itu merupakan satu rangkaian
utuh yang tidak terpisah-pisah, bagian yang satu menguatkan bagian yang lain.
Catatan
Penting:
-
Setiap muslim wajib berpuasa karena iman dan mengharap pahala Allah, tidak karena riya' (agar dilihat orang), sum'ah (agar didengar orang), ikut-ikutan orang, toleransi kepada keluarga atau masyarakat tempat ia tinggal. Jadi, yang memotivasi dan mendorongnya berpuasa hendaklah karena imannya bahwa Allah mewajibkan puasa tersebut atasnya, serta karena mengharapkan pahala di sisi Allah dengan puasanya.
Demikian pula halnya dengan Qiyam Ramadhan (shaiat malam/tarawih), ia wajib menjalankannya karena iman dan mengharap pahala Allah, tidak karena sebab lain. Karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, barangsiapa melakukan shalat malam pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan barangsiapa melakukan shalat pada malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Muttafaq 'Alaih). -
Secara tidak sengaja, kadang-kadang
orang yang berpuasa terluka, mimisan (keluar
darah dari hidung), muntah, kemasukan air
atau bersin di luar kehendaknya. Hal-hal
tersebut tidak membatalkan puasa. Tetapi
orang yang sengaja muntah maka puasanya
batal, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Barangsiapa muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha' atasnya, Ctetapi) barangsiapa sengaja muntah maka ia wajib mengqadha' puasanya. " (HR.Imam Lima kecuali An-Nasa'i) ( Al Arna'uth dalam Jaami'ul Ushuul, 6/29 berkata : "Hadits ini shahih.")
-
Orang yang berpuasa boleh meniatkan puasanya dalam keadaan junub (hadats besar), kemudian mandi setelah terbitnya fajar. Demikian pula halnya dengan wanita haid, atau nifas, bila sudi sebelum fajar maka ia wajib berpuasa. Dan tidak mengapa ia mengakhirkan mandi hingga setelah terbit fajar, tetapi ia tidak boleh mengakhirkan mandinya hingga terbit matahari. Sebab ia wajib mandi dan shalat Shubuh sebelum terbitnya matahari, karena waktu Shubuh berakhir dengan terbitnya matahari.
Demikian pula halnya dengan orang junub, ia tidak boleh mengakhirkan mandi hingga terbitnya matahari. Ia wajib mandi dan shalat Shubuh sebelum terbit matahari. Bagi laki-laki wajib segera mandi, sehingga ia bisa mendapatkan shalat jamaah. -
Di antara hal-hal yang tidak membatalkan puasa adalah: pemeriksaan darah, (Misalnya dengan mengeluarkan sample (contoh) darah dari salah satu anggota tubuh) suntik yang tidak dimaksudkan untuk memasukkan makanan. Tetapi jika memungkinkan- melakukan hal-hal tersebut pada malam hari adalah lebih baik dan selamat, sebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Tinggalkan apa yang membuatmu ragu, kerjakan apa yang tidak membuatmu ragu. " (HR. An- Nasa'i dan At-Tirmidzi, ia berkata: hadits hasan shahih)Dan beliau juga bersabda :
"Barangsiapa menjaga (dirinya) dari berbagai syubhat maka sungguh dia telah berusaha menyucikan agama dan kehormatannya." ( Muttafaq 'Alaih) Adapun suntikan untuk memasukkan zat makanan maka tidak boleh dilakukan, sebab hal itu termasuk kategori makan dan minum. (Lihat kitab Risaalatush Shiyaam, oleh Syaikh Abdul Azis bin Baz, hlm. 21-22) -
Orang yang puasa boleh bersiwak pada pagi atau sore hari. Perbuatan itu sunnah, sebagaimana halnya bagi mereka yang tidak dalam keadaaan puasa.
PUASA YANG SEMPURNA
Saudaraku kaum muslimin, agar sempurna puasamu,
sesuai dengan tujuannya, ikutilah langkah-langkah berikut ini :
-
Makanlah sahur, sehingga membantu kekuatan fisikmu selama
berpuasa; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :"Makan sahurlah kalian, sesungguhnya di dalam sahur itu terdapat
berkah. " HR.'Al-Bukhari dan Muslim)
"Bantulah (kekuatan fisikmu) untuk berpuasa di siang hari dengan makan sahur, dan untuk shalat malam dengan tidur siang " (HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya)
Akan lebih utama jika makan sahur itu diakhirkan waktunya, sehingga mengurangi rasa lapar dan haus. Hanya saja harus hati-hati, untuk itu hendaknya Anda telah berhenti dari makan dan minum beberapa menit sebelum terbit fajar, agar Anda tidak ragu-ragu.
-
Segeralah berbuka jika matahari benar-benar telah tenggelam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Manusia senantiasa dalam kebaikan, selama mereka menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur . " (HR. Al-Bukhari, I\luslim dan At-Tirmidz) -
Usahakan mandi dari hadats besar sebelum terbit fajar, agar bisa melakukan ibadah dalam keadaan suci.
-
Manfaatkan bulan Ramadhan dengan sesuatu yang terbaik yang pernah diturunkan didalamnya, yakni membaca Al-Qur'anul Karim. Sesungguhnya Jibril 'alaihis salam pada setiap malam di bulan Ramadhan selalu menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk membacakan Al-Qur'an baginya. (HR. AL-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu).
Dan pada diri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ada teladan yang baik bagi kita. -
Jagalah lisanmu dari berdusta, menggunjing, mengadu domba, mengolok-olok serta perkataan mengada-ada. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa tidak meninggalkan pevkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum." (HR. Al-Bukhari) -
Hendaknya puasa tidak membuatmu keluar dari kebiasaan. Misalnya cepat marah dan emosi hanya karena sebab sepele, dengan dalih bahwa engkau sedang puasa. Sebaliknya, mestinya puasa membuat jiwamu tenang, tidak emosional. Dan jika Anda diuji dengan seorang yang jahil atau pengumpat, jangan Anda hadapi dia dengan perbuatan serupa. Nasihati dan tolaklah dengan cara yang lebih baik. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa adalah perisai, bila suatu hari seseorang dari kama beupuasa, hendaknya ia tidak bevkata buruk dan berteriak-teriak. Bila seseorang menghina atau mencacinya, hendaknya ia berkata 'Sesungguhnya aku sedang puasa" (HR. Al- Bukhari, Muslim dan para penulis kitab Sunan)
Ucapan itu dimaksudkanagar ia menahan diri dan tidak melayani orang yang mengumpatnya Di samping, juga mengingatkan agar ia menolak melakukan penghinaan dan caci-maki. -
Hendaknya Anda selesai dari puasa dengan membawa taqwa kepada Allah, takut dan bersyukur pada-Nya, serta senantiasa istiqamah dalam agama-Nya.
-
Hasil yang baik itu hendaknya mengiringi Anda sepanjang tahun. Dan buah paling utama dari puasa adalah taqwa, sebab Allah berfirman : "Agar kamu bertaqwa. "(Al-Baqarah: 183)
-
Jagalah dirimu dari berbagai syahwat (keinginan), bahkan meskipun halal bagimu. Hal itu agar tujuan puasa tercapai, dan mematahkan nafsu dari keinginan. Jabir bin Abdillah radhiallahu 'anhu berkata :
"Jika kamu berpuasa, hendaknya berpuasa pula pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu dari dusta dan dosa-dosa, tinggalkan menyakiti tetangga, dan hendaknya kamu senantiasa bersikap tenang pada hari kama beupuasa jangan pula kamu jadikan hari berbukamu sama dengan hari kamu berpuasa." -
Hendaknya makananmu dari yang halal. Jika kamu menahan diri dari yang haram pada selain bulan Ramadhan maka pada bulan Ramadhan lebih utama. Dan tidak ada gunanya engkau berpuasa dari yang halal, tetapi kamu berbuka dengan yang haram.
-
Perbanyaklah bersedekah dan berbuat kebajikan. Dan hendaknya kamu lebih baik dan lebih banyak berbuat kebajikan kepada keluargamu dibanding pada selain bulan Ramadhan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang paring dermawan, dan beliau lebih dermawan ketika bulan Ramadhan.
-
Ucapkanlah bismillah ketika kamu berbuka seraya berdo'a :"Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa, dan atas rezki-Mu aku berbuka. Ya Allah terimalah daripadaku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui "(44) (Lihat Mulhaq (bonus) Majalah Al WaLul Islami bulan Ramadhan, 1390 H.hlm.38-40.)
TUJUAN PUASA
Tujuan ibadah puasa adalah untuk menahan nafsu dari
berbagai syahwat, sehingga ia siap mencari sesuatu yang menjadi puncak
kebahagiaannya; menerima sesuatu yang menyucikannya, yang di dalamnya terdapat
kehidupannya yang abadi, mematahkan permusuhan nafsu terhadap lapar dan dahaga
serta mengingatkannya dengan keadaan orang-orang yang menderita kelaparan di
antara orang-orang miskin; menyempitkan jalan setan pada diri hamba dengan
menyempitkan jalan aliran makanan dan minuman; puasa adalah untuk Tuhan semesta
alam, tidak seperti amalan-amalan yang lain, ia berarti meninggalkan segala yang
dicintai karena kecintaannya kepada Allah Ta 'ala; ia merupakan rahasia antara
hamba dengan Tuhannya, sebab para hamba mungkin bisa diketahui bahwa ia
meninggalkan hai-hal yang membatalkan puasa secara nyata, tetapi keberadaan dia
meninggalkan hal-hal tersebut karena Sembahannya, maka tak seorangpun
manusiayang mengetahuinya, dan itulah hakikat puasa.
PETUNJUK NABI DALAM BERPUASA
Petunjuk puasa dari Nabi shallallahu 'ala ihi
wasallam adalah petunjuk yang paling sempurna, paling mengena dalam mencapai
maksud, serta paling mudah penerapannya bagi segenap jiwa.
Di antara petunjuk puasa dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam pada bulan Ramadhan adalah :
Memperbanyak melakukan berbagai macam ibadah. Jibril'alaihis salam senantiasa membacakan Al-Qur'anul Karim untuk beliau pada bulan Ramadhan; beliau juga memperbanyak sedekah, kebajikan, membaca Al-Qur'anul Karim, shalat, dzikir, i'tikaf dan bahkan beliau mengkhususkan beberapa macam ibadah pada bulan Ramadhan, hal yang tidak beliau lakukan pada bulan-bulan lain.
Memperbanyak melakukan berbagai macam ibadah. Jibril'alaihis salam senantiasa membacakan Al-Qur'anul Karim untuk beliau pada bulan Ramadhan; beliau juga memperbanyak sedekah, kebajikan, membaca Al-Qur'anul Karim, shalat, dzikir, i'tikaf dan bahkan beliau mengkhususkan beberapa macam ibadah pada bulan Ramadhan, hal yang tidak beliau lakukan pada bulan-bulan lain.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyegerakan
berbuka dan menganjurkan demikian, beliau makan sahur dan mengakhirkannya, serta
menganjurkan dan memberi semangat orang lain untuk melakukan hal yang sama.
Beliau menghimbau agar berbuka dengan kurma, jika tidak mendapatkannya maka
dengan air.
Nabi'shallallahu 'alaihi wasallam melarang orang
yang berpuasa dari ucapan keji dan caci-maki. Sebaliknya beliau memerintahkan
agar ia mengatakan kepada orang yang mencacinya, "Sesungguhnya aku sedang
puasa."
Jika beliau melakukan perjalanan di bulan Ramadhan,
terkadang beliau meneruskan puasanya dan terkadang pula berbuka. Dan membiarkan
para sahabatnya memilih antara berbuka atau puasa ketika dalam perjalanan.
Beliau shallallahu 'alaihi wasallam pernah mendapatkan fajar dalam keadaan junub
sehabis menggauli isterinya maka beliau segera mandi setelah terbit fajar dan
tetap berpuasa.
Termasuk petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
adalah membebaskan dari qadha' puasa bagi orang yang makan atau minum karena
lupa, dan bahwasanya Allahlah yang memberinya makan dan minum.
Dan dalam riwayat shahih disebutkan bahwa beliau
bersiwak dalam keadaan puasa. Imam Ahmad meriwayatkan bahwasanya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam menuangkan air di atas kepalanya dalam keadaan
puasa. Beliau juga melakukan istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung) serta
berkumur dalam keadaan puasa. Tetapi beliau melarang orang berpuasa melakukan
istinsyaq secara berlebihan. (Lihat kitab Zaadul Ma'ad fi Hadyi Khairil 'Ibaad,
I/320-338 )
PUASA YANG DISYARI'ATKAN
Puasa yang disyari'atkan adalah puasanya anggota
badan dari dosa-dosa, dan puasanya perut dari makan dan mimum. Sebagaimana makan
dan minum membatalkan dan merusak puasa, demikian pula halnya dengan dosa-dosa,
ia memangkas pahala puasa dan merusak buahnya, sehingga memposisikannya pada
kedudukan orang yang tidak berpuasa.
Karena itu, orang yang benar-benar berpuasa adalah
orang yang puasa segenap anggota badannya dari melakukan dosa-dosa; lisannya
berpuasa dari dusta, kekejian dan mengada-ada; perutnya berpuasa dari makan dan
minum; kemaluannya berpuasa dari bersenggama.
Bila berbicara, ia tidak berbicara dengan sesuatu
yang menodai puasanya, bila melakukan suatu pekerjaan ia tidak melakukan sesuatu
yang merusak puasanya. Ucapan yang keluar darinya selalu bermanfaat dan baik,
demikian pula dengan amal perbuatannya. Ia laksana wangi minyak kesturi, yang
tercium oleh orang yang bergaul dengan pembawa minyak tersebut. Itulah metafor
(perumpamaan) bergaul dengan orang yang berpuasa, ia akan mengambil manfaat dari
bergaul dengannya, aman dari kepalsuan, dusta, kejahatan dan kezhaliman.
Dalam hadits riwayat Imam Ahmad disebutkan
:
"Dan sesungguhnya ban (mulut) orang puasa itu lebih harum di sisi AIlah daripada aroma minyak kesturi. "(HR. At-Tirmidzi dan ia berkata, hadits hasan shahih gharib).
"Dan sesungguhnya ban (mulut) orang puasa itu lebih harum di sisi AIlah daripada aroma minyak kesturi. "(HR. At-Tirmidzi dan ia berkata, hadits hasan shahih gharib).
Inilah puasa yang disyari'atkan. Tidak sekedar
nahan diri dari makan dan minum. Dalam sebuah menahan diri dari makan dan
minum".
Dalam hadits shahih disebutkan :
"Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta serta kedunguan maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum .(HR. Al-Bukhari, Ahmad dan lainnya)
"Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta serta kedunguan maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum .(HR. Al-Bukhari, Ahmad dan lainnya)
Dalam hadits lain dikatakan :
Betapa banyak orang puasa, bagian dari puasanya (hanya) lapar dan dahaga. " (HR. Ahmad, hadits hasan shahih) (Dan ia menshahihkan hadits ini.)
Betapa banyak orang puasa, bagian dari puasanya (hanya) lapar dan dahaga. " (HR. Ahmad, hadits hasan shahih) (Dan ia menshahihkan hadits ini.)
SEBAB-SEBAB AMPUNAN DI BULAN
RAMADHAN
Dalam bulan Ramadhan banyak sekali sebab-sebab
turunnya ampunan. Di antara sebab-sebab itu adalah :
-
Melakukan puasa di bulan ini. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya ia diampuni dosanya yang telah lalu. "(Hadits Muttafaq 'Alaih) -
Melakukan shalat tarawih dan tahajiud di dalamnya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi ruasallam bersabda:
"Barang siapa melakukan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih) -
Melakukan shalat dan ibadah lain di malam Lailatul Qadar.
Yaitu pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Ia adalah malam yang penuh berkah, yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'anul Karim. Dan pada malam itu pula dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa melakukan shalat di malam Lailatul Qadar kavena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya ia diampuni dosanya yang telah lalu . (Hadits Muttafaq 'Alaih) -
Memberi ifthar (makanan untuk berbuka) kepada orang yang
berpuasa. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa yang di dalamnya (bulan Ramadhan) memberi ifthar kepada orang berpuasa, niscaya hal itu menjadi sebab) ampunan dari dosa~osanya, dan pembebasan dirinya dari api Neraka. " (HR. Ibnu Khuzaimah (dan ia menshahihkan hadits ini), Al-Baihaqi dan lainnya).
-
Beristighfar : Meminta ampunan serta berdo'a ketika dalam keadaan puasa, berbuka dan ketika makan sahur. Do'a orang puasa adalah mustajab (dikabulkan), baik ketika dalam keadaan puasa ataupun ketika berbuka Allah memerintahkan agar kita berdo'a dan Dia menjamin mengabulkannya.
Allah berfirman :"Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya Aku mengabulkannya untukmu . "(Ghaafir: 60),Dan dalam sebuah hadits disebutkan:
"Ada tiga macam orang yang tidak ditolak do'anya. Di antaranya disebutkan,"orang yang berpuasa hingga ia berbuka" (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasaa'i dan Ibnu Majah). (Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih mereka masing-masing, dan At-Tirmidzi mengatakannya hadits shahih hasan.)
Karena itu, hendaknya setiap muslim memperbanyak, dzikir, do'a dan istighfar di setiap waktu, terutama pada bulan Ramadhan, ketika sedang berpuasa, berbuka dan ketika sahur, di saat turunnya Tuhan di akhir malam. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tuhan kami Yang Mahasuci dan Maha tinggi turun pada setiap malam ke langit dunia, (yaitu) ketika masih berlangsung sepertiga malam yang akhir seraya berfirman "Barangsiapa berdo'a kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan untuknya, barangsiapa memohon kepada-Ku, niscaya Aku memberinya dan barangsiapa memohon ampunan kepada-Ku, niscaya Aku mengampuninya. " (HR.Muslim). -
Di antara sebab-sebab ampunan yaitu istighfar (permohonan ampun) para malaikat untuk orang-orang berpuasa, sampai mereka berbuka. Demikian seperti disebutkan dalam hadits Abu Hurairah di muka, yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Jika sebab-sebab ampunan di bulan Ramadhan demikian
banyak, maka orang yang tidak mendapatkan ampunan di dalamnya adalah orang yang
memiliki seburuk-buruk nasib. Kapan lagi ia mendapatkan ampunan jika ia tidak
diampuni pada bulan ini? Kapan dikabulkannya (permohonan) orang yang ditolak
pada saat Lailatul Qadar? Kapan baiknya orang yang tidak menjadi baik pada bulan
Ramadhan ?
Dahulu, ketika datang bulan Ramadhan, umat Islam
senantiasa berdo'a :
"Ya Allah, bulan Ramadhan telah menaungi kami dan telah hadir maka serahkanlah ia kepada kami dan serahkanlah kami kepadanya Karuniailah kami kemampuan untuk berpuasa dan shalat di dalamnya, karuniailah kami di dalamnya kesungguhan, semangat, kekuatan dan sikap rajin. Lain lindungilah kami didalamnya dari berbagal fitnah '
"Ya Allah, bulan Ramadhan telah menaungi kami dan telah hadir maka serahkanlah ia kepada kami dan serahkanlah kami kepadanya Karuniailah kami kemampuan untuk berpuasa dan shalat di dalamnya, karuniailah kami di dalamnya kesungguhan, semangat, kekuatan dan sikap rajin. Lain lindungilah kami didalamnya dari berbagal fitnah '
Mereka berdo'.kepada Allah selama enam bulan agar
bisa mendapatkan Ramadhan, dan selama enam bulan (berikutnya) mereka berdo'a
agar puasanya diterima. Di antara, do'a mereka itu adalah :
"Ya Allah serahkanlah aku kepada Ramadhan, dan serahkan Ramadhan kepadaku, dan Engkau menerimanya daripadaku dengan rela." (Lihat Lathaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, him. 196-203.)
"Ya Allah serahkanlah aku kepada Ramadhan, dan serahkan Ramadhan kepadaku, dan Engkau menerimanya daripadaku dengan rela." (Lihat Lathaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, him. 196-203.)
ADAB PUASA
Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu-, bahwasanya
puasa tidak sempurna kecuali dengan merealisasikan enam perkara:
-
Menundukkan pandangan serta menahannya dari pandangan-pandangan liar yang tercela dan dibenci.
-
Menjaga lisan dari berbicara tak karuan, menggunjing, mengadu domba dan dusta.
-
Menjaga pendengaran dari mendengarkan setiap yang haram atau yang tercela.
-
Menjaga anggota tubuh lainnya dari perbuatan dosa.
-
Hendaknya tidak memperbanyak makan.
-
Setelah berbuka, hendaknya hatinya antara takut dan harap. Sebab ia tidak tahu apakah puasanya diterima, sehingga ia termasuk orang-orang yang dekat kepada Allah, ataukah ditolak, sehingga ia termasuk orang-orang yang dimurkai. Hal yang sama hendaknya ia lakukan pada setiap selesai melakukan ibadah. (Lihat Mau'idzatul Mukminiin min Ihyaa'i Uluumid Diin, hlm. 59-60.)
Ya Allah, jadikanlah kami dan segenap umat Islam
termasuk orang yang puasa pada bulan ini, yang pahalanya sempurna, yang
mendapatkan Lailatul Qadar, dan beruntung menerima hadiah dari Tuhan; wahai Dzat
Yang Hidup Kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya), wahai Dzat Yang
Memiliki Keagungan dan Kemuliaan. Semoga shalawat dan salam senantiasa
dilimpahkan Allah kepada Nabi Muhammad, keluarga dan segenap sahabatnya.
TENTANG SEPULUH HARI AKHIR DI BULAN
RAMADHAN
Dalam Shahihain disebutkan, dari Aisyah radhiallahu
'anha, ia berkata :
"Bila masuk sepuluh (hari terakhir bulan Ramadhan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengencangkan kainnya menjauhkan diri dari menggauli istrinya), menghidupkan malamnya dan membangunkan Keluarganya . " Demikian menurut lafazh Al-Bukhari.
"Bila masuk sepuluh (hari terakhir bulan Ramadhan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengencangkan kainnya menjauhkan diri dari menggauli istrinya), menghidupkan malamnya dan membangunkan Keluarganya . " Demikian menurut lafazh Al-Bukhari.
Adapun lafazh Muslim berbunyi :
"Menghidupkan malam(nya), membangunkan keluarganya, dan bersungguh-sungguh serta mengencangkan kainnya.
"Menghidupkan malam(nya), membangunkan keluarganya, dan bersungguh-sungguh serta mengencangkan kainnya.
Dalam riwayat lain, Imam Muslim meriwayatkan dari
Aisyah radhiallahu ‘anha :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersungguh-sungguh dalam sepuluh (hari) akhir (bulan Ramadhan), hal yang tidak beliau lakukan pada bulan lainnya. "
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersungguh-sungguh dalam sepuluh (hari) akhir (bulan Ramadhan), hal yang tidak beliau lakukan pada bulan lainnya. "
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
mengkhususkan sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dengan amalan-amalan yang
tidak beliau lakukan pada bulan-bulan yang lain, di antaranya:
-
Menghidupkan malam: Ini mengandung kemungkinan bahwa beliau menghidupkan seluruh malamnya, dan kemungkinan pula beliau menghidupkan sebagian besar daripadanya. Dalam Shahih Muslim dari Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata:
"Aku tidak pernah mengetahui Rasulullah shallallahu alaihi wasallam shalat malam hingga pagi. "Diriwayatkan dalam hadits marfu' dari Abu Ja'far Muhammad bin Ali :
"Barangsiapa mendapati Ramadhan dalam keadaan sehat dan sebagai orang muslim, lalu puasa pada siang harinya dan melakukan shalat pada sebagian malamnya, juga menundukkan pandangannya, menjaga kemaluan, lisan dan tangannya, serta menjaga shalatnya secara berjamaah dan bersegera berangkat untuk shalat Jum'at; sungguh ia telah puasa sebulan (penuh), menerima pahala yang sempurna, mendapatkan Lailatul Qadar serta beruntung dengan hadiah dari Tuhan Yang Mahasuci dan Maha tinggi. " Abu Ja 'far berkata: Hadiah yang tidak serupa dengan hadiah-hadiah para penguasa. (HR. Ibnu Abid-Dunya). -
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membangunkan keluarganya untuk shalat pada malam-malam sepuluh hari terakhir, sedang pada malam-malam yang lain tidak.
Dalam hadits Abu Dzar radhiallahu 'anhu disebutkan:
"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam melakukan shalat bersama mereka (para sahabat) pada malam dua puluh tiga (23), dua puluh lima (25), dan dua puluh tujuh (27) dan disebutkan bahwasanya beliau mengajak (shalat) keluarga dan isteri-isterinya pada malam dua puluh tujuh (27) saja. "Ini menunjukkan bahwa beliau sangat menekankan dalam membangunkan mereka pada malam-malam yang diharapkan turun Lailatul Qadar di dalamnya.
At-Thabarani meriwayatkan dari Ali radhiallahu 'anhu :
"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membangunkan keluarganya pada sepuluh akhir dari bulan Ramadhan, dan setiap anak kecil maupun orang tua yang mampu melakukan shalat. "Dan dalam hadits shahih diriwayatkan :
"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengetuk (pintu) Fathimah dan Ali radhiallahu 'anhuma pada suatu malam seraya berkata:
Tidakkah kalian bangun lalu mendirikan shalat ?" (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Beliau juga membangunkan Aisyah radhiallahu 'anha pada malam hari, bila telah selesai dari tahajudnya dan ingin melakukan (shalat) witir.
Dan diriwayatkan adanya targhib (dorongan) agar salah seorang suami-isteri membangunkan yang lain untuk melakukan shalat, serta memercikkan air di wajahnya bila tidak bangun). (Hadits riwayat Abu Daud dan lainnya, dengan sanad shahih.)
Dalam kitab Al-Muwaththa' disebutkan dengan sanad shahih, bahwasanya Umar radhiallahu 'anhu melakukan shalat malam seperti yang dikehendaki Allah, sehingga apabila sampai pada pertengahan malam, ia membangunkan keluarganya untuk shalat dan mengatakan kepada mereka: "Shalat! shalat!" Kemudian membaca ayat ini :
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. " (Thaha: 132). -
Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengencangkan kainnya. Maksudnya beliau menjauhkan diri dari menggauli isteri-isterinya. Diriwayatkan bahwasanya beliau tidak kembali ke tempat tidurnya sehingga bulan Ramadhan berlalu.
Dalam hadits Anas radhiallahu 'anhu disebutkan :
"Dan beliau melipat tempat tidurnya dan menjauhi isteri-isterinya (tidak menggauli mereka).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam beri'tikaf pada malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Orang yang beri'tikaf tidak diperkenankan mendekati (menggauli) isterinya berdasarkan dalil dari nash serta ijma'. Dan "mengencangkan kain" ditafsirkan dengan bersungguh-sungguh dalam beribadah. -
Mengakhirkan berbuka hingga waktu sahur.
Diriwayatkan dari Aisyah dan Anas uadhiallahu 'anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada malam-malam sepuluh (akhir bulan Ramadhan) menjadikan makan malam (berbuka)nya pada waktu sahur.Dalam hadits marfu' dari Abu Sa'id radhiallahu 'anhu, ia berkata :
"Janganlah kalian menyambung (puasa). Jika salah seorang dari kamu ingin menyambung (puasanya) maka hendaknya ia menyambung hingga waktu sahur (saja). " Mereka bertanya: "Sesungguhnya engkau menyambungnya wahai Rasulullah ? "Beliau menjawab: "Sesungguhnya aku tidak seperti kalian. Sesungguhnya pada malam hari ada yang memberiku makan dan minum. "(HR. Al-Bukhari)
Ini menunjukkan apa yang dibukakan Allah atas beliau dalam puasanya dan kesendiriannya dengan Tuhannya, oleh sebab munajat dan dzikirnya yang lahir dari kelembutan dan kesucian beliau. Karena itulah sehingga hatinya dipenuhi Al-Ma'ariful Ilahiyah (pengetahuan tentang Tuhan) dan Al-Minnatur Rabbaniyah (anugerah dari Tuhan) sehingga mengenyangkannya dan tak lagi memerlukan makan dan minum. -
Mandi antara Maghrib dan Isya'.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu 'anha :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jika bulan Ramadhan (seperti biasa) tidur dan bangun. Dan manakala memasuki sepuluh hari terakhir beliau mengencangkan kainnya dan menjauhkan diri dari (menggauli) isteri-isterinya, serta mandi antara Maghrib dan Isya."
Ibnu Jarir rahimahullah berkata, mereka menyukai mandi pada setiap malam dari malam-malam sepuluh hari terakhir. Di antara mereka ada yang mandi dan menggunakan wewangian pada malam-malam yang paling diharapkan turun Lailatul Qadar.
Karena itu, dianjurkan pada malam-malam yang diharapkan di dalamnya turun Lailatul Qadar untuk membersihkan diri, menggunakan wewangian dan berhias dengan mandi (sebelumnya), dan berpakaian bagus, seperti dianjurkannya hal tersebut pada waktu shalat Jum'at dan hari-hari raya.
Dan tidaklah sempurna berhias secara lahir tanpa dibarengi dengan berhias secara batin. Yakni dengan kembali (kepada Allah), taubat dan mensucikan diri dari dosa-dosa. Sungguh, berhias secara lahir sama sekali tidak berguna, jika ternyata batinnya rusak.
Allah tidak melihat kepada rupa dan tubuhmu, tetapi Dia melihat kepada hati dan amalmu. Karena itu, barangsiapa menghadap kepada Allah, hendaknya ia berhias secara lahiriah dengan pakaian, sedang batinnya dengan taqwa. Allah Ta'ala berfirman :
"Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. " (Al-A'raaf: 26). -
I'tikaf. Dalam Shahihain disebutkan, dari Aisyah radhiallahu 'anha :
Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan, sehingga Allah mewafatkan beliau. "
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukan i'tikaf pada sepuluh hari terakhir yang di dalamnya dicari Lailatul Qadar untuk menghentikan berbagai kesibukannya, mengosongkan pikirannya dan untuk mengasingkan diri demi bermunajat kepada Tuhannya, berdzikir dan berdo'a kepada-Nya.
Adapun makna dan hakikat i'tikaf adalah:
Memutuskan hubungan dengan segenap makhluk untuk menyambung penghambaan kepada AI-Khaliq. Mengasingkan diri yang disyari'atkan kepada umat ini yaitu dengan i'tikaf di dalam masjid-masjid, khususnya pada bulan Ramadhan, dan lebih khusus lagi pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Sebagaimana yang telah dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Orang yang beri'tikaf telah mengikat dirinya untuk taat kepada Allah, berdzikir dan berdo'a kepada-Nya, serta memutuskan dirinya dari segala hal yang menyibukkan diri dari pada-Nya. Ia beri'tikaf dengan hatinya kepada Tuhannya, dan dengan sesuatu yang mendekatkan dirinya kepada-Nya. Ia tidak memiliki keinginanlain kecuali Allah dan ridha-Nya. Sembga Alllah memberikan taufik dan inayah-Nya kepada kita. (Lihat kitab Larhaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, him. 196-203)
'UMRAH DI BULAN RAMADHAN
Umrah di bulan Ramadhan memiliki pahala yang amat besar,
bahkan sama dengan pahala haji. Dalam Shahih nya, Imam Al-Bukhari meriwayatkan,
bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Umrah di bulan Ramadhan menyamai haji, atau beliau bersabda, haji bersamaku. "
"Umrah di bulan Ramadhan menyamai haji, atau beliau bersabda, haji bersamaku. "
Tetapi wajib diketahui, meskipun umrah di bulan
Ramadhan berpahala menyamai haji, tetapi ia tidak bisa menggugurkan kewajiban
haji bagi orang yang wajib melakukannya.
Demikian pula halnya shalat di Masjidil Haram
Makkah dan di Masjid Nabawi Madinah pahalanya dilipatgandakan, sebagaimana
disebutkan dalam hadits shahih :
"Shalat di masjidku ini lebih baik dari seribu (kali) shalat di masjid-masjid lain, kecuali Masjidil Haram. "
"Shalat di masjidku ini lebih baik dari seribu (kali) shalat di masjid-masjid lain, kecuali Masjidil Haram. "
Dalam riwayat lain disebutkan: "Sesungguhnya ia
lebih utama. " (HR, Al- Bukhari, Muslim dan lainnya)
LAILATUL QADAR
Allah Ta 'ala berfirman :
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) saat Lailatul Qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu? Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala uuusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. "(Al-Qadr: 1-5),
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) saat Lailatul Qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu? Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala uuusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. "(Al-Qadr: 1-5),
Allah memberitahukan bahwa Dia menurunkan Al-Qur'an
pada malam Lailatul Qadar, yaitu malam yang penuh keberkahan. Allah Ta'ala
berfirman :
"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi."(Ad-Dukhaan: 3)
"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi."(Ad-Dukhaan: 3)
Dan malam itu berada di bulan Ramadhan, sebagaimana
firman Allah Ta 'ala :
"Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an. "(Al-Baqarah: 185).
"Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an. "(Al-Baqarah: 185).
Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu berkata :
"Allah menurunkan Al-Qur'anul Karim keseluruhannya secara sekaligus dari Lauh Mahfudh ke Baitul'Izzah (langit pertama) pada malam Lailatul Qadar. Kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sesuai dengan konteks berbagai peristiwa selama 23 tahun."
"Allah menurunkan Al-Qur'anul Karim keseluruhannya secara sekaligus dari Lauh Mahfudh ke Baitul'Izzah (langit pertama) pada malam Lailatul Qadar. Kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sesuai dengan konteks berbagai peristiwa selama 23 tahun."
Malam itu dinamakan Lailatul Qadar karena keagungan
nilainya dan keutamaannya di sisi Allah Ta 'ala. Juga, karena pada saat itu
ditentukan ajal, rizki, dan lainnya selama satu tahun, sebagaimana firman Allah
:
"Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. " (Ad-Dukhaan: 4).
"Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. " (Ad-Dukhaan: 4).
Kemudian, Allah berfirman mengagungkan kedudukan
Lailatul Qadar yang Dia khususkan untuk menurunkan Al-Qur'anul Karim:
"Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu?" ( Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 4/429.)
"Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu?" ( Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 4/429.)
Selanjutnya Allah menjelaskan nilai keutamaan
Lailatul Qadar dengan firman-Nya:
"Lailatul Qadar itu lebih baik dari pada seribu bulan. "
"Lailatul Qadar itu lebih baik dari pada seribu bulan. "
Maksudnya, beribadah di malam itu dengan ketaatan,
shalat, membaca, dzikir dan do'a sama dengan beribadah selama seribu bulan, pada
bulan-bulan yang di dalamnya tidak ada Lailatul Qadar.
Dan seribu bulan sama dengan 83 tahun 4 bulan.
Dan seribu bulan sama dengan 83 tahun 4 bulan.
Lalu Allah memberitahukan keutamaannya yang lain,
juga berkahnya yang melimpah dengan banyaknya malaikat yang turun di malam itu,
termasuk Jibril 'alaihis salam. Mereka turun dengan membawa semua perkara,
kebaikan maupun keburukan yang merupakan ketentuan dan takdir Allah. Mereka
turun dengan perintah dari Allah. Selanjutnya, Allah menambahkan keutamaan malam
tersebut dengan firman-Nya :
"Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar" (Al-Qadar: 5)
"Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar" (Al-Qadar: 5)
Maksudnya, malam itu adalah malam keselamatan dan
kebaikan seluruhnya, tak sedikit pun ada kejelekan di dalamnya, sampai terbit
fajar. Di malam itu, para malaikat -termasuk malaikat Jibril- mengucapkan salam
kepada orang-orang beriman.
Dalam hadits shahih Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan keutamaan melakukan qiyamul lail di
malam tersebut. Beliau bersabda :
"Barangsiapa melakukan shalat malam pada saat Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih)
"Barangsiapa melakukan shalat malam pada saat Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih)
Tentang waktunya, Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda :
"Carilah Lailatul Qadar pada (bilangan) ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. " (HR. Al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
"Carilah Lailatul Qadar pada (bilangan) ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. " (HR. Al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
Yang dimaksud dengan malam-malam ganjil yaitu malam
dua puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dan malam dua
puluh sembilan.
Adapun qiyamul lail di dalamnya yaitu menghidupkan
malam tersebut dengan tahajud, shalat, membaca Al-Qur'anul Karim, dzikir, do'a,
istighfar dan taubat kepada Allah Ta 'ala.
Aisyah radhiallahu 'anha berkata, aku
bertanya:
"Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mengetahui lailatul Qadar, apa yang harus aku ucapkan di dalamnya?" Beliau menjawab, katakanlah :
"Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mengetahui lailatul Qadar, apa yang harus aku ucapkan di dalamnya?" Beliau menjawab, katakanlah :
"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha
Pengampun, Engkau mencintai Pengampunan maka ampunilah aku. " (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hadits hasan shahih).
Pelajaran dari surat Al-Qadr
:
-
Keutamaan Al-Qur'anul Karim serta ketinggian nilainya, dan bahwa ia diturunkan pada saat Lailatul Qadar.
-
Keutamaan dan keagungan Lailatul Qadar, dan bahwa ia menyamai seribu bulan yang tidak ada Lailatul Qadar di dalamnya.
-
Anjuran untuk mengisi kesempatan-kesempatan baik seperti malam yang mulia ini dengan berbagai amal shalih.
Jika Anda telah mengetahui keutamaan-keutamaan
malam yang agung ini, dan ia terbatas pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan
maka seyogyanya Anda bersemangat dan bersungguh-sungguh pada setiap malam dari
malam-malam tersebut, dengan shalat, dzikir, do'a, taubat dan istighfar.
Mudah-mudahan dengan demikian Anda mendapatkan Lailatul Qadar, sehingga Anda
berbahagia dengan kebahagiaan yang kekal yang tiada penderitaan lagi setelahnya
Di malam-malam tersebut, hendaknya Anda berdo'a dengan do'a-do'a bagi kebaikan
dunia-akhirat, di antaranya :
-
"Ya Allah, perbaikilah untukku agamaku yang merupakan penjaga urusanku, dan perbaikilah untukku duniaku yang di dalamnya adalah kehidupanku, dan perbaikilah untukku akhiratku yang kepadanya aku kembali, dan jadikanlah kehidupan (ini) menambah untukku dalam setiap kebaikan, dan kematian menghentikanku dari setiap kejahatan. Ya Allah bebaskanlah aku dari (siksa) api Neraka, dan lapangkanlah untukku ritki yang halal, dan palingkanlah daripadaku kefasikan jin dan manusia, wahai Dzat Yang Hidup dan terus menerus mengurus (makhluk-Nya)"
-
"Wahai Tuhan kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan jagalah kami dari siksa Neraka. Wahai Dzat Yang Hidup lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya), wahai Dzat Yang Memiliki Keagungan dan Kemulyaan. "
-
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon hal-hal yang menyebabkan (turunnya) rahmat-Mu, ketetapan ampunan-Mu, keteguhan dalam kebenaran dan mendapatkan segala kebaiikan, selamat dari segala dosa, kemenangan dengan (mendapat) Surga serta selamat dari Neraka. Wahai Dzat Yang Maha Hidup dan terus menerus mengurusi makhluk-Nya, Wahai Dzat yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan. "
-
"Ya Allah, aku memohon kepada-Mu pintu-pintu kebajikan, kesudahan (hidup) dengannya serta segala yang menghimpunnya, secara lahir-batin, di awal maupun di akhirnya, secara terang- terangan maupun rahasia. YaAllah, kasihilah keterasinganku di dunia dan kasihilah kengerianku di dalam kubur serta kasihilah berdiriku di hadapanmu kelak di akhirat. Wahai Dzat Yang Mahahidup, yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan. "
-
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, 'afaaf (pemeliharaan dari segala yang tidak baik) serta kecukupan. "
-
"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, mencintai pengampunan maka ampunilah aku. "
-
"Ya Allah, aku mengharap rahmat-Mu maka janganlah Engkau pikulkan (bebanku) kepada diriku sendiri meski hanya sekejap mata, dan perbaikilah keadaanku seluruhnya, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. "
-
"Ya Allah, jadikanlah kebaikan sebagai akhir dari semua urusan kami, dan selamatkanlah kami dari kehinaan dunia dan siksa akhirat. "
-
"Ya Tuhan kami, terimalah (permohonan) kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, wahai Dzat Yang Maha Hidup, yang memiliki keagungan dan kemuliaan. "
"Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi
Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya. "
TAUBAT DAN ISTIGHFAR
A. Ayat-ayat tentang taubat :
Allah Ta'ala berfirman :
"Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. " (Az-Zumar: 53),
"Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. " (Az-Zumar: 53),
"Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan
dan menganiaya dirinya sendiri, kemudian ia memohon ampun kepada Allah, niscaya
ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
"(An-Nisa': 110).
"Dan Dia-lah yang menerima taubat dari
hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu
kerjakan. "(AsySyuura: 25).
"Orang-orang yang mengevjakan kejahatan
kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman, sesungguhnya Tuhan kamu, sesudah
taubat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang "(Al-A'raaf:
153),
"Dan bertaubatlah Kamu sekalian kepada
Allah, wahai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. "(An- Nuur: 31).
"Maka mengapa mereka tidak bertaubat
kepada Al-lah dan memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (A1-Maa'idah: 74).
"Tidakkah mereka mengetahui, bahwasanya
Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat, dan bahwasanya
Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?" (At-
Taubah: 104).
"Hai orang-orang yang beriman,
bertaubatlah kalian kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya,
mudah-mudahan Tuhanmu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kama
ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.
(At-Tahriim: 8).
"Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun
bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal shalih, kemudian tetap dijalan yang
benar. (Thaaha: 82).
'Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan
perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu
memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni
dosa selain daripada Allah?
Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu,
sedang mereka mengetahui. Mereka itu Balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka
dan Surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di
dalamnya, dan itulah sebaik-baik pahala orang-orangyang beramal. "(Ali Imraan:
135-136).
Firman Allah Ta 'ala:'Mereka ingatAllah, maksudnya
mereka ingat keagungan Allah, ingat akan perintah dan larangan-Nya, janji dan
ancaman-Nya, pahala dan siksa-Nya sehingga mereka segera memohon ampun kepada
Allah dan mereka mengetahui bahwasanya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa
selain daripada Allah.
Dan firman Allah Ta'ala:"Dan mereka tidak
meneruskan perbuatan keji itu." Yakni mereka tidak tetap melakukannya padahal
mereka mengetahui hal itu dilarang dan bahwa ampunan Allah bagi orang yang
bertaubat daripadanya.
Dalam hadits disebutkan :
"Tidaklah (dianggap) melanjutkan (perbuatan keji) orang yang memohon ampun, meskipun dalam sehari ia ulangi sebanyak 70 kali. " (HR. Abu Ya'la Al-Maushuli, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Al-Bazzaar dalam Musnadnya, Ibnu Katsiir mengatakan, ia hadits hasan; TafsiY Ibnu Katsir, 1/408).
"Tidaklah (dianggap) melanjutkan (perbuatan keji) orang yang memohon ampun, meskipun dalam sehari ia ulangi sebanyak 70 kali. " (HR. Abu Ya'la Al-Maushuli, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Al-Bazzaar dalam Musnadnya, Ibnu Katsiir mengatakan, ia hadits hasan; TafsiY Ibnu Katsir, 1/408).
B. Hadits-hadits tentang taubat
:
-
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah dan memohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya aku bertaubat dalam sehari sebanyak 100 kali " (HR. Muslim).
Demikianlah keadaan Rasul shallallahu 'alaihi wasallam, padahal beliau telah diampuni dosa-dosanya, baik yang lain maupun yang akan datang. Tetapi Rasul shallallahu 'alaihi wasallam adalah hamba yang pandai bersyukur, pendidik yang bijaksana, pengasih dan penyayang. Semoga shalawat dan salam yang sempurna dilimpahkan Allah kepada beliau. -
Abu Musa radhiallahu 'anhu meriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :
"Sesungguhnya Allah membentangkan Tangan-Nya pada malam hari agar beutaubat orang yang berbuat jahat di siang hari dan Dia membentangkan Tangan-Nya pada siang hari agar bertaubat orang yang berbuat jahat di malam hari, sehingga matahari terbit dari Barat (Kiamat). "(HR. Muslim) -
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalkam bersabda:
"Barangssapa bertaubat sebelum matahari terbit dari Barat, niscaya Allah menerima taubatnya. " (HR.Muslim)
Sebab jika matahari telah terbit dari Barat maka pintu taubat serta merta ditutup.
Demikian pula tidak ada gunanya taubat seseorang ketika dia hendak meninggal dunia. Allah berfirman :
"Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengeriakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajar kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: 'Sesungguhnya aku bertaubat sekarang .' (An- Nisaa': 18) -
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba, selama (nyawanya) belum sampai di kerongkongan. " (HR· At-Tirmidzi, dan ia menghasan-kannya).
Karena itu setiap muslim wajib bertaubat kepada Allah dari segala dosa dan maksiat di setiap waktu dan kesempatan sebelum ajal mendadak menjemputnya sehingga ia tak lagi memiliki kesempatan, lalu baru menyesal, meratapi atas kelengahannya. Dan sungguh, tak seorang pun meninggal kecuali ia menyesal. Jika dia orang baik, maka ia menyesal mengapa dia tidak memperbanyak kebaikannya, dan jika ia orang jahat maka ia menyesal mengapa ia tidak bertaubat, memohon ampun dan kembali kepada Allah. -
Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa senantiasa beristighfar, niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya kelapangan dan untuk setiap kesempitannya jalan keluar, dan akan diberi-Nya rezki dari arah yang tiada disangka-sangka. " (HR. Abu Daud) (Lihat kitab Lathaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 172-178 )
Imam Al-Auza'i ditanya: "Bagaimana cara beristighfar? Beliau menjawab: "Hendaknya mengatakan : "Astaghfirullah, astaghfirullah. " Artinya, aku memohon ampunan kepada Allah. -
Anas radhiallahu 'anhu meriwayatkan, aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, Allah berfirman :
"Allah Ta'ala berfirman:"Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau memohon dan mengharap kepadaKu, niscaya Aku ampuni dosa-dosamu yang lalu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu sampai ke awan langit, kemudian engkau memohon ampun kepadaku, niscaya Aku mengampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau datang kepadaku dengan dosa-dosa sepenuh bumi dan kamu menemuiKu dalam keadaan tidak menyekutukanKu dengan sesuatu pun, niscaya Aku datangkan untukmu ampunan sepenuh bumi (pula). " (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits ini hasan),
Dalam hadits di atas disebutkan tiga sebab
mendapatkan ampunan :
-
Berdo'a dengan penuh harap.
-
Beristighfar, yaitumemohon ampu"an kepadaAllah.
- Merealisasikan tauhid, dan memurnikannya dari berbagai bentuk syirik, bid'ah dan kemaksiatan. Hadits di atas juga menunjukkan luasnya rahmat Allah, ampunan, kebaikan dan anugerah-Nya yang banyak.
SYARAT-SYARAT TAUBAT
Taubat dari segala dosa hukumnya adalah wajib. Jika
maksiat itu terjadi antara hamba dengan Allah, tidak berkaitan dengan hak
manusia maka ada tiga syarat taubat :
-
Hendaknya ia meninggalkan maksiat tersebut.
-
Menyesali perbuatannya.
- Berniat teguh untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut selama-lamanya.
Apabila salah satu syarat ini tidak terpenuhi, maka
taubatnya tidak sah.
Adapun jika maksiat itu berkaitan dengan hak manusia maka
taubat itu diterima dengan empat syarat. Yakni ketiga syarat di muka, dan yang
keempat hendaknya ia menyelesaikan hak yang bersangkutan.
Jika berupa harta atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya.
Jika berupa had (hukuman) atas tuduhan atau sejenisnya maka hendaknya had itu ditunaikan atau ia meminta maaf darinya.
Jika berupa ghibah (menggunjing) maka ia harus memohon maaf.
Jika berupa harta atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya.
Jika berupa had (hukuman) atas tuduhan atau sejenisnya maka hendaknya had itu ditunaikan atau ia meminta maaf darinya.
Jika berupa ghibah (menggunjing) maka ia harus memohon maaf.
Ia wajib meminta ampun kepada Allah dari segala dosa.
Jika ia bertaubat dari sebagian dosa, maka taubat itu diterima di sisi Allah,
dan dosa-dosanya yang lain masih tetap ada. Banyak sekali dalil-dalil dari
Al-Qur'an, Sunnah dan Ijma' yang menunjukkan wajibnya melakukan taubat.
Dalil-dalil yang dimaksud telah kita uraikan di muka. Allah menyeru kita untuk
bertaubat dan ber-istighfar, Ia menjanjikan untuk mengampuni dan menerima taubat
kita, merahmati kita manakala kita bertaubat kepada-Nya serta mengampuni
dosa-dosa kita, dan sungguh Allah tidak mengingkari janji-Nya.
Ya Allah, terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau Maha
Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada
Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. Amin.
BERPISAH DENGAN RAMADHAN
Disebutkan dalam Shahihain sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Barangsiapa puasa bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari (Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. "
"Barangsiapa puasa bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari (Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. "
Dan dalam Musnad Imam Ahmad dengan sanad hasan
disebutkan: "Dan (dosanya) yang Kemudian. "
"Barangsiapa mendirikan shalat pada malam Lailatul Qadar, karena iman dan mengharap pahala dari Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, dan barangsiapa mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari (Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." An-Nasa'i menambahkan: "Diampuni dosanya, baik yang telah lalu maupun yang datang belakangan. "
"Barangsiapa mendirikan shalat pada malam Lailatul Qadar, karena iman dan mengharap pahala dari Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, dan barangsiapa mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari (Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." An-Nasa'i menambahkan: "Diampuni dosanya, baik yang telah lalu maupun yang datang belakangan. "
Ibnu Hibban dan A1Baihaqi meriwayatkan dari Abu
Sa'id, bahwa Rasulullah shallallahu 'alihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dan mengetahui batas-batasnya (ketentuan -ketentuannya) serta memelihara hal-hal yang harus dijaga, maka dihapus dosanya yang telah lalu. "
"Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dan mengetahui batas-batasnya (ketentuan -ketentuannya) serta memelihara hal-hal yang harus dijaga, maka dihapus dosanya yang telah lalu. "
Ampunan dosa tergantung pada terjaganya sesuatu
yang harus dijaga seperti melaksanakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan
segala yang haram. Mayoritas ulama berpendapat bahwa ampunan dosa tersebut hanya
berlaku pada dosa-dosa kecil, hal itu berdasarkan hadits riwayat Muslim,
bahwasanya Nabi shallallahu 'alihi wasallam bersabda:
"Shalat lima waktu, Jum'at sampai dengan Jum'at berikutnya dan Ramadhan sampai Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa yang terjadi di antara waktu-waktu tersebut, selama dosa-dosa besar ditinggalkan. "
"Shalat lima waktu, Jum'at sampai dengan Jum'at berikutnya dan Ramadhan sampai Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa yang terjadi di antara waktu-waktu tersebut, selama dosa-dosa besar ditinggalkan. "
Hadits ini memiliki dua konotasi
:
Pertama : Bahwasanya penghapusan dosa itu terjadi
dengan syarat menghindari dan menjauhi dosa-dosa besar.
Kedua : Hal itu dimaksudkan bahwa
kewajiban-kewajiban tersebut hanya menghapus dosa-dosa kecil. Sedangkan jumhur
ulama berpendapat, bahwa hal itu harus disertai dengan taubat nashuha (taubat
yang semurni-murninya).
Hadits Abu Hurairah di atas menunjukkan bahwa tiga
faktor ini yakni puasa, shalat malam di bulan Ramadhan dan shalat pada malam
Lailatul Qadar, masing-masing dapat menghapus dosa yang telah lampau, dengan
syarat meninggalkan segala bentuk dosa besar.
Dosa besar adalah sesuatu yang mengandung hukuman
tertentu di dunia atau ancaman keras di akhirat; seperti zina, mencuri, minum
arak, melakukan praktek riba, durhaka terhadap orang tua, memutuskan tali
keluarga dan memakan harta anak yatim secara zhalim dan semena-mena.
Dalam firman-Nya, Allah Ta 'ala menjamin
orang-orang yang menjauhi dosa besar akan diampuni semua dosa kecil
mereka:
"Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang kamu dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosa kecilmu) dan Kami memasukkanmu ke tempat yang mulia (Surga). "(An-Nisaa': 31).
"Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang kamu dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosa kecilmu) dan Kami memasukkanmu ke tempat yang mulia (Surga). "(An-Nisaa': 31).
Barangsiapa melaksanakan puasa dan amal kebajikan
lainnya secara sempurna, maka ia termasuk hamba pilihan. Barangsiapa yang curang
dalam pelaksanaannya, maka Neraka Wail pantas untuknya. Jika Neraka Wail
diperuntukkan bagi orang yang mengurangi takaran di dunia, bagaimana halnya
dengan mengurangi takaran agama.
Ketahuilah bahwa para salafus shalih sangat
bersungguh-sungguh dalam mengoptimalkan semua pekerjaannya, lantas memperhatikan
dan mementingkan diterimanya amal tersebut dan sangat khawatir jika ditolak.
Mereka itulah orang-orang yang diganjar sesuai dengan perbuatan mereka sedangkan
hatinya selalu gemetar (karena takut siksa Tuhannya).
Mereka lebih mementingkan aspek diterimanya amal
daripada bentuk amal itu sendiri, mengenai hal ini Allah Ta 'ala berfirman
:
"Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa. " (Al-Maa'idah:27).
"Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa. " (Al-Maa'idah:27).
Oleh karena itu mereka berdo'a (memohon kepada
Allah) selama 6 (enam) bulan agar dipertemukan lagi dengan bulan Ramadhan,
kemudian berdo'a lagi selama 6 (enam) bulan berikutnya agar semua amalnya
diterima.
Banyak sekali sebat-sebab didapatnya ampunan di
bulan Ramadhan oleh karena itu barangsiapa yang tidak mendapatkan ampunan
tersebut, maka sangatlah merugi. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Jibril mendatangiku seraya berkata; 'Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan, lantas tidak mendapatkan ampunan, kemudian mati, maka ia masuk Neraka serta dijauhkan Allah (dari rahmat-Nya). 'Jibril berkata lagi;'Ucapkan amin' maka kuucapkan, 'Amin.' " (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah)
"Jibril mendatangiku seraya berkata; 'Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan, lantas tidak mendapatkan ampunan, kemudian mati, maka ia masuk Neraka serta dijauhkan Allah (dari rahmat-Nya). 'Jibril berkata lagi;'Ucapkan amin' maka kuucapkan, 'Amin.' " (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah)
Ketahuilah saudaraku, bahwasanya puasa di bulan
Ramadhan, melaksanakan shalat di malam harinya dan pada malam Lailatul Qadar,
bersedekah, membaca Al-Qur'an, banyak berdzikir dan berdo'a serta mohon ampunan
dalam bulan mulia ini merupakan sebab diberikannya ampunan, jika tidak ada
sesuatu yang menjadi penghalang, seperti meninggalkan kewajiban ataupun
melanggar sesuatu yang diharamkan. Apabila seorang muslim melakukan berbagai
faktor yang membuatnya mendapat ampunan dan tiada sesuatu pun yang menjadi
penghalang baginya, maka optimislah untuk mendapatkan ampunan. Allah Ta 'ala
berfirman :
" Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman dan beramal shalih, kemudian tetap dijalan yang benar. " (Thaaha : 82).
" Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman dan beramal shalih, kemudian tetap dijalan yang benar. " (Thaaha : 82).
Yakni terus melakukan hal-hal yang menjadi sebab
didapatnya ampunan hingga dia mati. Yaitu keimanan yang benar, amal shalih yang
dilakukan semata-mata karena Allah, sesuai dengan tuntunan As-Sunnah dan
senantiasa dalam keadaan demikian hingga mati. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu apa yang diyakini (ajal)." (AI-Hijr: 99).
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu apa yang diyakini (ajal)." (AI-Hijr: 99).
Di sini Allah tidak menjadikan batasan waktu bagi
amalan seorang mukmin selain kematian.
Jika keberadaan ampunan dan pembebasan dari api
neraka itu tergantung kepada puasa Ramadhan dan pelaksanaan shalat di dalamnya,
maka di kala hari raya tiba, Allah memerintahkan hamba-Nya agar bertakbir dan
bersyukur atas segala nikmat yang telah dianugerahkan kepada mereka, seperti
kemudahan dalam pelaksanaan ibadah puasa, shalat di malam larinya,
pertolongan-Nya terhadap mereka dalam nelaksanakan puasa tersebut, ampunan atas
segala dosa dan pembebasan dari api Neraka. Maka sudah selayaknya bagi mereka
untuk memperbanyak dzikir, takbir dan bersyukur kepada Tuhannya serta selalu ,
bertaqwa kepada-Nya dengan sebenar-benar ; ketaqwaan. Allah Ta'ala berfirman
:
"Dan hendaklah kama mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kamu bersyukur. "(Al-Baqarah: 185).
"Dan hendaklah kama mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kamu bersyukur. "(Al-Baqarah: 185).
Wahai para pendosa –demikian halnya kita semua,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, karena perbuatan-perbuatan
jelekmu. Alangkah banyak orang sepertimu yangdibebaskan dari Neraka dalam bulan
ini, berprasangka baiklah terhadap Tuhanmu dan bertaubatlah atas segala dosamu,
karena sesungguhnya Allah tidak akan membinasakan seseorang pun melainkan karena
ia membinasakan dirinya sendiri. Allah Ta 'ala berfirman:
"Katakanlah: "Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kama berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagri Maha Penyayang. (Az-Zumar: 53).
"Katakanlah: "Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kama berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagri Maha Penyayang. (Az-Zumar: 53).
Sebaiknya puasa Ramadhan diakhiri dengan istighfar
(permohonan ampun), karena istighfar merupakan penutup segala amal kebajikan;
seperti shalat, haji dan shalat malam. Demikian pula dengan majlis-majlis,
sebaiknya ditutup dengannya. Jika majlis tersebut merupakan tempat berdzikir
maka istighfar adalah pengukuh baginya, namun jika majlis tersebut tempat
permainan maka istighfar berfungsi sebagai pelebur dan penghapus dosa. (Lihat
kitab Lathaaiful-Ma'aarif; oleh Ibnu Rajab, hlm. 220-228)
PERINGATAN
Sebagian orang apabila datang bulan Ramadhan,
mereka bertaubat, mendirikan shalat dan melaksanakan badah puasa. Namun jika
Ramadhan lewat mereka kembali meninggalkan shalat dan melakukan perbuatan
maksiat. Mereka inilah seburuk-buruk manusia, karena mereka tidak mengenal Allah
kecuali di bulan Ramadhan saja. Tidakkah mereka tahu bahwa pemilik bulan-bulan
itu adalah Satu, berbagai bentuk kemaksiatan adalah haram di setiap waktu dan
Allah Maha Mengetahui setiap gerak-gerik mereka di mana saja dan kapan saja.
Maka sebaiknya mereka cepat-cepat bertaubat nashuha, yakni dengan meninggalkan
berbagai bentuk kemaksiatan, menyesalinya dan bertekad untuk tidak mengulanginya
di masa mendatang, sehingga taubatnya diterima Allah dan diampuni segala
dosanya. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orangyang beriman supaya kamu beruntung. (An-Nuur: 31).
"Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orangyang beriman supaya kamu beruntung. (An-Nuur: 31).
Dan dalam ayat yang lain Allah Ta 'ala berfirman
:
" Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai " (At-Tahrim: 8).
" Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai " (At-Tahrim: 8).
Barangsiapa mohon ampunan kepada Allah dengan
lisannya, namun hatinya tetap terpaut dengan kemaksiatan dan bertekad untuk
kembali melakukannya selepas Ramadhan, lalu dia benar-benar melaksanakan niatnya
tersebut, maka puasanya tertolak dan tidak diterima.
Aku mohon ampun kepada Allah dan bertaubat
kepada-Nya, Dzat yang tiada Tuhan yang haq kecuali Dia, Yang Maha hidup dan
Berdiri Sendiri. Tuhanku, ampunilah dosaku dan terimalah taubatku karena
sesungguhnya hanya Engkaulah Yang Maha Menerima taubat dan Maha Penyayang. Ya
Allah aku telah berbuat banyak kezhaliman terhadap diriku sendiri dan tiada yang
dapat mengampuni dosa melainkan Engkau, maka ampunilah aku dengan ampunan dari
sisi-Mu dan rahmatilah aku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha
Penyayang. Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad,
segenap keluarga dan para sahabat beliau.
CATATAN PENTING
1. Pada bulan Ramadhan tidak sedikit
orang yang membuat berbagai variasi pada menu makanan dan minuman mereka.
Walaupun hal itu diperbolehkan, tetapi tidak dibenarkan israf (erlebih-lebihan)
dan melampaui batas. Justeru seharusnya adalah menyederhanakan makanan dan
minuman. Allah Ta 'ala berfirman :
"Makan dan minumlah dan janganlah kalian
berbuat israf (berlebih-lebihan), sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat israf. " (Al-A'raaf: 31),
Ayat ini termasuk pangkal ilmu kedokteran. Sebagian
salaf berkomentar: "Allah mengklasifikasikan seluruh ilmu kedokteran hanya dalam
setengah ayat," lantas membacakan ayat ini. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/210.)
Ayat ini menganjurkan makan dan minum
yang merupakan penopang utama bagi kelangsungan hidup seseorang, kemudian
melarang berlebih-lebihan dalam hal tersebut karena dapat membahayakan tubuh.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Makanlah, minumlah, berpakaianlah dan
bersedekahlah tanpa disertai dengan berlebih-lebihan dan kesombongan.
" (HR. Abu Daud dan Ahmad, Al-Bukhari meriwayatkannya
secara mu'allaq)
Nabi shallallahu halaihi wasallam bersabda lagi
:
'Tiada tempat yang lebih buruk, yang dipenuhi anak Adam daripada perutnya, cukuplah bagi mereka beberapa suap yang dapat menopang tulang punggungnya (penyambung hidupnya) jika hal itu tidak bisa dihindari maka masing-masing sepertiga bagian untuk makanannya, minumnya dan nafasnya. " (HR. Ahmad, An-Nasaa'i, Ibnu Majah dan At-Tfrmidzi, beliau berkomentar: Hadits ini Hasan, dan hadits ini merupakan dasar utama bagi semua dasar ilmu kedokteran). (Lihat Al Majmu'atul Jalilah, hlm. 452.)
'Tiada tempat yang lebih buruk, yang dipenuhi anak Adam daripada perutnya, cukuplah bagi mereka beberapa suap yang dapat menopang tulang punggungnya (penyambung hidupnya) jika hal itu tidak bisa dihindari maka masing-masing sepertiga bagian untuk makanannya, minumnya dan nafasnya. " (HR. Ahmad, An-Nasaa'i, Ibnu Majah dan At-Tfrmidzi, beliau berkomentar: Hadits ini Hasan, dan hadits ini merupakan dasar utama bagi semua dasar ilmu kedokteran). (Lihat Al Majmu'atul Jalilah, hlm. 452.)
Malik bin Dinar radhiallahu'anhu berkata: "Tidak
pantas bagi seorang mukmin menjadikan perutnya sebagai tujuan utama, dan nafsu
syahwat mengendalikan dirinya."
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata: "Jika Anda
menghendaki badan sehat dan tidur sedikit, maka makanlah sedikit saja."
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sungguh, di antara yang paling aku khawatirkan menimpa kamu sekalian adalah nafsu yang menyesatkan dalam perut dan kemaluanmu serta hal-hal yang dapat menyesatkan hawa nafsu. " (HR.Ahmad).
"Sungguh, di antara yang paling aku khawatirkan menimpa kamu sekalian adalah nafsu yang menyesatkan dalam perut dan kemaluanmu serta hal-hal yang dapat menyesatkan hawa nafsu. " (HR.Ahmad).
Ketahuilah, bahwa dampak teringan akibat
berlebih-lebihan dalam makan dan minum adalah banyak tidur dan malas
melaksanakan shalat tarawih serta membaca Al-Qur'an, baik di waktu malam atau di
siang hari. Barangsiapa yang banyak makan dan minumnya, maka akan banyak
tidurnya sehingga tidak sedikit kerugian yang menimpanya.
Karena ia telah menyia-nyiakan detik-detik Ramadhan
yang mulia dan sangat berharga yang tidak dapat digantikan dengan waktu lain
serta tidak ada yang menyamainya. Ketahuilah bahwa waktumu terbatas dan detak
nafasmu terkalkulasi rapi, sedangkan dirimu nanti akan dimintai
pertanggungjawaban atas waktumu, dan kamu akan diganjar atas perbuatan yang kamu
lakukan di dalamnya. Maka janganlah sekali-kali kamu menyia-nyiakannya tanpa
amal perbuatan dan jangan kamu biarkan umurmu pergi percuma, terutama pada bulan
dan musim yang mulia dan agung ini.
2. Jika diperhatikan, banyak manusia yang
menghabiskan siang hari di bulan Ramadhan hanya untuk tidur mendengkur,
sementara malamnya mereka habiskan untuk mengobrol dan bermain-main, sehingga
mereka tidak merasakan puasa sedikit pun bahkan tidak sedikit yang meninggalkan
shalat berjamaah -semoga Allah menunjukinya. Hal ini mengandung bahaya dan
kerugian yang sangat besar bagi mereka, karena Ramadhan adalah musim segala
ibadah seperti melaksanakan shalat, puasa, membaca Al-Qur'an, dzikir, berdo'a
dan mohon ampunan.
Ramadhan merupakan bilangan hari, yang berlalu
dengan cepat dan menjadi saksi ketaatan bagi
orang-orang yang taat, sekaligus sebagai saksi bagi
para tukang maksiat atas semua perbuatan maksiatnya.
Seyogyanya setiap muslim selalu memanfaatkan
waktunya dalam hal-hal yang berguna, janganlah memperbanyak makan di malam hari
dan tidur di slang hari, jangan pula menyia-nyiakan sedikit pun waktunya tanpa
berbuat amal shalih atau mendekatkan diri kepada Tuhannya.
Diriwayatkan dari Hasan Al-Bashri rahimahullah,
bahwasanya ia berkata: "Sesungguhnya Allah Ta'ala menjadikan bulan Ramadhan
sebagai saat untuk berlomba-lomba dalam amal kebajikan dan bersaing dalam
melakukan amal shalih. Maka satu kaum mendahului lainnya dan mereka menang,
sedangkan yang lain terlambat dan mereka pun kecewa."
Ketahuilah bahwa siang dan malam hari itu merupakan
gudang bagi manusia yang sarat dengan simpanan amal baik atau buruknya. Kelak
pada hari Kiamat akan dibuka gudang ini untuk (diperlihatkan dan diserahkan
kepada) pemiliknya. Orang-orang yang bertakwa akan mendapati simpanan mereka
berupa penghargaan dan kemuliaan, sedangkan orang-orang pendosa yang
menyia-nyiakan waktunya akan mendapatkan kerugian dan penyesalan.
3. Sebagian orang malah begadang sepanjang malam,
yang hal tersebut hanya membawa dampak negatif, baik berupa obrolan kosong,
permainan yang tidak ada manfaatnya ataupun keluyuran di jalanan.
Mereka makan sahur di pertengahan malam dan
tertidur sehingga tidak melaksanakan shalat Shubuh berjamaah. Dalam hal inl
banyak hal-hal yang dilarang, di antaranya adalah:
a. Begadang tanpa manfaat, padahal Nabi shallallahu
'alaihi wasallam sangat membenci tidur sebelum shalat Isya' dan berbicara
sesudahnya, kecuali dalam hal-hal yang baik, sebagaimana disebutkan dalam hadits
riwayat Ibnu Mas'ud :
"Tidak diperkenankan bercakap-cakap di malam hari
kecuali bagi orang yang sedang mengerjakan shalat atau sedang bepergian. " (HR.
Ahmad, As-Suyuti menandainya sebagai hadits hasan).
b. Tersia-siakannya waktu yang amat mahal di bulan
Ramadhan dengan percuma, padahal manusia akan merugi sekali dari setiap waktunya
yang berlalu tanpa diisi dengan dzikir sedikit pun kepada Allah.
c. Mendahulukan sahur sebelum saat yang dianjurkan
dan disunnahkan yakni di akhir malam sebelum fajar.
d. Dan musibah terbesar adalah ia tertidur hingga
meninggalkan shalat Shubuh tepat pada waktunya dengan berjamaah, padahal
pahalanya sebanding dengan melaksanakan shalat separuh malam bahkan semalam
suntuk, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Utsman radhiallahu 'anhu
bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa mendirikan shalat Isya' dengan berjamaah; maka ia bagaikan melaksanakan shalat separuh malam; dan barangsiapa shalat shubuh berjamaah maka ia bagaikan shalat semalam suntuk. " (HR. Muslim).
"Barangsiapa mendirikan shalat Isya' dengan berjamaah; maka ia bagaikan melaksanakan shalat separuh malam; dan barangsiapa shalat shubuh berjamaah maka ia bagaikan shalat semalam suntuk. " (HR. Muslim).
Oleh karena itu, mereka yang selalu mengakhirkan
shalat dan bermalas-malasan dalam melaksanakannya serta menghalangi dirinya
sendiri dari keutamaan dan pahala shalat berjamaah yang agung berarti memiliki
sifat-sifat orang munafik.
Allah Ta 'ala berfirman :
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka; Dan apabila mereka mendirikan shalat mereka mendirikannya dengan malas." ( An-Nisaa': 142).
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka; Dan apabila mereka mendirikan shalat mereka mendirikannya dengan malas." ( An-Nisaa': 142).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Sesungguhnya shalat yang terberat bagi orang-orang munafik adalah shalat Isya' dan Shubuh, jika mereka mengetahui pahalanya, niscaya mereka mendatanginya kendatipun dengan merangkak." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
"Sesungguhnya shalat yang terberat bagi orang-orang munafik adalah shalat Isya' dan Shubuh, jika mereka mengetahui pahalanya, niscaya mereka mendatanginya kendatipun dengan merangkak." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Maka sudah selayaknya -terutama di bulan Ramadhan-
setiap muslim segera tidur setelah melaksanakan shalat tarawih, dan secepatnya
bangun di akhir malam, kemudian shalat malam dan menyibukkan diri dengan dzikir,
do'a, istighfar dan taubat sebelum dan seusai sahur hingga shalat fajar.
Tetapi lebih utama lagi jika ia habiskan malam
harinya dengan membaca dan mempelajari Al-Qur'an, sebagaimana yang telah
dilakukan Nabi shallallahu a'alaihi wasallam bersama Jibril 'alaihis salam.
Allah Ta'ala memuji dan menyanjung orang-orang yang
memohon ampunan di akhir malam, sebagaimana dalam firman-Nya :
"Mereka sedikit sekali ridur di malam hari, dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampunan kepada Allah). " (Adz-Dzaariyaat:17-l8).
"Mereka sedikit sekali ridur di malam hari, dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampunan kepada Allah). " (Adz-Dzaariyaat:17-l8).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Allah Ta'ala turun ke langit dunia setiap malam sewaktu malam tinggal sepertiga bagian akhir, lantas berfirman, 'Barangsiapa berdo'a akan Aku kabulkan. Barangsiapa yang memohon pasti Aku perkenankan. Barangsiapa minta ampun niscaya Aku mengampuninya, hingga terbit fajar. " (HR. Muslim)
"Allah Ta'ala turun ke langit dunia setiap malam sewaktu malam tinggal sepertiga bagian akhir, lantas berfirman, 'Barangsiapa berdo'a akan Aku kabulkan. Barangsiapa yang memohon pasti Aku perkenankan. Barangsiapa minta ampun niscaya Aku mengampuninya, hingga terbit fajar. " (HR. Muslim)
Maka sudah sepantasnya bagi setiap muslim yang
selalu berharap rahmat Tuhannya dan takut terhadap siksaNya- memanfaatkan
kesempatan penting ini, dengan berdo'a dan mohon ampun kepada Allah untuk
dirinya, kedua orang tuanya, anak-anaknya, segenap kaum muslimin dan para
penguasanya. Memohon ampun dan bertaubat kepada Allah di setiap malam bulan
Ramadhan dan di setiap saat dari umurnya yang terbatas sebelum maut menjemput,
amal perbuatan terputus dan penyesalan berkepanjangan. Allah Ta'ala berfirman
:
"Dan bertaubatlah kalian semua orang-orang yang beuiman supaya kalian beruntung. " (An-Nuur: 31),
"Dan bertaubatlah kalian semua orang-orang yang beuiman supaya kalian beruntung. " (An-Nuur: 31),
Ya Allah terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau
Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang.
Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan ke haribaan Nabi Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya.
Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan ke haribaan Nabi Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya.
FATWA-FATWA PENTING
A. FATWA RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM SEKITAR
PUASA :
-
Seorang sahabat bertanya kepada beliau: "Wahai Rasulullah,
Saya lupa sehingga makan dan minum, padahal saya sedang berpuasa." Beliau
menjawab :
"Allah telah memberimu makan dan minum" (HR. Abu Daud). Dan dalam riwayat Ad-Daruquthni dengan sanad shahih disebutkan
"Sempurnakan puasamu dan kamu tidak wajib mengqadhanya, sesungguhnya Allah telah memberimu makan dan minum" peristiwa itu terjadi pada hari pertama di bulan Ramadhan.
-
Pernah juga beliau ditanya tentang benang putih dan hitam,
jawab beliau :
"Yaitu terangnya siang dan gelapnya malam." (HR. An-Nasa 'i).
"Seorang sahabat bertanya: "Saya mendapati shalat shubuh dalam keadaan junub, lain saya berpuasa -bagaimana hukumnya-? Jawab beliau :
"Aku juga pernah mendapati Shubuh dalam keadaan junub, lantas aku berpuasa. "Ia berkata: "Engkau tidak seperti kami wahai Rasulullah, karena Allah telah mengampuni semua dosamu baik yang lalu ataupun yang belakangan. Nabi shallallahu halaihi wasallam menjawab : "Demi Allah, sungguh aku berharap agar aku menjadi orang yang paling takut kepada Allah dan paling tahu akan sesuatu yang bisa dijadikan alat bertakwa. "(HR. Muslim).
-
Beliau pernah ditanya tentang puasa di perjalanan, maka beliau menjawab :
"Terserah Kamu, boleh berpuasa boleh pula berbuka "(HR. Muslim).
-
Hamzah bin 'Amr pernah bertanya: "Wahai
Rasulullah, saya mampu berpuasa dalam perjalanan, apakah saya berdosa?" Beliau
menjawab :
"Ia adalah rukhshah (keringanan) dari Allah, barangsiapa mengambilnya baik baginya dan barangsiapa lebih suka berpuasa maka ia tidak berdosa. " (HR. Muslim).
-
Sewaktu ditanya tentang meng-qadha' puasa dengan tidak berturut-turut, beliau menjawab :
"Hal itu kembali kepada dirimu (tergantung kemampuanmu), bagaimana pendapatmu jika salah seorang di antara kamu mempunyai tanggungan hutang lalu mencicilnya dengan satu dirham dua dirham, tidakkah itu merupakan bentuk pelunasan? Allah Maha Pemaaf dan Pengampun. " (HR. Ad-DaYuquthni, isnadnya hasan).
-
Ketika ditanya oleh seorang wanita: "Wahai Rasulullah, ibu saya telah meninggal sedangkan ia berhutang puasa nadzar, bolehkah saya berpuasa untuknya? Beliau menjawab :
"Bagaimana pendapatmu jika ibumu memiliki tanggungan hutang lantas kamu lunasi, bukankah itu membuat lunas hutangnya? la berkata, 'Benar'. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Puasalah untuk ibumu.' Hadits Muttafaq 'Alaih) (Lihat I'laarnul Muwaqqii'in 'An Rabbil 'Aalamiin, oleh Ibnul Qayyim, 4/266-267)
B. SEBAGIAN FATWA IBNU
TAIMIYAH
Beliau ditanya tentang hukum berkumur dan
memasukkan air ke rongga hidung (istinsyaq), bersiwak, mencicipi makanan,
muntah, keluar darah meminyaki rambut dan memakai celak bagi seseorang yang
sedang berpuasa;
Jawaban beliau : "Adapun berkumur dan memasukkan air ke rongga hidung adalah disyari'atkan, hal ini sesuai dengan kesepakatan para ulama. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya juga melakukan hal itu, tetapi beliau berkata kepada Al-Laqiit bin Shabirah :
"Berlebih-lebihanlah kamu dalam menghirup air ke hidung kecuali jika kamu sedang berpuasa. " (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasaa'i dan Ibnu Maajah serta dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).
Jawaban beliau : "Adapun berkumur dan memasukkan air ke rongga hidung adalah disyari'atkan, hal ini sesuai dengan kesepakatan para ulama. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya juga melakukan hal itu, tetapi beliau berkata kepada Al-Laqiit bin Shabirah :
"Berlebih-lebihanlah kamu dalam menghirup air ke hidung kecuali jika kamu sedang berpuasa. " (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasaa'i dan Ibnu Maajah serta dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak melarang
istinsyaq bagi orang yang berpuasa, tetapi hanya melarang berlebih-lebihan dalam
pelaksanaannya saja.
Sedangkan bersiwak adalah boleh, tetapi setelah
zawal (matahari condong ke barat) kadar makruhnya diperselisihkan, ada dua
pendapat dalam masalah ini dan keduanya diriwayatkan dari Imam Ahmad, namun
belum ada dalil syar'i yang menunjukkan makruhnya, yang dapat menggugurkan
keumuman dalil bolehnya bersiwak.
Mencicipi makanan hukumnya makruh jika tanpa
keperluan yang memaksa, tapi tidak membatalkan puasa. Adapun jika memang sangat
perlu, maka hal itu bagaikan berkumur, dan boleh hukumnya.
Adapun mengenai hukum muntah-muntah, jika memang
disengaja dan dibikin-bikin maka batal puasanya, tetapi jika datang dengan
sendirinya tidak membatalkan. Sedangkan memakai minyak rambut jelas tidak
membatalkan puasa.
Mengenai hukum keluar darah yang tak dapat
dihindari seperti darah istihadhah, luka-luka, mimisan (keluar darah dari
hidung) dan lain sebagainya adalah tidak membatalkan puasa, tetapi keluarnya
darah haid dan nifas membatalkan puasa sesuai dengan kesepakatan para ulama.
Adapun mengenakan celak (sipat mata) yang tembus
sampai ke otak, maka Imam Ahmad dan Malik berpendapat: Hal itu membatalkan
puasa, tetapi Imam Abu Hanifah dan Syafi'i berpendapat: hal itu tidak
membatalkan. (Lihat Majmu' Fataawaa, oleh Ibnu Taimiyah, 25/266-267. Wallahu A
'lam.
Ibnu Taimiyah menambahkan dalam "Al-Ikhtiyaaraat":
"Puasa seseorang tidak batal sebab mengenakan celak, injeksi (suntik), zat cair
yang diteteskan di saluran air kencing, mengobati luka-luka yang tembus sampai
ke otak dan luka tikaman yang tembus ke dalam rongga tubuh. Ini adalah pendapat
sebagian ulama. (Lihat Al Ikhtiyaraatul Fiqhiyah, hlm. 108) Wallahu A 'lam ':
C. SEBAGIAN FATWA SYAIKH ABDURRAHIMAN
NASIR ASSA'DI
Beliau ditanya tentang orang yang meninggal sebelum
melunasi puasa wajibnya, bagaimana hukumnya?
Jawaban beliau: "Jika ia meninggal sebelum membayar
puasa wajibnya, seperti orang yang meninggal dalam keadaan berhutang puasa
Ramadhan, kemudian diberikan kepadanya kesehatan, namun dia belum sempat
menunaikannya, maka waijb baginya memberi makan kepada satu orang miskin setiap
hari sesuai dengan jumlah puasa yang ia tinggalkan. Menurut Ibnu Taimiyah, jika
puasanya diwakili maka sah hukumnya, hal ini kuat sumber hukumnya.
Kondisi kedua: Ia meninggal
sebelum dapat nenunaikan tanggungan hutangnya
seperti sakit di bulan Ramadhan dan
mati di pertengahannya, sedangkan ia tidak
berpuasa karena sakit tersebut atau bahkan
sakitnya berlangsung terus hingga ajalnya
tiba. Hal ini tidak menjadikannya wajib
membayar kaffarah meskipun kematiannya
setelah rentang waktu yang cukup lama,
karena ia tidak gegabah dan
melalaikannya, demikian pula ia tidak
meninggalkannya kecuali adanya udzur syar'i. (Lihat
Al Irsyaadu Ilaa Ma'rifatil Ahkaam,
hlm. 85-86.)
Dari Aisyah radhiallahu 'anha,
bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa meninggal dunia sedangkan in punya ranggungan puasa, maka walinya boleh berpuasa menggantikannya. "(Muttafaq 'Alaih).
"Barangsiapa meninggal dunia sedangkan in punya ranggungan puasa, maka walinya boleh berpuasa menggantikannya. "(Muttafaq 'Alaih).
Hadits ini menunjukkan
anjuran berpuasa kepada orang yang masih
hidup untuk si mayit, dan bahwasanya
jika seseorang meninggal dalam keadaan
memiliki hutang puasa, maka boleh
digantikan oleh walinya."
Imam Nawawi berkomentar:
"Para ulama berbeda pendapat tentang mayit
yang memiliki tanggungan puasa wajib; seperti
puasa Ramadhan, qadha' dan nadzar
ataupun yang lain. Apakah wajib
diqadha untuknya?
Dalam masalah ini Imam
Syafi'i memiliki dua pendapat, yang
terpopuler adalah, Tidak wajib diganti
puasanya, sebab puasa pengganti untuk si
mayit pada asalnya tidak sah. Adapun
pendapat kedua, 'Disunnahkan bagi walinya
untuk berpuasa sebagai pengganti bagi si
mayit, hingga si mayit terbebas dari
tanggungannya dan tidak usah membayar
kaffarah (memberi makan orang miskin
sesuai dengan bilangan puasa yang
ditinggalkannya). Pendapat inilah yang benar
dan terbaik menurut keyakinan kami. Dan
pendapat inipun dibenarkan oleh para penelaah
madzhab kami -yang menghimpun dan menyatukan
disiplin ilmu fiqh dan hadits- berdasarkan
hadits-hadits shahih diatas. (Lihat Al Majmu'atul
Jalilah, hlm. 158.) Wallahu A 'lam. "
D. BEBERAPA FATWA ULAMA NEJED (ARAB
SAUDI)
-
Syaikh Abdullah bin Syaikh Muhammad ditanya mengenai mulai kapan seorang anak yang menginjak dewasa diperintah melakukan ibadah puasa?
Beliau menjawab: "Anak yang belum dewasa jika ia mampu berpuasa maka pantas diperintah melaksanakannya, dan bila meninggalkannya diberi hukuman.
-
Syaikh Hamd bin Atiq ditanya tentang seorang wanita yang mendapati darah sebelum terbenam matahari, apakah puasanya dinyatakan sah?
Beliau menj awab : "Puasanya tidak sempurna pada hari itu."
-
Syaikh Abdulah bin Syaikh Muhammad ditanya mengenai orang yang makan (berbuka) di bulan Ramadhan, bagaimana hukumnya?
Beliau menjawab : "Orang yang makan di siang hari bulan Ramadhan atau minum harus diberi pelajaran (dengan hukuman) supaya jera." -
Syaikh Abdullah Ababathin ditanya tentang orang yang berpuasa mendapatkan aroma sesuatu, bagaimana hukumnya?
Beliau menjawab : "Semua aroma yang tercium oleh orang yang sedang menunaikan ibadah puasa tidak membatalkan puasanya kecuali bau rokok, jika ia menciumnya dengan sengaja maka batallah puasanya.
Tetapi jika asap rokok masuk ke hidungnya tanpa disengaja tidak membatalkan, sebab amat sulit untuk menghindarinya. Wallahu A'lam"
Semoga sbalawat dan salam senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, segenap keluarga
dan sababatnya, amin.
ZAKAT FITRAH
Diantara dalil yang menganjurkan untuk menunaikan zakat
fitrah adalah :
1. Firman Allah Ta'ala:
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat" (Al-A'la: 14-15)
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat" (Al-A'la: 14-15)
2. Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas
radhiallahu 'anhu, ia berkata :
" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fitrah bagi orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar (zakat fituah tersebut) ditunaikan sebelum orang-orang melakukan shalat 'Id (hari Raya) " (Muttafaq 'Alaih)
" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fitrah bagi orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar (zakat fituah tersebut) ditunaikan sebelum orang-orang melakukan shalat 'Id (hari Raya) " (Muttafaq 'Alaih)
Setiap muslim wajib membayar zakat fitrah untuk
dirinya dan orang yang dalam tanggungannya sebanyak satu sha' (+- 3 kg) dari
bahan makanan yang berlaku umum di daerahnya. Zakat tersebut wajib baginya jika
masih memiliki sisa makanan untuk diri dan keluarganya selama sehari
semalam.
Zakat tersebut lebih diutamakan dari sesuatu yang
lebih bermanfaat bagi fakir miskin.
Adapun waktu pengeluarannya yang paling
utama adalah sebelum shalat 'Id, boleh juga sehari atau dua lari sebelumnya, dan
tidak boleh mengakhirkan mengeluaran zakat fitrah setelah hari Raya. Dari Ibnu
Abbas radhiallahu 'anhu :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fihrah sebagai penyuci orang yang berpuasa dari kesia-siaan dan ucapan kotor, dan sebagai pemberian makan kepada fakir miskin.
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fihrah sebagai penyuci orang yang berpuasa dari kesia-siaan dan ucapan kotor, dan sebagai pemberian makan kepada fakir miskin.
"Barangsiapa yang mengeluarkannya
sebelum shalat 'Id, maka zakatnya diterima, dan barang siapa yang membayarkannya
setelah shalat 'Id maka ia adalah sedekah biasa. "(HR.
Abu Daud dan Ibnu Majah)
(Dan diriwayatkan pula Al Hakim, beliau berkata : shahih menurut kriteria Imam Al-Bukhari.)
(Dan diriwayatkan pula Al Hakim, beliau berkata : shahih menurut kriteria Imam Al-Bukhari.)
Zakat fitrah tidak boleh diganti dengan nilai
nominalnya(*),(*)''' Berdasarkan hadits Abu Said Al Khudhri yang menyatakan
bahwa zakat fithrah adalah dari limajenis makanan pokok (Muttafaq 'Alaih). Dan
inilah pendapat jumhur ulama. Selanjutnya sebagian ulama menyatakan bahwa yang
dimaksud adalah makanan pokok masing-masing negeri. Pendapat yang melarang
mengeluarkan zakat fithrah dengan uang ini dikuatkan bahwa pada zaman Nabi
shallallahu alaihi wasallam juga terdapat nilai tukar (uang), dan seandainya
dibolehkan tentu beliau memerintahkan mengeluarkan zakat dengan nilai makanan
tersebut, tetapi beliau tidak melakukannya. Adapun yang membolehkan zakat
fithrah dengan nilai tukar adalah Madzhab Hanafi.
Karena hal itu tidak sesuai dengan ajaran Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam. Dan diperbolehkan bagi jamaah (sekelompok manusia)
memberikan jatah seseorang, demikian pula seseorang boleh memberikan jatah orang
banyak.
Zakat fitrah tidak boleh diberikan kecuali hanya
kepada fakir miskin atau wakilnya. Zakat ini wajib dibayarkan ketika terbenamnya
matahari pada malam 'Id. Barangsiapa meninggal atau mendapat kesulitan (tidak
memiliki sisa makanan bagi diri dan keluarganya, pen.) sebelum terbenamnya
matahari, maka dia tidak wajib membayar zakat fitrah. Tetapi jika ia
mengalaminya seusai terbenam matahari, maka ia wajib membayarkannya (sebab ia
belum terlepas dari tanggungan membayar fitrah).
HIKMAH DISYARI'ATKANNYA ZAKAT
FITRAH
Di antara hikmah disyari'atkannya zakat fitrah
adalah :
a. Zakat fitrah merupakan zakat diri, di mana Allah
memberikan umur panjang baginya sehingga ia bertahan dengan nikmat-l\lya.
b. Zakat fitrah juga merupakan bentuk pertolongan
kepada umat Islam, baik kaya maupun miskin sehingga mereka dapat berkonsentrasi
penuh untuk beribadah kepada Allah Ta'ala dan bersukacita dengan segala anugerah
nikmat-Nya.
c. Hikmahnya yang paling agung adalah tanda syukur
orang yang berpuasa kepada Allah atas nikmat ibadah puasa. (Lihat Al Irsyaad Ila
Ma'rifatil Ahkaam, oleh Syaikh Abd. Rahman bin Nashir As Sa'di, hlm. 37. )
d. Di antara hikmahnya adalah sebagaimana yang
terkandung dalam hadits Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma di atas, yaitu puasa
merupakan pembersih bagi yang melakukannya dari kesia-siaan dan perkataan buruk,
demikian pula sebagai salah satu sarana pemberian makan kepada fakir miskin.
Ya Allah terimalah shalat· kami, zakat dan puasa
kami serta segala bentuk ibadah kami sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala
sesuatu.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan
selalu kepada Nabi Muhammad, segenap keluarga dan sahabatnya. Amin.
HARI RAYA
Hari raya adalah saat berbahagia dan bersuka cita.
Kebahagiaan dan kegembiraan kaum mukminin di dunia adalah karena Tuhannya, yaitu
apabila mereka berhasil menyempurnakan ibadahnya dan memperoleh pahala amalnya
dengan kepercayaan terhadap janji-Nya kepada mereka untuk mendapatkan anugerah
dan ampunan-Nya. Allah Ta 'ala berfirman :
"Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.
Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. " (Yunus: 58).
"Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.
Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. " (Yunus: 58).
Sebagian orang bijak berujar: "Tiada seorang pun
yang bergembira dengan selain Allah kecuali karena kelalaiannya terhadap Allah,
sebab orang yang lalai selalu bergembira dengan permainan dan hawa nafsunya,
sedangkan orang yang berakal merasa Senang dengan Tuhannya."
Ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam
tiba di Madinah, kaum Anshar memiliki dua hari istimewa, mereka bermain-main di
dalamnya, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Allah telah memberi ganti bagi kalian
dua hari yang jauh lebih baik, (yaitu) 'Idul fitri dan 'Idul Adha (HR. Abu Daud dan An-Nasa'i dengan sanad hasan).
Hadits ini menunjukkan bahwa menampakkan rasa suka
cita di hari Raya adalah sunnah dan disyari'atkan. Maka diperkenankan memperluas
hari Raya tersebut secara menyeluruh kepada segenap kerabat dengan berbagai hal
yang tidak diharamkan yang bisa mendatangkan kesegaran badan dan melegakan jiwa,
tetapi tidak menjadikannya lupa untuk ta'at kepada Allah.
Adapun yang dilakukan kebanyakan orang di saat hari
Raya dengan berduyun-duyun pergi memenuhi berbagai tempat hiburan dan permainan
adalah tidak dibenarkan, karena hal itu tidak sesuai dengan yang disyari'atkan
bagi mereka seperti melakukan dzikir kepada Allah. Hari Raya tidak identik
dengan hiburan, permainan dan penghambur-hamburan (harta), tetapi hari Raya
adalah untuk berdzikir kepada Allah dan bersungguh-sungguh dalam beribadah.
Makanya Allah gantikan bagi umat ini dua buah hari Raya yang sarat dengan
hiburan dan permainan dengan dua buah Hari Raya yang penuh dzikir, syukur dan
ampunan.
Di dunia ini kaum mukminin mempunyai tiga hari
Raya: hari Raya yang selalu datang setiap minggu dan dua hari Raya yang
masing-masing datang sekali dalam setiap tahun.
Adapun hari Raya yang selalu datang tiap minggu
adalah hari Jum'at, ia merupakan hari Raya mingguan, terselenggara sebagai
pelengkap (penyempurna) bagi shalat wajib lima kali yang merupakan rukun utama
agama islam setelah dua kalimat syahadat.
Sedangkan dua hari Raya yang tidak berulang dalam
waktu setahun kecuali sekali adalah:
1. 'Idul Fitri setelah puasa Ramadhan, hari raya
ini terselenggara sebagai pelengkap puasa Ramadhan yang merupakan rukun dan asas
Islam keempat. Apabila kaum muslimin merampungkan puasa wajibnya, maka mereka
berhak mendapatkan ampunan dari Allah dan terbebas dari api Neraka, sebab puasa
Ramadhan mendatangkan ampunan atas dosa yang lain dan pada akhirnya terbebas
dari Neraka.
Sebagian manusia dibebaskan dari Neraka padahal
dengan berbagai dosanya ia semestinya masuk Neraka, maka Allah mensyari'atkan
bagi mereka hari Raya setelah menyempurnakan puasanya, untuk bersyukur kepada
Allah, berdzikir dan bertakbir atas petunjuk dan syari'at-Nya berupa shalat dan
sedekah pada hari Raya tersebut.
Hari Raya ini merupakan hari pembagian hadiah,
orang-orang yang berpuasa diberi ganjaran
puasanya, dan setelah hari Raya tersebut mereka
mendapatkan ampunan.
2. 'Idul Adha Oiari Raya Kurban), ia lebih agung
dan utama daripada 'Idul Fitri. Hari Raya ini terselenggara sebagai penyempurna
ibadah haji yang merupakan rukun Islam kelima, bila kaum muslimin merampungkan
ibadah hajinya, niscaya diampuni dosanya.
Inilah macam-macam hari Raya kaum muslimin di
dunia, semuanya dilaksanakan saat rampungnya ketakwaan kepada Yang Maha
Menguasai dan Yang Maha Pemberi, di saat mereka berhasil memperoleh apa yang
dijanjikan-Nya berupa ganjaran dan pahala. (Lihat Lathaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu
Rajab, hlm. 255-258)
PETUNJUK NABI DI HARI RAYA
Pada saat hari Raya 'Idul Fitri, Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam mengenakan pakaian terbaiknya dan makan kurma -dengan bilangan ganjil
tiga, lima atau tujuh- sebelum pergi melaksanakan shalat 'Id. Tetapi pada 'Idul
Adha beliau tidak makan terlebih dahulu sampai beliau pulang, setelah itu baru
memakan sebagian daging binatang sembelihannya.
Beliau mengakhirkan shalat 'Idul Fitri agar kaum muslimin
memiliki kesempatan untuk membagikan zakat fitrahnya, dan mempercepat
pelaksanaan shalat 'Idul Adha supaya kaum muslimin bisa segera menyembelih
binatang kurbannya.
Mengenai hal tersebut, Allah Ta 'ala berfirman :
"Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah " (Al Kautsar: 2).
"Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah " (Al Kautsar: 2).
Ibnu Umar sungguh-sungguh dalam mengikuti sunnah
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak keluar untuk shalat 'Id kecuali setelah
terbit matahari, dan dari rumah sampai ke tempat shalat beliau senantiasa
bertakbir.
Nabi shallallahu blaihi wasallam melaksanakan
shalat' Id terlebihdahulu baru berkhutbah, dan beliau shalat duaraka'at· Pada
rakaat pertama beliau bertakbir 7 kali berturut-turut dengan Takbiratul Ihram,
dan berhenti sebentar di antara tiap takbir. Beliau tidak mengajarkan dzikir
tertentu yang dibaca saat itu. Hanya saja ada riwayat dari Ibnu Mas'ud
radhiallahu 'anhu, ia berkata: "Dia membaca hamdalah dan memuji Allah Ta 'ala
serta membaca shalawat.
Dan diriwayatkan bahwa Ibnu Umar mengangkat kedua
tangannya pada setiap bertakbir.
Sedangkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam setelah
bertakbir membaca surat Al-Fatihah dan "Qaf" pada raka'at pertama serta surat
"Al-Qamar" di raka'at kedua.
Kadang-kadang beliau membaca surat "Al-A'la" pada
raka'at pertama dan "Al-Ghasyiyah" pada raka'at kedua. Kemudian beliau bertakbir
lalu ruku' dilanjutkan takbir 5 kali pada raka'at kedua lain membaca Al-Fatihah
dan surat. Setelah selesai beliau menghadap ke arah jamaah, sedang mereka tetap
duduk di shaf masing-masing, lalu beliau menyampaikan khutbah yang berisi
wejangan, anjuran dan larangan.
Beliau selalu melalui jalan yang berbeda ketika
yang terkenal sangat bersungguh-mengikuti sunnah Nabi shallallahu berangkat dan
pulang (dari shalat) 'Id.' Beliau selalu mandi sebelum shalat 'Id.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa
memulai setiap khutbahnya dengan hamdalah, dan bersabda :
"Setiap perkara yang tidak dimulai dengan hamdalah, maka ia terputus (dari berkah). " (HR.Ahmad dan lainnya).
"Setiap perkara yang tidak dimulai dengan hamdalah, maka ia terputus (dari berkah). " (HR.Ahmad dan lainnya).
Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, ia berkata
:
"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menunaikan shalat 'Id dua raka'at tanpa disertai shalat yang lain baik sebelumnya ataupun sesudahnya. " (HR. Al Bukhari dan Muslim dan yang lain).
"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menunaikan shalat 'Id dua raka'at tanpa disertai shalat yang lain baik sebelumnya ataupun sesudahnya. " (HR. Al Bukhari dan Muslim dan yang lain).
Hadits ini menunjukkan bahwa shalat 'Id
itu hanya dua raka'at, demikian pula mengisyaratkan tidak disyari'atkan shalat
sunnah yang lain, baik sebelum atau sesudahnya. Allah Mahatahu segala sesuatu,
shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, seluruh
anggota keluarga dan segenap sahabatnya.
KEUTAMAAN PUASA ENAM HARI DI BULAN
SYAWAL
Abu Ayyub Al-Anshari radhiallahu 'anhu meriwayatkan, Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun . (HR. Muslim).
"Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun . (HR. Muslim).
Imam Ahmad dan An-Nasa'i, meriwayatkan dari
Tsauban, Nabi shallallahu 'alaihi wasalllam bersabda:
"Puasa Ramadhan (ganjarannya) sebanding dengan (puasa) sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari (di bulan Syawal, pahalanya) sebanding dengan (puasa) dua bulan, maka itulah bagaikan berpuasa selama setahun penuh." ( Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam "Shahih" mereka.)
"Puasa Ramadhan (ganjarannya) sebanding dengan (puasa) sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari (di bulan Syawal, pahalanya) sebanding dengan (puasa) dua bulan, maka itulah bagaikan berpuasa selama setahun penuh." ( Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam "Shahih" mereka.)
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa berpuasa Ramadham lantas disambung dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia bagaikan telah berpuasa selama setahun. " (HR. Al-Bazzar) (Al Mundziri berkata: "Salah satu sanad yang befiau miliki adalah shahih.")
"Barangsiapa berpuasa Ramadham lantas disambung dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia bagaikan telah berpuasa selama setahun. " (HR. Al-Bazzar) (Al Mundziri berkata: "Salah satu sanad yang befiau miliki adalah shahih.")
Pahala puasa Ramadhan yang dilanjutkan dengan puasa
enam hari di bulan Syawal menyamai pahala puasa satu tahun penuh, karena setiap
hasanah (tebaikan) diganjar sepuluh kali lipatnya, sebagaimana telah disinggung
dalam hadits Tsauban di muka.
Membiasakan puasa setelah Ramadhan memiliki banyak
manfaat, di antaranya :
1. Puasa enam hari di buian Syawal setelah
Ramadhan, merupakan pelengkap dan penyempurna pahala dari puasa setahun penuh.
2. Puasa Syawal dan Sya'ban bagaikan shalat sunnah
rawatib, berfungsi sebagai penyempurna dari kekurangan, karena pada hari Kiamat
nanti perbuatan-perbuatan fardhu akan disempurnakan (dilengkapi) dengan
perbuatan-perbuatan sunnah. Sebagaimana keterangan yang datang dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam di berbagai riwayat. Mayoritas puasa fardhu yang
dilakukan kaum muslimin memiliki kekurangan dan ketidak sempurnaan, maka hal itu
membutuhkan sesuatu yang menutupi dan menyempurnakannya.
3. Membiasakan puasa setelah Ramadhan menandakan
diterimanya puasa Ramadhan, karena apabila Allah Ta'ala menerima amal seorang
hamba, pasti Dia menolongnya dalam meningkatkan perbuatan baik setelahnya.
Sebagian orang bijak mengatakan: "Pahala'amal kebaikan adalah kebaikan yang ada
sesudahnya." Oleh karena itu barangsiapa mengerjakan kebaikan kemudian
melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas
terkabulnya amal pertama.
Demikian pula sebaliknya, jika seseorang melakukan
suatu kebaikan lalu diikuti dengan yang buruk maka hal itu merupakan tanda
tertolaknya amal yang pertama.
4. Puasa Ramadhan -sebagaimana disebutkan di muka-
dapat mendatangkan maghfirah atas dosa-dosa masa lain. Orang yang berpuasa
Ramadhan akan mendapatkan pahalanya pada hari Raya'ldul Fitri yang merupakan
hari pembagian hadiah, maka membiasakan puasa setelah 'Idul Fitri merupakan
bentuk rasa syukur atas nikmat ini. Dan sungguh tak ada nikmat yang lebih agung
dari pengampunan dosa-dosa.
Oleh karena itu termasuk sebagian ungkapan rasa
syukur seorang hamba atas pertolongan dan ampunan yang telah dianugerahkan
kepadanya adalah dengan berpuasa setelah Ramadhan. Tetapi jika ia malah
menggantinya dengan perbuatan maksiat maka ia termasuk kelompok orang yang
membalas kenikmatan dengan kekufuran. Apabila ia berniat pada saat melakukan
puasa untuk kembali melakukan maksiat lagi, maka puasanya tidak akan terkabul,
ia bagaikan orang yang membangun sebuah bangunan megah lantas menghancurkannya
kembali. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai berai kembali "(An-Nahl: 92)
"Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai berai kembali "(An-Nahl: 92)
5. Dan di antara manfaat puasa enam hari bulan
Syawal adalah amal-amal yang dikerjakan seorang hamba untuk mendekatkan diri
kepada Tuhannya pada bulan Ramadhan tidak terputus dengan berlalunya bulan mulia
ini, selama ia masih hidup.
Orang yang setelah Ramadhan berpuasa bagaikan orang
yang cepat-cepat kembali dari pelariannya, yakni orang yang baru lari dari
peperangan fi sabilillah lantas kembali lagi. Sebab tidak sedikit manusia yang
berbahagia dengan berlalunya Ramadhan sebab mereka merasa berat, jenuh dan lama
berpuasa Ramadhan.
Barangsiapa merasa demikian maka sulit baginya
untuk bersegera kembali melaksanakan puasa, padahal orang yang bersegera kembali
melaksanakan puasa setelah 'Idul Fitri merupakan bukti kecintaannya terhadap
ibadah puasa, ia tidak merasa bosam dan berat apalagi benci.
Seorang Ulama salaf ditanya tentang kaum yang
bersungguh-sungguh dalam ibadahnya pada bulan Ramadhan tetapi jika Ramadhan
berlalu mereka tidak bersungguh-sungguh lagi, beliau berkomentar:
"Seburuk-buruk kaum adalah yang tidak mengenal
Allah secara benar kecuali di bulan Ramadhan saja, padahal orang shalih adalah
yang beribadah dengan sungguh-sunggguh di sepanjang tahun."
Oleh karena itu sebaiknya orang yang memiliki
hutang puasa Ramadhan memulai membayarnya di bulan Syawal, karena hal itu
mempercepat proses pembebasan dirinya dari tanggungan hutangnya. Kemudian
dilanjutkan dengan enam hari puasa Syawal, dengan demikian ia telah melakukan
puasa Ramadhan dan mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal.
Ketahuilah, amal perbuatan seorang mukmin itu tidak
ada batasnya hingga maut menjemputnya. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal) " (Al-Hijr: 99)
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal) " (Al-Hijr: 99)
Dan perlu diingat pula bahwa shalat-shalat dan
puasa sunnah serta sedekah yang dipergunakan seorang hamba untuk mendekatkan
diri kepada Allah Ta'ala pada bulan Ramadhan adalah disyari'atkan sepanjang
tahun, karena hal itu mengandung berbagai macam manfaat, di antaranya; ia
sebagai pelengkap dari kekurangan yang terdapat pada fardhu, merupakan salah
satu faktor yang mendatangkan mahabbah (kecintaan) Allah kepada hamba-Nya, sebab
terkabulnya doa, demikian pula sebagai sebab dihapusnya dosa dan
dilipatgandakannya pahala kebaikan dan ditinggikannya kedudukan.
Hanya kepada Allah tempat memohon pertolongan,
shalawat dan salam semoga tercurahkan selalu ke haribaan Nabi, segenap keluarga
dan sahabatnya.
Copyright ©
Al-Sofwa 1999
E-mail:
info@alsofwah.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar