Seringkali
kita temui pasangan baru yang cekcok karena persoalan sepele, hal tersebut bisa
menjadi berkelanjutan jika tidak diselesaikan tuntas. Ibarat sebuah
gelas jika diisi dengan air setetes demi setetes, akan tumpah pada saat
tertentu. Demikian perasaan seseorang, jika memendam ketidak
sepahaman,dan tidak dikomunikasikan hingga tuntas kepada pasangannya.
Memang
bukan hal yang mudah bagi pasangan muda untuk dapat memahami suami atau
istrinya dalam waktu singkat. Umumnya, masing-masing pasangan tinggal bersama
orang tua dan keluarganya di atas 20 tahun, pola asuh, kebiasaan, peraturan
yang diterapkan disetiap rumah berbeda. Sehingga butuh waktu yang lama untuk bisa menyatukan persepsi saling memahami dan mengerti dari kedua sifat yang berbeda.
Tidak
itu saja, hal
mendasar bagi setiap manusia adalah agama, perbedaan dalam kualitas pendidikan
agama kemungkinan besar juga akan berpengaruh pada masing-masing pasangan.
Kemudian pasangan muda tersebut bertemu, beradaptasi dan mengembangkan
ilmu yang didapat saat masih bersama orang tua mereka, proses panjang ini yang
terkadang terkendala karena proses tersebut membutuhkan segudang kesabaran.
Satu hal
mendasar kekurangan kita sebagai umat Islam di Indonesia, sedikit sekali
lembaga yang memberikan kursus bagi pasangan yang akan menikah. Jika kita
sandingkan dengan proses tumbuh kembang anak, dimana seorang anak mulai belajar
berjalan dan mengalami ujian dengan jatuh berkali-kali, demikian pula pada saat
anak usia sekolah, setiap jenjang kenaikan pasti melalui proses belajar dan
ujian.
Nah,
bagaimana dengan pasangan yang ingin menikah, padahal untuk memulai suatu
pekerjaan besar, harus mempunyai bekal ilmu yang banyak, karena pasangan muda
tersebut akan melahirkan generasi-generasi berikutnya. Tidak heran , jika modal
ilmu yang didapat hanya kebiasaan ‘dari sononya’, maka perbedaan- perbedaan
kecil dapat menjadi masalah yang besar.
Sebelum
kita bicara lebih jauh bagaimana cara menyikapi perbedaan, perlu kita ketahui
dahulu hakikat perkawinan menurut Islam.
Pernikahan (perkawinan) menurut Islam adalah akad/perjanjian/ikatan yang kokoh yang dapat menghalalkan hubungan antara laki-laki dan perempuan (mitsaqan ghalidza).
Menurut
Imam al-Ghazali, ada tiga tujuan nikah, yaitu :
1. Merupakan ikhtiar manusia untuk mengembangkan keturunannya dalam rangka melanjutkan
kehidupan di bumi.
2. Menyalurkan
hasrat seksualnya dan menjaga alat reproduksinya.
3. Melalui
perkawinan, hati masing-masing pasangan diharapkan menemukan ketenangan, karena
kegelisahan dan kesusahan hati dapat
disalurkan kepada pasangannya.
“Di
antara tanda-tanda kebesaran Tuhan adalah bahwa Dia menciptakan pasangan kamu
dari bahan yang sama agar kamu menjadi tenteram bersamanya. Dan dia menjadikan
kamu berdua saling menjalin cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah). Ini
adalah pelajaran yang berharga bagi orang-orang yang memikirkannya”. (Ar-Rum :
21)
Setelah kita
memahami tujuan dari perkawinan, secara perlahan dan sabar kita kenali pasangan
kita karena Allah, dengan memegang prinsip-prinsip dasar perkawinan di
dalam Al-Quran yang seharusnya menjadi perhatian utama bagi pasangan
suami-istri, antara lain :
1. Pasangan yang satu adalah merupakan pasangan yang setara bagi yang lain.
Mereka adalah pakaian bagi kamu , dan kamu juga pakaian bagi mereka (Al Baqarah : 187)
2.
Ikatan perkawinan merupakan ikatan janji yang kokoh
Bagaimana kamu (tega)mengambilnya (harta istri dan mahar), padahal diantara kamu sudah berhubungan intim, dan mereka telah menerima (mahar) dari kamu melalui perjanjian yang kokoh (an-Nisa : 21)
3. Segala persoalan diselesaikan dengan cara musyawarah
(.......... maka apabila mereka menghendaki untuk menyapih (anak mereka), dengan kerelaan mereka kedua-duanya, dan atas dasar musyawarah, maka tidak ada dosa bagi mereka berdua (Al-Baqarah : 233)
4.
Tolong-menolong antara suami-istri
Al-Aswad bertanya kepada Aisyah, “Apakah yang dikerjakan Rasulullah saw, di rumah?” Dia menjawab , “Beliau biasa di dalam tugas seharihari keluarganya, yakni melayani keluarganya maka apabila telah tiba waktu sholat, beliau keluar untuk menunaikan sholat” (HR Bukhari)
Bagaimanapun
di dalam sebuah perkawinan, beda pendapat merupakan hal yang biasa, ada
dua cara bijak menyikapi perbedaan tersebut.
Yang pertama adalah sebelum kita berhadapan langsung dengan pasangan kita, yaitu dengan cara :
1.
Mengingat saat pertemuan, sebahagia apa pada saat kita bertemu dengan pasangan,
dalam hal apa saja yang membuat kita tertarik dan bersedia menjadi pasangannya
2.
Mengingat jalannya perkawinan, apa saja yang sudah dilakukan selama perkawinan,
apakah di awal perkawinan konflik sering terjadi, atau hanya sesekali, selain
itu lihat pasangan dari sisi yang positif
3.
Masing-masing pasangan membuat tulisan hal-hal yang disukai atau yang tidak
disukai dari pasangannya, kemudian dikirim kepada pasangannya bisa melalui
surat biasa atau email. Setelah itu diskusikan, inilah jalan untuk
mempertemukan perbedaan
Cara kedua yaitu pada saat terjadi konflik dan kita berhadapan langsung dengan pasangan kita, yang terpenting dilakukan adalah :
Cara kedua yaitu pada saat terjadi konflik dan kita berhadapan langsung dengan pasangan kita, yang terpenting dilakukan adalah :
1. Menjaga emosi, jangan turuti hati dengan amarah, untuk itu jaga hati dan kepala agar tetap dingin.
2.
Hindari bicara dengan nada tinggi, dan pilih kata-kata yang lembut, karena
kelembutan seringkali mempunyai efek yang tepat dalam meredam kemarahan.
3.
Ungkapkan argumen yang masuk akal, seringkali pada saat hati terbakar amarah,
argumen yang disampaikan tidak masuk akal, sehingga pendapat tidak dapat
diterima oleh pasangan kita.
4. Fokus
kepada permasalahan, hal ini kerap terjadi, sehingga permasalahan tidak selesai
karena yang dibahas hal-hal lain dengan mengungkit masalah lama yang sudah
selesai.
Hal
lain yang harus disadari oleh pasangan muda adalah bahwa setiap manusia diciptakan
berbeda, untuk itu jadikan perbedaan sebagai kekayaan bukan suatu kekurangan.
Rumah tangga merupakan pertemuan antara dua insan dengan dua perbedaan
dan mempunyai dua latar belakang yang berbeda pula. Dengan demikian jangan
satukan perbedaan yang ada, karena akan terjadi unsur pemaksaan pada saat
pasangan ingin menyatukan perbedaan. Seharusnya perbedaan yang ada
dipertemukan, artinya pasangan mencari solusi bersama dengan mencari jalan
tengah yang disukai oleh kedua belah pihak.
Jangan lupa bahwa, sesungguhnya kebahagiaan hidup terletak pada cara pandang kita terhadap kenyataan-kenyataan yang kita alami, dan akan menjadi lelah jika kita menciptakan kenyataan-kenyataan yang kita inginkan.
Semoga Bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar