oleh : Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid
Membangun Rumah
Tangga
Nasehat (1): Memilih Istri yang Tepat
Allah berfirman: "Dan kawinkanlah
orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (kawin)
dan hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.
Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Dan
AllahMaha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui." (An-Nur: 32). Hendaknya
seseorang memilih isteri shalihah dengan syarat-syarat sebagai berikut:
"Wania itu dinikahi karena empat hal: hartanya, keturunannya,
kecantikannya dan agamanya. Maka hendaknya engkau utamakan wanita yang memiliki
agama, (jika tidak) niscaya kedua tanganmu akan berdebu (miskin, merana)".
Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 9/132. "Dunia semuanya
adalah kesenangan, dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah wanita shalihah''.
Hadits riwayat Muslim (1468), cet. Abdul Baqi; dan riwayat An-Nasa'i dari Ibnu
Amr, Shahihul Jami', hadits no.3407 "Hendaklah salah seorang dari kamu
memiliki hati yang bersyukur, lisan yang selalu dzikir dan isteri beriman yang
menolongnya dalam persoalan akhirat". Hadits riwayat Ahmad (5/282),
At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Tsauban, Shahihul Jami', hadits no. 5231 Dalam
riwayat lain disebutkan : "Dan isteri shalihah yang menolongmu atas
persoalan dunia dan agamamu adalah sebaik-baik (harta) yang disimpan
manusia". Hadits riwayat Al-Baihaqi dalam Asy-Syu'ab dari Abu Umamah.
Lihat Shahihul Jami', hadits no. 4285 "Kawinilah perempuan yang penuh
cinta dan yang subur peranakannya. Sesungguhnya aku membanggakan dengan
banyaknya jumlah kalian di antara para nabi pada hari Kiamat." Hadits
riwayat Imam Ahmad (3/245), dari Anas. Dikatakan dalam Irwa 'ul Ghalil,
"Hadits ini shahih", 6/195 "(Nikahilah) gadis-gadis,
sesungguhnya mereka lebih banyak keturunannya, lebih manis tutur katanya dan lebih
menerima dengan sedikit (qana'ah)". Hadits riwayat lbnu Majah, No. 1861
dan alam As-Silsilah Ash-Shahihah, hadits No. 623 Dalam riwayat lain disebutkan
: "Lebih sedikit tipu dayanya".
Sebagaimana wanita shalihah adalah salah
satu dari empat sebab kebahagiaan maka sebaliknya wanita yang tidak shalihah
adalah salah satu dari empat penyebab sengsara. Seperti tersebut dalam hadits
shahih: "Dan di antara kebahagiaan adalah wanita shalihah, engkau
memandangnya lalu engkau kagum dengannya, dan engkau pergi daripadanya tetapi
engkau merasa aman dengan dirinya dan hartamu. Dan di antara kesengsaraan
adalah wanita yang apabila engkau memandangnya engkau merasa enggan, lalu dia
mengungkapkan kata-kata kotor kepadamu, dan jika engkau pergi daripadanya
engkau tidak merasa aman atas dirinya dan hartamu" Hadits riwayat Ibnu
Hibban dan lainnya, dalam As-Silsilah Ash- Shahihah, hadits no. 282 Sebaliknya,
perlu memperhatikan dengan seksama keadaan orang yang meminang wanita muslimah
tersebut, baru mengabulkannya setelah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
"Jika datang kepadamu seseorang yang engkau rela terhadap akhlak dan
agamanya maka nikahkanlah, jika tidak kamu lakukan niscaya akan terjadi fitnah
di bumi dan kerusakan yang besar". Hadits riwayat Ibnu Majah 1967, dalam
As-Silsilah Ash-Shahihah, hadits no. 1022 Hal-hal di atas perlu dilakukan
dengan misalnya bertanya, melakukan penelitian, mencari informasi dan
sumber-sumber berita terpercaya agar tidak merusak dan menghancurkan rumah
tangga yang bersangkutan." Laki-laki shalih dengan wanita shalihah akan
mampu membangun rumah tangga yang baik, sebab negeri yang baik akan keluar
tanamannya dengan izin Tuhannya, sedang negeri yang buruk tidak akan keluar
tanaman daripadanya kecuali dengan susah payah.
Nasehat (2): Upaya Membentuk (Memperbaiki) Isteri.
Apabila isteri adalah wanita shalihah maka
inilah kenikmatan serta anugerah besar dari Allah Ta'ala. Jika tidak demikian,
maka kewajiban kepala rumah tangga adalah mengupayakan perbaikan. Hal itu bisa
terjadi karena beberapa keadaan. Misalnya, sejak semula ia memang menikah
dengan wanita yang sama sekali tidak memiliki agama, karena laki-laki tersebut
dulunya, memang tidak memperdulikan persoalan agama. Atau ia menikahi wanita
tersebut dengan harapan kelak ia bisa memperbaikinya, atau karena tekanan
keluarganya. Dalam keadaan seperti ini ia harus benar-benar berusaha sepenuhnya
sehingga bisa melakukan perbaikan. Suami juga harus memahami dan menghayati
benar, bahwa persoalan hidayah (petunjuk) adalah hak Allah. Allah-lah yang
memperbaiki. Dan di antara karunia Allah atas hambaNya Zakaria adalah
sebagaimana difirmankan: "Dan Kami perbaiki isterinya". (Al-Anbiya':
90). Perbaikan itu baik berupa perbaikan fisik maupun agama. Ibnu Abbas
berkata: "Dahulunya, isteri Nabi Zakaria adalah mandul, tidak bisa
melahirkan maka Allah menjadikannya bisa melahirkan". Atha' berkata:
Sebelumnya, ia adalah panjang lidah, kemudian Allah memperbaikinya".
Beberapa Metode Memperbaiki Isteri: Memperhatikan dan meluruskan berbagai macam
ibadahnya kepada Allah Ta'ala.
Kupasan dalam masalah ini ada dalam
pembahasan berikutnya. Upaya meningkatkan keimanannya, misalnya:
• Menganjurkannya bangun malam untuk
shalat tahajjud
• Membaca Al Qur'anul Karim.
• Menghafalkan dzikir dan do'a pada waktu
dan kesempatan tertentu.
• Menganjurkannya melakukan banyak
sedekah.
• Membaca buku-buku Islami yang
bermanfaat.
• Mendengar rekaman kaset yang bermanfaat,
baik dalam soal keimanan maupun ilmiah dan terus mengupayakan tambahan koleksi
kaset yang sejenis.
• Memilihkan teman-teman wanita shalihah
baginya sehingga bisa menjalin ukhuwah yang kuat, saling bertukar pikiran dalam
masalah-masalah agama serta saling mengunjungi untuk tujuan yang baik.
• Menjauhkannya dari segala keburukan dan pintu-pintunya.
Misalnya dengan menjauhkannya dari
Aspek KeImanan Di
Rumah
Nasehat (3): Jadikanlah Rumah sebagai Tempat Dzikrullah
(Mengingat Allah).
Rasulullah shallallahu alaihi wasalam
bersabda: "Perumpamaan rumah yang di dalamnya ada dzikrullah, dan rumah
yang tidak ada dzikrullah di dalamnya adalah (laksana) perumpamaan antara yang
hidup dengan yang mati". Hadits riwayat Muslim dan Abu Musa 1/539, cet.
Abdul Baqi Karena itu rumah harus dijadikan sebagai tempat untuk melakukan
berbagai macam dzikir, baik itu dzikir dalam hati maupun dengan lisan, shalat,
atau membaca shalawat dan Al-Qur'an, atau mempelajari ilmu-ilmu agama, atau
membaca buku-buku lain yang bermanfaat. Saat ini betapa banyak rumah-rumah umat
Islam yang mati karena tidak ada dzikrullah di dalamnya, sebagaimana disebutkan
oleh hadits di atas. Dan apatah lagi manakala yang menjadi dendangan di dalam
rumah itu adalah syair-syair dan lagu-lagu setan, menggunjing, berdusta dan
mengadu domba? Apatah lagi jika rumah-rumah itu penuh dengan kemaksiatan dari
kemungkaran, seperti ikhtilath (campur baur dengan lawan jenis) yang
diharamkan, tabarruj (pamer kecantikan dan perhiasan) di antara kerabat yang
bukan mahram atau kepada tetangga yang masuk ke rumah? Bagaimana mungkin
malaikat akan masuk ke dalam rumah dengan keadaan seperti itu? Karena itu
hidupkanlah rumahmu dengan dzikrullah! Mudah-mudahan Allah merahmatimu.
Nasehat (4): Jadikan Rumahmu sebagai Kiblat.
Maksudnya, menjadikan rumah sebagai tempat
beribadah. Allah berfirman: "Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya:
"Ambillah olehmu berdua beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal
bagi kaummu dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu sebagai kiblat dan
dirikanlah shalat serta gembirakanlah orang-orang yang beriman". (Yunus:
87).
Ibnu Abbas berkata: "Maksud disuruh menjadikan
rumah-rumah mereka sebagai kiblat yaitu mereka diperintahkan menjadikan
rumah-rumah itu sebagai masjid-masjid (tempat beribadah)". Ibnu Katsir
berkata: "Hal ini seakan-akan - Wallahu a'lam - ketika siksaan dan tekanan
Fir'aun beserta kaumnya semakin menjadi-jadi atas mereka, maka mereka disuruh
untuk memperbanyak shalat sebagaimana firman Allah Ta'ala : "Wahai
orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu".(Al-Baqarah: 153). Dalam hadits: "Apabila Rasulullah
Shallallahu alaihi wasalam menghadapi suatu kesulitan, maka beliau melakukan
shalat". Tafsir Ibnu Katsir, 4/224.
Hal ini menegaskan betapa pentingnya
ibadah di dalam rumah-rumah,terutama dalam waktu-waktu lemah dan tertindas,
demikian pula dalam beberapa kesempatan manakala umat Islam tidak mampu
menampakkan shalat mereka di hadapan orang-orang kafir. Dalam hal ini kita juga
perlu mengenang kembali mihrab Maryam, yakni tempat peribadatan beliau,
sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta'ala: "Setiap Zakaria masuk untuk
menemui Maryam di Mihrab ia dapati makanan di sisinya". (Ali lmran : 37)
Para sahabat juga amat memperhatikan
masalah shalat di dalam rumah mereka selain shalat fardhu. Sebuah kisah di
bawah ini menarik sebagai pelajaran bagi kita : "Dari Mahmud bin Ar-Rabi'
Al-Anshari, bahwasanya Itban bin Malik - dia adalah salah seorang Sahabat
Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam yang ikut serta dalam perang Badar, dari
kaum Anshar - ia datang kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam lalu
berkata: "Wahai Rasulullah!, pandanganku telah menipu tapi aku tetap
shalat bersama kaumku, apabila turun hujan, mengalirlah air di lembah (yang
memisahkan) antara aku dengan mereka sehingga aku (tak) bisa datang ke masjid
mereka dan shalat bersama-sama, aku sangat ingin wahai Rasulullah, jika engkau
datang kepadaku dan shalat di dalam rumahku sehingga aku menjadikannya sebagai
mushalla (tempat shalat)". Ia berkata: "Maka Rasulullah Shallallahu
alaihi wasalam bersabda kepadanya: "Akan aku lakukan Insya Allah"."
Itban berkata: "Maka berangkatlah Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam
dan Abu Bakar ketika siang (nampak) meninggi, maka Rasulullah Shallallahu
alaihi wasalam meminta izin, lalu aku mengizinkan kepada beliau, beliau tidak
duduk sebelum masuk ke dalam rumah lalu beliau berkata: "Di bagian mana
engkau suka aku melakukan shalat dari rumahmu?" . "Ia berkata:
"Maka aku tunjukkan kepada beliau suatu arah dari rumahku, maka Rasulullah
Shallallahu alaihi wasalam berdiri kemudian bertakbir, lalu kami semua berdiri
membentuk barisan, dan Nabi Shallallahu alaihi wasalam shalat dua rakaat
kemudian salam".
Dalam memetik pelajaran dari hadits di
atas, Ibnu Hajar berkata: "Di situ merupakan pelajaran, agar kita
menggunakan tempat tertentu untuk melakukan shalat dalam rumah. Adapun larangan
untuk menjadikan tempat tertentu dalam masjid adalah hadits Abu Daud, dan itu
jika ia lakukan untuk riya' atau yang sejenisnya. Menjadikan tempat tertentu
dalam rumah untuk shalat bukan berarti menjadikan tempat tersebut sebagai wakaf
- tidak berlaku padanya hukum wakaf - meski secara umum dikategorikan dengan
nama masjid.
Nasehat (5): Pendidikan Keimanan untuk Anggota Keluarga.
Dari Aisyah radhiallahu anha ia berkata:
Suatu ketika Rasullah Shallallahu alaihi wasalam, mengerjakan shalat malam,
ketika akan witir beliau mengatakan: "Bangunlah, dan dirikanlah shalat
witir wahai Aisyah!". "Allah mengasihi laki-laki yang bangun malam
kemudian shalat lalu membangunkan isterinya sehingga shalat, jika tidak mau ia
memerciki wajahnya dengan air". Hadits riwayat Muslim, Shahih Muslim bi
Syarh An-Nawawi, 6/23
Membiasakan dan menganjurkan para isteri
dengan sedekah adalah sesuatu yang bisa menambah iman, ia adalah perkara agung
yang dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam dengan sabdanya:
"Wahai segenap wanita, bersedekahlah kalian. Sesungguhnya aku melihat
bahwa kalian adalah sebanyak-banyak penduduk Neraka". Hadits riwayat Ahmad
dan Abu Daud; Shahihul jami' , hadits no.3488 Di antara ide yang bagus adalah
dengan meletakkan kotak amal di dalam rumah untuk orang-orang miskin, sehingga
setiap uang yang masuk di dalamnya menjadi hak bagi orang-orang yang
membutuhkannya, karena itulah tempat dana mereka di dalam rumah orang muslim.
Jika anggota keluarga melihat seorang panutan yang membiasakan puasa pada
ayyaamul biidh (pertengahan setiap bulan Qamariyah, yaitu tanggal 13, 14, 15),
hari Senin dan Kamis, hari Asyura, hari Arafah, pada banyak hari di bulan
Muharram dan Sya'ban, niscaya akan mendorong anggota keluarga yang lain untuk
mengikutinya.
Nasehat (6): Perhatian pada Do'a-do'a yang Disyari'atkan dan
Sunnah -sunnah yang Berkaitan dengan Rumah.
Di antara contohnya yaitu: Do'a masuk
rumah: Imam Muslim dalam Shahihnya meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jika seorang laki-laki masuk ke
dalam rumahnya kemudian menyebut nama Allah Ta'ala ketika dia masuk dan ketika
makan, setan berkata: "Kamu tidak punya (jatah) tempat tidur dan tidak
pula (jatah) makan di sini". Dan jika ia masuk dan tidak menyebut nama Allah
ketika ia masuk, maka setan berkata: "Kamu mendapatkan (jatah) tempat
tidur". Dan jika tidak menyebut nama Allah ketika makan, setan berkata:
"Kamu mendapat (jatah) tempat tidur dan makan"." Hadits riwayat
Imam Ahmad, Al-Musnad, 3/346 dan Muslim, 3/1599
Do'a keluar rumah: Dalam Sunan, Abu Daud
meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Jika seorang laki-laki keluar dari rumahnya kemudian mengatakan:
"Bismillaahi Tawakkaltu 'alallaahi Laa hawla walaa quwwata illaa billaahi"
"Dengan Nama Allah, aku bertawakkal (menggantungkan diri) kepada Allah,
tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah", niscaya
akan dikatakan kepadanya: "Cukuplah bagimu, engkau telah diberi petunjuk,
engkau telah dicukupi dan dijaga ", sehingga setan menyingkir daripadanya.
Lalu setan lain berkata kepadanya: "Bagaimana kamu dapat (menggoda)
laki-laki yang telah ditunjuki, dicukupi dan dijaga?"." Hadits
riwayat Abu Daud no. 5095, At-Tirmidzi No. 3426. Dalam Shahihul Jami', hadits
no. 499. Siwak: Dalam Shahihnya, Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah
radhiyallah 'anha, bahwasanya ia berkata: "Bahwasanya Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam jika masuk rumahnya beliau memulai dengan
siwak". Shahih Muslim, kitab Ath-Thaharah, bab 15, no. 44.
Nasehat (7):Rutin Membaca Surat Al-Baqarah di Rumah untuk
Mengusir Setan.
Hadits-hadits dalam hal ini di antaranya:
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah kalian
jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan! Sesungguhnya setan lari dari rumah
yang dibacakan di dalamnya surat Al-Baqarah". Shahih Muslim, cet.Abdul
Baqi, 1/539 Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Bacalah
surat Al-Baqarah di rumah-rumah kalian, karena sesungguhnya setan itu tidak
masuk ke dalam rumah yang dibaca di dalamnya surat Al-Baqarah". Hadits
riwayat Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak, 1/561; dan dalam Shahihul Jami ',
hadits no.1170 Tentang keutamaan dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah serta
pengaruh membacanya bagi rumah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta'ala menulis suatu kitab sebelum Ia
menciptakan langit dan bumi sekitar 2000 tahun, Ia berada di atas Arsy, dan
menurunkan dua ayat penutup (terakhir) dari surat Al-Baqarah. Dan tidaklah
setan mendekat rumah yang dibacakan di dalamnya kedua ayat tersebut selama tiga
malam". Hadits riwayat Imam Ahmad di dalam As-Sunnah 4/274 dan selainnya;
dalam Shahihul Jami' hadits no. 1799
Ilmu Agama Di Rumah
Nasehat (8): Pengajaran Anggota Keluarga Mengajar adalah
kewajiban yang mesti dilakukan oleh pemimpin keluarga.
sebagai realisasi dari perintah Allah Ta'ala:
"Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api
Neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu".(At-Tahrim : 6) Ayat di atas
merupakan dasar pengajaran dan pendidikan anggota keluarga, memerintah mereka
dengan kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran. Di bawah ini beberapa
komentar ahli tafsir tentang ayat tersebut, yakni berkaitan dengan kewajiban
yang dibebankan atas pemimpin keluarga. Qatadah berkata: "Dia hendaknya
memerintah mereka berbuat taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala serta mencegah
mereka dari maksiat kepadaNya, hendaknya menjaga mereka untuk melakukan apa
yang diperintahkan oleh Allah dan membantu mereka di dalamnya. Maka apabila
kamu melihat kemaksiatan, hendaknya engkau menjauhkan mereka daripadanya dan
memperingatkan untuk tidak melakukannya". Adh-Dhahhak dan Muqatil berkata:
"Merupakan kewajiban setiap muslim, mengajarkan keluarganya dari kerabat
dan hamba sahayanya akan apa yang diwajibkan oleh Allah atas mereka dan apa
yang dilarangNya". Ali radhiyallah 'anhu berkata: "Ajari dan didiklah
mereka''. Al-Kiya At-Thabari berkata: "Kita hendaknya mengajari anak-anak
dan keluarga kita masalah agama dan kebaikan, serta apa-apa yang penting dan
dibutuhkan dalam persoalan adab dan akhlak". Apabila Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menganjurkan kita mengajari wanita-wanita
hamba sahaya yakni bukan orang-orang merdeka, maka apatah lagi halnya dengan
anak-anakmu dan keluargamu yang merdeka?" Imam Bukhari dalam Shahihnya,
Bab Pengajaran Laki-laki terhadap Hamba Sahaya Perempuan dan Keluarganya,
menulis hadits: "Tiga orang yang mendapat dua pahala: ... dan seorang
laki-laki yang memiliki hamba sahaya perempuan lalu ia mendidiknya dengan baik,
mengajarinya dengan baik, kemudian ia memerdekakannya lalu menikahinya maka
baginya dua pahala." Dalam penjelasan hadits di atas, Ibnu Hajar
mengatakan: "Kesesuaian hadits dengan tarjamah - maksudnya judul bab -
dalam masalah hamba sahaya perempuan adalah dengan nash, dan dalam masalah
keluarga dengan qiyas, sebab perhatian dengan keluarga yang merdeka dalam soal
pengajaran kewajiban-kewajiban yang dibebankan oleh Allah dan sunnah-sunnah
RasulNya adalah sesuatu yang harus dan pasti daripada perhatian kepada hamba
sahaya perempuan".
Karena adanya kesibukan dan tugas serta
ikatan lainnya, seseorang terkadang melalaikan untuk meluangkan waktu bagi
dirinya sehingga bisa mengajari keluarganya. Diantara jalan pemecahan dalam
persoalan ini yaitu hendaknya ia mengkhususkan satu hari dalam seminggu sebagai
waktu untuk keluarga, bahkan mungkin juga dengan melibatkan kerabat lain untuk
menyelenggarakan majlis ilmu di dalam rumah. Ia hendaknya mengumumkan hari
tersebut kepada segenap anggota keluarga dan menganjurkan agar menepati dan
datang pada hari yang ditentukan tersebut, bahkan akan lebih efektif dengan
menggunakan kata-kata wajib datang, baik kepada dirinya maupun kepada anggota
keluarga yang lain.
Berikut ini adalah apa yang terjadi pada
diri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam masalah ini. Imam Bukhari
berkata: "Bab: Apakah bagi Wanita Disediakan Hari Khusus untuk Ilmu?"
Lalu menyitir hadits Abu Said AI-Khudri radhiyallah 'anhu : "Para wanita
berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Kami telah dikalahkan
kaum laki-laki dalam berkhidmat kepadamu. Karena itu buatlah untuk kami suatu
hari dari dirimu", lalu Rasulullah menjanjikan mereka suatu hari untuk
bertemu dengan mereka, maka Rasulullah menasehati dan memerintah mereka".
Ibnu Hajar berkata: "Dalam riwayat Sahl bin Abi Shalih dari ayahnya dari
Abu Hurairah mirip dengan kisah ini, ia berkata; "Perjanjian kalian di
rumah Fulanah, maka Rasulullah mendatangi mereka dan memberi ceramah kepada
mereka". Dari hadits di atas kita bisa mengambil kesimpulan akan
pentingnya pengajaran para wanita di rumah-rumah, dan mengingatkan pula betapa
besar perhatian para sahabat wanita dalam masalah belajar, juga menunjukkan
bahwa mengkonsentrasikan semangat mengajar hanya kepada laki-laki dengan
meninggalkan kaum perempuan adalah kelalaian besar bagi para da'i dan pemimpin
rumah tangga. Sebagian pembaca mungkin berkata, misalnya, kita telah meluangkan
waktu sehari dalam seminggu dan hal itu telah kita kabarkan kepada anggota
keluarga, lalu apa yang akan kita berikan dalam pertemuan (majlis) tersebut?
Dan bagaimana pula memulainya? Sebagai jawaban dari pertanyaan tersebut,
Penulis mencoba memberikan ide dalam hal ini sehingga menjadi manhaj (program)
sederhana untuk mengajar anggota keluarga secara umum dan bagi kaum wanita
secara khusus.
Nasehat (9): Buatlah Perpustakaan di Rumahmu.
Diantara yang membantu proses pengajaran
bagi keluarga adalah pemberian kesempatan belajar agama dan menolong mereka
untuk mentaati hukum-hukum syari'at dengan membuat perpustakaan Islami di
rumah, tidak harus besar, tetapi yang penting bisa menyeleksi buku-buku
penting, menempatkannya di tempat yang gampang diambil, dan menganjurkan
anggota keluarga untuk membacanya.
Hendaknya di ruang dalam disediakan kamar
yang bersih dan tertib, cocok untuk meletakkan buku-buku, di kamar tidur, juga
di ruang tamu, sehingga memberi kesempatan kepada anggota keluarga membaca buku
dengan teratur. Diantara perpustakaan yang baik dan efisien - dan sungguh Allah
menyukai yang baik dan efisien - adalah hendaknya perpustakaan itu memuat
sumber-sumber yang daripadanya bisa dicari pembahasan dan pemecahan berbagai
persoalan, bermanfaat untuk anak-anak di sekolah, dan hendaknya pula memuat
buku-buku untuk tingkatan yang beragam, juga buku-buku yang cocok untuk orang
dewasa dan anak-anak, laki-laki dan perempuan.
Jika mampu, bisa pula disediakan buku-buku
khusus hadiah bagi tamu dan kawan anak-anak serta pengunjung keluarga, dengan
memperhatikan soal cetakan yang menarik, buku yang telah diteliti dan diedit,
serta hadits-haditsnya telah diperiksa dan diterangkan secara jelas. Untuk
mendirikan perpustakaan rumah, bila perlu dengan memanfaatkan pameran buku-buku
setelah meminta pertimbangan terlebih dahulu kepada orang yang ahli di bidang
perbukuan. Diantara yang membantu memudahkan mencari buku-buku yaitu dengan
menertibkan buku-buku sesuai judulnya. Misalnya buku tafsir di rak tersendiri,
demikian pula hadits, fiqh dan seterusnya. Salah seorang anggota keluarga
hendaknya ada yang menata daftar buku sesuai dengan abjad dan judul, sehingga
akan memudahkan pencarian buku, sebab terkadang banyak orang yang senang
membaca buku-buku keislaman menanyakan nama-nama buku tersebut pada
perpustakaan rumah.
Nasehat (10): Perpustakaan Kaset di Rumah.
Tape Recorder di dalam rumah bisa
berfungsi baik atau jelek. Bagaimana menjadikan penggunaannya diridhai oleh
Allah ? Diantara sarana untuk itu adalah menjadikan koleksi kaset yang ada di
dalam rumah merupakan kaset-kaset Islami dan baik. Yakni rekaman dari para
ulama, pembaca Al-Qur'an (qari' ), penceramah, pemberi nasehat, khatib dll.
Sungguh, mendengarkan kaset bacaan Al-Qur'an yang khusyu' dari suara sebagian
imam shalat tarawih misalnya, memiliki pengaruh besar bagi keluarga di rumah.
Baik itu pengaruh dari makna yang terkandung di dalam Al-Qur'an maupun pengaruh
terhadap hafalan mereka, karena senantiasa memperdengarkannya kembali, juga
pengaruh segi penjagaannya dari pendengaran setan seperti lagu-lagu, sebab
telinga dan hati tidak cocok untuk bercampur di dalamnya kalamullah dan
lagu-lagu setan. Betapa banyak kaset-kaset fatwa yang memberikan pengaruh dalam
pemahaman fiqh anggota keluarga dalam berbagai persoalan yang mereka hadapi
sehari-hari dalam kehidupan mereka. Di antara yang digagaskan dalam masalah ini
yaitu mendengarkan fatwa-fatwa rekaman dari para ulama seperti fatwa Syaikh
Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani,, Syaikh Muhammad
Al-Utsaimin, Syaikh Shalih Al-Fauzan dan lain-lain dari ulama yang terpercaya
keilmuan dan agamanya. Umat Islam hendaknya memperhatikan dari mana ia
mengambil fatwa agama, karena ini adalah urusan agama. Karena itu, lihatlah
dari siapa kamu mengambil agamamu. Kita hendaknya mengambil agama dari orang
yang telah dikenal keshalihan dan takwa serta wara'nya, bersandar kepada
hadits-hadits shahih dan tidak ta'ashub madzhab, berkata sesuai dengan dalil,
konsisten dengan manhaj wasath (pertengahan), tidak terlalu ekstrim dan
memberatkan, atau terlalu longgar dan mempermudah, dan dia adalah orang yang mengetahui
(khabir) terhadap apa yang kita tanyakan. Allah berfirman: "(Dialah) Yang
Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui
(Muhammad) tentang Dia". (Al-Furqan: 59). Mendengarkan penceramah yang
berdakwah menyadarkan umat, menegakkan dalil dan kebenaran serta menolak
kemungkaran adalah sesuatu yang amat penting dalam pembangunan pribadi di dalam
rumah tangga muslim. Alhamdulillah, kaset-kaset para ulama itu sangat banyak
jumlahnya. Tetapi yang penting, setiap muslim harus mengetahui ciri-ciri manhaj
(metode) yang benar bagi seorang penceramah sehingga kaset-kasetnya perlu
didengarkan dan yang mendengarkan aman karenanya.
Di antara ciri-ciri itu adalah:
• Penceramah itu harus berada diatas
aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, setia kepada sunnah dan meninggalkan bid'ah.
• Hendaknya ia bersandarkan pada
hadits-hadits shahih dan menghindari hadits-hadits dha'if dan palsu.
• Hendaknya ia jeli dan peka dengan
kondisi sosial masyarakat serta apa yang mereka alami. Ia harus bisa meletakkan
obat tepat pada penyakit. Menyampaikan kepada manusia apa yang bermanfaat dan
sangat mereka butuhkan.
• Hendaknya ia berani menyampaikan
kebenaran sesuai dengan kemampuannya dan tidak berbicara dengan batil.
Kaset-kaset itu perlu diletakkan di laci
dengan tertib sehingga gampang diambil, juga akan menjaga kaset tersebut dari
hilang, rusak, atau dibuat mainan anak-anak. Kaset-kaset yang baik hendaknya
kita usahakan untuk disebarkan melalui peminjaman atau menghadiahkannya untuk
orang lain. Dalam pemanfaatan tape recorder ini, adalah baik dengan meletakkan
alat tersebut di dapur sehingga akan memberi manfaat kepada ibu rumah tangga,
juga di kamar tidur untuk bisa memanfaatkan waktu hingga saat terakhir
menjelang kita tidur.
Nasehat (11): Mengundang Orang-orang Shalih, Ulama, dan para
Penuntut Ilmu ke Rumah.
Firman Allah Ta'ala : "Ya Tuhanku,
ampunilah aku, ibu-bapakku, orang-orang yang masuk ke rumahku dengan beriman
dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau
tambahkan bagi orang-orang yang zhalim itu selain kebinasaan". (Nuh :28).
Sungguh masuknya orang-orang beriman dapat menambah cahaya bagi rumahmu. Di
samping itu, mengadakan pembicaraan, bertanya dan berdiskusi dengan mereka akan
mendatangkan banyak sekali manfaat. Orang yang membawa kesturi mungkin akan
memberikannya padamu, atau engkau membeli daripadanya, atau minimal engkau akan
dapati daripadanya bau wangi semerbak. Dengan kedatangan mereka, tentu ayah,
saudara dan anak-anak ada yang ikut menyambutnya, sedang para wanita akan
mendengarkannya dari balik hijab tentang apa yang mereka perbincangkan. Hal itu
adalah pendidikan bagi semua. Jika engkau memasukkan suatu kebaikan maka engkau
telah menolak masuknya sesuatu yang jelek dan kehancuran.
Nasehat (12): Belajar Hukum-hukum Syari'at tentang Rumah.
Di antaranya: Shalat di rumah. Tentang
shalat laki-laki, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Sebaik-baik shalat laki-laki adalah di rumahnya, kecuali shalat
wajib." Adapun shalat-shalat wajib tersebut maka wajib dilakukan di
masjid, kecuali ada udzur. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Shalat tathawwu' (sunnah) laki-laki di rumahnya melebihi (pahala) amalan
tathawwu' di hadapan manusia, sebagaimana keutamaan shalat seorang laki-laki secara
berjama'ah dengan shalatnya sendirian". Adapun bagi wanita, semakin ke
dalam tempat shalatnya dari bagian rumahnya maka semakin utama. Sebagaimana
sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Sebaik-baik shalat kaum
wanita yaitu di bagian paling dalam dari rumahnya". Agar orang lain tidak
menjadi imam di rumahnya, dan tidak boleh duduk seseorang di tempat yang biasa
diduduki oleh pemilik rumah kecuali dengan izinnya. Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak boleh seorang laki-laki diimami di
wilayah kekuasaannya, dan tidak diduduki atas kemuliannya (tempat duduknya) di
rumahnya kecuali dengan izinnya". Maksudnya, tidak boleh maju untuk
menjadi imam atas tuan rumah, meski sebetulnya orang lain lebih baik bacaannya
daripadanya, atau orang yang memiliki kekuasaan seperti tuan rumah atau imam
tetap masjid. Demikian pula seseorang tidak boleh duduk di tempat khusus tuan
rumah baik itu kursi atau kasur kecuali dengan izinnya. Izin "Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu
sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu
lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. Jika kamu tidak menemui seorangpun
di dalamnya maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan
kepadamu:"Kembali (sajalah)", maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih
bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan". (An-Nur:
27-28). "Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya".
(Al-Baqarah: 189).
Boleh masuk ke dalam rumah kosong (yang
tidak berpenghuni) dengan tanpa izin manakala orang yang masuk tersebut
memiliki barang di dalamnya, misalnya rumah yang diperuntukkan bagi tamu.
"Tiada dosa atasmu memasuki rumah yang tidak disediakan untuk didiami,
yang di dalamnya ada keperluanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan
dan apa yang kamu sembunyikan". (An-Nur : 29). Tidak mengapa makan di
rumah kerabat dan rumah teman-teman serta di rumah orang lain yang kita
memiliki kuncinya, jika mereka tidak membenci hal tersebut.
"Tidak ada halangan bagi orang buta,
tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak
(pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu sendiri
atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu
yang laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, di rumah saudara bapakmu
yang laki-laki, di rumah saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudara ibumu
yang laki-laki, di rumah yang kamu miliki kuncinya atau di rumah kawan-kawanmu.
Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian...".
(An-Nur: 61). Melarang anak-anak dan pembantu masuk ke dalam kamar tidur ibu
bapak, tanpa izin, pada waktu-waktu istirahat (tidur). Yaitu sebelum shalat
subuh, waktu tidur siang, setelah shalat Isya', karena ditakutkan pandangan
mereka akan tertumbuk pada pemandangan yang tidak sesuai, jika melihat sesuatu
tanpa sengaja pada selain waktu-waktu tersebut maka hal itu bisa ditolerir
(dimaafkan). Sebab mereka adalah orang-orang yang bercampur di satu rumah dan
melayani sehingga sulit untuk menghindari hal tersebut. Allah berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita)
yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh di antara kamu, meminta
izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari), yaitu: sebelum shalat shubuh,
ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah shalat
lsya'. (Itulah) tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula)
atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu
(ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan
ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
(An-Nur 58). Dilarang mengintip rumah orang lain, tanpa izin mereka. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa mengintip rumah kaum
(orang) lain tanpa izin, kemudian mereka mencongkel matanya, maka baginya tidak
ada diyat dan tidak pula qishash". Wanita yang ditalak tidak boleh keluar
atau dikeluarkan dari rumahnya selama waktu iddah (menunggu) dengan memberikan
infak kepadanya. Allah berfirman: "Hai Nabi, apabila kamu menceraikan
isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu (yang wajar) dan
hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah
kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar
kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum
Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah maka sesungguhnya dia
telah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali
Allah mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru". (Ath-Thalaq: 1).
Boleh bagi laki-laki memisahkan
(meninggalkan) isteri yang durhaka di dalam atau di luar rumah, sesuai dengan
maslahat menurut agama. Adapun memisahkan diri dari isteri di dalam rumah,
dalilnya firman Allah : "Dan pisahkanlah diri dari di tempat tidur
mereka".(An-Nisa': 34). Adapun dasar memisahkan diri dari isteri di luar
rumah adalah seperti yang terjadi pada diri Rasulullah Shallallahu alaihi
wasalam ,ketika beliau memisahkan diri dari isteri-isteri beliau di dalam
kamar-kamar mereka, dan Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam mengasingkan diri
di luar rumah isteri-isteri beliau. Tidak menginap di rumah sendirian.
"Dari Ibnu Umar radhiyallah 'anhu bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam melarang menyendiri, yakni seorang laki-laki menginap atau bepergian
sendirian".
Larangan itu disebabkan karena dengan
sendirian ditakutkan akan terjadi sesuatu. Misalnya serangan musuh, pencuri,
atau sakit. Adanya teman yang mendampinginya akan menolak keinginan musuh atau
pencuri menyerangnya, juga akan membantunya jika dia jatuh sakit. Tidak tidur
di lantai atas yang tidak memiliki pagar, agar tidak jatuh. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa tidur di loteng rumah
yang tidak memiliki batu (penghalang, pagar), maka sungguh aku telah lepas
tanggung jawab daripadanya". Sebab orang yang tidur, terkadang - dengan
tidak sadar - berguling-guling dalam tidurnya. Jika ia tidur di lantai
atas/atap rumah yang tidak memiliki pagar atau pembatas yang menghalanginya,
bisa jadi ia akan jatuh ke bawah yang menyebabkannya meninggal dunia. Jika hal
itu terjadi,maka tak seorangpun yang berdosa karena kematiannya, semua lepas
dari tanggung jawab atas kematian orang tersebut. Di samping hal itu juga
menyebabkan pelecehannya terhadap penjagaan Allah padanya, sebab ia tidak
mengambil langkah ikhtiar dan sebab. Kucing-kucing piaraan tidak menjadikan
najis bejana, bila kucing tersebut minum atau makan daripadanya. "Dari
Abdullah bin Abi Qatadah, dari ayahnya, bahwasanya diletakkan untuknya bejana
yang berisi air, lalu seekor kucing menjilat ke dalamnya, ia (tetap) melakukan
wudhu. Mereka berkata: "Hai Abu Qatadah, bejana itu telah dijilat oleh
kucing". Ia menjawab: "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda: "Kucing termasuk di antara anggota keluarga, dan ia
termasuk di antara yang mengitari kalian". Dalam riwayat lain: "Kucing
itu tidak najis, sesungguhnya ia termasuk di antara yang mengitari
kalian".
Aspek Sosial Di
Rumah
Nasehat(13): Memberi Kesempatan untuk Mendiskusikan
Persoalan-Persoalan Keluarga.
"Sedang urusan mereka (diputuskan)
dengan musyawarah di antara mereka". (As-Syura : 38). Ketika kepada
anggota keluarga diberi waktu dan kesempatan untuk sama-sama duduk
mendiskusikan persoalan intern dan ekstern keluarga, maka itulah pertanda bahwa
keluarga tersebut memperhatikan keutuhan keluarga, peran dan saling
kerjasamanya. Tidak disangsikan lagi, bahwa laki-laki yang diberi amanah
kepemimpinan dalam rumah tangga adalah orang yang paling bertanggung jawab,
penentu segala keputusan. Tetapi dengan memberikan kesempatan kepada yang lain
- terutama kepada anak-anak yang menginjak dewasa - maka hal itu akan merupakan
pendidikan tanggung jawab kepada mereka, di samping semua akan merasa lepas dan
lapang dengan perasaannya, karena pendapat mereka didengar dan dihargai.
Misalnya, dengan mendiskusikan soal umrah pada bulan Ramadhan atau pada liburan-liburan
lainnya, bertandang ke sanak keluarga menyambung silaturrahim, berdarmawisata,
penyelenggaraan walimah pernikahan, aqiqah, pindah rumah, proyek-proyek sosial
seperti penghitungan jumlah fakir miskin sekampung untuk pemberian bantuan atau
pengiriman makanan kepada mereka, demikian juga diskusi tentang kemelut
keluarga, kerabat dan memberikan andil pemecahannya. Perlu juga diingatkan
kepada bentuk lain dari pertemuan yang penting untuk diselenggarakan, yakni
"Pertemuan Keterbukaan" antara kedua orangtua dan anak-anak. Beberapa
kesulitan yang dihadapi oleh anak-anak yang telah baligh terkadang tidak
mungkin untuk dipecahkan kecuali melalui pertemuan pribadi. Misalnya, bapak
dengan anak laki-lakinya memperbincangkan secara terbuka berbagai persoalan
yang menyangkut problematika anak remaja dan puber, hukum-hukum baligh.
Demikian pula halnya ibu dengan puterinya membincangkan persoalan-persoalan
tersebut sekaligus mengajarinya hukum-hukum yang berkaitan dengan wanita
baligh. Bapak dan ibu hendaknya berusaha semampu mungkin membantu memecahkan
problem anak-anaknya terutama pada masa mereka masih remaja. Hal itu misalnya
bisa dilakukan dengan menggunakan bahasa-bahasa yang menarik, seperti
"ketika saya masih seumur kamu ...", sehingga mudah diterima. Tidak
adanya pertemuan semacam ini terkadang menjadikan sebagian anak-anak menjalin
persahabatan dengan teman-teman yang tidak baik, yang pada akhirnya menimbulkan
petaka besar.
Nasehat (14): Tidak Menampakkan Konflik Keluarga di Depan
Anak-anak.
Sangat jarang, sekelompok orang yang hidup
serumah tanpa pernah berselisih. Berdamai setelah berselisih adalah baik dan
kembali pada kebenaran adalah mulia. Akan tetapi, yang bisa menggoncangkan
keutuhan rumah tangga dan membahayakan keselamatan bangunan intern adalah
tampaknya berbagai perselisihan itu di hadapan anggota keluarga yang lain,
sehingga mereka terpecah menjadi dua bala tentara atau lebih, kesatuan menjadi
bercerai berai, belum lagi pengaruhnya terhadap kondisi kejiwaan anak-anak
terutama terhadap mereka yang masih kecil. Renungkanlah, apa yang terjadi jika
sang bapak berkata kepada anaknya: "Jangan bicara dengan ibumu". Sang
ibu pun berkata kepada puterinya: "Jangan bicara dengan ayahmu".
Anak-anak menjadi bingung, tercabik-cabik jiwanya dan semua hidup dengan penuh
beban dan serba sulit. Karena itu, hendaknya kita menjaga agar tidak menjadikan
perselisihan, dan kalau toh terpaksa ada hendaknya hal itu kita sembunyikan.
Kita bermohon kepada Allah semoga Allah mempertautkan segenap hati.
Nasehat (15): Tidak Membolehkan Masuk Rumah kepada Orang yang
tidak Baik Agamanya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Dan perumpamaan teman yang jahat itu seperti pandai besi".
Dalam riwayat Bukhari disebutkan: "Dan pandai besi (bisa) membakar rumahmu,
pakaianmu atau kau dapati daripadanya bau yang busuk". Maksudnya, mereka
akan membakar rumah dengan berbagai macam kerusakan dan penghancuran. Betapa
banyak, karena masuknya orang-orang yang rusak dan diragukan (agamanya) menjadi
sebab timbulnya permusuhan di antara anggota keluarga, berpisahnya suami dari
isteri. Allah melaknat orang yang menipu wanita dari suaminya atau sebaliknya,
dan yang menyebabkan permusuhan antara bapak dengan anak-anaknya. Sungguh,
tiada sebab-sebab terjadinya sihir di rumah atau terkadang kasus pencurian dan
kerusakan akhlak kecuali dengan memasukkan orang yang tidak baik agamanya ke
dalam rumah, karena itu hendaknya mereka tidak diizinkan masuk, meski dia
adalah tetangga, laki-laki atau perempuan, atau orang-orang yang pura-pura
cepat akrab dari laki-laki maupun perempuan. Sebagian orang terkadang agak
sulit menolak, sehingga ketika ia melihatnya telah berada didepan pintu, ia
mengizinkannya padahal ia tahu bahwa orang tersebut dari golongan orang-orang
yang rusak.
Wanita yang tinggal di rumah, mempunyai
tanggung jawab besar dalam masalah ini. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda: ''Wahai manusia, Hari apakah yang paling suci? Hari apakah
yang paling suci? Hari apakah yang paling suci?" Mereka menjawab: "Hari
Haji Akbar". Kemudian Nabi bersabda di tengah khutbahnya pada hari itu:
"Adapun hak kalian atas isteri-isteri kalian adalah hendaknya mereka tidak
membiarkan orang yang kalian benci menginjak kasur (tempat duduk) kalian, dan
tidak memberi izin (masuk) kepada orang yang kamu benci". Maka hendaknya
engkau, wahai wanita muslimah jangan berat hati jika suamimu atau ayahmu
menolak salah seorang tetangga wanita masuk ke rumah, karena mereka tahu akan
pengaruhnya dalam perusakan. Juga hendaknya engkau menahan diri jika wanita
tersebut membandingkan antara suaminya dengan suamimu sehingga engkau tidak
meminta kepada suamimu akan hal-hal yang ia tidak mampu memenuhinya. Engkau
juga wajib menasehati suamimu, jika engkau melihat di antara kawan-kawannya di
rumah ada yang suka mengajak suamimu kepada kemungkaran.
PERINGATAN:
Usahakan Semampu Mungkin untuk Lebih
Banyak Berada di Rumah. Adanya wali (pemimpin) di rumah menjadikan semua
persoalan terkontrol, juga memungkinkan baginya mendidik dan memperbaiki
keadaan, dengan mendampingi dan mengawasi. Sebagian orang berpendapat bahwa
kewajiban asli bagi laki-laki adalah keluar rumah, jika ia tidak mendapatkan
tempat ke mana harus pergi baru ia pulang ke rumah. Teori ini adalah keliru.
Jika keluarnya seseorang dari rumah untuk ketaatan, maka hendaknya bisa menjaga
keseimbangan (antara waktu di luar dan di dalam rumah). Tetapi jika keluarnya
untuk maksiat, menghabiskan waktu secara sia-sia atau berlebih-lebihan dalam
urusan kesibukan dunia maka hendaknya ia mengurangi kesibukan-kesibukan dan
berbagai bentuk bisnis itu, serta menghilangkan beberapa rapat yang kurang
penting. Sungguh, alangkah keji kaum yang menyia-nyiakan keluarganya dan
begadang di warung-warung atau night club. Kita tidak mau membeo di belakang
program-program musuh-musuh Allah. Di bawah ini adalah pelajaran berharga:
Dalam brosur hasil kesepakatan Zionis Perancis bernama Al-Masyriqul A'zham yang
diselenggarakan pada tahun 1923 disebutkan: "Dan untuk mencapai perpecahan
antara seseorang dengan keluarganya hendaknya kalian mencabut akhlak dari
akarnya, karena sesungguhnya nafsu cenderung kepada pemutusan ikatan keluarga
dan mendekati kepada hal-hal yang diharamkan, karena nafsu lebih mengutamakan
banyak cerita dan obrolan di warung-warung kopi untuk menyebarkan isu-isu
keluarga".
Nasehat (16): Teliti dalam Mengamati Anggota Keluarga.
Siapakah teman-teman anak-anakmu? Apakah
mereka telah bertemu denganmu atau engkau mencari tahu tentang mereka? Apa yang
dilakukan oleh anak-anakmu bersama mereka di luar rumah? Apa yang ada di dalam
laci dan tas mereka, di bawah bantal, kasur dan apa yang mereka rahasiakan?
Kemana anak gadismu pergi dan dengan siapa? Sebagian orangtua tidak mengetahui
kalau ternyata di dalam lemari anaknya terdapat gambar-gambar dan kaset video
yang tidak mendidik (porno), bahkan kadang-kadang minuman/pil memabukkan.
Sebagian mereka tidak tahu, anak gadisnya
pergi ke pasar bersama pembantu, lalu ia menyuruh pembantu itu menungguinya
bersama sopir, selanjutnya ia pergi sesuai janjinya dengan salah seorang
kekasihnya, sebagian lain pergi menghisap rokok bersama kawan-kawan
sepermainannya yang jahat. Mereka yang bisa lepas diri dari anak-anaknya itu
tidak akan bisa lepas dari persaksian pada Hari Yang Agung, dan mereka tidak
akan bisa lari dari kengerian Hari Pembalasan. "Sesungguhnya Allah akan
meminta pertanggungjawaban kepada setiap pemimpin atas apa yang dipimpinnya,
apakah ia menjaganya atau melalaikannya, sehingga seorang laki-laki ditanya
tentang anggota keluarganya." Tetapi ada hal-hal yang perlu diperhatikan :
• Pengawasan itu hendaknya dengan
diam-diam.
• Tidak untuk menakut-nakuti.
• Agar anak-anak tidak merasa kehilangan
kepercayaan diri.
• Dalam menasehati dan memberi hukuman
hendaknya memperhatikan umur, pengetahuan dan tingkat kesalahan yang mereka
lakukan.
• Hati-hatilah untuk melakukan penelitian
mendalam dan sensus jiwa.
Nasehat (17): Perhatian terhadap Anak-anak di Rumah.
Dalam hal ini ada beberapa segi yang perlu
diperhatikan,diantaranya:
• Hafalan Al-Qur'an dan kisah-kisah
Islami. Betapa indah manakala sang ayah mengumpulkan anak-anaknya untuk
membacakan kepada mereka ayat-ayat Al-Qur'an dengan sedikit keterangan, lalu
memberikan hadiah-hadiah bagi yang bisa menghafalkannya. Seorang anak yang
masih kecil bisa juga telah hafal surat Al-Kahfi karena ayahnya selalu
mengulang-ulang bacaan ayat tersebut setiap kali hari Jum'at. Demikian pula
dengan mengajari anak-anak dasar-dasar akidah Islam seperti yang termuat dalam
hadits: "Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu". Dan mengajari
mereka adab (akhlak) serta do'a-do'a. Seperti do'a makan, tidur, bersin, juga
membiasakan salam dan minta izin. Termasuk yang amat menarik dan berpengaruh
besar terhadap anak adalah dengan menceritakan dan memperdengarkan kepada
mereka kisah-kisah Islami. Diantara kisah-kisah itu adalah kisah Nabi Nuh
alaihis salam dan banjir topan, kisah Nabi Ibrahim alaihis salam dalam
menghancurkan patung-patung lalu pelemparan Nabi lbrahim alaihis salam ke dalam
api, kisah Nabi Musa dan selamatnya dari Fir'aun yang kemudian ia tenggelam
dalam lautan, kisah Nabi Yunus alaihis salam dalam perut ikan, kisah singkat
Nabi Yusuf alaihis salam dan perjalanan hidup Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi
wa sallam seperti diutusnya beliau sebagai rasul dan kisah hijrah, petikan
peperangan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam seperti perang Badar dan
Khandaq dan yang lain seperti kisah beliau dengan laki-laki dan unta yang
menjadikannya lapar dan bersusah payah. Juga kisah orang-orang shalih, seperti
kisah Umar bin Khathab radhiyallah 'anhu dengan seorang ibu bersama
anak-anaknya yang kelaparan di dalam kemah, kisah para penggali parit (Ashaabul
Ukhduud), kisah pemilik-pemilik kebun dalam surat Nun, dan tiga orang yang
tersekap di dalam gua dan sebagainya. Semua hal di atas hendaknya diringkas dan
disederhanakan dengan beberapa komentar dan pengambilan ibrah (pelajaran), kita
tidak membutuhkan cerita-cerita yang bermacam-macam yang menyimpang dari aqidah
dan penuh khurafat atau yang menakutkan (horor) sehingga merusak jiwa anak
karena mewariskan rasa takut dan pengecut.
• Hati-hati terhadap keluarnya anak-anak
bersama teman jalanan (yang semaunya). Akibatnya anak-anak akan pulang ke rumah
dengan membawa ucapan dan akhlak yang tercela. Sebaiknya teman-teman mereka
dipilihkan dari anak-anak kerabat dan tetangga lalu mereka dipanggil ke rumah
sehingga bermain di dalam rumah.
• Perhatian terhadap mainan anak-anak yang
menghibur dan mendidik. Hendaknya disediakan ruangan untuk anak-anak bermain.
Baik juga jika ada lemari khusus sehingga anak-anak bisa menertibkan mainan
mereka di dalam lemari tersebut. Hendaknya dihindari beberapa permainan yang
bertentangan dengan syariat, seperti: alat-alat musik, yang bertanda gambar
salib, atau permainan dadu. Akan lebih baik jika dipenuhi sarana yang menunjang
ketrampilan bagi anak-anak remaja seperti pertukangan, elektronika, mekanika
dan beberapa permainan (games) komputer yang dibolehkan. Tetapi dalam hal ini,
kita mengingatkan bahaya program komputer yang bisa menampilkan gambar
wanita-wanita perusak, juga permainan yang di dalamnya terdapat gambar salib,
bahkan sebagian mengatakan, salah satu game komputer berbentuk permainan judi.
Demikian juga ada game yang menampilkan empat gadis di layar monitor. Orang
yang memainkan game ini harus memilih salah satu di antara empat gambar
tersebut yang kesemuanya hampir mirip. Jika menang dalam game ini, pemain akan
diberi pertanda hadiah dengan keluarnya gadis yang paling seronok dan porno,
na'udzubillah.
• Memisahkan antara anak laki-laki dengan
anak perempuan dalam tidur. Inilah perbedaan cara menertibkan rumah antara
orang yang taat beragama dengan orang yang sama sekali tidak memperhatikan
persoalan agama.
• Bercanda dan menyayangi. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam mencandai anak-anak, mengusap kepala mereka dan
memanggil mereka dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan oleh-oleh pertama kali kepada anak
yang paling kecil, terkadang sebagian dari anak-anak itu menaiki Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam . Di bawah ini adalah dua contoh canda Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Hasan dan Husain. Dari Abu Hurairah
radhiyallah 'anhu ia berkata: "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
menjulurkan lidahnya kepada Hasan bin Ali maka anak itu melihat merahnya lidah
beliau sehingga ta'ajub dan menarik minatnya lalu ia segera menghampiri
beliau". Dari Ya'la bin Murrah ia berkata: "Kami keluar bersama Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu kami diundang untuk makan. Tiba-tiba Husain
sedang bermain di jalan maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam segera (menghampirinya)
di hadapan banyak orang. Beliau membentangkan kedua tangannya lalu anak itu
lari ke sana kemari sehingga membuat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tertawa
sampai beliau (berhasil) memegangnya lalu beliau letakkan salah satu tangannya
di bawah dagu anak tersebut dan yang lain di tengah-tengah kepalanya kemudian
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menciumnya".
Pembahasan dalam hal ini sangat panjang.
Mudah-mudahan penulis berkesempatan membahasnya secara tersendiri dalam buku
lain, Insya Allah.
Nasehat (18): Mengatur Waktu Tidur dan Makan.
Sebagian rumah, punya kondisi layaknya
hotel, hampir penghuninya tidak mengenal satu sama lain, dan jarang sekali
mereka bertemu. Sebagian anak makan atau tidur kapan saja mereka suka sehingga
menyebabkan mereka begadang dan menyia-nyiakan waktu, juga menumpuk antara
makanan yang satu dengan lainnya. Kekacauan seperti ini menyebabkan runtuhnya
tali ikatan, semangat dan waktu yang sia-sia serta membentuk jiwa tidak
konsisten (istiqamah). Sebagian orang yang pandai berdalih mengatakan,
anak-anak yang sekolah dan kuliah waktu keluarnya tidak bersamaan, laki-laki
dan perempuan, demikian pula halnya dengan pegawai, buruh dan pedagang. Akan
tetapi kondisi seperti ini tidak berlaku untuk semua. Sungguh, tidak ada kenikmatan
yang melebihi berkumpulnya satu keluarga di meja makan, lalu menggunakan
kesempatan tersebut untuk mengetahui keadaan masing-masing serta mendiskusikan
sesuatu yang bermanfaat. Bagi pemimpin rumah tangga hendaknya menentukan waktu
kembali (pulang) ke rumah, dan izin kalau mau bepergian, terutama bagi
anak-anak kecil - (sedikit) dalam umur dan akal - yang masih dikhawatirkan
terjadi apa-apa atas mereka.
Nasehat (19): Meluruskan Pekerjaan Wanita di Luar Rumah.
Syariat Islam adalah saling melengkapi
satu sama lain. Ketika Allah memerintah para wanita dengan firmanNya: "Dan
hendaklah kamu tetap di rumahmu". (Al-Ahzab:33). Maka Allah menjadikan ada
orang yang wajib menafkahi mereka, seperti ayah atau suami. Pada hukum asalnya,
wanita tidak dibolehkan bekerja di luar rumah kecuali karena suatu kebutuhan.
Sebagaimana ketika Musa alaihis salam melihat dua anak gadis orang shalih yang
menahan (menghambat) kambing gembalaannya menunggu giliran. Musa menanyakan
kepada mereka:
"Apakah maksudmu (dengan berniat
begitu)? Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak
kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang
bapak kami adalah orang tua yang lanjut usianya."." (Al-Qashash: 23).
Kedua wanita itu seketika menyampaikan alasannya mengapa mereka keluar memberi
minum kambing ternaknya, yakni sebab wali tak mampu lagi bekerja karena usianya
telah lanjut. Karena itu hendaknya kita berusaha untuk menjaga agar wanita
muslimah tidak bekerja di luar rumah, selama hal itu memungkinkan. Allah
berfirman: "Salah seorang dari kedua wanita itu berkata:"Ya bapakku,
ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang
yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang
kuat lagi dapat dipercaya"." (Al-Qashash: 26). Wanita tersebut dengan
kalimat-kalimatnya menjelaskan keinginannya untuk kembali ke rumah sehingga
dirinya terlindungi dari kejelekan dan gangguan yang bisa saja terjadi jika ia
bekerja di luar rumah. Ketika orang-orang kafir pada zaman ini membutuhkan
wanita pekerja setelah Perang Dunia I dan II maka itu adalah untuk mengganti
kekurangan laki-laki. Kondisinya sangat sulit karena mereka harus mengembalikan
denyut kemajuan yang telah dihancurkan oleh perang.
Program Yahudi itu sangat getol dalam
pembebasan wanita, mereka menyerukan hak-hak wanita, dengan maksud untuk
menghancurkan wanita, yang selanjutnya akan menghancurkan bangunan masyarakat,
yang awalnya disebabkan oleh keluarnya wanita untuk bekerja. Meskipun motivasi
(yang mendasari semangat) yang kita miliki tidak seperti yang mereka miliki,
sedang setiap pribadi muslim mesti menjaga isteri dan menafkahi mereka, akan
tetapi gerakan pembebasan wanita semakin bersemangat, bahkan sampai menuntut
perlu dikirimnya wanita-wanita ke luar negeri, selanjutnya meminta mereka
bekerja agar ijazah yang mereka miliki tidak sia-sia. Ini adalah sebuah
kekeliruan. Masyarakat muslim sungguh tidak membutuhkan persoalan wanita
bekerja ini dalam lapangan yang luas. Diantara argumen dalam masalah tersebut
adalah terdapatnya laki-laki yang menganggur sementara lapangan bagi kaum
wanita terus dibuka dan diperluas. Ketika kita mengatakan, "dalam lapangan
yang luas" maka pemahaman maknanya amat kita perhatikan. Sebab kebutuhan
terhadap pekerjaan wanita di beberapa sektor seperti pengajaran, kebidanan, dan
kedokteran sesuai dengan syarat-syarat agama adalah tetap diperlukan. Kita
awali pembahasan ini dengan mukaddimah seperti di muka, karena kita saksikan
bahwa sebagian wanita keluar bekerja dengan tidak karena kebutuhan, bahkan
terkadang dengan gaji yang sangat kecil sebab ia merasa harus keluar bekerja
meski ia sendiri tidak membutuhkannya, bahkan meski di tempat yang tidak cocok
untuknya, setelah itu terjadi berbagai fitnah yang besar. Agar adil, maka kita
mengatakan: Sesungguhnya bekerjanya wanita terkadang memang benar-benar suatu
kebutuhan. Misalnya wanita itulah yang menanggung dan menopang ekonomi keluarga
setelah kematian suami atau ayahnya telah tua renta sehingga tak sanggup
bekerja atau yang semisalnya. Di sebagian negara, karena nilai-nilai
masyarakatnya tidak atas dasar nilai-nilai Islami maka terpaksa isteri bekerja
untuk ikut menutupi kebutuhan rumah tangga bersama suaminya, bahkan seorang
laki-laki tidak mau meminang kecuali kepada wanita yang telah bekerja, lebih
dari itu sebagian mereka dalam akad nikahnya mensyaratkan agar calon isterinya
itu bekerja. Kesimpulan: Terkadang wanita bekerja untuk kebutuhan atau untuk
tujuan yang Islami seperti dakwah kepada Allah di medan pendidikan, atau
sebagai hiburan seperti yang terjadi pada sebagian mereka yang tidak memiliki
anak.
Adapun dampak
negatif bekerjanya wanita di luar rumah, di antaranya yaitu:
• Timbulnya berbagai bentuk kemungkaran,
seperti ikhtilath (percampuran antara laki-laki dan perempuan tanpa hijab),
yang berakibat saling berkenalan lalu melakukan khalwat (berduaan), menggunakan
wewangian untuk menarik lelaki, memperlihatkan perhiasan kepada mereka, yang
pada akhirnya bisa berlanjut jauh hingga pada perzinaan.
• Tidak memberikan hak suami, meremehkan
persoalan rumah dan melalaikan hak-hak anak (dan ini adalah tema kita yang
sebenarnya).
• Berkurangnya makna hakiki dari perasaan
kepemimpinan laki-laki atas jiwa sebagian wanita. Cobalah renungkan, seorang
wanita yang membawa ijazah sama seperti ijazah suaminya bahkan terkadang
ijazahnya lebih tinggi dari ijazah suaminya (padahal ini tidak tercela), lalu
dia bekerja dengan gaji yang terkadang lebih tinggi dari gaji suaminya. Apakah
wanita seperti ini akan merasa perlu sepenuhnya kepada sang suami dan akan
mentaatinya dengan sempurna? Ataukah perasaan tidak butuh menyebabkan kemelut
goncangnya bangunan rumah tangga secara mendasar?. Kecuali wanita yang
dikehendaki baik oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Demikianlah, persoalan nafkah
atas isteri yang bekerja serta nafkah kepada keluarga tidak akan berakhir.
• Menambah beban fisik, tekanan jiwa dan
saraf yang tidak sesuai dengan kodrat wanita.
Setelah pemaparan sekilas masalah maslahat
dan kerugian wanita bekerja, kita mengatakan: Hendaknya kita bertakwa kepada
Allah, menimbang setiap permasalahan dengan timbangan syar'i, dan memahami
kondisi yang membolehkan wanita keluar untuk bekerja dan kondisi mana yang
melarangnya. Janganlah kita buta karena masalah pekerjaan duniawi dari jalan
kebenaran. Kita nasehatkan kepada wanita muslimah agar bertakwa kepada Allah,
mentaati suami jika ia menghendakinya agar meninggalkan pekerjaannya demi
kemaslahatan dirinya dan kemaslahatan rumah tangga. Begitu pula bagi suami,
agar tidak menyusun strategi balas dendam dan agar tidak makan harta isterinya
dengan tanpa dibenarkan.
Nasehat (20): Menjaga Rahasia Rumah Tangga.
Masalah ini menyangkut beberapa hal, diantaranya:
• Tidak menyebarkan rahasia hubungan intim
suami isteri.
• Tidak membawa keluar percekcokan suami
isteri.
• Tidak membuka kepada umum rahasia dan
kekhususan apapun, hal yang apabila tampak akan membahayakan rumah tangga atau
salah satu anggota keluarga.
Adapun petaka pertama, dalil
pelarangannya, adalah sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Sesungguhnya di antara manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi
Allah pada hari kiamat yaitu laki-laki yang mencumbui isterinya, dan isteri
yang mencumbui suaminya, kemudian ia sebarluaskan rahasianya". Makna (
" yufdhi " ) yaitu ia melakukan percampuran, percumbuan dan
persetubuhan seperti dalam firman Allah: "Bagaimana kamu mengambilnya
kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain
sebagai suami isteri". (An-Nisa' : '21). Diantara dalil pelarangan yang
lain adalah hadits Asma' binti Yazid, bahwasanya ia berada pada majlis
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sedang para lelaki dan perempuan sama
duduk.
Beliau bersabda:
"Barangkali ada laki-laki yang
mengatakan tentang apa yang ia lakukan bersama isterinya, dan barangkali ada
perempuan yang mengabarkan tentang apa yang ia lakukan bersama suaminya. Maka
orang-orang pun terdiam, lalu aku katakan: "Ya (benar), demi Allah, wahai
Rasulullah. Sungguh para wanita melakukan itu dan para lelaki juga
demikian". Rasulullah berkata : "Jangan kalian lakukan, sebab hal itu
sesungguhnya seperti setan laki-laki yang bertemu dengan setan perempuan di
jalan lalu ia menyetubuhinya sedang orang-orang pada melihatnya"."
Dalam riwayat Abu Daud disebutkan: "Apakah ada diantara kamu laki-laki
yang apabila mendatangi istrinya lalu mengunci pintunya dan menghamparkan
kelambu penghalangnya dan ia bertabir dengan tabir Allah?" Mereka menjawab:
"Ya benar". Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda
(melanjutkan): "Setelah itu ia duduk lalu berkata: aku telah melakukan
begini dan melakukan begitu" . Mereka terdiam,lalu Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam menghadapi para wanita kemudian bersabda: "Apakah di
antara kalian ada yang membicarakannya ?" Mereka terdiam. Kemudian
bangkitlah seorang gadis montok di atas salah satu lututnya dan mendongakkan
diri kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sehingga beliau melihatnya
dan mendengar ucapannya. Lalu ia berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya
para lelaki membicarakannya, demikian pula halnya dengan para wanita".
Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Apakah kalian
tahu apa perumpamaan hal tersebut? Sesungguhnya perumpamaan hal itu adalah
seperti setan wanita yang bertemu dengan setan laki-laki di jalan, maka ia
lampiaskan hajatnya sedang manusia melihat kepadanya" Adapun perkara kedua
yakni membawa keluar rumah percekcokan suami isteri, pada banyak kasus justru
menambah ruwetnya persoalan, pihak ketiga ikut campur dalam perselisihan suami
isteri sehingga pada sebagian besar kasus menambah persoalan baru. Jalan
keluarnya -jika orang lain ingin membantu, terutama orang yang paling dekat
dengan keduanya - yaitu dengan melakukan surat menyurat antara keduanya.
Hendaknya tidak mencampuri urusan tersebut kecuali karena alasan menjadi pihak
yang mendamaikan secara langsung. Ketika itu kita lakukan sebagaimana yang
diperintahkan oleh Allah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Maka kirimlah
seorang hakam (juru pendamai) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan,
niscaya Allah memberi taufik kepada suami isteri itu".(An-Nisa' :35).
Perkara ketiga, yaitu mengundang bahaya
bagi rumah tangga atau salah satu dari anggotanya dengan menebarkan
rahasia-rahasianya. Ini tidak boleh, sebab ia termasuk dalam sabda Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan
tidak boleh (pula) membahayakan orang lain". Di antara contohnya yaitu
seperti yang termaktub dalam firman Allah: "Allah membuat isteri Nuh dan
isteri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah
pengawasan dua orang hamba yang shalih di antara hamba-hamba Kami, lalu kedua
isteri berkhianat kepada kedua suaminya...". (At-Tahrim: 10). Ibnu Katsir
dalam menukil tafsir ayat ini mengatakan: "Isteri Nuh tersebut selalu
mengintip rahasia Nuh, apabila ada orang yang beriman kepada Nuh maka ia mengabarkan
kepada para pembesar kaum Nuh tentang keimanan itu. Adapun isteri Luth maka
jika Luth menerima tamu laki-laki, dikabarkannya hal itu kepada orang-orang
yang biasa melakukan kejahatan (homosex)", yakni agar mereka datang lalu
melakukan perbuatan homosex dengan tamu tersebut.
Beberapa Akhlak Di Rumah
Nasehat (21): Mentradisikan Pergaulan yang Baik (keramahan) di
Rumah.
Dari Aisyah radhiyallah 'anhu ia berkata:
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jika Allah 'Azza Wa
Jalla menghendaki kebaikan kepada suatu keluarga maka Ia menganugerahkan atas
mereka pergaulan yang baik". Dalam riwayat lain disebutkan:
"Sesungguhnya Allah jika mencintai suatu keluarga maka Ia anugerahkan atas
mereka pergaulan yang baik". Artinya masing-masing mempergauli yang lain
dengan baik. Inilah salah satu sebab kebahagiaan di rumah. Pergaulan yang baik
dan keramah-tamahan adalah sangat bermanfaat antara kedua suami isteri, juga
dengan anak-anak, yang daripadanya akan melahirkan hasil yang tak mungkin
dihasilkan oleh kekerasan. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam : "Sesungguhnya Allah mencintai pergaulan yang baik (keramahan),
dan Ia memberikan kepada pergaulan yang baik (keramahan) apa yang tidak
diberikanNya kepada kekerasan dan apa yang tidak diberikan kepada
selainnya".
Nasehat (22): Membantu Keluarga dalam Pekerjaan Rumah.
Banyak lelaki yang enggan melakukan
pekerjaan rumah, sebagian mereka berkeyakinan bahwa di antara yang menyebabkan
berkurangnya kedudukan dan wibawa laki-laki yaitu ikut bersama anggota keluarga
yang lain melakukan pekerjaan mereka. Adapun Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam beliau menjahit sendiri bajunya, menambal sandalnya dan melakukan
pekerjaan yang biasa dilakukan oleh laki-laki di dalam rumah mereka. Demikian
dikatakan oleh isteri beliau Aisyah radhiyallah 'anha ketika ia ditanya apa
yang dikerjakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam rumahnya.
Aisyah radhiyallah 'anhu menjawab dengan apa yang dilihatnya sendiri. Dalam
riwayat lain disebutkan: "Ia adalah manusia di antara sekalian manusia,
membersihkan bajunya, memerah susu kambingnya dan melayani dirinya".
Aisyah radhiyallah 'anhu juga ditanya apa yang dilakukan oleh Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam rumahnya. Ia berkata: "Ia ada
(bersama) pekerjaan keluarganya -maksudnya membantu keluarganya- dan apabila
datang (waktu) shalat ia keluar untuk shalat". Jika hal itu kita praktekkan
sekarang, berarti kita telah mewujudkan beberapa kemaslahatan:
• Meneladani Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam .
• Kita ikut membantu keluarga.
• Kita merasa rendah hati dan tidak
takabbur (sombong).
Sebagian suami meminta kepada isterinya
agar menghidangkan makanan dengan segera, sementara periuk masih di atas tungku
api, anak kecilnya berteriak ingin disusui, ia tidak menyentuh anak tersebut,
juga tidak mau sabar sedikit menunggu makanan. Hendaknya beberapa hadits di
atas menjadi pelajaran dan peringatan.
Nasehat (23): Bersikap Lembut dan Bercanda dengan Keluarga.
Bersikap lembut kepada isteri dan
anak-anak merupakan salah satu faktor yang bisa menebarkan iklim kebahagiaan
dan eratnya hubungan baik di tengah keluarga. Karena itu Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam menasehati Jabir agar menikahi wanita yang masih perawan.
Beliau mengatakan: "Kenapa (tidak engkau pilih) perawan (sehingga) engkau
bisa mencandainya dan dia mencandaimu, dan engkau (bisa) membuatnya tertawa dan
dia membuatmu tertawa". "Segala sesuatu yang di dalamnya tidak ada
dzikrullah adalah sia-sia belaka, kecuali empat perkara: percandaan laki-laki
terhadap isterinya...". Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mencandai
Aisyah radhiyallah 'anha ketika beliau mandi bersamanya. Aisyah berkisah:
"Aku dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mandi bersama
dari satu gayung untuk berdua (secara bergantian), lalu beliau mendahuluiku
sehingga aku katakan "biarkan untukku, biarkan untukku", ia berkata :
sedang keduanya berada dalam keadaan junub".
Adapun canda Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam kepada anak-anak kecil maka sangat banyak untuk disebutkan.
Beliau sering menyayangi dan mencandai Hasan dan Husein sebagaimana telah kita
singgung di muka. Barangkali ini pula yang menyebabkan anak-anak kecil amat
gembira dengan kedatangan beliau dari bepergian. Mereka segera menghambur untuk
menjemput Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana disebutkan dalam
hadits shahih: "Apabila datang dari perjalanan, beliau dihamburi oleh
anak-anak kecil dari keluarganya". Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam mendekap mereka, seperti diceritakan oleh Abdullah bin Ja'far:
"Apabila Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam datang dari bepergian, beliau
menghambur kepada kami, menghambur kepada saya, kepada Hasan dan Husain, ia
berkata: "Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membawa salah seorang dari
kami di antara kedua tangannya, dan yang lain di belakangnya sehingga kami
masuk kota Madinah". Bandingkanlah antara hal ini dengan keadaan sebagian
rumah yang gersang, tak ada canda, tak ada tawa, kelembutan, juga tidak kasih
sayang. Barangsiapa yang mengira bahwa mencium anak-anak akan mengurangi wibawa
ayah maka hendaknya ia membaca hadits berikut ini: Dari Abu Hurairah
radhiyallah 'anhu ia berkata: "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
mencium Hasan bin Ali sedang di sisi beliau terdapat Al-Aqra' bin Habis
At-Tamimi sedang duduk. Maka Al-Aqra' berkata: "Saya memiliki sepuluh
anak, saya tidak pernah mencium seorangpun dari mereka". Maka Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat kepadanya kemudian bersabda:
"Barangsiapa tidak mengasihi, niscaya dia tidak dikasihi".
Nasehat (24): Menyingkirkan Akhlak Buruk di Rumah.
Salah seorang dari anggota keluarga tidak
mungkin bisa lepas dari akhlak buruk dan menyimpang, seperti: dusta,
menggunjing, mengadu domba atau yang semacamnya. Akhlak buruk ini harus dilawan
dan disingkirkan. Sebagian orang menyangka bahwa hukuman jasmani adalah
satu-satunya jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut. Di bawah ini Aisyah
radhiyallah 'anha meriwayatkan hadits -dalam persoalan tersebut- yang penuh
muatan pendidikan: "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam apabila
mengetahui seseorang anggota keluarganya melakukan sekali dusta, beliau terus memalingkan
diri daripadanya sehingga ia mengatakan bertaubat."
Dari hadits di atas, jelaslah bahwa
memalingkan diri dan hijr (memisah, mendiamkan, meninggalkan) dia dengan tidak
mengajaknya bercakap-cakap serta memberikan hukuman yang setimpal - dalam hal
ini - adalah lebih berpengaruh daripada hukuman jasmani. Karena itu hendaknya
para pendidik di rumah merenungkannya.
Nasehat (25):Gantungkanlah Cambuk sehingga Bisa Dilihat oleh
Anggota Keluarga.
Menampakkan dan memberi isyarat bentuk hukuman
adalah salah satu metode pendidikan yang tinggi. Karena itu Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam Shallallahu 'alaihi wa sallam menerangkan sebab
mengapa seyogyanya digantungkan cambuk atau tongkat di rumah. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Gantungkanlah cambuk di mana bisa
dilihat oleh anggota keluarga, karena ia lebih mendidik mereka". Dengan
melihat alat untuk menghukum, menjadikan orang-orang yang berniat jahat takut
melakukannya, karena merasa ngeri dengan bentuk hukuman yang bakal diterimanya,
sehingga ia menjadi motivasi (pendorong) bagi mereka dalam beradab dan
berakhlak mulia. Ibnu Al-Anbari berkata: "Tidak ada riwayat yang
menyebutkan agar memukul dengan alat itu, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam tidak menyuruh hal tersebut kepada seorangpun, tetapi beliau inginkan
agar engkau tidak lepas mendidik mereka" Memukul sama sekali bukan dasar
dalam mendidik. Tidak dibolehkan menggunakannya kecuali jika seluruh cara
mendidik telah habis atau membebaninya untuk melakukan ketaatan yang
diwajibkan. Seperti firman Allah: "Wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nusyuz (meninggalkan kewajiban bersuami isteri)nya maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah mereka ditempat tidur mereka dan pukullah mereka". (An-Nisa:
34).
Secara tertib, juga seperti dalam sabda
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Perintahkanlah anak-anakmu melakukan
shalat ketika mereka berusia tujuh tahun dan pukullah karena meninggalkannya
ketika mereka berumur sepuluh tahun". Menggunakan hukuman pukul tanpa
dibutuhkan merupakan bentuk pelanggaran. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam menasehati wanita agar tidak menikah dengan laki-laki karena dia tidak
meletakkan tongkat dari lehernya, maksudnya karena ia suka memukuli wanita.
Tetapi orang yang menganggap tidak perlu hukuman pukul secara mutlak, karena
taklid pada teori pendidikan orang-orang kafir, maka pendapat ini salah besar
dan bertentangan dengan nash-nash syar'i.
Kemunkaran-Kemunkaran
Dalam Rumah
Nasehat (26): Waspada terhadap Masuknya Kerabat yang Bukan
Mahram kepada Isteri yang Ada di Rumah ketika Suami sedangTiada.
Nasehat (27): Memisahkan Antara Laki-laki dengan Wanita dalam
Acara Kunjungan Silaturahim Keluarga.
Nasehat (28): Waspada terhadap Bahaya Sopir dan Pembantu di
Rumah .
Nasehat (29): Keluarkanlah Orang yang Bersikap Kebanci-bancian
dari Rumahmu.
Nasehat (30): Waspadalah terhadap Bahaya Film.
Nasehat (31): Berhati-hati dari Kejahatan Telepon.
Nasehat (32): Wajib Menghilangkan Setiap Identitas - Apapun
Bentuknya -Agama Batil Orang-orang Kafir, Termasuk Sesembahan dan Tuhan Mereka.
Nasehat (33): Menghilangkan Gambar-gambar Makhluk Bernyawa.
Nasehat (34): Laranglah Merokok di Rumahmu.
Nasehat (35): Jangan Memelihara Anjing di Rumah.
Nasehat (36): Menjauhi dari Menghias Rumah dengan Aneka Warna
(Berlebih-lebihan).
Rumah Dipandang Dari Dalam Dan Dari Luar
Nasehat (37): Memilih Lokasi dan Desain Rumah yang Tepat.
Tidak diragukan lagi, seorang muslim yang
benar akan memperhatikan soal pemilihan letak dan lokasi rumah yang tepat. Ia
akan menerapkan beberapa program bagi rumahnya sehingga layak sebagai hunian
muslim. Dari segi lokasi, misalnya:
• Rumah hendaknya berdekatan dengan
masjid. Hal ini sangat besar manfaatnya. Ketika adzan bergema memanggil shalat,
ia bisa segera pergi ke masjid dan mendapatkan jama'ah. Bagi para wanita,
mereka akan biasa mendengarkan bacaan Al-Qur'an dari pengeras suara. Adapun
anak-anak kecil, mereka bisa leluasa mengkuti halaqah hafalan Al-Qur'an,
belajar mengaji dan sebagainya.
• Agar tidak dalam satu bangunan dengan
orang-orang fasik, atau dalam kampung hunian yang terdapat orang-orang kafir,
misalnya di tengah-tengah perkampungan itu ada kolam renang buat umum,
campur-baur antara pria wanita dan seumpamanya.
• Agar tidak melihat dan tidak terlihat,
jika masih ada saja terjadi maka boleh menggunakan tabir atau dengan
meninggikan pagar.
Dari segi desain, misalnya:
• Hendaknya ia memperhatikan pemisahan
antara laki-laki dengan perempuan dan para tamu luar , misalnya pintu masuk,
ruang tempat duduk dsb. Jika tidak mungkin, maka bisa menggunakan tabir atau
hijab.
• Menutupi jendela-jendela dengan tabir
atau satir (gorden) , sehingga orang yang ada di dalam kamar tidak kelihatan
oleh tetangga atau oleh orang yang lalu lalang, terutama malam hari ketika
cahaya terang benderang.
• Hendaknya tidak menggunakan toilet
dengan menghadap ke kiblat.
• Hendaknya memilih rumah yang luas serta
rumah yang banyak perabotannya. Hal itu disebabkan beberapa hal:
"Sesungguhnya Allah suka bila melihat bekas nikmat-Nya pada
hambaNya". "Tiga hal termasuk kebahagiaan dan tiga hal termasuk
kesengsaraan. Termasuk kebahagiaan yaitu: wanita shalihah yang jika kamu
melihatnya menyenangkanmu, ketika engkau pergi darinya kamu merasa aman atas
dirinya dan atas hartamu, dan hewan tunggangan sehingga ia menghantarkanmu
menyusul kawan-kawanmu serta rumah yang luas dan banyak perabotannya. Dan
termasuk kesengsaraan adalah wanita yang apabila kamu melihatnya maka engkau
merasa enggan, ia menyerangmu dengan lisannya, jika engkau pergi darinya kamu
tidak merasa aman atas dirinya dan atas hartamu; serta hewan yang lamban, jika
engkau memukulnya maka akan melelahkanmu dan jika engkau meninggalkannya (tidak
memukulnya) maka tidak menghantarkanmu menyusul kawan-kawanmu serta rumah yang
sedikit perabotannya".
• Memperhatikan kesehatan, misalnya soal
ventilasi udara dan masuknya cahaya matahari ke dalam rumah.
Tetapi beberapa hal di atas dan hal-hal
lainnya seyogyanya diukur sesuai dengan kemampuan material dan kondisi yang
ada, tidak boleh dipaksakan.
Nasehat (38): Memilih Tetangga sebelum Memilih Rumah.
Karena pentingnya masalah ini, semestinya
dibahas secara tersendiri sehingga agak mendetail. Tetangga pada zaman kita
sekarang ini, memiliki pengaruh yang tidak kecil terhadap tetangga di
sebelahnya. Karena saling berdekatannya rumah-rumah dan berkumpulnya mereka
dalam flat-flat, kondominium atau apartemen. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam mengabarkan, empat hal termasuk kebahagiaan, di antaranya tetangga yang
baik. Beliau juga menyebutkan empat hal termasuk kesengsaraan, di antaranya
tetangga yang jahat. Karena bahayanya tetangga yang jahat ini, Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam berlindung kepada Allah daripadanya dengan
berdo'a: "Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari tetangga yang jahat di
rumah tempat tinggal, karena tetangga nomaden (hidup berpindah-pindah, termasuk
di dalamnya kontrak beberapa waktu, pent) akan pindah". Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan umat Islam untuk berlindung pula
daripadanya dengan mengatakan: "Berlindunglah kalian kepada Allah dari
tetangga yang jahat di rumah tempat tinggal, karena tetangga yang nomaden akan
berpindah daripadamu".
Dalam buku kecil ini, tentu tak memadai
untuk menjelaskan secara rinci tentang pengaruh tetangga jahat terhadap suami
isteri dan anak-anak, berbagai gangguan menyakitkan daripadanya, serta
kesusahan hidup bersebelahan dengannya. Akan tetapi dengan mempraktekkan
hadits-hadits yang telah lalu (dalam masalah bertetangga) sudah cukup bagi
orang yang mau mengambil pelajaran. Mungkin di antara jalan pemecahannya yang
kongkrit yaitu - seperti yang dipraktekkan oleh sebagian orang - dengan
menyewakan rumah yang bersebelahan dengan tetangga jahat tersebut kepada orang-orang
yang sekeluarga dengan mereka, meski untuk itu harus merugi dari sisi materi,
karena sesungguhnya tetangga yang baik tak bisa dihargai dengan materi,
berapapun besarnya.
Nasehat (39): Memperhatikan Perbaikan yang Perlu serta
Menyediakan Sarana Kenyamanan.
Diantara nikmat Allah kepada kita di zaman
sekarang ini yaitu diberikanNya kepada kita sarana-sarana
kenyamanan sehingga memudahkan persoalan
kehidupan kita di dunia, juga menghemat waktu. Seperti adanya AC (alat
pendingin),lemari es/ mesin cuci dsb. Sebaiknya jika memiliki alat-alat seperti
itu, kita tidak menggunakannya dengan boros dan mubadzir. Harus pula bisa
membedakan antara kebutuhan tertier (pelengkap) yang memang dibutuhkan dan
bermanfaat dengan kebutuhan tertier yang tidak berguna. Diantara bentuk
perhatian kepada rumah yaitu dengan memperbaiki perabot dan peralatan yang
telah rusak. Sebagian orang meremehkannya, lalu isteri mereka mengeluh karena
banyaknya serangga, sampah yang menumpuk sehingga menimbulkan bau tak sedap, di
sana sini banyak perabot yang pecah dan barang-barang berserakan. Hal-hal di
atas tak diragukan lagi, termasuk yang menghalangi terwujudnya kebahagiaan,
menyebabkan persoalan rumah tangga dan kesehatan. Orang yang sehat akalnya
tentu akan menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut.
Nasehat (40): Memperhatikan Kesehatan Anggota Keluarga dan
Pengobatannya.
Bila salah seorang dari anggota keluarga
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sakit, beliau memberi jampi-jampi
dengan membaca surat-surat mu'awwidzat (surat Al-lkhlash, surat Al-Falaq dan
surat An-Nas). Dan bila anggota keluarga beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
sakit beliau menyuruh dibuatkan sup, lalu mereka pun disuruhnya menghirup sup
tersebut. Beliau bersabda: "Sesungguhnya sup itu menguatkan hati orang
yang bersedih dan membuka hati orang yang sakit sebagaimana salah seorang dari
kamu membersihkan kotoran dari wajahnya". Tentang beberapa cara tindakan
preventif dan keselamatan; Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Jika telah sore maka tahanlah anak-anak kalian (di rumah),karena
sesungguhnya setan berkeliaran ketika itu. Dan jika sebagian malam telah
berlalu maka biarkanlah mereka (keluar sebentar, jika hal itu sangat
diperlukan), kuncilah pintu-pintu serta sebutlah nama Allah, dan tutuplah semua
bejana serta sebutlah nama Allah,meskipun dengan meletakkan sesuatu (batang
kayu, misalnya) di atasnya, dan matikanlah lampu-lampu kalian". Dalam
riwayat Muslim disebutkan: "Kuncilah pintu-pintu kalian, tutuplah
bejana-bejana kalian,matikanlah lampu-lampu kalian, eratkanlah tutup botol
minuman kalian. Karena sesungguhnya setan tidak membuka pintu yang terkunci,
tidak membuka penutup, tidak melepas ikatan. Dan sesungguhnya tikus itu dapat
menimbulkan kebakaran dirumah terhadap penghuninya". Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah kalian meninggalkan api
di rumah kalian saat kalian sedang tidur".
UNTUK MEMPERBANYAK ATAU MEMPUBLIKASIKAN ISI MATERI INI
( bukan untuk komersil ) harap memberitahukan pihak :
AL-SOFWA JAKARTA
Jl. Lenteng Agung Barat 35 Jak-Sel 12610, Telp. 021-78836327 ,
Faks. 788-36326, email: info @alsofwah.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar