Segala puji bagi Allah Ta'ala, shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad Salallahu 'alaihi wasallam, para sahabat, tabi'in,
serta seluruh pengikutnya yang tetap istiqomah sampai hari kiamat kelak.
Tema ini merupakan tema yang menarik untuk
dibahas. Selain karena banyaknya kontroversi yang timbul dalam memahami makna
ayat ini, juga karena kandungan ayat yang sangat penting untuk dipahami oleh
setiap pasangan dalam sebuah keluarga.
Ada
beberapa persoalan yang sering menjadi pertanyaan berkenaan masalah ini, di
antaranya:
1. Kapan seorang suami harus menerapkan
tiga tahap perintah Allah kepada istrinya dari mulai: menasehati, pisah ranjang
dan memukul dengan pukulan tidak menyakitkan?
2. Kapan seorang suami harus tahu batasan
superioritasnya atas istri? Dan bagaimana solusi yang harus dilakukan ketika
ada godaan syetan yang mengganggu hubungan keluarga mereka?
Maka, dalam tulisan ini kita akan
mengambil manfaat dari apa yang sudah dijelaskan oleh Syaikh Musthofa Al-Adawi
yang sudah dicatat oleh Abu Hamam As-Sa'di ketika pembelajaran dengan Syaikh
Musthofa. Semoga bisa bermanfaat bagi pasangan suami istri.
Syaikh Musthofa Hafidzahullah berkata:
Tidak diragukan lagi bahwa setiap wanita
sangat perlu untuk mendalami ilmu-ilmu agama. NabiShalallahu
'alaihi wasallam pernah bersabda, "Wanita itu bagian dari pria." Kewajiban
wanita menuntut ilmu juga ada dalam firman Allah وقل رب زدني علما "Dan katakanlah, ‘Wahai
Rabbku, tambahkanlah ilmu kepadaku." (Thaha:
14).
Begitu juga dengan Sabda Nabi, "Barang siapa yang dikehendaki kebaikannya oleh Allah, Dia
akan menjadikannya mengerti tentang (urusan) agamanya." (HR.
Bukhari). Srta perintah lainnya yang menunjukkan kewajiban menuntut ilmu tanpa
memandang jenis kelamin.
Banyak juga penjelasan tentang keutamaan
orang yang berilmu dibanding orang jahil, bahkan sampai anjing yang sudah
diajari oleh tuannya lebih baik dari pada anjing liar, sebagaimana firman
Allah, تعلمونهن مما علمكم الله yang artinya, "kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah
ke-padamu...” (Al-Maidah: 4). Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam juga
bersabda,
نضر الله امرأ سمع مقالتي فوعاها ثم بلغها كما سمعها .
“Semoga
Allah menjadikan berseri orang yang mendengar sabdaku lalumenghafakannya lalu
menunaikannya (menyebarkannya) sebagaimana dia dengar.”
Maka, sudah sepantasnya bagi wanita
muslimah untuk mengenal hukum-hukum seputar kesehariannya. Bahkan, Aisyah radhiallahu 'anha pernah menyatakan perihal
wanita-wanita Anshar, "Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar, sikap malu tidak
menghalangi mereka untuk mendalami ilmu dien."
Allah Ta'ala berfirman
kepada istri-istri Nabi,
[واذكرن ما يتلى في بيوتكن من ءاياتِ الله والحكمة
"Dan
ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat dan hikmah (sunnah
nabimu)" (Al-Ahzab: 34)
Dan terkadang ada beberapa wanita yang
meminta Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa salam untuk
mengajari dan menasehati mereka. Nabi juga memerintahkan pada para wanita untuk
pergi ke tempat dilaksanakannya shalat Ied, bahkan sampai
yang sedang haidh sekalipun , dengan tujuan supaya mereka
mendengarkan khutbah dan mengambil pelajaran dari khutbah itu.
Allah Ta'ala berfirman,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
"Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan
karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab
itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri
ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya , maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika
mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar." (An-Nisa': 34)
Ayat di atas menggambarkan tentang metode
yang berguna untuk keluarga dan kehidupan rumah tangga. Seorang suami dituntut
untuk mengatur, meluruskan, dan tegas terhadap istrinya. Seorang suuami wajib
bekerja mencari rizqi dari kebutuhan primer maupun sekunder, sebaliknya istri
tidak diwajibkan atas hal itu. Makanya, suami itu seperti seorang pengembala
yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya, sehingga dengan superioritasnya
seorang suami harus mengurus rumah tangganya dengan sesua Syariat Allah Ta'ala.
Mengapa yang wajib bertanggung
jawab itu suami? Apa batasan-batasannya?
Allah Ta'ala berfirman,
بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ
"karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita)"
Perkara di atas sebenarnya memang sudah
menjadi fitrah dalam kehidupan manusia. Fitrah bahwasannya laki-laki itu
mempunyai kelebihan atas wanita, di antaranya kekuatan badan, kekuatan akal,
keteguhan, ketabahan dan kesabaran. Sehingga persaksian wanita itu hanya setara
dengan setengah persaksian laki-laki, karena pada wanita ada sedikit kekurangan
dalam akal dan agamanya.
Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah
ditanya seorang perempuan mengenai hal itu dan beliau menjawab, "Bukankah jika wanita
sedang haidh maka dia tidak shalat dan puasa?" Dia
menjawab, "Benar ya Rasulullah" Rasulullah berkata, "Maka itu merupakan
kekurangan dalam agamanya. Bukankah persaksian wanita itu setengah dari
persaksian laki-laki?" Dia menjawab, "Benar ya Rasulullah"
kemudian Rasulullah berkata, "Maka itu merupakan kekurangan pada akalnya."
Seorang suami itu bertanggung jawab
terhadap rumah tangganya seperti halnya direktur atau pemimpin perusahaan yang
bertanggung jawab terhadap lembaga yang mereka pimpin. Jika perintah suami atau
pimpinan yang tidak menyelisihi perintah Allah diabaikan, maka akan terjadi
kerusakan dan perpecahan dalam rumah tangga atau suatu lembaga. Makanya, Allah Ta'ala berfirman فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ artinya, "Maka wanita-wanita yang shalihah," yaitu
istri-istri yang ta'at terhadap perintah suaminya. Karena di antara tanda
keshalihan wanita adalah keta'atan dia terhadap suaminya.
Akan tetapi, sebaliknya tidak ada ketaatan
kepada suami dalam maksiat terhadap Allah Ta'ala, sebagaimana
sabada Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam, "Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat terhadap
Khaliq". Dari sini kita juga mengetahui bahwasannya tidak
diperbolehkan juga bermaksiat kepada suami, karena suami adalah pemimpin dalam
rumah tangga. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam
bersabda,
لا يحل لامرأة تؤمن بالله واليوم الآخر أن تصوم –التطوع- وزوجها شاهد إلا بإذنه, ولا تأذن في بيتٍ لأحدٍ إلا بإذنه
“Tidak
boleh bagi perempuan yang beriman dengan Allah dan hari akhirat berpuasa
(sunat) sedang suminya bersamanya kecuali dengan izinnya, dan tidak mengizinkan
(seseorangpun) masuk kedalam rumahnya kecuali dengan izinnya”. (HR. Bukhari)
Pemimpin keluarga harus dimintai izin agar
urusan rumah tangga tidak bermasalah.
Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jika salah seorang istri meminta izin pada kalian (suami),
maka janganlah ia (suami) melarangnya." Hadits
ini menunjukkan bahwa izin istri kepada suami itu memang disyariatkan dalam
setiap keadaan.
Bahkan, Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam dengan
tegas menyatakan, "Kalaulah aku boleh memerintahkan seseorang sujud kepada yang
lain, niscaya akan aku perintahkan istri sujud pada suami."
Lalu, apa kewajiban seorang
pemimpin keluarga?
Sebagaimana setiap pemimpin dalam sebuah
organisasi, perusahaan atau bahkan negara, seorang pemimpin keluarga, selain
mempunyai hak dia juga mempunyai kewajiban.
Contoh Nabi Sulaiman 'alaihissalam, beliau selalu keluar untuk melihat
langsung keadaan rakyatnya dan melayani mereka, sampai beliau meninggal dalam
keadaan bertumpu pada tongkatnya. Maka, di antara kewajiban suami sebagai
pemimpin keluarga adalah:
1.
Bersyukur kepada Allah yang telah menjadikannya sebagai pemimpin dalam rumah
tangga dan menjodohkan dia dengan istri yang shalihah.
Rasulullah Shalalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Dunia itu hanyalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan
adalah wanita sholihah." Dalam riwayat yang lain disebutkan, "Yang membuat suami senang jika dipandang, yang taat dengan
perintah suami, dan yang terjaga ketika suami sedang tidak bersamanya." Inilah
yang disebut dengan wanita shalihah.
2.
Harus bersikap lemah lembut terhadap keluarganya. Allah Ta'ala berfirman kepada Nabi Muhammad,
"Maka disebabkan rahmat
dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu
bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu . Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya." (Ali-Imron: 159)
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya, kelemahlembutan itu apabila ada pada sesuatu,
ia akan menghiasinya namun apabila tercabut dari sesuatu, ia akan
memburukkannya”. Sabda beliau yang lain, "Sesungguhnya Allah jika menghendaki kebaikan atas ahlu bait,
maka Allah akan meunjukkan kepada mereka pintu kelemahlembutan."
Diriwayatkan juga dari Abu Sulaiman Malik
bin Al Huwairits Radhiallahu anhu berkata: Kami menemui Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam, ketika itu kami masih
muda, rata-rata usianya. Kami berada bersama Nabi Muhammad saw selama dua puluh
hari, sehingga ia menganggap kami telah rindu kepada keluarga kami, ia
menanyakan kepada kami tentang keluarga yang kami tinggalkan. Lalu kami
sampaikan kepadanya. Nabi Muhammad adalah orang yang sangat lemah lembut dan
penyayang. Lalu bersabda: "Pulanglah ke keluarga
kamu semua, ajarkan kepada mereka, suruhlah mereka, dan shalatlah kamu
sebagaimana kamu melihatku shalat. Dan jika datang waktu shalat hendaklah ada
salah seorang di antaramu mengumandangkan adzan, kemudian yang paling tua
hendaklah menjadi imam."(HR. Al-Bukhari)
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam
yang diutus sebagai rahmatan lil alamin merupakan pribadi yang penyayang kepada
para pemuda dan lemah lembut kepada para wanita yang sedang ditinggal suaminya.
Oleh karenya, aku menasehatkan kepada para
suami yang pergi meninggalkan istrinya hanya untuk mencari harta dan harta,
untuk segera introspeksi dan bertaqwa kepada Allah Ta'ala. Karena pada dasarnya
jiwa wanita itu lemah, kecuali yang diberi kelebihan oleh Allah.
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Binasalah budak dinar, budak dirham, dan budak khamishah (pakaian
tebal dari sutra), jika diberi maka dia ridha dan jika tidak diberi maka dia
marah. Binasalah dan merugilah dia, jika tertusuk duri maka itu tidak akan
terlepas darinya. Berbahagialah hamba yang mengambil tali kekang kudanya di
jalan Allah, rambutnya kusut, dan kedua kakinya berdebu. Jika dia sedang
berjaga maka dia benar-benar menjaga dan jika dia berada di barisan belakang
maka dia benar-benar menjaga barisan belakang, Jika dia meminta izin maka dia tidak
akan diberi izin dan jika dia meminta syafaat (minta dibantu) maka syafaatnya
tidak diterima”. (HR. Al-Bukhari no. 2887)
نْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى
“Aisyah
radhiyallahu ‘anha berkata: “Rasulullah shallallau ‘alaihi wasallam berasabda:
“Sebaik-baik kalian adalah (suami) yang paling baik terhadap keluarganya dan
aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi)
Oleh karenanya wahai para suami, janganlah
kalian mendatangi istri kalian dengan wajah عبوساً قمطريراً (wajah muram penuh kesulitan),
tapi datanglah dengan raut muka yang penuh suka cita, untuk menentramkan hati
para istri, karena istri itu lebih pantas untuk mendapatkan kebaikan. Seorang
istri jika sudah merasa kehilangan cinta dan kelemahlembutan dari suaminya, dia
bisa saja ingin beralih cinta kepada orang lain, kita berlindung kepada Allah
dari hal itu.
Oleh karena itu, bagi para suami hendaknya
berusaha berakhlaq dengan akhlaq yang baik, karena Rasulullah pernah bersabda
mengenai perempuan, "mereka sesungguhnya hanyalah tawanan yang tertawan oleh
kalian," dan bersabda kepada para suami,
اِسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُُه كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ
“Berwasiatlah
untuk para wanita karena sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk
dan yang paling bengkok dari bagian tulang rusuk adalah bagian atasnya. Jika
engkau ingin meluruskan tulang rusuk tersebut maka engkau akan mematahkannya,
dan jika engkau membiarkannya maka ia akan tetap bengkok, maka berwasiatlah
untuk para wanita” (HR. Al-Bukhari)
3. Para pemimpin keluarga hendaknya
mengenal karakter pribadi yang mereka pimpin, makanya dia juga harus memahami
karakteristik seorang wanita, sehingga suami akan dapat bermuamalah dengan
istri atau anak dengan baik, kemudian dia dapat membimbing anggota keluarga
yang dia pimpin kejalan yang benar, tentunya dengan hidayah dari Allah Ta'ala.
Firman Allah selanjutnya,
وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
"dan
karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka"
Sudah menjadi kesepakatan ulama bahwa
seorang suami wajib hukumnya menafkahi istri dan keluarganya sesuai dengan
kemampuannya, jangan hanya mementingkan kebutuhannya sendiri. Sorang istri, jia
suaminya tidak mau menafkahinya, maka dia diperbolehkan untuk mengambil harta
suami secukupnya tanpa sepenetahuan suami. Sebagaimana dalam kisah Hindun istri
Abu Sufyan. Akan tetapi hal ini dilakukan oleh seorang istri yang benar-benar
mempunyai kebutuhan mendesak dan digunakan dalam kebaikan serta tidak
berlebih-lebihan. Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam,"Ambillah darinya yang bisa mencukupi untuk kamu dan anakmu
dalam kebaikan!".
Allah berfirman, "Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al
A’rof: 31) dan berfirman, "Dan janganlah kamu
jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu
mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. " (QS.
Al Isra': 29).
Allah Ta'ala telah
menjelaskan kepada kita tentang kepemimpinan laki-laki atas wanita, sehingga
jangan sampai ada perempuan yang dengan lancangnya menyuarakan kesetaraan
gender (persamaan hak antara laki-laki dan wanita), padahal perbuatan semacam
ini merupakan penghinaan yang besar terhadap syari'at Allah. Allah sendiri
telah membantah hal itu dengan firman-Nya,
وَلاَ تَتَمَنَّوْاْ مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُواْ وَلِلنِّسَاء نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُواْ اللَّهَ مِن فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Dan
janganlah kalian merasa iri terhadap apa yang dianugerahkan Allah kepada
sebagian kalian lebih banyak dari sebagian yang lain. Bagi para lelaki ada
bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi wanita ada bagian dari apa yang
mereka usahakan. Dan memohonlah kepada Allah sebagian dari karunianya.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Tahu terhadaap segala sesuatu.” (An-Nisa': 32)
Allah Ta'ala telah
memberikan hak dan kewajiban kepada laki-laki dan perempuan yang sangat sesuai
dengan tabiat dan karakter masing-masing, maka kewajiban seorang Muslim adalah
berserah diri kepada Allah. Makanya, syiar kita adalah "سمعْنا وأطعْنا غفرانكَ ربنا وإليكَ المصير" .
Firman Allah selanjutnya,
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ
"Sebab
itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta'at kepada Allah"
Yaitu istri-istri yang taat kepada
suaminya. Sebagian ulama menafsirkan "Al-Qunuut" dengan
ketaatan."Al-Qunuut" sendiri
mempunyai dua makna, yaitu "doa" seperti
dalam perkataan نقنت في صلاة الفجر (kita berdoa qunut pada shalat subuh)
atau bermakna "diam" seperti
dalam riwayat disebutkan "Kita diperintahkan untuk diam dan dilarang
bicara" sebagai tafsiran dari firman Allah (وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ).
"Al-Qunuut" juga
bisa diartikan dengan "lama berdiri", seperti dalam sabda Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam أفضلُ الصلاةِ طول القنوتِ (Sebaik-baik shalat adalah yang
lama berdirinya).
Firman Allah selanjutnya,
حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
"lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
(mereka)"
Mereka menjaga diri dan kemaluan mereka
dari hal-hal haram ketika suami sedang tidak ada. Yang dimaksud di sini bukan
semata-mata para istri menjaga diri mereka sendiri, tetapi yang menjaga mereka
adalah Allah, sehingga para istri harus terus memohon kepada Allah untuk
menjaga diri mereka dari segala keburukan dan hal-hal haram.
Kemudian Allah Ta'ala juga menjelaskan cara-cara meluruskan
seorang istri ketika mereka melakukannusyuz, yaitu dalam
firman selanjutnya,
وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا
"Wanita-wanita
yang kamu khawatirkan nusyuznya , maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah
mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka
mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya."
Yang dimaksud dengan nusyuz adalah: membangkang dan menolak perintah.
Rasulullah pernah ditanya, perempuan
bagaimanakah yang paling baik? Beliau menjawab, “Yang paling menyenangkannya jika dilihat suaminya, dan
mentaatinya jika dia memerintahkannya, dan tidak menyelisihinya pada diri dan
hartanya dengan apa yang dibenci suaminya.” (HR. An-Nasai)
Dengan penjelasan di atas, maka sudah
seharusnya bagi seorang suami menjadi penjaga dalam rumah tangga, sebagaimana
seorang pemimpin perusahaan, dia akan mendapati di antara yang mereka pimpin
orang baik atau sebaliknya.
Nabi Sulaiman alaihissalam yang mempunyai kerajaan agung dengan berbagai
jenis makhluk yang dipimpinnya, beliau selalu menjaga dan mengawasi mereka,
mana yang taat dan mana yang tidak. Barang siapa yang tidak taat kepadanya, maka نُذقّه منْ عَذَابِ السَّعِير (Kami rasakan kepadanya azab neraka yang
apinya menyala-nyala).
Begitu juga Nabi Dzulqarnain, ketika
beliau melintasi suatu kaum di daerah terbenamnya matahari, Allah Ta'ala
berfirman,
قُلْنَا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِمَّا أَنْ تُعَذِّبَ وَإِمَّا أَنْ تَتَّخِذَ فِيهِمْ حُسْنًا (86) قَالَ أَمَّا مَنْ ظَلَمَ فَسَوْفَ نُعَذِّبُهُ ثُمَّ يُرَدُّ إِلَى رَبِّهِ فَيُعَذِّبُهُ عَذَابًا نُكْرًا (87) وَأَمَّا مَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُ جَزَاءً الْحُسْنَى وَسَنَقُولُ لَهُ مِنْ أَمْرِنَا يُسْرًا
"Kami
berkata: "Hai Dzulkarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan
terhadap mereka.(86) Berkata Dzulkarnain: "Adapun orang yang aniaya, maka
kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia kembalikan kepada Tuhannya, lalu
Tuhan mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya.(87) Adapun orang-orang
yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai
balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari
perintah-perintah kami".(88) (Al-Kahfi: 86-88)
Tetapi
pada realitanya, tidak bisa dipungkiri bahwa akan terjadi permasalahan dalam
suatu keluarga, mungkin dari suami yang kurang bertanggung jawab, atau dari
pihak istri yang tidak taat pada suami. Seluruh permasalahan ini tentunya
muncul karena adanya godaan syetan yang menyusupi rumah tangga.
Semoga Keluarga Kita Senantiasa menjadi tempat kerinduan bagi anggota keluarganya.
RUMAHKU ADALAH SYURGAKU DI DUNIA.... |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar