Seorang berumur tujuh puluhan. Pernahkah Anda membayangkan
bagaimana orang seusia ini menilai hidupnya?
Jika
ada yang ia ingat tentang hidupnya, tentunya berupa suatu "kehidupan yang
cepat berlalu".
Ia
akan berkomentar bahwa hidupnya tidaklah "panjang" sebagaimana
impiannya di usia belasan. Mungkin tak pernah terlintas dalam benaknya bahwa
suatu hari ia akan menjadi begitu tua. Namun kini, ia dicekam oleh kenyataan
bahwa ia telah meninggalkan tujuh puluh tahun di belakangnya. Ketika muda,
mungkin tak pernah terpikir olehnya bahwa kebeliaan dengan segala gairahnya
akan berlalu begitu cepat.
Bila
pada usia senja ia diminta untuk menceritakan kisah hidupnya, kenangannya akan
terangkum dalam pembicaraan selama lima atau enam jam saja. Hanya itulah yang
tersisa dari yang disebutnya sebagai "masa tujuh puluh tahun yang
panjang".
Daya
pikir seseorang, yang melemah sesuai usia, dipenuhi banyak pertanyaan. Berbagai
pertanyaan ini sungguh penting untuk direnungkan, dan menjawabnya secara jujur
sangat mendasar untuk memahami seluruh aspek kehidupan: "Apakah tujuan
dari hidup yang berlalu begitu cepat ini? Mengapa aku harus terus bersikap
positif dengan semua masalah kerentaan yang kumiliki? Apa yang akan terjadi di
masa depan?"
Jawaban
yang mungkin terhadap pertanyaan-pertanyaan ini terbagi dalam dua kategori
utama: dari orang-orang yang mengimani Allah dan dari orang-orang yang tidak
mengimani-Nya.
Seseorang
yang tidak mengimani Allah akan mengatakan, "Saya telah menghabiskan hidup
mengejar hal yang sia-sia. Saya telah meninggalkan tujuh puluh tahun di
belakang saya, namun sebenarnya, saya masih belum dapat memahami untuk apa saya
hidup. Ketika masih anak-anak, orang tua adalah pusat kehidupan saya. Saya
mendapatkan kebahagiaan dan kesenangan dalam cinta mereka. Kemudian, sebagai
seorang wanita muda, saya mengabdikan diri kepada suami dan anak-anak. Pada
masa itu, saya membuat banyak cita-cita untuk diri saya. Namun ketika tercapai,
semuanya seperti sesuatu yang cepat berlalu. Saat bergembira dalam
keberhasilan, saya melangkah menuju cita-cita lain yang menyibukkan, sehingga
saya tidak memikirkan makna hidup yang sesungguhnya. Kini pada usia tujuh puluh
tahun, dalam ketenangan usia senja, saya mencoba menemukan apa gerangan tujuan
masa lalu saya. Apakah saya hidup untuk orang-orang yang kini hanya samar-samar
saya ingat? Untuk orang tua saya? Untuk suami saya yang telah berpulang
bertahun-tahun yang lalu? Atau anak-anak yang kini jarang saya lihat karena
telah memiliki keluarga masing-masing? Saya bingung. Satu-satunya kenyataan
adalah bahwa saya merasa dekat dengan kematian. Saya akan segera meninggal dan
menjadi kenangan yang redup dalam benak orang-orang. Apa yang akan terjadi
selanjutnya? Saya benar-benar tidak tahu. Bahkan memikirkannya saja sudah
menakutkan!"
Tentunya
ada alasan mengapa ia begitu berputus asa. Ini semata karena ia tidak dapat
memahami bahwa alam semesta, seluruh makhluk hidup dan manusia memiliki tujuan
yang telah ditentukan sebelumnya dan harus dipenuhi dalam hidup. Adanya
tujuan-tujuan ini berasal dari fakta bahwa segalanya telah diciptakan. Orang
yang berakal dapat melihat hadirnya perencanaan, perancangan, dan kearifan
dalam setiap detail dunia yang penuh variasi. Hal ini membawanya pada pengenalan
terhadap sang Pencipta. Selanjutnya ia akan menyimpulkan bahwa, karena seluruh
makhluk hidup tidaklah disebabkan oleh suatu proses acak atau tanpa sadar;
mereka semua menjalankan tujuan yang penting. Dalam Al Quran, pedoman asli
terakhir yang diturunkan untuk manusia, Allah berulang kali mengingatkan kita
akan tujuan hidup kita, suatu hal yang cenderung kita lupakan, dan dengannya
membimbing kita pada kejelasan pemikiran dan kesadaran.
Dan
Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah
singgasana-Nya di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih
baik amalnya. (QS. Huud, 11: 7)
Ayat
ini memberikan pemahaman penuh akan tujuan hidup bagi orang-orang yang beriman.
Mereka mengetahui bahwa hidup ini adalah tempat mereka diuji dan dicoba oleh
Pencipta mereka. Karenanya, mereka berharap untuk berhasil dalam ujian ini dan
mencapai surga serta kesenangan yang baik dari Allah.
Akan
tetapi, demi kejelasan, ada sebuah poin penting untuk dipikirkan: mereka yang
mempercayai 'keberadaan' Allah tidak lantas memiliki keyakinan yang benar; jika
mereka tidak meletakkan kepercayaan kepada Allah. Kini, banyak orang menerima
bahwa alam semesta adalah ciptaan Allah; namun, mereka kurang memahami dampak
fakta ini terhadap hidup mereka. Karenanya, mereka tidak menjalankan hidup
mereka sebagaimana yang seharusnya. Apa yang dianggap orang-orang ini sebagai
kebenaran adalah, bahwa pada awalnya Allah menciptakan alam semesta ini,
kemudian meninggalkannya.
Dalam
Al Quran, Allah menunjukkan kesalahpahaman ini dalam ayat berikut:
Dan
sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan
langit dan bumi?" Tentu mereka akan menjawab: "Allah".
Katakanlah: "Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui. (QS. Luqman, 31: 25)
Dan
sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan
mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah", maka bagaimanakah mereka
dapat dipalingkan? (Surat az-Zukhruf: 87)
Karena
kesalahpahaman ini, manusia tidak dapat menghubungkan kehidupan mereka
sehari-hari dengan fakta bahwa mereka memiliki Pencipta. Itulah alasan dasar
mengapa setiap manusia mengembangkan prinsip dan nilai-nilai moral pribadinya
sendiri, yang terbentuk dalam budaya, komunitas, dan keluarga tertentu. Prinsip-prinsip
ini sebenarnya berfungsi sebagai "petunjuk hidup" hingga datangnya
kematian. Manusia yang menaati nilai-nilai mereka sendiri akan mendapatkan
kenyamanan dalam harapan bahwa setiap tindakan yang salah akan dihukum
sementara dalam neraka. Pemikiran sejenis menyimpulkan bahwa kehidupan abadi
dalam surga akan mengikuti masa penyiksaan ini. Pemikiran tersebut tanpa sadar
meredakan rasa takut akan hukuman yang memilukan di akhir kehidupan. Beberapa
orang, di lain pihak, bahkan tidak merenungkan hal ini. Mereka sama sekali
tidak memedulikan dunia selanjutnya dan "memanfaatkan hidup
sebaik-baiknya".
Bagaimanapun,
hal di atas tidak benar dan kenyataannya berseberangan dengan apa yang mereka
pikirkan. Mereka yang berpura-pura tidak menyadari keberadaan Allah akan
terjebak dalam keputusasaan yang dalam. Dalam Al Quran, orang-orang tersebut
digambarkan sebagai berikut:
Mereka
hanya mengetahui yang lahir dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang akhirat
adalah lalai.
(QS. Ar-Ruum, 30: 7)
(QS. Ar-Ruum, 30: 7)
Tentulah,
orang-orang ini hanya memahami sedikit saja mengenai keberadaan dan tujuan
sesungguhnya dunia ini, dan mereka tidak pernah berpikir bahwa kehidupan dalam
dunia ini tidaklah kekal.
Ada
beberapa ungkapan yang umum dipergunakan manusia mengenai pendeknya kehidupan
ini:
"Manfaatkanlah
hidupmu sebaik-baiknya selagi sempat", "hidup itu pendek",
"manusia tidak hidup selamanya"
adalah
ungkapan yang selalu dirujuk dalam mendefinisikan sifat dasar dunia ini. Namun,
ungkapan-ungkapan ini mengandung keterikatan yang terselubung kepada hidup ini,
dibandingkan kepada hidup setelahnya. Ungkapan-ungkapan itu mencerminkan
perilaku umum manusia terhadap kehidupan dan kematian. Karena kecintaan akan
hidup yang demikian besarnya, pembicaraan tentang kematian selalu diselingi
dengan lelucon atau hal lain yang mengurangi keseriusan permasalahan tersebut.
Selingan ini selalu memiliki tujuan, sebagai upaya sengaja untuk mereduksi
permasalahan penting tersebut menjadi hal yang remeh.
Kematian
sesungguhnya merupakan topik yang penting untuk direnungkan. Hingga saat
seperti ini dalam kehidupannya, seseorang mungkin tidak menyadari betapa
berarti kenyataan ini. Namun, karena kini ia punya kesempatan untuk memahami
pentingnya hal tersebut, ia harus mempertimbangkan kembali kehidupan dan segenap
harapannya. Tidak pernah ada kata terlambat untuk bertobat kepada Allah serta
mengarahkan kembali seluruh perilaku dan melanjutkan kehidupan seseorang dalam
kepatuhan akan kehendak Allah. Hidup itu pendek; jiwa manusia kekal. Dalam masa
yang pendek ini, seseorang seharusnya tidak membiarkan keinginan yang sementara
mengendalikannya. Seseorang seharusnya melawan godaan dan menjauhkan dirinya
dari segala hal yang memperkuat ikatannya terhadap dunia ini. Sungguh tidak
bijaksana untuk mengabaikan dunia yang selanjutnya, hanya demi kesenangan yang
sementara ini.
Meski
demikian, orang-orang yang tidak beriman dan tidak dapat memahami kenyataan ini
menghabiskan hidup mereka dalam kesia-siaan dengan melupakan Allah. Lebih
lanjut, mereka mengetahui bahwa tidaklah mungkin mereka mencapai
keinginan-keinginan ini. Mereka selalu merasakan ketidakpuasan yang dalam dan
menginginkan lebih daripada apa yang mereka miliki kini. Mereka memiliki
harapan dan keinginan yang tidak berakhir. Namun, dunia bukanlah tempat yang sesuai
untuk memuaskan keinginan-keinginan ini.
Tidak
ada yang kekal di dunia ini. Waktu berlaku pada hal-hal yang bagus dan baru.
Sebuah mobil baru akan segera ketinggalan jaman begitu model lain dirancang,
diproduksi, dan dipasarkan. Sama halnya, seseorang mungkin menginginkan rumah
besar milik orang lain atau rumah mewah dengan ruangan yang lebih banyak
daripada penghuninya dan dengan perlengkapan yang dilapisi emas, yang pernah
dilihat sebelumnya, akan kehilangan selera terhadap rumahnya sendiri dan tidak dapat
menghindari hal-hal tersebut dengan rasa iri.
Sebuah
pencarian tak berakhir untuk sesuatu yang baru dan lebih baik tidak memberikan
nilai ketika ia telah dicapai, celaan terhadap sesuatu yang lama, dan
meletakkan seluruh harapan pada yang baru: ini adalah lingkaran setan yang
telah dialami manusia di mana pun sepanjang sejarah. Namun, seorang manusia
yang berilmu pengetahuan seharusnya berhenti dan bertanya pada diri sendiri
untuk sesaat: mengapa ia mengejar ambisi yang sementara dan sudahkah ia dapatkan
keuntungan dari upaya itu? Akhirnya, ia seharusnya menarik kesimpulan bahwa
"ada masalah mendasar pada pandangan ini". Namun manusia, yang
sedikit sekali memikirkan hal ini, terus mengejar mimpi yang sepertinya tidak
akan dapat mereka capai.
Tidak
ada seorang pun, bagaimanapun juga, mengetahui apa yang akan terjadi bahkan
dalam beberapa jam mendatang: setiap saat seseorang mungkin mengalami
kecelakaan, terluka parah, atau menjadi cacat. Lebih jauh lagi, waktu berlalu
dalam perhitungan menuju kematian seseorang. Setiap hari membawa hari yang
telah ditakdirkan tersebut lebih dekat. Kematian pastilah menghapus seluruh
ambisi, keserakahan, dan keinginan terhadap dunia ini. Di dalam tanah, baik
harta benda maupun status tidak berlaku. Setiap harta benda yang membuat kita
kikir, begitupun tubuh kita, akan menghilang dan meluruh di dalam tanah. Apakah
seseorang itu kaya atau miskin, cantik atau jelek, suatu saat ia akan dibungkus
dalam kafan yang sederhana.
Kami
percaya bahwa Fakta-Fakta yang Mengungkap Hakikat Hidup menawarkan
sebuah penjelasan mengenai sifat yang sesungguhnya dari kehidupan manusia.
Sebuah kehidupan pendek dan penuh tipuan yang didalamnya keinginan duniawi
terlihat menarik dan penuh janji, namun kenyataannya bertolak belakang. Buku
ini akan memungkinkan Anda merasakan hidup Anda dan seluruh kenyataannya, dan
membantu Anda memikirkan kembali tujuan Anda dalam hidup, bila Anda
menginginkannya.
Allah
memerintahkan orang-orang beriman untuk mengingatkan manusia lain akan
fakta-fakta ini, dan menyuruh mereka hidup hanya untuk memenuhi keinginan-Nya,
sebagaimana yang difirmankan-Nya dalam ayat berikut:
Hai
manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang seorang bapak
tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat menolong bapaknya
sedikit pun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali
kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan penipu memperdayakan kamu dalam
Allah. (QS. Luqman, 31: 33)
KEHIDUPAN DI DUNIA INI
Alam semesta kita sangatlah teratur.
Miliaran bintang dan galaksi bergerak dalam orbit mereka masing-masing dengan
serasi. Galaksi terdiri dari hampir 300 miliar bintang yang saling berpindah
sesamanya dan, yang mengagumkan, selama perpindahan dahsyat ini tidak terjadi
satu pun tabrakan. Keteraturan tersebut menyebabkan tabrakan tidak terjadi.
Lebih hebat lagi, kecepatan benda-benda di alam semesta berada di luar batas
imajinasi manusia. Dimensi fisik luar angkasa sangatlah besar jika dibandingkan
dengan pengukuran yang digunakan di bumi. Bintang-bintang dan planet-planet,
dengan massa miliaran atau triliunan ton, dan galaksi, dengan ukuran yang hanya
dapat dipahami dengan bantuan rumus-rumus matematika, seluruhnya berputar dalam
jalurnya masing-masing di ruang angkasa dengan kecepatan yang luar biasa.
Sebagai contoh, bumi berotasi
terhadap sumbunya sehingga titik-titik di permukaannya bergerak dengan
kecepatan rata-rata sekitar 1.670 km per jam. Kecepatan linear rata-rata bumi
dalam orbitnya mengelilingi matahari adalah 108.000 km per jam. Namun,
angka-angka ini hanyalah mengenai bumi. Kita mendapati angka-angka yang jauh
lebih besar saat memeriksa dimensi di luar sistem tata surya. Di alam semesta,
seiring bertambahnya ukuran sistem, kecepatannya pun meningkat. Tata surya
berevolusi mengelilingi pusat galaksi pada kecepatan 720.000 km per jam.
Kecepatan Bima Sakti sendiri, yang terdiri dari sekitar 200 miliar bintang,
adalah 950.000 km per jam. Pergerakan yang terus-menerus ini tidak dapat
dibayangkan manusia. Bumi, bersama sistem tata suryanya, setiap tahun bergerak
500 juta km menjauh dari lokasinya pada tahun sebelumnya.
Terdapat kesetimbangan yang luar
biasa dalam seluruh gerakan dinamis ini dan hal tersebut mengungkapkan bahwa
kehidupan di bumi berlandaskan pada keseimbangan yang sangat cermat. Pergeseran
yang sangat sedikit pun pada orbit benda-benda langit, bahkan hanya beberapa
milimeter, dapat membawa akibat yang sangat serius. Beberapa di antaranya dapat
sangat mengganggu sehingga kehidupan di bumi tidak mungkin terjadi. Dalam
sistem yang di dalamnya terdapat kesetimbangan sekaligus kecepatan yang luar
biasa itu, kecelakaan raksasa dapat terjadi kapan pun. Meski demikian, fakta bahwa
kita menjalani hidup kita secara wajar di planet ini membuat kita lupa akan
bahaya besar yang ada di alam semesta. Keteraturan alam semesta kini dengan
jumlah tabrakan yang kita tahu yang hampir dapat diabaikan, langsung membuat
kita berpikir bahwa kita dikelilingi oleh suatu lingkungan yang sempurna,
stabil, dan aman.
Manusia tidak banyak memikirkan hal
tersebut. Itulah sebabnya mengapa mereka tidak pernah menyadari jaringan luar
biasa dari kondisi-kondisi yang saling berhubungan yang membuat kehidupan berlangsung
di bumi, ataupun mengerti bahwa pemahaman atas tujuan hidup mereka yang
sesungguhnya sangatlah penting. Mereka hidup bahkan tanpa memikirkan bagaimana
kesetimbangan yang luar biasa namun cermat ini sampai tercipta.
Meski demikian, manusia diberikan
kemampuan untuk berpikir. Tanpa merenungkan keadaan sekitarnya dengan teliti
dan bijaksana, seseorang tidak akan pernah melihat kenyataan atau bahkan tidak
memikirkan sedikit pun mengapa dunia diciptakan dan siapa yang membuat
keteraturan besar ini bergerak dengan ritme yang begitu sempurna.
Seseorang yang merenungkan dan
memahami pentingnya pertanyaan-pertanyaan ini akan berhadap-hadapan dengan
sebuah fakta yang tidak dapat dihindari: alam semesta yang kita tempati
diciptakan oleh sang Pencipta, yang keberadaan dan sifat-Nya terwujud dalam
segala sesuatu. Bumi, sebuah titik kecil di alam semesta, diciptakan untuk
menjalankan tujuan yang penting. Tidak ada suatu pun terjadi tanpa tujuan dalam
kehidupan kita. Sang Pencipta, dengan menampakkan sifat, kekuasaan dan
kebijaksanaan-Nya di seluruh alam semesta, tidak meninggalkan manusia seorang
diri namun membekalinya dengan tujuan yang sangat penting.
Alasan
mengapa manusia ada di bumi diceritakan oleh Allah dalam Al Quran sebagai
berikut:
Yang
menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Al Mulk, 67:
2)
Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami
hendak mengujinya, karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. (QS. Al
Insaan, 76:2)
Dalam
Al Quran, Allah lebih lanjut menjelaskan bahwa tidak ada suatu pun yang tidak
memiliki tujuan:
Dan
tidaklah Kami ciptakan Iangit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya
dengan bermain-main. Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan, tentulah
Kami membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian. (QS. Al
Anbiyaa’, 21: 16-17)
Rahasia
Dunia
Allah
menunjukkan tujuan manusia dalam ayat berikut:
Sesungguhnya
Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami
menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. (QS. Al
Kahfi, 18: 7)
Dengan
demikian, Allah mengharapkan manusia tetap menjadi hamba-Nya yang setia sepanjang
hidupnya. Dengan kata lain, dunia adalah tempat di mana mereka yang takut
kepada Allah dan mereka yang tidak berterima kasih kepada Allah dibedakan satu
sama lain, kebaikan dan keburukan, kesempurnaan dan kekurangan bersisian dalam
"kerangka" ini. Manusia diuji dalam banyak hal. Pada akhirnya,
orang-orang yang beriman akan terpisahkan dari orang-orang yang tidak beriman
dan mencapai surga. Dalam Al Quran hal tersebut digambarkan sebagai berikut:
Dan
sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al Ankabuut, 29: 3)
Saat memandang bumi dari angkasa, siapa pun yang mengklaim punya keunggulan mau tak mau akan menyadari keberadaannya sebagai tak lebih dari sebuah titik teramat kecil di dunia ini. Karena merasa punya status dan tempat yang khusus di dunia ini, banyak orang menganggap diri dan cara hidupnya berbeda dari yang lainnya. Namun, baik seseorang itu berkecukupan maupun miskin, tua maupun muda, terpelajar maupun buta huruf, ia menempati ruang yang nyaris dapat diabaikan di alam semesta yang sangat luas ini, samudera miliaran bintang. |
Untuk
memahami intisari dari ujian ini, seseorang harus memiliki pemahaman mendalam
tentang Penciptanya, yang keberadaan dan sifat-Nya terwujud dalam segala
sesuatu yang ada, Ialah sang Pencipta, Pemilik kekuatan, pengetahuan, dan
kebijaksanaan yang tak terbatas.
Dialah
Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai
Asmaaul Husna. Bertasbih kepada-Nya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah
Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al Hasyhr, 59: 24)
Allah
menciptakan manusia dari tanah liat, memberkahinya dengan banyak keistimewaan,
dan melimpahkan banyak kemurahan atasnya. Tidak ada seorang pun mendapatkan
kemampuan penglihatan, pendengaran, berjalan, atau bernafas dengan sendirinya.
Lebih lanjut, sistem yang kompleks ini ditempatkan di tubuhnya dalam rahim
sebelum ia dilahirkan dan ketika ia tidak memiliki kemampuan apa pun untuk
merasakan dunia luar.
Dengan
seluruh pemberian ini, yang diharapkan dari seorang manusia adalah agar ia
menjadi hamba Allah. Bagaimanapun, sebagaimana dijelaskan Allah dalam Al Quran,
kebanyakan manusia adalah "pendurhaka" dan "tidak berterima
kasih" kepada Penciptanya, karena mereka menolak mematuhi Allah. Mereka
menganggap bahwa kehidupan itu panjang dan mereka memiliki kekuatan untuk
bertahan.
Itulah
sebabnya tujuan mereka adalah "menggunakan hidup mereka sebaik-baiknya
selagi sempat". Mereka melupakan kematian dan hari akhir, Mereka berusaha
keras menikmati kehidupan dan mencapai standar kehidupan yang lebih baik. Allah
menjelaskan kecintaan mereka terhadap hidup ini dalam ayat berikut:
Sesungguhnya
mereka menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak memedulikan kesudahan mereka,
pada hari yang berat. (QS. Al Insaan, 76: 27)
Di
dalam Al Quran, wahyu otentik terakhir yang tersisa, yang membimbing manusia
kepada jalan yang benar, Allah berulang kali mengingatkan kita akan sifat fana
dunia ini, memanggil kita kepada kejernihan pikiran dan kesadaran. Tentu saja,
di mana pun kita tinggal, kita semua rentan terhadap dampak-dampak yang
menghancurkan dari dunia ini, sebuah fenomena yang menjelaskan dirinya sendiri
bagi orang-orang yang mengamati kehidupan dan berbagi kejadian di sekitar kita.
Ini sama halnya untuk segala keindahan yang mengelilingi kita. Gambar di
halaman ini masing-masingnya menunjukkan fakta ini. Setiap sudut dunia betapa
pun mengesankannya, akan rusak dalam beberapa dasawarsa, terkadang bahkan dalam
jangka waktu yang lebih singkat daripada yang diperkirakan.
Segala sesuatu di muka bumi ditakdirkan untuk musnah. Inilah sifat kehidupan duniawi yang sebenarnya...
Segala sesuatu di muka bumi ditakdirkan untuk musnah. Inilah sifat kehidupan duniawi yang sebenarnya...
Orang-orang
yang tidak beriman berusaha keras merasakan seluruh kesenangan hidup ini.
Namun, sebagaimana yang digambarkan dalam ayat di atas, hidup berlalu dengan
sangat cepat. Ini adalah poin penting yang dilupakan oleh kebanyakan manusia.
Marilah
kita berpikir mengenai sebuah contoh untuk lebih memperjelas masalah ini.
Beberapa Detik atau Beberapa Jam?
Bayangkanlah sebuah liburan yang
khas: setelah berbulan-bulan bekerja keras, Anda mendapatkan liburan dua minggu
dan tiba di tempat peristirahatan favorit Anda setelah perjalanan delapan jam
yang melelahkan. Lobi dipenuhi orang-orang yang berlibur seperti anda. Anda
bahkan melihat beberapa wajah yang akrab dan menyalami mereka. Cuacanya hangat
dan Anda tak ingin kehilangan satu detik pun untuk menikmati sinar matahari dan
laut yang tenang, maka tanpa membuang waktu, Anda mencari ruangan Anda,
mengenakan pakaian renang Anda dan bergegas ke pantai. Akhirnya, Anda berada
dalam air yang sebening kristal, namun tiba-tiba Anda dikejutkan sebuah suara:
"Bangun, kamu akan terlambat bekerja!"
Anda menganggap kata-kata ini tidak
masuk di akal. Untuk sesaat, Anda tidak dapat memahami apa yang terjadi; ada
sebuah ketidakserasian yang tak terpahami antara apa yang Anda lihat dan
dengar. Ketika Anda membuka mata dan mendapatkan diri Anda di kamar tidur Anda,
kenyataan bahwa segalanya hanyalah mimpi sangat mengagetkan anda. Anda tidak
dapat menahan ekspresi kekagetan ini: "Saya berkendaraan selama delapan
jam untuk mencapai tempat itu. Meskipun kini di luar sangat dingin, saya
merasakan cahaya matahari di dalam mimpi saya. Saya merasakan air membasahi
wajah saya."
Perjalanan delapan jam ke tempat
peristirahatan, saat-saat Anda menunggu di lobi, singkatnya segala yang
berhubungan dengan liburan Anda sesungguhnya hanyalah mimpi yang berlangsung
beberapa detik. Meski tidak dapat dibedakan dari kehidupan nyata, apa yang Anda
alami tersebut hanyalah mimpi semata.
Hal
ini menunjukkan bahwa kita mungkin akan dibangunkan dari kehidupan di dunia
sebagaimana kita dibangunkan dari mimpi. Lalu, orang-orang yang tidak beriman
akan menunjukkan kekagetan yang sama. Seumur hidup, mereka tidak dapat
membebaskan diri dari anggapan keliru bahwa kehidupan mereka akan berlangsung
lama. Namun, saat mereka dibangkitkan kembali, mereka akan mendapati bahwa
lamanya waktu yang tampak sebagai 60 atau 70 tahun masa hidup bagaikan hanya
beberapa detik. Allah menceritakan fakta ini dalam Al Quran:
Allah
bertanya: "Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?" Mereka
menjawab: "Kami tinggal sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada
orang-orang yang menghitung." Allah berfirman: "Kamu tidak tinggal
melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui." (QS. Al
Mu'minuun, 23: 112-114)
Apakah
itu sepuluh atau seratus tahun, manusia akhirnya akan menyadari pendeknya
kehidupan sebagaimana yang dituturkan dalam ayat di atas. Hal ini seperti
seseorang yang terbangun dari mimpi, dengan getir menyaksikan lenyapnya semua
gambaran tentang liburan panjang yang menyenangkan, dan tiba-tiba menyadari
bahwa hal tersebut hanyalah sebuah mimpi yang berlangsung beberapa detik saja.
Begitu pula, singkatnya kehidupan akan sangat memukul seseorang terutama saat segala
hal lain tentang hidupnya terlupakan. Allah memerintahkan agar memperhatikan
fakta ini dengan hati-hati dalam ayat Al Quran berikut:
Dan
pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa; ‘mereka
tidak berdiam melainkan sesaat’. Seperti demikianlah mereka selalu dipalingkan.
(QS. Ar-Ruum, 30: 55)
Sama
halnya dengan mereka yang hidup selama beberapa jam atau hari, orang-orang yang
hidup selama tujuh puluh tahun juga memiliki waktu yang terbatas di dunia ini.…
Sesuatu yang terbatas akan berakhir suatu saat. Baik kehidupan selama delapan
puluh atau seratus tahun, setiap hari membawa manusia mendekat pada hari yang
telah ditakdirkan tersebut. Manusia, sesungguhnya, mengalami kenyataan ini
sepanjang hidupnya. Tidak peduli betapa panjangnya sebuah rencana yang ia
pikirkan bagi dirinya sendiri, suatu hari ia mencapai saat tertentu itu ketika
ia akan menyelesaikan cita-citanya. Setiap tujuan atau hal berharga yang
dianggap titik balik dalam kehidupan seseorang akan segera menjadi masa lalu.
Bayangkanlah seorang remaja,
misalnya, yang baru saja memasuki SMA. Umumnya, ia tidak tahan menunggu hari
kelulusannya. Ia menanti-nantikannya dengan hasrat yang tidak tertahankan.
Namun segera ia mendapati dirinya sendiri mengikuti perkuliahan. Pada tahap hidupnya
ini, ia bahkan tidak ingat tahun-tahunnya yang panjang di SMA. Ada hal lain
dalam pikirannya; ia ingin menggunakan tahun-tahun berharga ini untuk meredakan
kekhawatirannya terhadap masa depan. Karenanya, ia membuat banyak rencana.
Tidak lama kemudian, ia sibuk menyusun pernikahannya yang akan segera datang,
sebuah peristiwa istimewa yang sangat dinantinya. Namun waktu berlalu lebih
cepat daripada yang diharapkannya dan ia meninggalkan tahun-tahun di
belakangnya dan mendapati dirinya sebagai seorang lelaki yang memimpin sebuah
keluarga. Pada saat ia menjadi kakek, sebagai seorang lelaki tua dengan
kesehatan yang menurun, ia hampir tidak dapat mengingat kejadian-kejadian yang
dulu memberinya kesenangan sebagai seorang pemuda. Ingatan yang suram akhirnya
benar-benar menghilang. Permasalahan yang dulu menjadi obsesinya sebagai pemuda
tidak lagi menarik perhatiannya. Hanya beberapa bayangan dari hidupnya
terbentang di depan matanya. Waktu yang telah ditentukan semakin mendekat.
Waktu yang tertinggal sangat terbatas; beberapa tahun, bulan, atau bahkan
mungkin hari. Kisah klasik tentang manusia, tanpa kecuali, berakhir di sini
dengan sebuah pemakaman, yang dihadiri anggota keluarga, teman dekat, dan sanak
saudara. Nyatanya, tidak ada seorang pun yang bebas dari akhir ini.
Meski demikian, sejak permulaan
sejarah, Allah telah mengajarkan kepada manusia mengenai sifat sementara dunia
ini dan menggambarkan akhirat, tempat tinggal manusia yang sesungguhnya dan
kekal. Banyak detail mengenai surga dan neraka digambarkan dalam wahyu Allah.
Namun begitu, manusia cenderung melupakan kebenaran mendasar ini dan mencoba
menanamkan segala upayanya dalam hidup ini, walaupun hidup itu pendek dan
sementara. Bagaimanapun hanya mereka yang menggunakan pendekatan rasional terhadap
kehidupan yang mendapatkan kejelasan pikiran dan kesadaran dan menyadari bahwa
hidup ini tidaklah berarti apa-apa dibandingkan dengan hidup yang kekal. Karena
itulah tujuan hidup manusia hanyalah untuk mencapai surga, sebuah tempat abadi
yang penuh dengan kebaikan dan karunia Allah. Mencari keridhaan Allah dengan
keimanan yang benar adalah satu-satunya jalan untuk mendapatkannya.
Bagaimanapun, mereka mencoba untuk tidak memikirkan akhir dari dunia yang tak
terhindarkan ini, dan menjalani hidup dengan sikap sedemikian tentulah sangat
pantas menerima hukuman yang kekal.
Allah dalam Al Quran mengisahkan
akhir yang mengerikan yang akan datang pada orang-orang ini:
Dan akan ada hari di mana Allah
mengumpulkan mereka, seakanakan mereka tidak pernah berdiam hanya sesaat di
siang hari, mereka saling berkenalan. Sesungguhnya rugilah orang-orang yang
mendustakan pertemuan mereka dengan Allah dan mereka tidak mendapat petunjuk.
(QS. Yunus, 10: 45)
Maka bersabarlah kamu seperti
orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan
janganlah kamu meminta disegerakan bagi mereka. Pada hari mereka melihat azab
yang diancamkan kepada mereka seolah-olah tidak tinggal melainkan sesaat pada
siang hari. Suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum
yang fasik. (QS. Al Ahqaf, 46: 35)
Ambisi yang Tidak Terkendali
Di bagian awal buku ini, disebutkan
bahwa waktu yang dihabiskan seorang manusia di dunia ini pendek bagaikan
"kejapan mata". Namun, apa pun yang dimiliki seorang manusia dalam
kehidupan, ia tidak akan mencapai kepuasan sejati kecuali ia beriman kepada
Allah dan menyibukkan diri dengan selalu mengingat-Nya.
Sejak beranjak dewasa, ia
menginginkan kekayaan, kekuasaan, atau status. Namun bagaimanapun, ia tidak
memiliki cukup sumber daya untuk memuaskan keinginan ini, tidak ada kesempatan
untuk memiliki semua yang ia inginkan. Kekayaan, kesuksesan, atau bentuk
kesejahteraan apa pun, tidak ada yang dapat meredakan ambisinya. Tanpa
memandang status sosial atau jenis kelamin, kehidupan manusia kebanyakan
terbatas hingga 60 atau 70 tahun saja. Pada akhir masa ini, kematian membuat
seluruh cita rasa dan kesenangan itu tidak berarti.
Seseorang yang cenderung tidak mampu
mengendalikan keinginannya senantiasa mendapati dirinya benar-benar "tidak
dapat terpuaskan". Pada setiap tahap kehidupannya, ketidakpuasan ini
selalu ada, sementara penyebabnya berubah sesuai waktu dan kondisi. Keinginan
untuk memuaskan hasrat ini dapat membuat sebagian manusia memperturutkannya
dalam hampir segala hal. Ia mungkin sangat setia kepada hasratnya sehingga mau
menghadapi setiap konsekuensi, walau itu berarti kehilangan cinta dari keluarga
dekat atau menjadi terkucil. Namun, begitu ia mencapai tujuannya,
"sihir" itu menghilang. Ia kehilangan minat terhadap apa yang telah
dicapai. Selanjutnya, karena tidak puas oleh pencapaian ini, ia segera mencari
tujuan lain dan melakukan berbagai usaha untuk mencapainya hingga akhirnya bisa
meraihnya pula.
Memiliki ambisi yang tidak
terkendali adalah karakteristik khusus orang yang tidak beriman. Ciri tersebut
tetap bersamanya hingga ia mati. Ia tidak pernah merasa puas dengan apa yang ia
miliki. Ini karena ia hanya menginginkan segalanya bagi keserakahannya sendiri
dan bukan untuk mencapai keridhaan Allah. Begitu pula, segala milik manusia dan
yang ia usahakan dengan kerja keras untuk miliki merupakan alasan untuk
disombongkan, dan ia mengabaikan batasan-batasan Allah. Pastilah, Allah tidak
akan mengizinkan seseorang yang sangat melawan-Nya seperti demikian memiliki
kedamaian pikiran di dunia ini. Allah berfirman dalam ayat-ayat Al Quran:
Orang-orang yang beriman dan hati
mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra'd, 13: 28)
Dunia yang Menipu
Contoh-contoh yang tidak terhitung
banyaknya dari kesempurnaan penciptaan mengelilingi manusia di seluruh dunia:
daratan-daratan yang indah, jutaan jenis tumbuhan yang berbeda, langit yang
biru, awan-awan yang diberati hujan, atau tubuh manusia -- sebuah organisme
sempurna yang dipenuhi sistem yang kompleks. Ini semua adalah contoh luar biasa
dari penciptaan, gambaran yang memberikan pengetahuan yang dalam.
Menatap seekor kupu-kupu menunjukkan
sayapnya, dengan pola-pola sangat rumit yang menyatakan identitasnya, adalah
pengalaman yang tidak akan terlupakan. Bulu-buku kepala seekor burung, yang
begitu indah dan cemerlang hingga mereka terlihat seperti beludru hitam yang
mewah, atau warna-warna menarik dan harumnya sekuntum bunga, seluruhnya
mengagumkan jiwa manusia.
Setiap manusia, hampir tanpa
kecuali, menghargai wajah yang cantik. Rumah besar yang mewah, perabotan
berlapis emas dan mobil mewah bagi sebagian manusia adalah harta benda yang
paling dipuja. Manusia menginginkan banyak hal dalam hidupnya, namun kecantikan
dari apa pun yang kita miliki ditakdirkan lenyap pada waktunya.
Di dalam Al Quran, wahyu otentik
terakhir yang tersisa, yang membimbing manusia kepada jalan yang benar, Allah
berulang kali mengingatkan kita akan sifat fana dunia ini, memanggil kita
kepada kejernihan pikiran dan kesadaran. Tentu saja, di mana pun kita tinggal,
kita semua rentan terhadap dampak-dampak yang menghancurkan dari dunia ini,
sebuah fenomena yang menjelaskan dirinya sendiri bagi orang-orang yang
mengamati kehidupan dan berbagi kejadian di sekitar kita. Ini sama halnya untuk
segala keindahan yang mengelilingi kita. Gambar di halaman ini masing-masingnya
menunjukkan fakta ini. Setiap sudut dunia betapa pun mengesankannya, akan rusak
dalam beberapa dasawarsa, terkadang bahkan dalam jangka waktu yang lebih
singkat daripada yang diperkirakan
Buah perlahan-lahan berubah warna
menjadi gelap dan akhirnya menjadi busuk dari saat ia dipetik dari batangnya.
Harumnya bunga yang mengisi ruangan kita terbatas waktunya. Segera, warna
mereka menghilang dan mereka layu. Wajah yang paling cantik berkeriput setelah
beberapa puluh tahun: efek bertahun-tahun pada kulit dan berubahnya rambut
menjadi abu-abu membuat wajah yang cantik tersebut tidak berbeda dari
orang-orang tua lainnya. Tidak tertinggal jejak pipi kemerahan yang sehat milik
seorang remaja setelah berlalunya waktu bertahun-tahun. Bangunan membutuhkan
renovasi, kendaraan menjadi ketinggalan jaman dan, bahkan lebih buruk lagi,
berkarat. Singkatnya, segala yang mengelilingi kita akan digerogoti waktu.
Sebagiannya terlihat seperti "proses alami". Bagaimanapun, hal ini
menyampaikan sebuah pesan yang jelas: "tidak ada satu pun yang kebal
terhadap pengaruh waktu".
Di atas segalanya, setiap tumbuhan,
binatang, dan manusia di dunia dengan kata lain, setiap mahkluk hidup tidaklah
kekal. Fakta bawa populasi dunia tidak mengecil selama berabad-abad karena
banyaknya kelahiran seharusnya tidak membuat kita mengabaikan kematian.
Namun sebagai sebuah keinginan yang
tidak terkendali, bujukan harta benda dan kekayaan sangat memengaruhi manusia.
Nafsu akan harta benda tanpa disadari menguasainya. Bagaimanapun, ada satu poin
yang harus dipahami: Allah-lah pemilik satu-satunya atas segala sesuatu.
Makhluk hidup tetap hidup selama Ia kehendaki dan mereka mati begitu Ia
menetapkan kematian mereka.
Segala sesuatu di muka bumi
ditakdirkan untuk musnah. Inilah sifat kehidupan
duniawi yang sebenarnya...
duniawi yang sebenarnya...
Allah memerintahkan manusia untuk
memikirkan hal ini dalam ayat berikut:
Sesungguhnya perumpamaan kehidupan
duniawi itu, adalah seperti air yang Kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah
dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang
dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna
keindahannya, dan memakai perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa
mereka pasti menguasasinya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu
malam atau siang, lalu Kami jadikan laksana tanam-tanaman yang sudah disabit,
seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan
tandatanda kekuasaan kepada orang-orang berfikir. (QS. Yunus, 10: 24)
Dalam ayat ini, ditunjukkan bahwa
segala sesuatu yang terlihat indah dan cantik di bumi ini akan kehilangan
keindahannya suatu saat. Lebih jauh lagi, mereka seluruhnya akan lenyap dari
muka bumi ini. Ini sebuah poin penting untuk direnungkan karena Allah
memberitahu kita bahwa Ia memberikan contoh-contoh demikian "bagi mereka
yang berpikir". Sebagai makhluk yang dapat berpikir, manusia diharapkan
memikirkan dan mengambil pelajaran dari aneka peristiwa dan akhirnya menetapkan
tujuan rasional bagi hidupnya. "Pikiran" dan "pemahaman"
adalah sifat khas manusia; tanpa sifat-sifat ini manusia kehilangan ciri yang
paling khusus dan menjadi lebih rendah daripada binatang. Binatang pun
menjalani kehidupan seperti manusia dalam banyak hal: mereka bernafas,
berkembang biak, dan pada suatu hari, mati. Binatang tidak pernah berpikir
mengapa dan bagaimana mereka dilahirkan, atau bahwa mereka akan mati pada suatu
hari. Sangat wajar bila mereka tidak berusaha memahami tujuan hidup ini yang
sesungguhnya; mereka tidak diminta memikirkan tujuan penciptaan mereka atau
tentang sang Pencipta.
Dan berilah perumpamaan kepada
mereka, kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka
menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan
itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah, Mahakuasa
atas segala sesuatu. (QS. Al Kahfi, 18: 45)
Namun, manusia bertanggung jawab
kepada Allah untuk membangun kesadaran terhadap Allah melalui perenungan dan
kesadaran akan perintah-Nya. Lebih lanjut, ia hendaknya memahami bahwa dunia
ini ada hanya untuk waktu yang terbatas. Mereka yang benar-benar memahami fakta
ini akan mencari tuntunan dan cahaya Allah dengan melakukan amal-amal baik.
Bila tidak, manusia akan menemui
penderitaan baik di dunia dan di akhirat. Ia menjadi kaya, namun tidak pernah
mendapatkan kebahagiaan. Kecantikan dan ketenaran biasanya membawa kemalangan,
bukannya hidup yang menyenangkan. Seorang pesohor misalnya, pada suatu saat
bersenang-senang dalam pujaan penggemarnya, namun kemudian berperang dengan
masalah kesehatan yang parah, dan pada suatu hari meninggal seorang diri dalam
sebuah kamar hotel yang kecil tanpa seorang pun yang merawatnya.
Contoh-Contoh dalam Al Quran
Mengenai Tipuan Dunia
Allah berulang kali menekankan dalam
Al Quran bahwa dunia hanyalah "tempat di mana segala kesenangan ditetapkan
untuk musnah". Allah menceritakan kisah-kisah berbagai bangsa, laki-laki,
dan wanita di masa lampau yang bersenang-senang dalam kekayaan, ketenaran, atau
status sosialnya, namun menemui akhir yang mencelakakan. Hal tersebut seperti
dua orang laki-laki yang diceritakan dalam surat Al Kahfi:
Dan berikanlah kepada mereka sebuah
perumpamaan dua orang laki-laki, Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya
dua buah kebun anggur dan kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon
korma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang.
Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikit pun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu, dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya ketika bercakap-cakap dengan dia: "Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat."
Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu."
Kawannya berkata kepadanya - sedang dia bercakap-cakap dengannya: "Apakah kamu kafir kepada yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna? Tetapi aku: Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku. Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu ‘MAASYAA ALLAH, LAA QUWWATA ILLAA BILLAH’. Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan, maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku yang lebih baik dari pada kebunmu; dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan dari langit kepada kebunmu; hingga menjadi tanah yang licin; atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi."
Dan harta kekayaannya dibinasakan; lalu ia membolak-balikkan kedua tangannya terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata: "Aduhai kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku." Dan tidak ada bagi dia segolonganpun yang akan menolongnya selain Allah; dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya.
Di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak. Dia adalah sebaik-baik Pemberi pahala dan sebaik-baik Pemberi balasan. Dan berilah perumpamaan kepada mereka, kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah, Maha-kuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
( QS. Al Kahfi, 18: 32-46)
Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikit pun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu, dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya ketika bercakap-cakap dengan dia: "Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat."
Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu."
Kawannya berkata kepadanya - sedang dia bercakap-cakap dengannya: "Apakah kamu kafir kepada yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna? Tetapi aku: Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku. Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu ‘MAASYAA ALLAH, LAA QUWWATA ILLAA BILLAH’. Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan, maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku yang lebih baik dari pada kebunmu; dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan dari langit kepada kebunmu; hingga menjadi tanah yang licin; atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi."
Dan harta kekayaannya dibinasakan; lalu ia membolak-balikkan kedua tangannya terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata: "Aduhai kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku." Dan tidak ada bagi dia segolonganpun yang akan menolongnya selain Allah; dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya.
Di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak. Dia adalah sebaik-baik Pemberi pahala dan sebaik-baik Pemberi balasan. Dan berilah perumpamaan kepada mereka, kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah, Maha-kuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
( QS. Al Kahfi, 18: 32-46)
Menyombongkan kekayaan akan membuat
seseorang menjadi menggelikan. Ini adalah ketetapan Allah yang tidak berubah.
Kekayaan dan kekuasaan adalah pemberian Allah dan dapat diambil kembali, kapan
pun. Kisah "orang-orang surga" yang diceritakan dalam Al Quran adalah
contoh yang lainnya:
Sesungguhnya Kami telah men-cobai
mereka sebagaimana Kami telah mencobai pemilik-pemilik kebun, ketika mereka
bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetiknya di pagi hari, dan mereka
tidak menyisihkan, lalu kebun itu diliputi malapetaka dari Tuhanmu ketika
mereka sedang tidur, maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap
gulita, lalu mereka panggil memanggil di pagi hari: "Pergilah di waktu
pagi ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya".
Maka pergilah mereka saling berbisik-bisik. "Pada hari ini janganlah ada seorang miskin pun masuk ke dalam kebunmu."
Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin) padahal mereka mampu (menolongnya).
Tatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata: "Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat (jalan), bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya)."
Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka: "Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)?"
Mereka mengucapkan: "Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim."
Lalu sebahagian mereka menghadapi sebahagian yang lain seraya cela mencela. Mereka berkata: "Aduhai celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampaui batas."
Mudah-mudahan Tuhan kita memberikan ganti kepada kita dengan yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita.
Seperti itulah azab. Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui.
(QS. Al Qalam, 68: 17-33)
Maka pergilah mereka saling berbisik-bisik. "Pada hari ini janganlah ada seorang miskin pun masuk ke dalam kebunmu."
Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin) padahal mereka mampu (menolongnya).
Tatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata: "Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat (jalan), bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya)."
Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka: "Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)?"
Mereka mengucapkan: "Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim."
Lalu sebahagian mereka menghadapi sebahagian yang lain seraya cela mencela. Mereka berkata: "Aduhai celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampaui batas."
Mudah-mudahan Tuhan kita memberikan ganti kepada kita dengan yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita.
Seperti itulah azab. Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui.
(QS. Al Qalam, 68: 17-33)
Mereka yang penuh perhatian akan
segera mengenali dari ayat-ayat ini bahwa Allah tidak memberikan contoh tentang
manusia ateis dalam kisah ini. Mereka yang dibicarakan di sini adalah yang
sungguh-sungguh percaya kepada Allah namun hatinya telah menjadi lalai dari
mengingat-Nya dan tidak bersyukur kepada Penciptanya. Mereka berbangga diri
akan harta benda yang telah Allah berikan kepada mereka sebagai nikmat, dan
benar-benar melupakan bahwa harta benda ini hanyalah sumber penghasilan yang
harus digunakan dalam jalan-Nya. Umumnya, mereka mengakui keberadaan dan
kekuasaan Allah; namun hati mereka penuh dengan kesombongan, ambisi, dan
keegoisan.
Kisah Qarun, salah seorang umat Nabi
Musa, diceritakan dalam Al Quran sebagai sebuah contoh mendasar dari karakter
duniawi manusia yang kaya. Baik Qarun maupun orang-orang yang menginginkan
status dan kekayaannya adalah orang-orang beriman yang membuang agama mereka
untuk harta benda dan karenanya kehilangan hidup kekal yang diberkahi, yang
kerugiannya adalah kerugian yang abadi:
Sesungguhnya Qarun adalah termasuk
kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah
menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh
berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. Ketika kaumnya berkata
kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri."
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari duniawi dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.
Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar."
Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar."
Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang membela.
Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu, berkata: "Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita, benar-benar Dia telah membenamkan kita. Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari."
Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di bumi. Dan kesudahan itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.
(QS. Al Qashas, 28: 76-84)
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari duniawi dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.
Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar."
Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar."
Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang membela.
Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu, berkata: "Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita, benar-benar Dia telah membenamkan kita. Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari."
Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di bumi. Dan kesudahan itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.
(QS. Al Qashas, 28: 76-84)
Kekeliruan utama Qarun adalah
menganggap dirinya sebagai suatu keberadaan terpisah dan terlepas dari Allah.
Memang, sebagaimana yang disebutkan ayat tersebut, ia tidak mengingkari
keberadaan Allah, namun menganggap dirinya karena keutamaannya berhak
mendapatkan kekuasaan dan kekayaan yang dilimpahkan Allah atasnya. Namun,
seluruh manusia di dunia adalah hamba Allah dan harta benda mereka tidak
diberikan hanya karena mereka berhak mendapatkannya. Segala yang diberikan
kepada manusia adalah nikmat dari Allah. Apabila menyadari fakta ini, seseorang
tak akan bersikap tidak berterima kasih dan durhaka kepada Penciptanya
dikarenakan kekayaan yang dimilikinya. Ia hanya akan merasa bersyukur dan
menunjukkan rasa syukurnya ini dengan sikap yang baik kepada Allah. Ini adalah
jalan yang paling baik dan mulia untuk menunjukkan rasa syukur seseorang kepada
Allah. Sebaliknya, Qarun dan orang-orang yang ingin menjadi seperti Qarun
menyadari jalan kejahatan yang mereka lakukan hanya saat kehancuran menimpa
mereka. Jika setelah segala kehancuran menimpa, mereka tetap ingkar dan
memberontak kepada Allah, mereka akan dibinasakan sepenuhnya. Untuk mereka
sebuah akhir yang tidak akan terhindarkan: neraka, sebuah tempat tinggal yang
sangat buruk!
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya
kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan
bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan
anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian
tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi
hancur. Dan di akhirat ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta
keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.
(QS. Al Hadiid, 57: 20)
KELEMAHAN MANUSIA
Allah menciptakan manusia dalam
bentuk yang paling sempurna dan melengkapinya dengan sifat yang unggul.
Keunggulannya dibandingkan seluruh makhluk sebagaimana ditunjukkan oleh
kemampuan intelektualnya yang khas dalam berpikir dan memahami, dan kesiapannya
untuk belajar dan mengembangkan budaya tidak perlu dipertanyakan lagi.
Pernahkah Anda berpikir, mengapa
meski memiliki seluruh sifat yang unggul ini manusia memiliki tubuh yang sangat
rentan, yang selalu lemah terhadap ancaman dari luar dan dalam? Mengapa begitu
mudah terserang mikroba atau bakteri, yang begitu kecil bahkan tidak tertangkap
oleh mata telanjang? Mengapa ia harus menghabiskan waktu tertentu setiap
harinya untuk menjaga dirinya bersih? Mengapa ia membutuhkan perawatan tubuh
setiap hari? Dan mengapa ia bertambah usia sepanjang waktu?
Manusia menganggap semua kebutuhan
ini adalah fenomena alami. Namun, sebagai manusia, keperluan perawatan tersebut
memiliki tujuan tersendiri. Setiap detail kebutuhan manusia diciptakan secara
khusus. Ayat "manusia diciptakan dalam keadaan lemah" (QS. An-Nisaa’,
4: 28) adalah pernyataan yang jelas dari fakta ini.
Kebutuhan manusia yang tanpa batas
diciptakan dengan sengaja: agar ia mengerti bahwa dirinya adalah hamba Allah
dan bahwa dunia ini adalah tempat tinggalnya yang sementara.
Manusia tidak memiliki kekuasaan apa
pun terhadap tanggal dan tempat kelahirannya. Sebagaimana halnya, ia tidak
pernah mengetahui di mana atau bagaimana ia akan meninggal. Lebih lanjut lagi,
seluruh usahanya untuk membatasi faktor-faktor yang berpengaruh negatif bagi
hidupnya adalah sia-sia dan tanpa harapan.
Manusia memang memiliki sifat rentan
yang membutuhkan banyak perawatan untuk tetap bertahan. Ia pada hakikatnya
tidak terlindungi dan lemah terhadap kecelakaan tiba-tiba dan tak terduga yang
terjadi di dunia. Sama halnya, ia tidak terlindungi dari risiko kesehatan yang
tidak dapat diperkirakan, tak peduli apakah ia penghuni peradaban yang tinggi
atau pedesaan di gunung yang terpencil dan belum maju. Sepertinya setiap saat
manusia dapat mengalami penyakit yang tak tersembuhkan atau mematikan. Kapan
pun, dapat terjadi suatu kecelakaan yang menyebabkan kerusakan tak tersembuhkan
pada kekuatan fisik atau daya tarik seseorang yang tadinya membuat cemburu.
Lebih jauh, hal ini terjadi pada seluruh manusia: apa pun status, kedudukan,
ras, dan sebagainya, tidak ada pengecualian terhadap akhir tersebut. Baik
kehidupan seorang pesohor dengan jutaan penggemar dan seorang penggembala biasa
dapat berubah secara drastis pada suatu saat karena kecelakaan yang tidak
terduga.
Tubuh manusia adalah organisme lemah
yang terdiri dari tulang dan daging dengan berat rata-rata 70-80 kg. Hanya
kulit yang lemah melindunginya. Tidak diragukan, kulit yang sensitif ini dapat
dengan mudah terluka dan memar. Ia menjadi pecah-pecah dan kering ketika terlalu
lama terkena sinar matahari atau angin. Untuk bertahan terhadap berbagai gejala
alam, manusia harus berjaga-jaga terhadap dampak lingkungan.
Meskipun manusia dilengkapi dengan
sistem tubuh yang luar biasa, "bahan-bahan"nya — daging, otot,
tulang, jaringan saraf, sistem kardiovaskuler dan lemak — cenderung meluruh.
Bila manusia terdiri dari bahan lain, bukan daging dan lemak, bahan yang tidak
memberi jalan bagi penyusup dari luar seperti mikroba dan bakteri, tidak akan
ada kesempatan untuk menjadi sakit. Bagaimanapun, daging adalah zat yang paling
lemah: ia menjadi busuk bahkan berulat bila dibiarkan pada suhu ruang untuk
beberapa waktu.
Untuk
senantiasa mengingatkan kepada Allah, manusia acap kali merasakan kebutuhan
pokok tubuhnya. Jika terkena cuaca dingin, misalnya, ia mengalami risiko
kesehatan; sistem kekebalan tubuhnya perlahan-lahan "jatuh". Pada
saat tersebut, tubuhnya mungkin tidak dapat menjaga temperatur tubuh konstannya
(37ºC) yang penting untuk kesehatan yang baik.1
Laju jantungnya melambat, pembuluh-pembuluh darahnya berkontraksi, dan tekanan
darah meningkat. Tubuhnya mulai menggigil sebagai cara untuk mendapatkan panas
kembali. Penurunan suhu tubuh pada 35ºC diiringi tekanan denyut nadi dan
kontraksi pembuluh darah di lengan, kaki, dan jari-jari menandakan kondisi yang
mengancam jiwa.2
Seseorang dengan suhu tubuh 35ºC menderita disorientasi sangat parah dan
terus-menerus tertidur. Fungsi-fungsi mental melambat. Sedikit saja penurunan
suhu tubuh membawa konsekuensi demikian, tetapi lebih banyak terkena cuaca
dingin, yang menyebabkan suhu tubuh di bawah 33ºC, akan mengakibatkan hilangnya
kesadaran. Pada 24ºC, sistem pernafasan tidak berfungsi. Otak mengalami
kerusakan pada 20ºC dan akhirnya jantung berhenti pada 19ºC dengan membawa
akhir yang tidak dapat dihindari: kematian.
Ini hanyalah satu dari sekian contoh
yang akan dikembangkan lebih jauh pada halaman-halaman berikut buku ini.
Contoh-contoh ini dikemukakan untuk menekankan bahwa disebabkan oleh berbagai
faktor yang tidak dapat ditawar-tawar yang membahayakan keberadaannya, manusia
tidak pernah menemukan kepuasan mendalam selama hidupnya. Tujuannya adalah
untuk mengingatkan pembaca bahwa manusia hendaknya menghindari kecintaan buta
terhadap hidup dan berhenti menghabiskan seluruh hidupnya mengejar mimpi, dan
sebaliknya, selalu mengingat Allah dan hidup yang sesungguhnya, hari akhirat.
Ada surga abadi yang dijanjikan
kepada manusia. Sebagaimana akan dapat dilihat oleh pembaca pada
halaman-halaman berikutnya, surga adalah tempat kesempurnaan. Dalam surga,
manusia akan sungguh-sungguh terjaga dari seluruh kelemahan dan ketidaksempurnaan
fisik yang mengelilinginya di bumi. Segala yang ia inginkan dapat diraih dengan
mudah. Lebih lanjut, kelelahan, kehausan, keletihan, kelaparan, dan luka tidak
akan ada di surga.
Membantu manusia untuk memikirkan
sifat mereka sesungguhnya dan dengan konsekuen memiliki pengertian mendalam
terhadap keagungan tak terbatas dari sang Pencipta adalah tujuan lain buku ini.
Sebagai tambahan, pemahaman bahwa manusia membutuhkan bimbingan Allah tentunya
sangat dibutuhkan setiap orang. Allah menyatakan hal ini dalam ayat-ayat
berikut:
Hai manusia, kamulah yang
berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
(QS. Faathir, 35: 15)
Kebutuhan Jasadi
Manusia dihadapkan pada banyak
risiko fisik. Menjaga tubuh dan lingkungan tetap bersih dan melakukan perawatan
yang saksama adalah beban seumur hidup bagi manusia untuk meminimalkan risiko
kesehatan. Lebih mengejutkan, jumlah waktu yang dihabiskan untuk tugas tersebut
ternyata cukup banyak. Kita sering menemukan penelitian untuk mengetahui berapa
banyak waktu yang dihabiskan untuk bercukur, mandi, merawat rambut, merawat
kulit, kuku, dan sebagainya. Hasil berbagai penelitian demikian sangat
mengherankan, dan mengungkap betapa banyak waktu berharga yang dihabiskan
tugas-tugas harian tersebut.
Dalam kehidupan, kita menghadapi
banyak manusia. Di rumah, di kantor, di jalan-jalan atau di mal perbelanjaan,
kita melihat banyak manusia yang berpakaian rapi dengan penampilan terbaik
mereka. Mereka adalah orang-orang yang wajahnya dicukur, rambut dan tubuh yang
bersih, pakaian yang diseterika, sepatu yang sudah disemir. Bagaimanapun,
pengurusan seperti itu membutuhkan waktu dan usaha.
Sejak bangun di pagi hari hingga
pergi tidur, seseorang harus melibatkan diri dalam rutinitas tanpa akhir agar
tetap bersih dan segar. Saat kita bangun, tempat pertama yang kita tuju adalah
kamar mandi; sepanjang malam, perkembangbiakan bakteri menyebabkan rasa tidak
enak dan hawa yang tidak menyenangkan dalam mulut, yang memaksa kita segera
menyikat gigi. Bagaimanapun, agar siap untuk hari yang baru, hal penting
dilakukan tidak sebatas menggosok gigi. Seseorang butuh membasuh wajah atau
tangannya. Sepanjang hari, rambut menjadi berminyak dan tubuh menjadi kotor.
Pada malam hari, di tengah-tengah mimpi, tubuh boleh jadi tidak dapat berhenti
berkeringat. Sebagai satu-satunya cara untuk membersihkan bau tubuh yang tidak
menyenangkan dan keringat, seseorang merasakan pentingnya mandi. Jika tidak,
dia akan pergi bekerja dengan rambut berminyak dan tubuh berbau, suatu hal yang
tidak menyenangkan.
Variasi bahan yang digunakan untuk
membuat tubuh seseorang cukup bersih untuk bertemu dengan orang lain ternyata
sangat banyak. Hal ini cukup membuktikan kebutuhan tubuh itu tidak terbatas. Di
samping air dan sabun, kita membutuhkan banyak bahan lain untuk membersihkan
tubuh: sampo, conditioner, pasta gigi, pemoles gigi, korek kuping, bedak tubuh,
krim wajah, lotion; daftarnya akan bertambah. Di samping bahan-bahan ini,
terdapat ratusan produk lain yang dikembangkan di laboratorium untuk
meningkatkan perawatan tubuh.
Sebagaimana halnya perawatan tubuh,
setiap orang juga harus menghabiskan sejumlah waktu untuk membersihkan pakaian,
rumah, dan lingkungannya. Tidak diragukan, seseorang tidak dapat menjaga
kebersihan diri kecuali dengan berada di sebuah lingkungan yang bersih.
Singkatnya, ada bagian tertentu dari
hidup yang dihabiskan hanya untuk menyediakan kebutuhan tubuh. Lebih lanjut,
kita membutuhkan banyak bahan kimia untuk tujuan ini. Allah menciptakan manusia
dengan banyak kelemahan, namun juga menyediakan metode untuk menyembunyikan
kelemahan ini untuk sementara sehingga tetap berada dalam kondisi yang baik
tanpa membuat orang lain menyadari hal tersebut, Di samping itu, manusia
diberkahi cukup kecerdasan untuk mencari jalan terbaik untuk menutupi
"kelemahan"nya. Bila kita tidak menerapkan metode ini untuk menjaga
tubuh tetap bersih dan segar, sebentar saja kita mungkin mulai tampak
menjijikkan.
Lebih jauh, seseorang tidak dapat
tetap bersih untuk waktu yang lama. Setelah beberapa jam, tidak satu pun yang
tersisa dari kesegaran yang diberikan oleh mandi: kita hanya dapat menjaga
tetap bersih untuk waktu yang relatif singkat. Kita butuh mandi setidaknya
sekali sehari. Sebagaimana halnya, kita butuh menggosok gigi kita secara teratur:
bakteri dengan cepat mengubah mulut menjadi keadaan yang sebelumnya. Seorang
wanita yang menghabiskan berjam-jam di depan kaca memakai riasan, bangun di
pagi hari berikutnya tanpa jejak riasan yang cantik tersebut di wajahnya. Lagi
pula, bila ia tidak menghapusnya dengan benar, wajahnya akan tampak lebih
mengerikan oleh sisa-sisa kosmetik. Seorang laki-laki yang dicukur bersih
membutuhkan cukuran lainnya pagi berikutnya.
Adalah penting untuk memahami bahwa
semua kebutuhan ini diciptakan untuk tujuan tertentu. Sebuah contoh akan
membuat poin ini jelas: ketika suhu tubuh meningkat, kita berkeringat. Bau yang
keluar bersama keringat sangat mengganggu. Ini adalah proses yang tidak dapat
dihindari siapa pun yang hidup di dunia ini. Bagaimanapun, bukan ini permasalahannya!
Misalnya, tumbuhan tidak pernah berkeringat. Sebuah bunga mawar tidak pernah
berbau busuk meskipun faktanya ia tumbuh di tanah, diberi makan dengan pupuk,
dan berada di sebuah lingkungan yang berdebu dan kotor. Dalam semua kondisi, ia
mempunyai harum yang lembut. Bahkan ia tidak membutuhkan perawatan tubuh apa
pun! Akan tetapi, tidak peduli kosmetik apa pun yang dipakaikan kepada kulit,
hanya sedikit mahkluk hidup yang dapat mencapai keharuman permanen seperti itu.
Di samping seluruh kebutuhan tubuh
mengenai kebersihan, nutrisi juga penting bagi kesehatan. Terdapat
kesetimbangan yang cermat dari protein, karbohidrat, gula, vitamin, dan mineral
lainnya yang penting bagi tubuh. Sekali kesetimbangan ini terganggu, kerusakan
serius dapat timbul dalam berfungsinya sistem-sistem tubuh: sistem kekebalan
kehilangan kemampuan perlindungannya, membuat tubuh lemah dan rentan terhadap
penyakit. Karenanya, perhatian yang sama yang ditunjukkan untuk perawatan tubuh
seharusnya juga diberikan untuk nutrisi.
Syarat yang malah lebih penting lagi
untuk hidup adalah, tentu saja, air. Seorang manusia dapat bertahan hidup tanpa
makanan untuk beberapa periode tertentu, namun beberapa hari tanpa air akan
berakibat fatal. Seluruh fungsi kimia tubuh berlangsung dengan pertolongan air;
air adalah penting bagi kehidupan.
agian yang dijelaskan sebelumnya
adalah kelemahan yang dapat diamati seseorang pada tubuhnya sendiri. Namun
tersisa sebuah pertanyaan: apakah kita semua menyadari bahwa ini adalah
kelemahan? Alternatifnya, apakah kita berpikir bahwa ini adalah
"alami" karena manusia di seluruh dunia memiliki kelemahan demikian?
Bagaimanapun, kita harus ingat bahwa Allah dapat saja menciptakan manusia yang
sempurna tanpa kelemahan ini. Setiap manusia dapat saja sebersih dan seharum
mawar. Namun demikian, pelajaran yang dapat diambil dari keadaan itu pada
akhirnya membawa pada kebijaksanaan, membawa kita pada kejernihan pemikiran dan
kesadaran; manusia, melihat kelemahannya dalam kehadiran Allah, seharusnya
mengerti mengapa ia diciptakan dan mencoba menjalani hidup yang mulia sebagai
hamba Allah.
Lima Belas Tahun Tanpa
"Kesadaran"
Setiap manusia harus menghabiskan
sebagian waktu hariannya untuk tidur. Tidak peduli seberapa banyaknya pekerjaan
yang ia miliki atau hindari, ia tetap akan jatuh tertidur dan berada di tempat
tidur untuk sedikitnya seperempat hari. Karenanya, manusia sadar hanya delapan
belas jam sehari; ia menghabiskan sisa waktunya minimal rata-rata 6 jam per
hari dalam ketidaksadaran total. Jika dinilai dari sisi ini, kita menjumpai
gambaran yang mengejutkan: ¼ dari rata-rata 60 tahun kehidupan dihabiskan dalam
ketidaksadaran total.
Apakah kita memiliki alternatif
selain tidur? Apa yang akan terjadi pada seseorang yang berkata, "Saya
tidak ingin tidur?"
Pertama, matanya akan menjadi merah
dan warna kulitnya memucat. Jika jangka waktu tidak tidurnya bertambah, ia akan
kehilangan kesadaran.
Menutup mata dan ketidakmampuan
untuk memfokuskan perhatian adalah fase awal tertidur. Ini adalah proses yang
tidak dapat dielakkan, baik cantik atau jelek, kaya atau miskin, setiap orang
mengalami proses yang sama.
Mirip dengan kematian, tepat sebelum
tertidur seseorang mulai tidak sensitif terhadap dunia luar dan tidak
memberikan respon terhadap rangsangan apa pun. Indra yang sebelumnya amat tajam
mulai tidak dapat bekerja. Sementara itu, daya persepsi berubah. Tubuh
mengurangi seluruh fungsinya menjadi minimum, membawa kepada disorientasi ruang
dan waktu serta pergerakan tubuh yang lebih lambat. Keadaan ini, pada satu hal,
merupakan bentuk lain kematian, yang didefinisikan sebagai keadaan di mana jiwa
meninggalkan tubuh. Memang, saat tidur tubuh berbaring di ranjang sementara ruh
mengalami hidup yang sangat berbeda di tempat yang sangat berbeda. Dalam mimpi,
seseorang mungkin merasa berada di pantai pada suatu hari yang terik di musim
panas, tanpa menyadari bahwa ia tengah terlelap di tempat tidur. Kematian pun
memiliki tampilan luar yang serupa: ia memisahkan jiwa dari tubuh yang
digunakannya di dunia dan membawanya ke dunia yang lain dalam tubuh yang baru.
Untuk ini Allah berulangkali mengingatkan kita dalam Al Quran, satu-satunya
wahyu sejati yang tersisa dan menuntun manusia ke jalan yang benar — akan
kesamaan tidur dengan kematian.
Dan Dialah yang menidurkan kamu di
malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari, kemudian
Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur yang telah
ditentukan, kemudian kepada Allahlah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan
kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan. (QS. Al An'aam, 6: 60)
Allah memegang jiwa ketika matinya
dan jiwa yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa yang telah
Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang
ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan
Allah bagi kaum yang berpikir. (QS. Az-Zumar, 39: 42)
Karena kehilangan total seluruh
fungsi indra, dengan kata lain, "dalam ketidaksadaran sebenarnya",
seorang manusia menghabiskan hingga 1/3 hidupnya dalam tidur. Namun, ia sedikit
sekali merenungkan fakta ini, tidak pernah menyadari bahwa ia meninggalkan segala
yang dianggap penting di dunia ini. Ujian yang penting, banyaknya uang yang
hilang dalam perdagangan saham atau permasalahan pribadi, singkatnya segala
yang tampak penting sehari-hari menghilang begitu seseorang tertidur.
Singkatnya, hal ini berarti kehilangan hubungan sepenuhnya dengan dunia.
Seluruh contoh yang telah
ditampilkan sejauh ini memberikan pemikiran yang jelas tentang pendeknya hidup
dan sejumlah besar waktu yang dihabiskan untuk tugas "wajib" yang
rutin. Ketika waktu yang digunakan untuk tugas "wajib" tersebut
dikurangi, seseorang akan menyadari betapa singkatnya waktu yang tersisa untuk
apa yang disebut kesenangan hidup. Dalam perenungan ulang, seseorang akan
terkejut dengan panjangnya waktu yang dihabiskan untuk makan, merawat tubuh, tidur,
atau bekerja untuk mendapat standar hidup yang lebih baik.
Tidak diragukan lagi, perhitungan
waktu yang dihabiskan untuk tugas rutin yang penting untuk hidup patut
dipikirkan. Seperti dinyatakan sebelumnya, setidaknya 15-20 tahun dari 60 waktu
hidup dihabiskan untuk tidur. Awal 5-10 tahun dari 40-45 tahun sisanya,
dihabiskan dalam masa kanak-kanak, masa yang juga dilewati dalam keadaan yang
hampir tidak sadar. Dengan kata lain, seorang berusia 60 tahun sudah
menghabiskan sekitar separuh hidupnya tanpa kesadaran. Mengenai separuh
hidup-nya yang lain, tersedia banyak statistik. Angka-angka ini misalnya,
termasuk waktu yang digunakan untuk menyiapkan makanan, makan, mandi atau
terjebak kemacetan. Daftar ini dapat diperpanjang lebih jauh. Kesimpulannya, yang
tersisa dari sebuah hidup yang "panjang" hanyalah 3-5 tahun. Apa
nilai penting hidup yang pendek tersebut dibandingkan dengan yang abadi?
Tepat pada poin inilah terdapat
jurang besar menganga antara mereka yang beriman dengan yang tidak beriman. Orang-orang
yang tidak beriman, yang percaya bahwa hidup hanya ada di dunia, berjuang
memanfaatkannya sebaik-baiknya. Namun ini adalah usaha yang tidak berguna:
dunia ini pendek dan hidupnya dikelilingi dengan "kelemahan". Lebih
lanjut, karena orang-orang yang tidak beriman tidak memercayai Allah, ia hidup
dalam kehidupan yang penuh kesukaran, penuh dengan permasalahan dan ketakutan.
Mereka yang memiliki iman, di sisi
lain, melalui hidup mereka dengan mengingat Allah dan keberadaan-Nya pada
setiap saat, sepanjang seluruh pekerjaan sepele dan memberatkan saat merawat
tubuh, makan, minum, berdiri, duduk, berbaring, dan mencari penghidupan, dan
lain-lain. Mereka menghabiskan hidup hanya untuk mencapai ridha Allah dan
menjalani kehidupan yang damai, benar-benar terpisah dari seluruh kesedihan dan
ketakutan duniawi. Kesimpulannya, mereka mencapai surga, sebuah tempat
kebahagiaan abadi. Sama halnya, tujuan pokok hidup dinyatakan dalam ayat
berikut:
Dan dikatakan kepada orang-orang
yang bertakwa: "Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?" Mereka
menjawab: "kebaikan". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini
mendapat yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan
itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa. (QS. An-Nahl, 16: 30-31)
Penyakit dan Kecelakaan
Penyakit juga mengingatkan manusia
bagaimana mudahnya ia menjadi lemah. Tubuh, yang sangat terlindung dari seluruh
jenis ancaman luar, rusak berat oleh virus yang sepele, agen pembawa penyakit
yang tak terlihat mata. Proses ini sepertinya tidak masuk akal, karena Allah
telah melengkapi tubuh dengan sistem yang sangat lengkap, terutama sistem
kekebalan yang dapat digambarkan sebagai "tentara yang unggul"
terhadap musuh-musuhnya. Namun, walau ada kekuatan dan daya tahan tubuh, manusia
sering jatuh sakit. Mereka sedikit memikirkan fakta bahwa setelah dilengkapi
dengan sistem yang sempurna tersebut, Allah akan membiarkan material pembawa
penyakit menyebabkan penderitaan. Virus, mikroba, atau bakteri dapat saja tidak
pernah mempengaruhi tubuh, atau bahkan musuh-musuh kecil ini dapat saja tidak
pernah ada. Namun, hingga kini setiap orang dapat menjadi sasaran dari penyakit
serius yang dibawa oleh berbagai penyebab yang tidak penting. Misalnya, suatu
virus yang memasuki tubuh melalui luka kecil di kulit dapat dengan cepat
menyebar ke seluruh tubuh, mengambil alih organ-organ vital. Meskipun teknologi
telah berkembang pesat, virus influensa yang sederhana dapat menjadi faktor
yang mengancam hidup bagi sebagian besar manusia. Sejarah telah berkali-kali
menjadi saksi kasus influensa yang mengubah bahkan struktur demografi beberapa
negara. Sebagai contoh, pada tahun 1918, 25 juta manusia meninggal karena
influensa. Sama halnya, tahun 1995, sebuah epidemi merenggut 30 ribu nyawa,
dengan kerugian terbesar di Jerman.
Penyakit, seperti yang
diilustrasikan di sini, seringkali adalah cobaan dari Allah. Kejadian semacam
ini adalah kesempatan yang langka bagi orang beriman untuk menunjukkan
kesabaran dan ketaatannya kepada Allah. Namun, mereka yang membatasi pemahaman
mereka semata kepada dunia ini saja sukar memahami rahasia yang mendasar ini.
Kini bahaya tersebut tetap bertahan:
sebuah virus dapat menyerang kapan pun dan dengan mudah mengancam nyawa siapa
pun, atau sebuah penyakit yang langka dapat muncul kembali setelah terkubur
selama hampir dua puluh tahun. Dengan menerima semua peristiwa ini sebagai
kejadian yang alami dan tidak merefleksikannya pada mereka sendiri, akan
terjadi kesalahan serius. Allah memberi manusia penyakit untuk tujuan tertentu.
Dengan cara ini, mereka yang sombong dapat menemukan kesempatan untuk
mengetahui betapa terbatasnya jangkauan kekuasaan mereka. Di samping itu, ini
adalah jalan yang baik untuk memahami asal sesungguhnya kehidupan ini.
Selain penyakit, kecelakaan
merupakan ancaman yang serius terhadap manusia. Setiap hari koran menghadirkan
berita utama tentang kecelakaan jalan raya. Kecelakaan juga merupakan hal yang
banyak diberitakan di radio dan televisi. Namun, meskipun terbiasa dengan
kecelakaan tersebut, kita tidak pernah berpikir bahwa kita mungkin menghadapi
kecelakaan kapan pun. Terdapat ribuan faktor di sekitar kita yang dapat dengan
tiba-tiba menghentikan hidup kita. Seseorang dapat saja kehilangan keseimbangan
dan jatuh di tengah-tengah jalan, misalnya. Gegar otak atau patah kaki dapat
terjadi karena kecelakaan biasa seperti itu, atau saat makan malam, seseorang
dapat tercekik hingga mati karena tulang ikan. Penyebabnya dapat terdengar
sederhana, namun setiap hari ribuan manusia di dunia menghadapi kejadian yang
sukar dibayangkan seperti ini.
Fakta ini seharusnya membuat kita
memahami kesia-siaan penghambaan kepada dunia ini dan menyimpulkan bahwa segala
yang telah diberikan pada kita bukanlah apa-apa kecuali kesenangan sementara
untuk menguji kita di dunia. Sangatlah tidak dapat diduga bagaimana seorang
manusia, yang masih tidak mampu memerangi virus yang tidak terlihat, berani
bersikap sombong terhadap Penciptanya Yang Mahakuasa.
Tidak diragukan lagi, Allah-lah yang
menciptakan manusia dan Ia-lah satu-satunya yang melindungi kita terhadap
segala bahaya. Dalam hal ini, kecelakaan dan penyakit menunjukkan kepada kita
siapa diri kita. Tidak peduli bagaimana kuat seseorang menganggap dirinya,
kecuali dengan kehendak Allah, ia tidak akan dapat mencegah bencana apa pun. Allah
menciptakan seluruh penyakit dan situasi lain untuk mengingatkan manusia
terhadap kelemahannya.
Dunia ini adalah tempat untuk
menguji manusia. Setiap orang dianggap bertanggung jawab untuk mencoba mencapai
kesenangan yang baik dari-Nya. Di akhir ujian ini, mereka yang memiliki
pemahaman menyeluruh yang jelas tentang Allah tanpa menyekutukan-Nya dan
mematuhi larangan dan perintah-Nya akan menghuni surga dengan segala
keabadiannya. Mereka yang tidak mengubah kesombongan dan lebih menyukai dunia
ini dan keinginannya akan kehilangan kehidupan yang abadi dari kebahagiaan dan
kemudahan, dan menukarnya dengan penderitaan abadi yang tidak akan lepas dari
kesukaran, kelemahan, dan kesedihan baik di dunia maupun di akhirat.
Konsekuensi dari Penyakit dan
Musibah
Sebagaimana disebutkan sebelumnya,
penyakit dan musibah adalah kejadian yang digunakan Allah untuk menguji
manusia. Menghadapi kejadian seperti demikian, seorang manusia yang beriman
dengan cepat kembali kepada Allah, berdoa dan memohon perlindungan kepada-Nya.
Ia menyadari bahwa tidak ada suatu pun dan seorang pun yang dapat menolongnya
dari kesedihan. Ia juga menyadari bahwa kesabaran, pengabdian, dan
kepercayaannya kepada Allah sedang diuji. Dalam Al Quran, nabi Ibrahim dipuji
karena sikap teladannya. Doanya yang tulus seharusnya diulang oleh seluruh
orang beriman. Hal tersebut diceritakan dalam Al Quran sebagai berikut:
"Yang Dia memberi makan dan
minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, dan Yang
akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku." (Asy-Syua'araa, 26:
79-81)
Nabi Ayyub, di sisi lain, memberi
contoh yang baik bagi seluruh orang yang beriman ketika ia mencari kesabaran
hanya dari Allah saat didera penyakit yang parah.
Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub
ketika ia menyeru Tuhan-nya: "Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan
kepayahan dan siksaan." (QS. Shaad, 38: 41)
Kesukaran demikian memperkuat
kesetiaan orang-orang yang beriman kepada Pencipta mereka dan menegakkan mereka
dalam kedewasaan. Karena itulah setiap penderitaan adalah
"keberuntungan". Orang-orang yang tidak beriman, sebaliknya,
menanggapi semua jenis musibah dan penyakit sebagai "kerugian".
Karena tidak menyadari bahwa segalanya diciptakan untuk tujuan yang khusus dan
bahwa kesabaran yang ditunjukkan selama kesulitan akan dihargai di akhirat,
orang-orang yang tidak beriman jatuh ke dalam kesedihan yang dalam. Memang,
karena dalam sebuah sistem yang berlandaskan pada pengingkaran atas keberadaan
Allah, manusia mengadopsi pendirian materialistis, penyakit dan musibah membawa
kesedihan lain kepada mereka yang tidak memiliki keyakinan. Nilai moral dan
sudut pandang masyarakat materialis menggariskan bahwa setelah musibah atau
penyakit, umumnya mereka tiba-tiba kehilangan "teman" dekat, sekalipun
mereka belum mati. Sikap semacam itu diambil hanya karena mereka menganggap
berteman atau merawat orang yang sakit sebagai gangguan. Betapa pun banyaknya
cinta dan kasih sayang yang telah diberikan seseorang di "masa-masa lalu
yang indah", sekali ia jatuh sakit terbaring di tempat tidur, misalnya,
atau cacat, lenyaplah seluruh kasih sayang untuknya. Alasan lain yang membuat
manusia berubah adalah kehilangan penampilan atau keahlian tertentu. Hal itu
juga yang terjadi pada masyarakat materialis, karena di sana manusia menilai
yang lainnya berdasarkan ciri-ciri fisik mereka. Konsekuensinya, ketika muncul
kekurangan fisik, nilai yang dimiliki orang tersebut juga menghilang.
Sebagai contoh, pasangan atau
kerabat dekat dari seorang penyandang cacat fisik, segera mulai mengeluhkan
kesulitan merawat seorang cacat. Mereka sering berkeluh-kesah tentang sialnya
mereka. Kebanyakan menyatakan bahwa mereka masih sangat muda dan tidak
seharusnya dihadapkan pada bencana seperti itu. Ini hanya pembenaran diri bahwa
ia tidak memberikan perawatan dan perhatian yang patut kepada keluarganya yang
cacat. Yang lainnya, di sisi lain, membantu pasien atau orang cacat hanya
karena mereka takut akan pendapat orang lain jika meninggalkan mereka. Gosip,
yang mudah menyebar, mencegah mereka bersikap demikian. Dalam saat-saat
kesulitan seperti itu janji kesetiaan yang diberikan selama hari-hari yang
bahagia tiba-tiba digantikan oleh perasaan egois dan memikirkan diri sendiri.
Kejadian semacam itu seharusnya
tidak mengejutkan kita dalam sebuah lingkungan di mana beberapa bentuk sikap,
seperti kesetiaan, ditunjukkan hanya jika membawa keuntungan. Tidak diragukan
lagi, dalam sebuah masyarakat di mana kriteria materialis berkembang, dan yang
lebih penting, di mana manusia tidak takut akan Allah, mustahil untuk
mengharapkan kesetiaan seseorang tanpa imbalan. Bagaimanapun, kita tidak dapat
mengharapkan ketulusan dan kejujuran seseorang kepada orang lain kecuali ia
percaya ia akan menerima hukuman untuk kegagalannya dan penghargaan untuk
keberhasilannya. Dalam masyarakat materialis, sikap seperti itu dipercaya
sebagai "kebodohan", karena tidak masuk akal menunjukkan kesetiaan
kepada seseorang yang ketika kelak mati, mungkin dalam beberapa puluh tahun,
sirna untuk selama-lamanya. Jika mempertimbangkan situasi suatu sistem yang
kedua pihak di dalamnya yakin bahwa mereka akan hidup untuk waktu yang singkat
kemudian mati, mentalitas semacam itu sepertinya masuk akal. Lalu, mengapa
mereka tidak akan lebih menyukai jalan yang nyaman dan mudah untuk menjalani
kehidupan?
Namun, fakta-faktanya sangat
berlawanan. Mereka yang beriman kepada Allah, yang di hadapan-Nya menyadari
kelemahan diri dan takut pada-Nya, menilai orang lain dengan cara yang
diinginkan Allah. Nilai seseorang yang paling berharga di hadapan Allah adalah
ketakwaan, rasa hormat, dan seterusnya, akhlak yang muncul dari nilai-nilai
ini. Jika seseorang yang bertakwa kepada Allah menampakkan kesempurnaan moral
dalam dunia ini, ia akan mencapai kesempurnaan jasmani dan rohani
selama-lamanya. Dengan memahami fakta ini, kekurangan fisik di dunia ini tidak
lagi berarti. Ini adalah janji dari Allah kepada orang-orang yang beriman. Ini
pula alasan dasar mengapa orang-orang beriman menampakkan penghormatan dan
kasih sayang satu sama lain serta tenggang rasa terhadap kekurangan fisik
sesamanya, juga menunjukkan pengabdian seumur hidup di antaranya.
Jurang persepsi yang lebar antara
orang-orang yang beriman dan yang tidak, serta pola pemikiran mereka yang
berbeda sangat penting. Sementara dendam dan kemarahan dihilangkan dari hati
orang-orang beriman dan digantikan oleh rasa damai dan tentram, pikiran
orang-orang kafir justru didera rasa kecewa, tidak puas dan tidak bahagia. Hal
ini seolah-olah suatu hukuman dari masyarakat materialis yang mengelilingi
orang-orang yang tidak beriman, namun, sebenarnya adalah kesialan dari Allah
untuk mereka yang tidak beriman. Mereka yang beranggapan bahwa kedurhakaan
mereka tidak akan diadili akan terpukul pada hari penghisaban, saat dosa-dosa
mereka, kekejaman, keingkaran, dan pengkhianatan diadili:
Dan janganlah sekali-kali
orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah
lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka
hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang
menghinakan. (QS. Ali ‘Imran, 3: 178)
Tahun-Tahun Terakhir Kehidupan
Dampak kemunduran dari lewatnya
tahun-tahun kehidupan dapat teramati pada tubuh seseorang. Bersamaan berlalunya
tahun demi tahun, tubuh, harta manusia yang paling berharga, melalui proses
kemunduran yang tak dapat diubah lagi. Perubahan yang dialami seorang manusia
sepanjang hidupnya disebutkan di dalam Al Quran sebagai berikut:
Allah, Dialah yang menciptakan kamu
dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan sesudah keadaan lemah itu menjadi
kuat, kemudian Dia menjadikan sesudah kuat itu lemah dan beruban. Dia
menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi
Mahakuasa. (QS. Ar-Ruum, 30: 54)
Tahun-tahun terakhir kehidupan
adalah waktu yang paling diabaikan dalam rencana masa depan seorang dewasa,
kecuali di dalam proses menabung untuk pensiun hari tua yang mencemaskan. Sudah
barang tentu, pada saat teramat dekat dengan kematian, orang biasanya bersikap
ragu-ragu terhadap periode ini. Ketika seseorang mengajak berbincang tentang
usia tua, yang lain akan merasa risau dan berusaha mengubah topik "yang
tidak menyenangkan" ini secepat mungkin. Rutinitas sehari-hari juga
merupakan jalan yang ampuh untuk melarikan dari memikirkan tahun-tahun kehidupan
yang kemungkinan besar akan menyengsarakan ini. Jadi, hal ini dihindari hingga
saatnya tak terelakkan lagi. Tak diragukan lagi, penyebab utama dari pengelakan
seperti itu adalah anggapan bahwa seseorang memiliki waktu yang tak terbatas
sampai kematian mendatanginya. Kesalahpahaman umum seperti ini dijelaskan di
dalam Al Quran:
"Sebenarnya Kami telah memberi
mereka dan bapak-bapak mereka kenikmatan hingga panjanglah umur mereka."
(QS. Al Anbiyaa', 21: 44)
Gagasan keliru ini seringkali
membawa kepada kesedihan besar. Ini karena tak peduli berapa pun tuanya
seseorang, milik nyata yang tersisa dari masa lalunya hanyalah kenangan yang
teringat samar-samar. Seseorang hampir tidak ingat akan masa kanak-kanaknya.
Malahan lebih sukar lagi untuk mengingat dengan tepat apa yang terjadi selama
sepuluh tahun terakhir. Ambisi terbesar seorang muda, keputusan-keputusan
besar, dan tujuan-tujuan yang paling ia kejar, semuanya kehilangan makna begitu
dialami dan rampung. Karena itulah, menceritakan sebuah kisah hidup yang
"panjang" adalah suatu upaya yang sia-sia.
Baik itu bagi seorang remaja ataupun
dewasa, hal ini seharusnya mendorong manusia untuk membuat sebuah keputusan
besar tentang hidupnya. Misalnya, jika Anda berumur empat puluh tahun dan
berharap untuk hidup hingga pertengahan umur enam puluhan dan Anda tidak punya
jaminan apa-apa sisa dua puluh lima tahun tersebut pasti akan segera berlalu
secepat empat puluh tahun sebelumnya. Hal yang sama tetap terjadi walaupun
hidup Anda dipanjangkan sekali, karena sisa tiga puluh atau empat puluh juga
akan berlalu sebelum Anda sempat memerhatikan. Hal ini tentu saja merupakan
peringatan abadi akan sifat sejati dari dunia ini. Suatu hari setiap jiwa yang
hidup di muka bumi ini akan meninggalkan dunia ini dan tidak ada kata kembali.
Oleh karena itu, manusia hendaknya
mengesampingkan prasangkanya dan lebih realistik tentang hidupnya. Waktu
berlalu sangat cepatnya dan setiap hari menyebabkan makin lemahnya fisik
berkurangnya ingatan, bukannya dinamisme yang lebih segar dan sosok yang lebih
muda. Singkatnya, menjadi tua adalah perwujudan dari ketidakmampuan manusia
mengendalikan tubuh, hidup dan nasibnya sendiri. Efek waktu yang merugikan
terhadap tubuh terlihat selama periode ini. Allah menjelaskan kepada kita
tentang hal ini dalam ayat berikut:
Allah menciptakan kamu, kemudian
mewafatkan kamu; dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang
paling lemah, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang pernah
diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahakuasa. (QS. An-Nahl,
16: 70)
Dalam kedokteran, usia lanjut juga
disebut "masa kanak-kanak kedua". Oleh sebab itu, selama tahap
kehidupan akhir ini, orang-orang tua seperti anak-anak, membutuhkan perawatan,
karena fungsi-fungsi tubuh dan mental mereka telah mengalami perubahan-perubahan
tertentu.
Begitu seseorang menjadi tua,
berbagai karakteristik fisik dan kejiwaan menjadi semakin jelas. Orang-orang
tua gagal melakukan banyak tugas yang berhubungan dengan kekuatan fisik.
Perubahan penilaian, pemikiran yang berkurang, kesulitan berjalan, menjaga
keseimbangan dan pembicaraan, berbagai kesukaran, memori yang berkurang dan
kehilangan memori secara perlahan-lahan, dan perubahan suasana hati dan tingkah
laku hanyalah beberapa gejala penyakit yang umum diderita pada usia tua.
Pendeknya, setelah periode tertentu,
manusia sering mengalami kemunduran ke keadaan ketergantungan kanak-kanak baik
secara fisik maupun mental.
Kehidupan berawal dan berakhir dalam
keadaan kanak-kanak. Hal ini jelas bukan suatu proses acak. Mungkin saja seseorang
tetap muda sampai ia mati. Namun Allah mengingatkan manusia tentang sifat fana
dunia ini dengan membuat kualitas hidupnya memburuk pada tahapan tertentu dalam
kehidupan. Proses ini bekerja sebagai pengingat yang jelas bahwa hidup terus
mendekati akhirnya. Allah menjelaskan ini di dalam ayat berikut:
Hai manusia, jika kamu dalam
keraguan tentang kebangkitan, maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari
tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari
segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami
jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki
sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi,
kemudian kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang
diwafatkan dan di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya
dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan
kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di
atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam
tumbuh-tumbuhan yang indah. (QS. Al Hajj, 22: 5)
Berbagai Masalah Fisik yang
Berkaitan dengan Umur
Tak peduli betapa pun banyaknya uang
yang Anda miliki atau betapa pun sehatnya Anda, setiap orang pada akhirnya
menghadapi ketidak-mampuan dan berbagai komplikasi lain yang berkaitan dengan
umur, sebagiannya dijelaskan di bawah ini:
Kulit merupakan faktor penting yang
menentukan penampilan seseorang. Kulit adalah bagian mendasar dari kecantikan.
Jika beberapa milimeter persegi saja jaringan dibuang, tak bisa tidak akan
tampak gambaran yang mengganggu bagi pecinta keindahan. Ini karena kulit
—selain melindungi tubuh dari ancaman luar — juga memberi tubuh penampilan yang
halus dan estetis. Tak diragukan, ini adalah fungsi penting kulit.
Bagaimanapun, jika seseorang menganggap dirinya cantik, adalah karena tubuhnya
dilapisi kulit, potongan daging yang total beratnya sekitar dua seperempat
kilogram. Namun yang mengherankan, hanya inilah organ tubuh yang menampakkan
kerusakan ketika seseorang menua.
Begitu seseorang menua, kulit
kehilangan struktur elastisnya karena protein-protein struktural yang membentuk
"kerangka" dari lapisan dasar kulit menjadi sensitif dan lemah.
Karena inilah di wajah muncul keriput dan garis, mimpi buruk bagi banyak orang.
Fungsi kelenjar-kelenjar minyak di lapisan atas kulit melambat, mengakibatkan
kekeringan yang akut. Perlahan-lahan, tubuh terkena pengaruh-pengaruh luar
karena permeabilitas kulit meningkat. Akibat proses ini, orang-orang lanjut
usia menderita ketidakteraturan tidur yang berat, luka-luka luaran, dan rasa
gatal yang disebut "rasa gatal usia tua". Begitu pula, kerusakan
terjadi pada lapisan-lapisan dasar kulit. Penggantian jaringan kulit dan
mekanisme pertukaran zat gagal berfungsi, menyediakan landasan untuk tumbuhnya
tumor.
Kekuatan tulang juga sangat penting
bagi tubuh manusia. Berbagai upaya untuk memperoleh postur tubuh yang tegak
jarang berhasil bagi orang tua, namun jauh lebih mudah bagi orang muda. Saat
seseorang berjalan dengan postur membungkuk, hilanglah keangkuhannya,
menunjukkan bahwa ia tidak lagi berdaya mengontrol tubuhnya sendiri. Karenanya,
ini juga merupakan hilangnya "keanggunan" seseorang.
Gejala-gejala penuaan tak terbatas
pada ini saja. Orang-orang lanjut usia lebih gampang mengalami kehilangan rasa
karena sel-sel saraf berhenti memperbarui diri setelah usia tertentu.
Orang-orang lanjut usia menderita disorientasi ruang karena melemahnya respon
mata yang terhadap intensitas cahaya. Hal ini sangat penting karena membuat
terbatasnya penglihatan: kecemerlangan warna, posisi dan dimensi objek-objek
menjadi kabur. Tak diragukan, ini adalah situasi sulit yang harus dihadapi para
lanjut usia.
Manusia mungkin saja tidak akan
pernah mengalami kerusakan fisik akibat penuaan: dia mungkin saja tumbuh makin
kuat dan sehat seiring dengan bertambahnya usia. Walau kita tidak lazim dengan
model demikian, hidup yang lebih lama mungkin menawarkan berbagai kesempatan
yang tak terduga bagi kehidupan yang penuh secara personal dan sosial. Waktu
mungkin telah memperbaiki kualitas hidup, membuatnya jauh lebih menyenangkan
daripada sebelumnya. Namun, sistem yang ditakdirkan sebagai yang terbaik bagi
manusia adalah yang berdasarkan pada menurunnya kualitas hidup begitu seseorang
semakin tua.
Inilah satu lagi bukti dari sifat
fana dunia ini. Allah berulang kali mengingatkan kita tentang fakta ini di
dalam Al Quran dan menyuruh orang-orang yang beriman memikirkannya:
Sesungguhnya perumpamaan kehidupan
duniawi itu, adalah seperti air yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah
dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang
dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna
keindahannya, dan memakai perhiasannya, dan pemilik-pemilik-nya mengira bahwa
mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu
malam atau siang, lalu Kami jadikan laksana tanam-tanaman yang sudah disabit,
seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan
tanda-tanda kekuasaan kepada orang-orang berfikir. (QS. Yunus, 10: 24)
Setelah suatu periode hidup di mana
manusia menganggap dirinya kuat secara fisik dan mental dan memandang seluruh
dunia dari sudut pandangnya sendiri, dia tiba-tiba melalui suatu masa di mana
dia kehilangan banyak hal yang sebelumnya ia nikmati. Proses ini tak terelakkan
dan tak dapat diubah. Ini tak lain karena Allah menciptakan dunia ini sebagai
tempat sementara untuk hidup dan membuatnya tidak sempurna sebagai pengingat akan
Hari Akhir.
Pelajaran yang Ditarik dari Usia
Lanjut Para Pesohor
Menjadi tua tak dapat dielakkan.
Tidak seorang pun, tanpa kecuali, dapat menghindarinya. Namun, mengamati
bagaimana para pesohor menjadi tua mempunyai pengaruh yang lebih dalam bagi kita
karena kemunduran fisik mereka dapat diamati secara terbuka. Menyaksikan
penuaan dari orang-orang yang terkenal karena kemasyhuran, kekayaan, dan
kecantikannya tentulah merupakan pengingat akan betapa pendek dan tidak
berartinya hidup ini.
Setiap hari kita dapat mengamati
fakta ini dari ratusan contoh di sekitar kita. Seorang yang cerdas, sehat, dan
terkenal, yang pernah menjadi simbol kecantikan atau kesuksesan, suatu hari
akan muncul di koran, majalah, dan televisi dengan ketidakmampuan fisik atau mental.
Inilah akhir yang akan ditemui hampir semua orang. Namun para pesohor punya
tempat khusus di pikiran kita; bagaimana mereka menjadi tua dan kehilangan
pesona lebih dalam menyentuh emosi. Pada halaman-halaman berikut, Anda akan
melihat foto-foto dari sebagian para pesohor. Masing-masingnya merupakan bukti
nyata bahwa bagaimanapun cantik, sukses, atau mudanya Anda, akhir yang tak
terelakkan bagi manusia adalah usia tua.
Kematian Manusia
Hidup makin menjauh detik demi
detik. Sadarkah Anda bahwa setiap hari membawa anda semakin dekat kepada
kematian, atau bahwa kematian itu sama dekatnya kepada anda sebagaimana pada
orang lain?
Sebagaimana disebutkan di dalam
ayat, "Setiap jiwa akan merasakan mati; kepada Kamilah engkau akan
dikembalikan", (QS Al Ankabuut, 27: 57) setiap orang yang pernah muncul di
dunia ini ditakdirkan untuk mati. Tanpa kecuali mereka semua, setiap orang,
mati. Hari ini, kita hampir tak pernah mendapati jejak dari banyak orang yang
telah meninggal dunia. Mereka yang hidup saat ini dan mereka yang akan hidup
kelak juga akan menghadapi kematian pada hari yang telah ditentukan. Walaupun
begitu, manusia cenderung menganggap kematian sebagai peristiwa yang tidak
mungkin terjadi.
Bayangkanlah seorang bayi yang baru
saja membuka matanya terhadap dunia dan seseorang yang akan mengembuskan nafas
terakhir. Keduanya tidak dapat mengubah apa pun dari kelahiran dan kematian
mereka sendiri. Hanya Allah yang memiliki kekuasaan untuk meniupkan nafas
kehidupan atau mengambilnya.
Semua manusia akan hidup sampai hari
tertentu dan kemudian mati; di dalam Al Quran, Allah menceritakan tentang sikap
yang umum ditunjukkan terhadap kematian dengan ayat-ayat berikut:
Katakanlah: "Sesungguhnya
kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan
menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui
yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan." (QS. Al Jumu’ah, 62: 8)
Kebanyakan manusia menghindari
berpikir tentang kematian. Dalam pesatnya arus peristiwa sehari-hari, seseorang
biasanya menyibukkan diri dengan hal-hal yang sama sekali berbeda: di mana
hendak kuliah, di perusahaan mana akan bekerja, apa warna pakaian yang akan
dikenakan besok pagi, apa yang akan dimasak untuk makan malam; inilah macam isu
utama yang biasa kita pikirkan. Hidup dipandang sebagai proses rutin dari
masalah-masalah kecil sedemikian. Usaha untuk berbicara tentang kematian selalu
diinterupsi oleh mereka yang merasa tidak nyaman mendengar tentangnya. Karena
menganggap kematian hanya akan datang setelah tua, orang tidak ingin merisaukan
hal yang tidak menyenangkan seperti itu. Namun, harus tetap diingat bahwa tidak
ada jaminan bahwa seseorang akan hidup sekadar satu jam lagi. Setiap hari,
manusia menyaksikan kematian orang-orang di sekitarnya, tetapi hanya sedikit
berpikir tentang hari ketika kematiannya disaksikan orang-orang lain. Dia tidak
pernah mengira akhir seperti itu sedang menunggunya!
Bagaimanapun juga, ketika kematian
mendatangi manusia, semua "kenyataan" hidup tiba-tiba lenyap. Tidak
ada sisa dari "masa lalu yang menyenangkan" yang bertahan di dunia
ini. Pikirkanlah segala sesuatu yang dapat Anda lakukan sekarang juga: Anda
dapat mengedipkan mata, menggerakkan tubuh, berbicara, tertawa; semua ini
adalah fungsi tubuh Anda. Sekarang pikirkanlah tentang keadaan dan bentuk tubuh
Anda setelah kematian.
Sejak detik Anda mengembuskan nafas
terakhir, Anda akan menjadi tak lebih dari "seonggok daging". Tubuh
Anda yang diam dan tak bergerak, akan dibawa ke rumah mayat. Di sana , tubuh
Anda akan dimandikan untuk terakhir kalinya. Dengan keadaan terbungkus kain
kafan, jenazah Anda akan dibawa di dalam peti mati ke pemakaman. Begitu jenazah
Anda berada di dalam kubur, tanah akan menutupi Anda. Inilah akhir dari kisah tentang
Anda. Mulai sekarang, Anda hanyalah salah satu nama yang tertulis di nisan
pekuburan.
Selama beberapa bulan dan tahun
pertama, kuburan Anda akan sering dikunjungi. Seiring berjalannya waktu, makin
sedikit orang yang datang. Sepuluh tahun kemudian, tak ada lagi yang datang.
Sementara itu, anggota keluarga
dekat Anda akan melalui segi lain dari kematian Anda. Di rumah, kamar dan
tempat tidur Anda akan kosong. Setelah pemakaman, hanya sedikit barang-barang
kepunyaan Anda yang akan disimpan di rumah: kebanyakan pakaian, sepatu, dan
lain-lain milik Anda akan diberikan kepada mereka yang memerlukannya.
Berkas-berkas Anda di kantor administrasi umum akan dihapus atau diarsipkan.
Selama tahun-tahun pertama, sebagian orang akan berkabung untuk Anda. Namun, waktu
akan mengikis kenangan yang Anda tinggalkan. Empat atau lima puluh tahun
kemudian, hanya tinggal sedikit orang yang ingat akan Anda. Tak lama, generasi
baru akan datang dan tidak seorang pun dari generasi Anda yang tersisa di muka
bumi. Apakah Anda diingat atau tidak, tidak akan berharga bagi Anda.
Sementara semua ini berlangsung di
muka bumi, jenazah di bawah tanah akan melalui proses pembusukan yang cepat.
Segera setelah Anda berada di dalam kubur, bakteri dan serangga yang berkembang
biak di dalam jenazah karena tiadanya oksigen akan mulai berfungsi. Gas-gas
yang dikeluarkan dari organisme-organisme ini akan menggembungkan tubuh, mulai
dari bagian perut, mengubah bentuk dan penampilannya. Busa bercampur darah akan
meletup keluar dari mulut dan hidung karena tekanan gas-gas pada diafragma.
Begitu proses perusakan ini terjadi, rambut tubuh, kuku, telapak tangan dan
kaki akan rontok. Mengikuti perubahan luar ini, di dalam tubuh, organ-organ
dalam seperti paru-paru, jantung, dan hati juga akan membusuk. Sementara itu,
adegan yang paling mengerikan berlangsung di dalam perut, di mana kulit tidak
dapat lagi menahan tekanan gas-gas dan tiba-tiba meletus, menyebarkan bau busuk
yang tak tertahankan. Mulai dari tengkorak, otot-otot akan berlepasan dari
tempat-tempat asalnya. Kulit dan jaringan-jaringan lunak akan hancur sama
sekali. Otak akan membusuk dan mulai tampak seperti tanah liat. Proses ini akan
terus berlanjut sampai seluruh tubuh tinggal kerangka.
Tidak ada kesempatan untuk kembali
lagi ke kehidupan lama. Berkumpul bersama keluarga di meja makan,
bermasyarakat, atau memiliki pekerjaan yang terhormat tidak akan pernah mungkin
lagi terjadi.
Pendeknya, "tumpukan daging dan
tulang" yang kita beri identitas tersebut akan menghadapi akhir yang
menjijikkan. Di sisi lain, Anda — atau tepatnya, jiwa Anda —akan meninggalkan
tubuh ini segera setelah Anda mengembuskan nafas terakhir. Sisa dari diri Anda
—jasad — akan menjadi bagian dari tanah.
Ya, tetapi apa alasan terjadinya
segala hal ini?
Jika Allah berkehendak, tubuh Anda
tidak akan pernah membusuk seperti itu. Dalam peristiwa itu sebenarnya
terkandung sebuah pesan yang sangat penting.
Akhir yang dahsyat yang menunggu
manusia seharusnya membuatnya mengakui bahwa dia bukanlah sesosok tubuh, tetapi
sebentuk jiwa yang "berdiam" di dalam tubuh. Dengan kata lain,
manusia harus mengakui bahwa dia memiliki keberadaan di luar tubuhnya. Lebih jauh
lagi, manusia harus memahami kematian jasadnya yang ia coba miliki seolah ia
akan abadi di dunia fana ini. Namun jasad ini, yang ia anggap teramat penting,
akan membusuk dan dimakan cacing suatu hari dan akhirnya tinggal kerangka. Hari
itu mungkin saja sangat dekat.
Walau ada fakta-fakta ini, proses
mental manusia cenderung untuk mengesampingkan apa yang tidak ia sukai atau
ingini. Bahkan ia cenderung untuk menolak keberadaan hal-hal yang tak ingin
hadapi. Kecenderungan ini paling jelas tatkala menyangkut kematian. Hanya
penguburan atau kematian mendadak dari keluarga dekatlah yang membawa kenyataan
ini ke pikiran. Hampir setiap orang menganggap maut jauh dari dirinya.
Dianggapnya mereka yang meninggal dalam tidurnya atau karena kecelakaan adalah
orang lain dan apa yang mereka hadapi tidak akan pernah menimpa dirinya! Setiap
orang mengira dirinya terlalu muda untuk mati dan masih hidup bertahun-tahun
lagi.
Namun mungkin sekali, orang-orang
yang meninggal dalam perjalanan ke sekolah atau tergesa-gesa menghadiri rapat
bisnis berpikir begitu. Mereka barangkali tidak pernah berpikir bahwa koran
hari berikutnya akan memberitakan kematian mereka. Sangatlah mungkin bahwa,
saat Anda membaca baris-baris ini, Anda masih tidak menyangka akan meninggal
segera setelah Anda menyelesaikannya atau sekadar memikirkan kemungkinan bahwa
hal itu terjadi. Barangkali Anda merasa bahwa masih terlalu muda untuk
meninggal karena masih banyak hal yang harus diwujudkan. Namun, ini hanyalah
suatu pengelakan dari kematian dan merupakan upaya gagal untuk melarikan diri
darinya:
Katakanlah: "Lari itu
sekali-kali tidaklah berguna bagimu, jika kamu melarikan diri dari kematian
atau pembunuhan, dan jika kamu tidak juga akan mengecap kesenangan kecuali
sebentar saja." (QS. Al Ahzab, 33: 16)
Manusia yang diciptakan dalam
kesendirian hendaknya menyadari bahwa dia juga kan mati dalam kesendirian.
Namun, sepanjang hidupnya, ia hidup bagai kecanduan harta benda. Tujuan
hidupnya semata-mata untuk memiliki lebih banyak lagi. Namun, tidak seorang pun
dapat membawa harta bendanya ke dalam kubur. Tubuh dikuburkan terbungkus dalam
kafan yang terbuat dari kain termurah. Jasad muncul ke dunia ini sendirian dan
meninggalkannya dengan cara yang sama. Satu-satunya harta yang dapat dibawa
seseorang bersamanya saat kematian adalah keimanan atau kekafirannya.
1. A. Maton, J. Hopkins, S. Johnson,
D. LaHart, M.Quon Warner, J.D. Wright, Human Biology and Health, Prentice Hall,
New Jersey, hal. 59
2. J.A.C. Brown, Medical and Health Encyclopaedia, Remzi Publishing, Istanbul, hal. 250
2. J.A.C. Brown, Medical and Health Encyclopaedia, Remzi Publishing, Istanbul, hal. 250
DAYA TARIK HARTA BENDA DUNIAWI
Sepanjang kehidupan, kita punya
cita-cita tertentu untuk dicapai: kekayaan, harta benda, dan kedudukan yang
lebih baik, serta pasangan dan anak-anak. Inilah di antara cita-cita yang umum
bagi hampir semua orang. Segala rencana dan upaya dikerahkan untuk mencapai
tujuan-tujuan ini. Meskipun satu-satunya fakta yang tidak dapat disangkal
adalah bahwa segala sesuatunya cenderung menua dan musnah, manusia tidak dapat
melepaskan dirinya dari keterikatan terhadap benda-benda. Suatu hari sebuah
mobil baru akan ketinggalan zaman; karena sebab-sebab alamiah, tanah pertanian
yang subur menjadi gersang; seorang yang cantik kehilangan semua pesonanya
ketika ia menua. Di atas segalanya, setiap manusia di muka bumi akan mati,
meninggalkan segala sesuatu yang dimilikinya. Namun meskipun terdapat
fakta-fakta yang tak terbantahkan ini, manusia menunjukkan kecintaan yang tak
terhingga kepada harta benda.
Mereka yang menghabiskan hidupnya
dalam kecintaan buta akan harta benda duniawi, akan menyadari bahwa mereka
menghabiskan seluruh hidup mereka mengejar ilusi. Mereka akan menyadari keadaan
yang menggelikan ini setelah mereka mati. Pada saat itulah akan tampak jelas
bagi mereka tujuan akhir kehidupan, yakni menjadi hamba Allah yang ikhlas.
Di dalam Al Quran, Allah cukup
banyak menyebutkan "keterikatan yang dalam" ini di dalam ayat-ayat
berikut:
Dijadikan indah pada manusia
kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta
yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik. (QS. Ali 'Imran, 3: 14)
Semua hal di dunia ini kekayaan,
pasangan, anak-anak, dan perdagangan menyibukkan banyak orang di dalam
hidupnya. Namun, jika mereka dapat memahami kekuasaan dan keagungan Allah,
mereka akan paham bahwa semua hal yang diberikan kepada manusia ini hanyalah
sarana untuk memperoleh keridhaan-Nya. Dengan cara ini, mereka juga akan
memahami bahwa tujuan utama manusia adalah menjadi hamba-Nya. Sedangkan, mereka
yang tidak benar-benar beriman kepada Allah memiliki pandangan yang kabur dan
pemahaman yang dangkal akan keberadaan mereka karena ambisi-ambisi duniawi
mereka. Mereka mengharapkan hal-hal besar dari kehidupan yang cacat ini.
Mengejutkan bahwa manusia melupakan
semua tentang Hari Akhirat, tempat tinggal yang sempurna dan mulia baginya, dan
merasa puas dengan dunia ini. Kalaupun seseorang tidak memiliki keimanan yang
sempurna, adanya "kemungkinan" kecil tentang Hari Akhirat seharusnya
membuatnya, paling tidak, bersikap lebih hati-hati.
Orang-orang yang beriman, sebaliknya
sangat menyadari bahwa hal ini, sama sekali bukanlah "kemungkinan",
namun kenyataan. Karena itulah hidup mereka bertujuan untuk menghapuskan
kemungkinan sekecil-kecilnya dari terjerumus ke dalam neraka; seluruh upaya
mereka dimaksudkan untuk mencapai surga. Mereka sangat paham pahitnya
kekecewaan di Hari Akhirat setelah kehidupan yang habis tersia-sia. Mereka juga
menyadari bahwa tumpukan kekayaan, seperti rekening bank yang melimpah,
mobil-mobil dan kediaman yang mewah, tidak akan diterima sebagai tebusan bagi
azab yang kekal. Lebih-lebih lagi, tak seorang pun keluarga atau teman akrab
seseorang akan datang untuk menyelamatkannya dari kesedihan abadi ini.
Sebaliknya, setiap jiwa akan berusaha menyelamatkan dirinya sendiri. Namun
walau begitu, kebanyakan orang mengira bahwa kehidupan ini tidak berlanjut ke
Hari Akhirat, dan dengan serakah merengkuh dunia ini. Allah menyebutkan ini di
dalam ayat berikut:
Bermegah-megahan telah melalaikan
kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. (QS. At-Takaatsur: 1-2)
Godaan kepada harta benda duniawi,
tak diragukan lagi, merupakan rahasia dari ujian. Allah menciptakan semua hal
yang ia limpahkan dengan sangat indah, namun juga singkat usianya. Hal ini
hanyalah untuk membuat manusia berpikir dan membandingkan hal-hal yang
diberikan kepada mereka di dunia ini dengan Hari Akhir. Inilah
"rahasia" yang kita bicarakan. Kehidupan di dunia memang indah;
begitu penuh warna dan atraktif, mengungkapkan keagungan penciptaan oleh Allah.
Tak diragukan, manusia menginginkan hidup yang baik dan menyenangkan dan, tentu
saja, memohon kepada Allah untuk menjalani hidup seperti itu. Namun ini tidak
pernah dapat menjadi tujuan akhir, karena tujuan seperti itu dalam hidup
tidaklah lebih penting daripada meraih keridhaan Allah dan surga. Karenanya,
manusia hendaknya tidak boleh pernah melupakan tujuan utamanya, sembari
menikmati segala karunia ini. Allah memperingatkan manusia tentang hal ini di
dalam ayat berikut:
Dan apa saja yang diberikan kepada
kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa
yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka apakah kamu tidak
memahaminya? (QS. Al Qashas, 28: 60)
Kesukaan yang sangat akan
benda-benda duniawi adalah salah satu penyebab manusia melupakan Hari Akhir. Ada
hal lain yang harus diingat: manusia tidak pernah menemukan kebahagiaan sejati
di dalam benda-benda duniawi yang ia rengkuh dengan serakah ataupun di dalam
perbekalan yang ia upayakan mati-matian untuk miliki. Ini karena nafsu yang
kuat susah dipuaskan. Tidak peduli betapa banyak yang dimilikinya, nafsu
manusia tidak pernah berakhir. Ia pasti selalu mencari yang lebih banyak dan
lebih baik. Karena itulah manusia tidak pernah mendapatkan ketenangan dan
kepuasan di dunia ini.
Adakah Kekayaan yang Sebenarnya di
Dunia Ini?
Kebanyakan manusia mengira mereka
dapat memperoleh kehidupan yang sempurna begitu mereka bertekad untuk itu.
Lebih jauh lagi, mereka mengira bahwa kualitas hidup yang tinggi bisa dicapai
dengan memiliki lebih banyak uang, standar hidup yang lebih baik, keluarga yang
bahagia, dan kedudukan yang terhormat di masyarakat. Namun, orang-orang yang
mencurahkan seluruh waktu mereka untuk memperoleh hal-hal se-perti itu
jelas-jelas melakukan kesalahan. Pertama, mereka hanya berjuang untuk meraih ketenteraman
dan kebahagiaan di dunia ini dan sama sekali melupakan Hari Akhirat. Walaupun
terdapat fakta bahwa tujuan utama mereka adalah menjadi hamba Allah di dunia
ini dan mensyukuri apa-apa yang dianugerahkan-Nya, mereka menghabiskan hidup
untuk memenuhi berbagai hasrat mereka yang sia-sia.
Allah memberitahukan betapa remeh
dan menipunya daya tarik dunia di dalam Al Quran:
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya
kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan
bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan
anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagum-kan para petani; kemudian
tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi
hancur. Dan di akhirat ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta
keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang
menipu. (QS. Al Hadiid, 57: 20)
Tidak mengimani Hari Akhirat atau
menganggapnya sebagai kemungkinan yang jauh adalah kesalahan pokok dari banyak
orang. Mereka yakin bahwa mereka tidak akan pernah kehilangan kekayaannya.
Kesombongan membuat mereka menghindar dari ketundukan kepada Allah dan
memalingkan wajah mereka dari janji-Nya. Akhir dari orang-orang seperti ini
dikisahkan sebagai berikut:
Sesungguhnya orang-orang yang tidak
mengharapkan pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia
serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan
ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu
mereka kerjakan. (QS. Yunus, 10: 7-8)
Sejarah telah menyaksikan banyak
orang semacam ini. Para raja, kaisar, dan fir’aun menganggap mereka dapat
memperoleh keabadian dengan kekayaan mereka yang hebat; pemikiran bahwa ada
sesuatu yang lebih berharga daripada kekayaan dan kekuasaan mungkin tidak
pernah terlintas pada mereka. Mentalitas yang cacat ini menyesatkan banyak
orang, yang sangat terkesan oleh kekayaan dan kekuasaan mereka. Namun, semua
orang yang tidak beriman ini menghadapi akhir yang mengerikan. Di dalam Al
Quran, Allah memberitahukan tentang mereka:
Apakah mereka mengira bahwa harta
dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami
bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka
tidak sadar. (QS. Al Mu'minuun, 23: 55-56)
Maka janganlah harta benda dan
anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan harta
benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan
kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir. (QS.
At-Taubah, 9: 55)
Orang-orang ini sebenarnya telah
mengabaikan sebuah poin yang sa-ngat menentukan. Semua kekayaan dan segala
sesuatu yang dianggap penting adalah milik Allah. Allah, Pemilik sebenarnya
segala kekayaan, memberikannya kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Sebagai
balasannya, manusia diharapkan untuk bersyukur kepada Allah dan menjadi
hamba-Nya yang taat. Hendaklah diingat bahwa tidak seorang pun dapat
menghalangi pemberian Allah kepada seseorang. Sebaliknya, begitu kekayaan
seseorang dicabut, tiada selain Allah yang kuasa mencegahnya. Dengan inilah,
Allah menguji manusia. Namun, orang-orang yang melupakan Pencipta mereka dan
hari penghisaban tidak mengindahkan ini:
Allah meluaskan rezki dan
menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan
kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan
akhirat, hanyalah kesenangan (hanya sedikit) . (QS. Ar-Ra'd, 13: 26)
Pentingkah Kekayaan dan Kedudukan di
Dunia?
Kebanyakan orang percaya bahwa
kehidupan yang benar-benar tenteram dapat dicapai di dunia ini. Mentalitas ini
menganjurkan bahwa seseorang dapat menemukan kebahagiaan sejati dan mendapatkan
penghormatan dari orang lain melalui kekayaan. Mentalitas serupa meyakini bahwa
begitu terpenuhi, kesenangan ini akan berlangsung hingga ke akhir dunia. Namun,
kebenarannya justru berlawanan. Manusia tidak pernah dapat mencapai hidup
impiannya dengan melupakan Penciptanya dan hari penghisaban. Hal ini karena
pada saat dia mewujudkan satu sasaran, dia mulai memikirkan yang lainnya. Tidak
puas dengan banyaknya yang diperoleh, ia menerjuni bisnis yang baru. Dia tidak
merasakan kepuasan apa pun dari flatnya yang baru begitu ia melihat rumah
tetangganya yang didekor penuh seni, atau bisa juga, karena dekorasi rumahnya
adalah gaya tahun lalu, yang sudah ketinggalan zaman, mendorong ia untuk
mendekor ulang. Begitu pula, karena gaya dan cita rasa berubah secara drastis,
dia mengimpikan pakaian-pakaian yang lebih mutakhir karena ia tidak puas dengan
apa yang telah dimilikinya. Psikologi orang yang tidak beriman dijelaskan
dengan gamblang dalam ayat berikut:
Biarkanlah Aku bertindak terhadap
orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. Dan Aku jadikan baginya harta
benda yang banyak, dan anak-anak yang selalu bersama dia, dan Ku lapangkan
baginya dengan selapang-lapangnya, kemudian dia ingin sekali supaya Aku
menambahnya. (QS. Al Mudatstsir, 74: 11-15)
Seseorang yang berpikiran sehat dan
berpemahaman jelas akan mengakui bahwa para pemilik rumah besar dengan kamar
yang lebih banyak dari penghuninya, mobil-mobil mewah, atau lemari pakaian
besar hanya mampu menggunakan sebagian terbatas dari harta bendanya. Jika Anda
memiliki rumah terbesar di dunia, apakah mungkin menikmati setiap kamar pada
saat bersamaan? Begitu pula, jika Anda mempunyai sebuah lemari pakaian berisi
berbagai busana yang mengikuti mode terakhir, berapa banyak yang dapat Anda
kenakan dalam sehari? Pemilik rumah besar dengan lusinan kamar, sebagai suatu
entitas yang dibatasi ruang dan waktu hanya dapat tinggal di sebuah ruangan
pada suatu waktu. Jika Anda ditawari semua makanan lezat dari restoran
terkenal, lambung Anda hanya akan menampung sedikit; jika Anda berusaha
memaksakan lebih banyak, hasilnya lebih merupakan siksaan, bukannya kesenangan.
Daftar ini dapat diperpanjang lagi,
namun fakta yang paling mengejutkan adalah bahwa manusia ditakdirkan hidup pada
masa yang sangat terbatas untuk menikmati kemewahan dari harta bendanya.
Manusia dengan cepat menuju akhir hidupnya, namun dia jarang sekali mengakui
ini semasa hidupnya dan menganggap kekayaannya akan memberinya kebahagiaan
abadi, seperti disebutkan ayat berikut:
Dia mengira bahwa hartanya itu dapat
mengekalkannya. (QS. Al Humazah, 104: 3)
Manusia dibutakan oleh kekuasaan
hartanya sehingga ketika ia menghadapi akhir yang menakutkan di hari
penghisaban, dia masih akan berusaha melepaskan diri dari azab dengan menawarkan
hartanya:
Sedang mereka saling memandang.
Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab hari
itu dengan anak-anaknya, dan istrinya dan saudaranya, dan kaum familinya yang
melindunginya (di dunia). Dan orang-orang di atas bumi seluruhnya kemudian
tebusan itu dapat menyelamatkannya. Sekali-kali tidak dapat, sesungguhnya
neraka itu adalah api yang bergolak. (QS. Al Ma'aarij, 70: 11-15)
Walau demikian, sebagian manusia
menyadari bahwa kekayaan, kemakmuran, dan harta yang banyak berada di bawah
pengawasan Allah. Dengan demikian, mereka sangat menyadari bahwa jabatan dan
status adalah hal yang menertawakan. Hanya orang-orang inilah yang benar-benar
memahami bahwa harta benda ini tidak akan menyelamatkan mereka di hari akhir. Karena
itu, mereka tidak berani memburu barang berharga di dunia ini. Menyombongkan
diri bukanlah ciri yang akan Anda temui dari orang-orang yang sederhana seperti
ini. Karena tidak pernah melupakan keberadaan Allah Yang Mahakuasa, mereka
mensyukuri apa-apa yang Dia berikan. Sebagai balasan, Allah menjanjikan
kehidupan yang terhormat dan menyenangkan bagi mereka. Orang-orang yang
memercayai Allah dan menjadikan pengabdian kepada Allah sebagai tujuan akhir
hidup mereka menyadari bahwa mereka hanya dapat menikmati benda-benda duniawi
untuk jangka waktu yang terbatas dan bahwa benda-benda duniawi tidak sebanding
dengan kelimpahan abadi yang dijanjikan. Kekayaan tidak pernah membuat
orang-orang seperti itu terikat dengan kehidupan ini. Sebaliknya, membuat
mereka semakin bersyukur dan dekat kepada Allah. Mereka menyikapi setiap orang
dan setiap masalah dengan adil, dan mencoba, dengan apa yang telah Allah
berikan, untuk mencapai keridhaan-Nya. Bukannya mencari kesenangan dari
kekayaan di dunia ini, mereka berupaya memperoleh nilai-nilai qurani yang
diharapkan dari mereka, karena benar-benar menyadari berartinya kedudukan dan
pujian di hadapan Allah. Nabi Sulaiman memberikan teladan bagi semua orang
sebagai seorang mukmin terhormat yang menunjukkan sifat-sifat itu di dalam
hidupnya. Memiliki kekayaan dan kekuasaan yang besar, Sulaiman dengan jelas
menyatakan mengapa dia mengejar kekayaan ini:
Maka ia berkata: "Sesungguhnya
aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda) sehingga aku lalai
mengingat Tuhanku sampai kuda itu hilang dari pandangan." (QS. Shaad, 38:
32)
Kegagalan memahami mengapa harta
benda duniawi di dunia ini membuat manusia melupakan bahwa mereka hanya akan
mampu menggunakan harta miliknya selama 60-70 tahun, jika mereka ditakdirkan
hidup selama itu, dan selanjutnya meninggalkan rumah, mobil-mobil, dan
anak-anak mereka. Mereka tidak memikirkan bahwa mereka akan dikuburkan seorang
diri. Sepanjang hidup mereka mendambakan kekayaan yang tak akan pernah dapat
mereka nikmati.
Namun, mereka yang menganggap
kekayaan sebagai penyelamat dan mengabaikan keberadaan Pencipta mereka
menanggungkan kesedihan yang pahit baik di dunia ini maupun di hari akhirat.
Sesungguhnya orang-orang yang kafir,
harta benda dan anak-anak mereka, sedikitpun tidak dapat menolak Allah dari
mereka. Dan mereka itu adalah bahan bakar api neraka. (QS. Ali 'Imran, 3: 10)
Al Quran telah memberitakan akhir
dari mereka yang menunjukkan keserakahan yang tak pernah puas akan harta benda:
yang mengumpulkan harta dan
menghitung-hitung, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya!
Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah,
Dan tahukah kamu apa Huthamah itu?
Api Allah yang dinyalakan, yang sampai ke hati.
Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka,
(sedang mereka) diikat pada tiang-tiang panjang. (Surat al-Humazah, 104: 2-9)
Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah,
Dan tahukah kamu apa Huthamah itu?
Api Allah yang dinyalakan, yang sampai ke hati.
Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka,
(sedang mereka) diikat pada tiang-tiang panjang. (Surat al-Humazah, 104: 2-9)
Kekayaan sejati dimiliki oleh
orang-orang beriman yang tidak pernah menunjukkan ketertarikan akan harta benda
di dunia ini dan memercayai sebenar-benarnya bahwa hanya Allah-lah yang
memberikan segala sesuatu kepada manusia. Merekalah sebenarnya orang-orang kaya
di dunia ini; mereka tidak membatasi hidup mereka sekadar 50-60 tahun.
Orang-orang yang beriman melakukan perdagangan terbaik yakni membeli surga
dengan hidup mereka. Mereka lebih menyukai kekayaan yang kekal dibandingkan
yang sementara. Allah memberitahu kita tentang ini di dalam ayat berikut:
Sesungguhnya Allah telah membeli
dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk
mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh.
Janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah
yang lebih menepati janjinya daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual
beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (QS.
At-Taubah, 9: 111)
Karena mengabaikan fakta-fakta ini,
mereka yang "terikat" dengan dunia ini akan segera memahami dengan
jelas siapa yang berada di jalan yang benar.
Pernikahan
Pernikahan dianggap sebagai titik
balik penting di dalam kehidupan seseorang. Setiap pemuda atau pemudi berharap
bertemu dengan idamannya. Pasangan yang baik menjadi tujuan utama dalam hidup
dan orang-orang muda nyaris "terindoktrinasi" akan pentingnya menemukan
pasangan yang baik bagi dirinya. Namun pada dasarnya, hubungan antara pria dan
wanita tidak mempunyai landasan yang kokoh di masyarakat jahiliyah yakni
masyarakat yang di mana anggotanya tidak menerima jalan hidup yang qurani.
"Persahabatan" adalah semata hubungan romantis di mana kedua jenis
kelamin mencari kepuasan emosional. Sedangkan, pernikahan biasanya didasarkan
pada keuntungan materiil timbal balik. Banyak wanita berupaya mendapatkan
"pria yang sukses" karena mengharapkan standar kehidupan yang tinggi.
Dengan tujuan semacam itu, seorang gadis muda dapat dengan mudah menerima
seorang yang tidak ia cintai sebagai pasangan seumur hidup. Sebaliknya, yang
dicari seorang pria pada seorang wanita seringkali adalah "wajah yang
cantik".
Namun sudut pandang masyarakat
jahiliyah ini mengabaikan sebuah fakta teramat penting: semua nilai kebendaan
pada akhirnya pasti tumpas. Allah dapat menarik kembali kekayaan seseorang
dengan seketika. Begitu pula, hanya perlu beberapa detik untuk kehilangan wajah
yang cantik. Misalnya, jika kita setiap hari pergi dan pulang bekerja di kota
besar, kapan saja kita dapat terkena kecelakaan yang mungkin meninggalkan bekas
luka yang tetap dan mengerikan di wajah. Sementara itu, waktu menyebabkan
kerusakan yang tak dapat diperbaiki terhadap kesehatan, kekuatan, dan
kecantikan kita. Di bawah kondisi yang tidak dapat diramalkan seperti itu, apa
konsekuensi dari sistem yang murni berlandaskan nilai-nilai materialistik?
Misalnya, bayangkan seorang pria yang menikahi seorang wanita hanya karena dia
terkesan akan parasnya yang cantik. Apa yang akan dipikirkannya jika wajah
wanita itu rusak parah karena kecelakaan? Akankah ia meninggalkan wanita itu
ketika mulai muncul keriput di wajahnya? Jawabannya tidak diragukan akan
mengungkapkan dasar pemikiran materialistik yang tidak masuk akal.
Sebuah pernikahan menjadi berharga
tatkala dimaksudkan semata untuk mencapai keridhaan Allah. Jika tidak,
pernikahan akan menjadi beban baik di dunia ini maupun di alam setelahnya. Jika
pun tidak di dunia ini, manusia pada akhirnya akan memahami di hari akhirat,
bahwa ini bukanlah jalan yang patut bagi jiwa manusia. Namun, saat itu sudah
terlambat; pada hari penghisaban, dia akan menjadikan istrinya, yang dekat
dengannya di dunia ini, sebagai tebusan bagi keselamatan dirinya. Kengerian
pada hari itu akan membuat semua hubungan di dunia ini kehilangan arti. Allah
memberikan penuturan rinci tentang hubungan antara anggota-anggota keluarga
pada hari akhirat pada ayat berikut:
Sedang mereka saling memandang.
Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus dari azab hari itu dengan
anak-anaknya, dan istrinya dan saudaranya, dan kaum familinya yang
melindunginya. (QS. Al Ma'aarij: 11-13)
Jelaslah dari ayat ini bahwa manusia
tidak lagi akan mengikatkan kepentingan apa pun kepada wanita, teman, saudara
lelaki atau perempuan, pada hari penghisaban. Dalam upaya mereka yang
mati-matian untuk diselamatkan, setiap orang sudi menjadikan keluarga dekat
atau kerabatnya sebagai tebusan bagi keselamatan mereka sendiri. Lebih-lebih
lagi, orang-orang ini akan kutuk-mengutuk karena mereka tidak pernah saling
mengingatkan tentang akhir mengerikan seperti itu. Di dalam Al Quran,
diceritakan tentang Abu Lahab yang menerima azab selama-lamanya di dalam neraka
bersama istrinya:
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan
sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan
apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan
istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut. (QS. Al
Lahab, 111: 1-5)
Jenis pernikahan yang diterima Allah
adalah yang didasarkan pada kriteria yang sama sekali berbeda. Berlawanan
dengan pernikahan yang lazim di masyarakat jahiliyah, di mana orang-orang tidak
mengindahkan akan memperoleh keridhaan Allah, kriterianya bukanlah uang,
ketenaran, atau kecantikan, namun sebuah pernikahan ditujukan untuk mencapai
keridhaan Allah. Bagi orang-orang mukmin, satu-satunya kriteria adalah
ketakwaan, yakni 'menjauhi segala yang dilarang, melakukan segala yang disuruh,
dan takut kepada Allah. Begitu pula, seorang mukmin hanya dapat menikahi
seseorang yang menunjukkan ketaatan yang penuh kepada Allah. Orang-orang
mendapatkan kedamaian dan kebahagiaan di dalam pernikahan ini. Berikut adalah
ayat yang bersangkut paut dengan ini:
Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS. Ar-Ruum, 30: 21)
Dengan ketakwaan sebagai ikatan
satu-satunya, orang-orang mukmin pastilah akan memperoleh kehidupan yang
menyenangkan di Hari Akhirat. Tatkala mereka saling memperingatkan akan
kebajikan dan saling membimbing ke surga sepanjang hidup mereka, mereka juga
akan menjadi teman dekat selamanya. Hubungan mereka adalah seperti yang
digambarkan berikut ini:
Dan orang-orang yang beriman, lelaki
dan perempuan, sebahagian mereka menjadi penolong bagi sebahagian yang lain.
Mereka menyuruh yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
(QS. At-Taubah, 9: 71)
Anak-Anak
Sebuah ambisi terbesar manusia
adalah meninggalkan anak-anak yang akan membawa nama keluarga ke masa
mendatang. Namun, jika tidak dimaksudkan untuk mencari ridha Allah, ambisi ini
mungkin saja menjadi faktor yang menjauhkan manusia dari jalan Allah. Seorang
diuji dengan anak-anaknya; dalam artian, ia diharapkan untuk memperlakukan
mereka dengan cara yang dapat meraih ridha Allah.
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu
hanyalah cobaan, dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS. Ath-Thaghabun,
64: 15)
Dalam ayat tersebut, penggunaan kata
'ujian' sangat penting. Bagi banyak orang, mempunyai keturunan adalah salah
satu tujuan terpenting dalam hidup. Namun, di dalam logika Qurani, seorang
mukmin menginginkan keturunan untuk memperoleh keridhaan Allah semata.
Sebaliknya, jika hanya demi memuaskan keinginan seseorang akan keturunan,
mempunyai anak hanya akan bermakna menyekutukan Allah. Contoh dari mereka yang
melupakan tujuan mereka yang sebenarnya dan menjadikan anak-anak mereka sebagai
"tujuan akhir dalam kehidupan" diberikan di dalam Al Quran:
Dialah Yang menciptakan kamu dari
diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa
senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan
yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan. Kemudian tatkala dia merasa berat,
keduanya bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya
jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami terraasuk orang-orang
yang bersyukur." Tatkala Allah memberi kepada keduanya seorang anak yang
sempurna, maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah
dianugerahkan-Nya kepada keduanya itu. Maka Mahatinggi Allah dari apa yang
mereka persekutukan. Apakah mereka mempersekutukan berhala-berhala yang tak
dapat menciptakan sesuatu pun? Sedangkan berhala-berhala itu sendiri buatan
orang. (QS. Al A'raaf, 7:189-191)
Orang-orang mukmin memohon keturunan
dari Allah hanya untuk keridhaan-Nya. Tatkala memohon keturunan, para nabi di
dalam Al Quran hanya bermaksud untuk memperoleh keridhaan Allah. Contohnya
adalah istri 'Imran:
Ketika isteri 'Imran berkata:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam
kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat. Karena itu terimalah itu
dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui." (QS. Ali 'Imran, 3: 35)
Doa nabi Ibrahim, juga memberikan
teladan kepada semua orang mukmin:
Ya Tuhan kami, jadikanlah kami
berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan di antara anak cucu kami umat
yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan
tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al Baqarah, 2:
128)
Di dalam ayat tersebut, diungkapkan
bahwa mempunyai anak, jika dimaksudkan untuk mencari keridhaan Allah, adalah
suatu ibadah kepada Allah. Namun, jika tujuan sebenarnya adalah selain dari
mencari rahmat Allah, maka manusia dapat ditimpa konsekuensi yang menyedihkan
baik di dunia ini maupun di akhirat. Orang-orang mukmin memahami anak-anak
mereka sebagai pribadi yang dipercayakan Allah kepada mereka. Oleh karena itu,
mereka tidak menyombongkan diri atas rupa, sukses, atau kecerdasan anak-anak
mereka, karena mengetahui bahwa Allah yang memberikan hal-hal itu kepada
mereka. Kesombongan seperti itu adalah perilaku yang sesat.
Pendekatan semacam itu punya
konsekuensi yang pedih di hari akhirat. Pada hari penghisaban, seorang manusia
akan sudi menjadikan anak, istri, dan anggota keluarganya sebagai tebusan bagi
keselamatan abadi. Hasrat seseorang untuk menghindari azab yang mengerikan
membuatnya seketika meninggalkan orang-orang yang dicintainya. Namun, pada hari
penghisaban tidak akan ada harapan untuk melepaskan diri dari siksaan abadi
dengan cara itu.
Bagi masyarakat jahiliyah, anak-anak
menjadi sumber banyak masalah tidak saja di hari akhirat tetapi juga di dunia
ini. Sejak saat kelahiran, mendidik anak membawa tanggung jawab yang membebani
bagi orang tua. Pengalaman sulit terutama dialami ibu hamil. Pertama, semenjak
hari dia menerima berita kehadiran bayi, dia harus mengubah gaya hidup secara
total. Dia harus menata ulang prioritas-prioritasnya. Dalam hal ini
kebutuhan-kebutuhan bayi di rahimnya harus diutamakan; kebiasaan makannya, cara
tidurnya, singkatnya keseluruhan kehidupan pribadinya berubah sama sekali.
Menjelang akhir kehamilan, melakukan pekerjaan sehari-hari dan gerakan tubuh
yang paling mudah pun nyaris tidak mungkin bagi si ibu. Namun, kesulitan utama
dimulai setelah kelahiran. Si ibu menghabiskan harinya mengurus bayi. Si bayi
biasanya hanya memberikan sedikit waktu bagi ibunya untuk berbagai kebutuhan
dan tugas pribadinya. Karenanya, si ibu menanti-nantikan bayinya cukup besar
untuk mengurus diri sendiri. Sementara itu, si ibu tidak menyadari betapa
cepatnya tahun-tahun berlalu. Jika tidak dilakukan untuk keridhaan Allah, waktu
yang begitu panjang bisa dianggap sebagai suatu ibadah. Namun, bagi anggota
masyarakat jahiliyah, tahun-tahun ini tidak lebih dari kesulitan yang tak ada
ujungnya.
Para orang tua dalam masyarakat
jahiliyah biasanya merasa kecewa ketika membina keluarganya. Karena dibesarkan
sebagai anggota dari masyarakat yang jahiliyah, anak-anak akan mengembangkan
suatu kepribadian yang egois. Di bawah tuntunan berbagai dorongan dan motif
yang egois, dia menunjukkan minat terhadap kebutuhan orang tuanya hanya jika
hal itu menguntungkan dirinya. Orang tuanya, sekarang sudah renta dan mengalami
masalah-masalah ketuaan, hanya memahami fakta ini di akhir hidupnya.
Sebenarnya, di tahun-tahun awal menjadi orang tua, mereka membayangkan bahwa
ketika dewasa, anak-anak akan menjadi penopang utama mereka di kala kesulitan
yang tak terduga. Akan tetapi sebaliknya dari harapan ini, mereka barangkali
menemukan diri mereka di rumah jompo.
Di dalam Al Quran, Allah menempatkan
manusia di dalam sebuah bingkai, di mana orang mukmin harus berlaku penuh
tanggung jawab terhadap orang tua mereka. Allah mewajibkan menghormati dan
mengasihi orang tua, terutama di usia tua:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya
kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan
dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (QS. Al Isra', 17: 23-24)
Sebagaimana kita pahami dari ayat
tersebut, mendidik seorang anak di bawah naungan nilai qurani adalah sesuatu
yang mulia bagi orang-orang mukmin. Sedangkan, jika orang-orang tidak beriman
yang memaksakan mentalitas dari masyarakat jahiliyah kepada anak-anak mereka,
maka mereka hanya akan mendapatkan kegagalan baik di dunia ini maupun di
akhirat. Adapun orang-orang beriman, mereka tetap mendapatkan keridhaan Allah
walaupun si anak tidak mengikuti ajaran Qurani yang mereka berikan. Orang tua
hanya bertanggung jawab untuk mengajarkan nilai-nilai qurani dan mempercayakan
kepada Allah. Manusia tidak memiliki pelindung dan penolong selain Dia.
Setiap orang dari mereka pada hari
itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya. (QS. 'Abasa, 80: 37)
Sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya, manusia hanyalah diciptakan untuk mengabdi kepada Penciptanya.
Segala sesuatu di sekitarnya, seluruh kehidupannya adalah semata untuk
mengujinya. Setelah kematian, seseorang hanya akan dihisab menurut amalnya.
Sebagai ganjaran bagi amalnya, dia akan dimasukkan ke dalam surga atau disiksa
di dalam neraka. Pendeknya, kekayaan, kecantikan, atau anak-anak tidaklah
bermanfaat, tetapi ketakwaan, "rasa takut terhadap Allah", itulah
yang bermanfaat.
Dan sekali-kali bukanlah harta dan
bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun;
tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal. (QS. Saba ', 34: 37)
Sesungguhnya orang-orang yang kafir
baik harta mereka maupun anak-anak mereka, sekali-kali tidak dapat menolak azab
Allah dari mereka sedikitpun. Dan mereka adalah penghuni neraka; mereka kekal
di dalamnya. (QS. Ali 'Imran, 3: 116)
Harta benda dan anak-anak mereka
tiada berguna sedikit pun (untuk menolong) mereka dari azab Allah. Mereka
itulah penghuni neraka, dan mereka kekal di dalamnya. (QS. Al Mujadilah, 58:
17)
MALAPETAKA DAN BENCANA ALAM
Dunia ini bukanlah tempat yang
tenang dan tenteram. Kita semua rentan terhadap berbagai ancaman alam, baik
dari luar maupun dari dalam. Meteor dan asteroid misalnya, hanyalah sebagian kecil
yang mungkin menjadi ancaman terhadap bumi dari luar angkasa. Adapun bumi yang
tampaknya kokoh, bagian dalamnya memiliki inti dari berbagai elemen cair. Tentu
tidak berlebihan bila bagian yang tak terlihat mata ini dinamai "inti yang
menyala". Memang ada pula atmosfer di sekeliling bumi, yang merupakan
"perisai" terhadap ancaman-ancaman eksternal. Namun, tak ada satu pun
bagian dari bumi yang kebal terhadap dampak kekuatan atmosfer seperti hujan
badai atau angin topan.
Berbagai bencana alam dapat menyerang
kapan saja, menyebabkan kehilangan harta dan nyawa. Gempa bumi, halilintar,
banjir, kebakaran hutan, hujan asam, dan gelombang pasang, yang umum disebut
bencana "alam", memiliki intensitas dan akibat yang berbeda-beda.
Kesamaan dari semua bencana tersebut adalah mereka mampu dalam seketika membuat
sebuah kota , berikut seluruh penghuninya, tinggal reruntuhan belaka. Yang
paling penting, tak ada manusia yang memiliki kekuatan untuk melawan ataupun
mencegah bencana alam ini.
Kehancuran besar merupakan peninggalan
dari malapetaka di semua penjuru planet ini. Sekalipun begitu, suatu bencana
selalu berpengaruh hanya pada wilayah tertentu, berkat keseimbangan alam yang
rumit yang diciptakan Allah. Ada perlindungan penting di bumi untuk semua
makhluk hidup, termasuk manusia. Walau begitu, kemungkinan terjadinya bencana
alam yang menghancurkan selalu mengintai. Allah menciptakan bencana-bencana
alam itu untuk memperlihatkan pada kita betapa terkadang tempat hidup kita
sangat tidak aman. Gejolak alam ini merupakan peringatan kepada seluruh umat
manusia bahwa kita tak mampu mengendalikan apa pun di muka bumi ini. Demikian
juga, setiap bencana alam dimaksudkan untuk mengingatkan kita pada kelemahan
yang sudah melekat pada diri kita. Semua ini tentunya peringatan bagi siapa
yang dapat merenungkan arti peristiwa-peristiwa itu dan mengambil pelajaran
darinya.
Apa lagi yang harus dipelajari
manusia dari bencana alam?
Dunia ini diciptakan khusus bagi
manusia. Alasan mengapa manusia diciptakan, telah jelas sekali diterangkan
dalam ayat ini:
Dan Dia-lah yang menciptakan langit
dan bumi dalam enam masa, dan adalah Arasy-Nya (Singgasana-Nya) di atas air,
agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya. (QS. Huud,
11: 7)
"Latar" dari
"ujian" ini sungguh luas, dan setiap kejadian merupakan bagian dari
latar yang rumit itu. Lebih jauh lagi, tak ada fenomena alam yang terjadi tanpa
sebab; semua memiliki penjelasan ilmiah. Misalnya, kekuatan gravitasi bumi
membuat kita tak melayang ke angkasa; hujan jatuh saat uap air mencapai tingkat
jenuh tertentu.
Hubungan sebab akibat ini juga
berlaku bagi kematian, kecelakaan atau penyakit. Banyak hal yang menyebabkan
mengapa seorang manusia mati, sakit, atau mengalami kecelakaan. Namun, yang
terpenting bukanlah banyaknya penyebab, melainkan "ketahanujian"
sistem di mana sebab-akibat ini berlangsung. Satu aspek khusus yang penting
dalam sistem ini: setiap peristiwa terjadi dengan cara yang dapat dimengerti
manusia. Allah memperingatkan manusia melalui bencana alam. Gempa bumi,
misalnya, menyebabkan ribuan wanita dan anak-anak mati, dan lebih banyak lagi
yang terluka. Mereka yang tidak memedulikan peringatan Allah cenderung menyebut
kejadian seperti ini sebagai fenomena "alam" dan tak mampu memahami
bahwa Allah menciptakannya untuk tujuan tertentu. Mari kita berpikir sejenak:
apa yang akan terjadi bila yang mati akibat suatu gempa bumi hanyalah mereka
yang berdosa pada Allah? Bila demikian, dasar yang tepat untuk
"ujian" bagi umat manusia tidak akan tegak. Itulah sebabnya Allah
menciptakan masing-masing fenomena dengan latar "alam". Hanya mereka
yang sadar akan keberadaan Allah dan memiliki pemahaman mendalam akan
ciptaan-Nyalah yang mengerti alasan ilahiah di balik tampilan "alam"
ini.
Dalam ayat "Tiap-tiap yang
berjiwa akan merasakan mati; Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan
kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu
dikembalikan" (QS. Al Anbiyaa', 21: 35), Allah mengatakan bahwa Dia
menguji manusia baik melalui kejadian-kejadian yang baik maupun buruk.
Banyaknya orang yang menjadi korban
bencana merupakan teka-teki ujian itu. Manusia harus selalu ingat bahwa Allah
adalah Hakim Yang Mahatahu dan "diberi keputusan di antara hamba-hamba
Allah dengan adil." (QS. Az-Zumar, 39: 75)
Semua peristiwa yang terjadi pada
seseorang dalam hidupnya adalah bagian dari ujian tersebut. Mereka yang
benar-benar beriman akan memahami inti dari teka-teki itu. Kapan pun musibah
menimpa mereka, mereka berpaling kepada Allah dan bertobat. Mereka adalah hamba
Allah dan meyakini janji-Nya:
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan
kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan
buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar,
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan,
"Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". Mereka itulah yang
mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka
itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-Baqa-rah, 2: 155-157)
Sebagaimana disebutkan dalam ayat
tersebut, orang yang beriman dan orang yang tidak beriman diuji dengan berbagai
cara: terkadang dengan bencana alam, atau sesuatu yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari kita, terserang penyakit atau kecelakaan. Musibah seperti itu terjadi
pada individu atau sekelompok masyarakat, dan menyebabkan kerugian materi serta
penderitaan batin. Bisa saja seorang yang kaya menjadi bangkrut, seorang gadis
cantik mengalami luka berat di wajahnya, atau sebuah kota luluh lantak akibat
gempa bumi. Hal ini memperlihatkan bagaimana setiap kejadian dapat mengubah
hidup kita.
Manusia harus mampu mengambil
pelajaran dari kejadian-kejadian ini. Sesungguhnya, Allah tidak menciptakan apa
pun tanpa tujuan; setiap bencana merupakan peringatan bagi umat manusia, dengan
maksud untuk menyelamatkan manusia dari pembangkangan mereka. Dalam Al Quran,
Allah berfirman bahwa tak ada yang terjadi di muka bumi ini tanpa izin-Nya:
Tidak ada sesuatu musibah pun yang
menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barang siapa yang beriman
kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu. (QS. At-Taghaabun, 64: 11)
Sesuatu yang bernyawa tidak akan
mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan
waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya
pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan
(pula) kepadanya pahala akhirat. Dan Kami akan memberi balasan kepada
orang-orang yang bersyukur. (QS. Ali 'Imran, 3: 145)
Pelajaran lain yang harus diambil
dari bencana alam adalah bahwa manusia yang menganggap dirinya memiliki
kekuatan di atas muka bumi, menyadari bahwa ia sesungguhnya lemah dan
benar-benar tidak memiliki kekuatan untuk mengatasi bencana yang terjadi dengan
seketika atas kehendak Allah. Manusia tak dapat menolong dirinya sendiri
ataupun orang lain. Tentu saja Allah-lah yang Mahakuasa. Ini dinyatakan dalam
ayat berikut:
Jika Allah menimpakan suatu
kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia
sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Menguasai
atas segala sesuatu. (QS. An'aam, 6: 17)
Dalam bab ini, akan diberikan
penjelasan yang menyeluruh mengenai berbagai macam bencana yang mempengaruhi
bumi. Tujuannya adalah untuk mengingatkan manusia bahwa dunia ini bukanlah
tempat untuk dicintai dengan membuta. Bencana-bencana alam ini menunjukkan
betapa kita sangat membutuhkan petunjuk dan pertolongan Allah. Ketergantungan
ini merupakan bukti nyata bahwa manusia tak berdaya di hadapan Allah,
sebagaimana diungkapkan dalam ayat: "dan sekali-kali tiadalah bagimu
pelindung dan penolong selain Allah." (QS. Al 'Ankabuut, 29: 22)
Gempa Bumi
Gempa bumi adalah kekuatan alam di
bumi yang paling menghancurkan. Jumlah kematian terbesar terjadi saat gempa
bumi. Penelitian mengungkapkan bahwa setiap dua menit suatu tempat di permukaan
bumi mengalami keretakan. Berdasarkan statistik, bumi bergoncang jutaan kali
dalam setahun. Rata-rata, dari jumlah jutaan itu, intensitas 300 ribu gempa
tergolong gempa minor; getarannya tak terasa dan tak menyebabkan kerusakan sama
sekali. Sedangkan, dua puluh gempa lainnya merupakan gempa yang sangat kuat
yang menggoncangkan bumi. Namun, karena kerap kali tidak terjadi di wilayah
padat penduduk, gempa bumi jenis ini tidak memakan banyak korban jiwa dan hanya
menyebabkan sedikit kerugian ekonomis. Dari gempa-gempa ini, hanya lima yang
menghancurkan gedung-gedung menjadi tumpukan puing-puing.
Informasi ini memperlihatkan bahwa
manusia tidak sering menghadapi gempa bumi. Jelas, ini merupakan perlindungan
khusus dari Allah bagi manusia terhadap bencana alam.
Di zaman kita, hanya sebuah kota
atau suatu daerah yang menjadi korban gempa bumi hebat. Namun, dengan kehendak
Allah, sebuah gempa bumi yang merusak seluruh bumi ini bisa terjadi kapan saja.
Goncangan dahsyat seperti ini mampu mengakhiri kehidupan di muka bumi. Struktur
bumi sangat rentan terhadap gempa; gerakan atau retakan yang tiba-tiba terjadi
di kerak bumi ataupun lapisan di atasnya akan mengakibatkan malapetaka yang tak
terhindarkan lagi.
Gempa bumi tidak memiliki hubungan
dengan jenis tanah yang menguatkan efek gelombang seismik yang melintasinya.
Gempa bumi tetap mungkin terjadi bahkan saat tak ada kondisi alam penyebab
gempa. Atas kehendak Allah, sebuah gempa bumi dapat terjadi kapan saja. Namun,
Allah menciptakan dengan khusus ketidak-kokohan dan ketidak-stabilan di
beberapa bagian muka bumi. Ini untuk mengingatkan manusia bahwa, kapan pun
juga, peristiwa yang tak diharapkan dapat membuat hidup mereka dalam bahaya.
Dalam Al Quran, Allah memperingatkan manusia pada bencana yang mungkin terjadi:
Maka apakah orang-orang yang berbuat
makar yang jahat itu merasa aman (dari bencana) ditenggelamkannya bumi oleh Allah
bersama mereka, atau datangnya azab kepada mereka dari tempat yang tidak mereka
sadari? (QS. An-Nahl: 45)
Pada titik ini, akan sangat
bermanfaat untuk mengingat sebuah gempa bumi dahsyat, yang terjadi di abad
ke-20.
Gempa bumi yang menggoncangkan bumi
hanya dalam beberapa detik ini dapat terjadi berulang kali selama berjam-jam,
bahkan berhari-hari. Ini tentu saja mudah bagi Allah. Bagaimanapun, dengan
rahmat-Nya, Allah melindungi manusia dan dengan bencana ini mengingatkan ia
selamanya bahwa ia tak memiliki kekuasaan apa pun dalam hidupnya.
Teknologi yang Dikalahkan: Kobe
Tingkat kemajuan ilmu dan teknologi
masa kini membuat manusia merasa bahwa mereka dapat menguasai alam. Meski
demikian, mereka yang mempercayai pikiran semacam ini mungkin akan segera
merasa kecewa. Teknologi adalah alat yang disediakan Allah untuk melayani
manusia dan sepenuhnya berada dalam kekuasaan-Nya. Berbagai kejadian
menunjukkan bahwa teknologi tercanggih sekalipun tak mampu mengendalikan alam.
Sebagai contoh, meski telah ada
"teknologi antigempa" yang dikembangkan para ilmuwan Jepang, Kobe
tetap menjadi korban dari kerusakan luas yang disebabkan oleh 20 detik
guncangan hebat selama gempa tahun 1995. Struktur antigempa terkuat yang
dibangun untuk menahan guncangan hebat ternyata runtuh begitu saja pada gempa
berkekuatan 6,9 skala Richter. Selama tiga dasawarsa sebelumnya, pemerintah
Jepang telah menanamkan 40 trilyun dolar dalam riset akademis untuk
mengembangkan sistem peringatan atas gempa. Namun, segala upaya ini sama sekali
tidak membawa hasil yang konklusif. Semakin mendekati pergantian milenium, para
ilmuwan masih belum mampu merakit sistem peringatan yang mampu mengurangi
dampak destruktif peristiwa seismik yang berbahaya. Kobe merupakan sebuah
contoh terkini, di antara banyak lainnya, yang menunjukkan betapa rentan sebuah
kota industri modern terhadap pola tak terduga dari serangan gempa.
Publik diyakinkan bahwa teknologi
modern yang dikembangkan untuk memprediksi gempa besar akan menyelamatkan
mereka dari kehancuran total. Namun, setelah bencana yang mereduksi Kobe
menjadi tumpukan puing, jelaslah bahwa belum ada teknologi untuk memperingatkan
masyarakat umum terhadap bahaya ini. Juga jelaslah bahwa apa yang disebut
"struktur antigempa" tidak memiliki ketahanan apa-apa terhadap gempa
yang episentrumnya berada 15 mil di barat daya pusat kota Kobe.
Wilayah yang terkena dampak gempa
bumi termasuk kota-kota padat, Kobe dan Osaka. Karena itulah terjadi kehancuran
yang mengerikan, membunuh 5.200 orang dan melukai 300.000 lainnya. Total
kerugian diperkirakan 200 miliar dolar 2
Pada bulan Februari 1988, badai
topan menyerang Florida, mengakibatkan kehancuran besar. Topan menghancurkan
gedung-gedung dan melemparkan mobil-mobil ke bangunan. (di samping dan di
bawah) Mobil dan perabotan rumah tangga bertebaran karena topan
Tentu saja ada pelajaran yang dapat
diambil dari bencana seperti ini. Penghuni kota , yang terbiasa hidup senang,
tiba-tiba dihadapkan kepada banyak kesulitan setelah bencana tersebut. Dalam
keadaan terguncang, mereka tak dapat memperkirakan apa yang akan dilakukan
dengan kehidupan mereka, jangankan membuat rencana untuk masa yang akan datang.
Topan, Tornado…
Topan dan tornado adalah bencana
alam yang sering dialami manusia. Bencana-bencana ini serta akibatnya merenggut
ribuan nyawa setiap tahun. Keduanya adalah angin yang sangat kencang, yang
dapat menyebabkan kerusakan besar pada kota-kota, membinasakan dan melukai
penghuninya, melemparkan ribuan pohon, pondok, kotak telepon, mobil, dan bahkan
bangunan bermil-mil jauhnya.
Topan besar biasanya akan
menyebabkan gelombang laut raksasa naik tiba-tiba dari dasar laut. Dalam
fenomena ini, badai yang dahsyat mengirimkan gelombang yang melaju dengan
kecepatan ratusan mil per jam melintasi lautan menghantam pantai. Dalam
kejadian seperti ini, air laut naik ke daratan dan hujan besar menyebabkan
banjir hebat di daerah delta.
Perubahan angin yang umumnya
dirasakan begitu angin sepoi-sepoi yang sejuk menjadi badai dahsyat yang mampu
memindahkan gedung tak diragukan mendorong kita untuk mencari kekuatan luar
biasa yang membuat peristiwa seperti itu terjadi. Pemikiran serupa yang
didiskusikan pada bagian gempa bumi juga benar untuk topan dan tornado: jika
Allah mau, manusia akan dihadapkan pada berbagai bencana alam seperti itu
sesering mungkin. Saat memulihkan diri dari bencana, manusia dapat tertimpa
bencana lainnya. Dalam Al Quran, Allah mengingatkan manusia bahwa angin berada
di bawah pengendalian-Nya:
Apakah kamu merasa aman terhadap
Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama
kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang. Atau apakah kamu merasa
aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai
yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan)
peringatan-Ku? Dan sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah
mendustakan (Rasul-Rasul-Nya). Maka alangkah hebatnya kemurkaan-Ku. (QS. Al
Mulk, 67: 16-18)
Walau demikian, Allah melindungi
manusia dari bahaya. Adakalanya Dia mengirimkan kepada mereka badai yang hebat.
Ini sudah tentu untuk memberi peringatan kepada manusia. Maksudnya adalah untuk
mengingatkan manusia bahwa tujuan akhir mereka dalam hidup adalah untuk menjadi
hamba Allah, bahwa mereka tak berdaya menghadapi kekuatan Allah dan bahwa
mereka akan dihisab di Akhirat.
Gunung Berapi
Sebagaimana getaran atau guncangan
bumi yang disebabkan oleh gerakan atau retakan secara tiba-tiba dari massa
bebatuan yang luas di dalam kerak bumi atau lapisan atasnya, letusan gunung
berapi adalah bentuk bencana alam lain yang spektakuler. Terdapat sekitar 1500
gunung berapi aktif di seluruh dunia hari ini; 550 3
di antaranya berada di daratan sementara sisanya berada di bawah lautan. Gunung
berapi ini dapat meletus kapan saja dalam bentuk yang sangat destruktif yang
tak seorang pun dapat mengantisipasi sebelumnya. Ketika meletus, mereka dapat
membinasakan penghuni kota-kota terdekat di samping menghancurkan panen dan
menutupi tanah pertanian dengan debu.
Beberapa letusan yang membawa
bencana besar yang terjadi abad ini sebagaimana yang terdahulu dalam sejarah
membuat kesan yang terhapuskan dalam ingatan manusia. Letusan-letusan ini
menyapu banyak kota dari peta dan membinasakan banyak komunitas.
Tentu saja ada pelajaran yang
didapatkan dari letusan gunung berapi yang disaksikan dalam sejarah. Gunung Vesuvius
di Italia, misalnya, mengubur Pompei, sebuah kota yang penghuninya menjalani
kehidupan yang penuh penyelewengan susila, di bawah badai lava panas. Sungguh
mengejutkan bagaimana 20.000 warga kota yang makmur ini mengalami sesak napas
oleh aliran piroklastis yang menyapunya pada tanggal 24 Agustus 79.
Namun, di jaman kita tidak aktifnya
gunung berapi dapat seringkali berakhir dengan tiba-tiba dan mereka dapat
meletus pada saat-saat tak terduga dengan menyemburkan uap dan abu ribuan kaki
ke angkasa. Sementara itu, aliran piroklastis menyapu wilayah menyebabkan
kerusakan yang tak dapat diperbaiki pada apa pun yang ditemuinya. Dampak
merugikan lainnya dari letusan adalah awan gas dan abu yang berbahaya yang
dibawa angin ke wilayah berpenduduk. Angin yang mengerikan ini, terkadang
sekitar 90 mil per jam, membakar segala sesuatunya dan menelan kota-kota
seperti kanopi penutup cahaya matahari.
Salah satu bencana terburuk dalam
sejarah terjadi pada tahun 1883 ketika Krakatau di Hindia Timur meletus
dahsyat, menimbulkan gelombang suara yang terdengar hingga 3000 mil jauhnya dan
menciptakan gelombang tsunami yang tingginya lebih dari 125 kaki. Gelombang
meratakan 165 desa pantai dan membunuh 36.000 orang .4
Gunung berapi dikenang tidak hanya
karena korban meninggal yang tinggi tetapi juga karena letusannya yang luar
biasa destruktif dan tak dapat diperkirakan. Letusan Nevado Del Ruiz misalnya.
Letusannya kecil secara intensitas. Jika dibandingkan, intensitasnya hanya 3%
dari letusan Gunung St. Helena. Setelah dorman selama 150 tahun, Nevado Del
Ruiz meletus di tahun 1985 dan melelehkan salju dan es di puncaknya. Begitu
menghancurkannya lahar, sungai lumpur, yang mengalir dari tebing gunung ke
lembah Sungai Lagunille, sehingga sekitar 20.000 penduduk di Armero, Kolumbia
binasa, terkubur di dalam lumpur panas saat mereka sedang tidur. Peristiwa ini
adalah bencana gunung berapi terburuk semenjak Gunung Pelee menghancurkan kota
St. Pierre pada tahun 1902. Gunung Pelee memakan 30.000 korban ketika ia
mengirimkan nuee ardente, atau aliran piroklastis, ke kota St. Pierre.6
Allah memperlihatkan bagaimana dengan
seketika manusia menemui kematiannya melalui bencana seperti itu dan dengannya
memanggil manusia untuk merenungkan tujuan keberadaannya di muka bumi.
Peristiwa-peristiwa ini menyampaikan "peringatan". Yang diharapkan
dari manusia, yang dapat memahami Penciptanya yang Mahakuasa, adalah untuk
tidak terlalaikan dalam urusan kehidupan yang singkat selama 50-60 tahun dan
melupakan hidup yang abadi, hari akhirat. Kita hendaknya selalu ingat bahwa
kematian akan datang kepada semua manusia suatu hari dan bahwa semua orang akan
diadili di hadapan Allah:
(Yaitu) pada hari (ketika) bumi
diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka semuanya
(di Padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah Yang Maha Esa lagi
Mahaperkasa. (QS. Ibrahim, 14: 48)
Tsunami
Gelombang laut seismik atau
gelombang tidal disebabkan oleh naik atau turunnya lantai laut secara mendadak
atau letusan vulkanis. Sebagian tsunami sama destruktifnya dengan bom atom.
BANJIR
Allah sudah pasti menciptakan semua
bencana ini sebagai "peringatan" bagi manusia. Dia agung dalam
kekuasaan dan menguasai segala sesuatu. Allah mempersaksikan ini dalam ayat:
"Dia-lah yang bekuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas atau dari
bawah kakimu," (QS. Al An'aam, 6: 65). Keberadaan begitu banyak ancaman
fisik yang serius di seluruh dunia tidak meragukan lagi memperjelas satu
realitas penting. Dengan berbagai bencana, hanya dalam hitungan detik, Allah
dapat mengambil kembali apa saja yang telah dianugerahkan-Nya kepada manusia. Malapetaka
dapat menyerang di mana saja, kapan saja. Ini merupakan sebuah petunjuk jelas
bahwa tidak ada tempat di dunia yang dapat menjamin keamanan seseorang. Allah
menyatakan ini dalam ayat berikut:
Maka apakah penduduk negeri-negeri
itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di
waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman
dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik
ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah
(yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali
orang-orang yang merugi. (QS. Al A'raaf, 7: 97-99)
Air, yang dikaruniakan-Nya kepada
manusia, dapat saja suatu waktu menjadi bencana dengan kehendak Allah. Tidak
terpahami bahwa manusia menyaksikan satu atau dua banjir setiap tahun dan masih
saja mengacuhkan kemungkinan mengalami sendiri bencana seperti itu.
Sebuah Pelajaran dari Sejarah:
Titanic
Sejarah penuh dengan kisah
orang-orang yang mengandalkan diri pada terobosan teknologi dan sepenuhnya
mengabaikan kekuasaan Allah. Justru karena itulah banyak bencana telah terjadi
sepanjang sejarah sebagai pelajaran yang pahit bagi siapa saja. Masing-masing
dari peristiwa ini penting dalam artian mengingatkan manusia bahwa baik
kekayaan ataupun kekuatan, sains maupun teknologi tidak memiliki daya untuk
menolak kehendak Allah.
Banyak contoh dari peristiwa seperti
ini dapat diberikan. Yang paling diketahui adalah Titanic yang terkenal, sebuah
kapal samudra besar dengan tinggi 55 meter dan panjang 275 meter, yang karam
hampir 90 tahun yang lalu. Titanic, yang dimaksudkan sebagai "hinaan
terhadap alam", adalah projek raksasa yang melibatkan sebuah tim insinyur
dan lima ribu pekerja. Hampir semua orang benar-benar yakin bahwa kapal ini
tidak akan pernah tenggelam. Kapal samudra merupakan karya besar teknologi
dengan banyak kemajuan teknik yang meninggalkan batasan zamannya. Namun mereka
yang mengandalkan prowess teknis kapal itu tidak mempertimbangkan satu fakta
yang dinyatakan dalam ayat, "Dan adalah ketetapan Allah itu suatu
ketetapan yang pasti berlaku," (QS. Al Ahzab, 33: 38) dan bahwa setiap
orang cepat atau lambat akan menjumpai takdirnya. Akhirnya, sebuah kekeliruan
kecil menyebabkan kapal itu tenggelam dan teknologi maju tidak dapat
menyelamatkan Titanic dari akhirnya yang pahit.
Dari apa yang diceritakan mereka
yang selamat, kebanyakan penumpangnya berkumpul di dek untuk berdoa ketika
mereka menyadari kapal itu akan segera karam. Dalam banyak bagian Al Quran,
kecenderungan perilaku manusia ini diulang-ulang. Pada saat-saat kesulitan
besar dan bahaya, manusia dengan tulus berdoa dan meminta pertolongan dari
Penciptanya. Namun, setelah diselamatkan dari bahaya, mereka segera berpaling
tanpa rasa syukur:
Tuhanmu adalah yang melayarkan
kapal-kapal di lautan untukmu, agar kamu mencari sebagian dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyayang terhadapmu. Dan apabila kamu ditimpa
bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia. Maka
tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia adalah
selalu tidak berterima kasih. Maka apakah merasa aman (dari hukuman Tuhan) yang
menjungkirba-likkan sebagian daratan bersama kamu atau Dia meniupkan (angin
keras yang membawa) batu-batu kecil? Dan kamu tidak akan mendapatkan seorang
penolong pun bagi kamu; atau apakah kamu merasa aman dari dikembalikan-Nya kamu
ke laut sekali lagi, lalu Dia meniupkan atas kamu angin topan dan ditenggelamkan-Nya
kamu disebabkan kekafiranmu. Dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun
dalam hal ini terhadap (siksaan) Kami. (QS. Al Isra', 17: 66-69)
Seseorang mungkin tidak pernah
mengalami bencana seperti itu, namun dia seharusnya ingat bahwa pada suatu
ketika seseorang mungkin mendapati hidup dilucuti hingga ke dasar-dasarnya.
Karena itu, manusia seharusnya selalu menyibukkan diri dengan mengingat Allah
karena "kekuatan seluruhnya adalah milik Allah." (QS. Al Baqarah, 2:
165) Di lain pihak, begitu malapetaka menyerang, seseorang mungkin tidak
mempunyai kesempatan untuk mengubah kelakuannya yang tidak bersyukur kepada
Allah dan bertobat kepada-Nya. Kematian dapat datang sangat seketika:
Dan apakah mereka tidak
memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan
Allah, dan kemungkinan dekatnya kebiasaan mereka? Maka kepada berita manakah
lagi mereka akan beriman selain kepada Al Quran itu? (QS. Al A'raaf, 7: 185)
Dengan Kasih Sayang Allah
Maka masing-masing Kami siksa disebabkan
dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu
kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan
di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada
yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka,
akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (QS. Al Ankabuut,
29: 40)
Pembahasan sejauh ini dimaksudkan
untuk mengingatkan mereka yang melupakan tujuan penciptaan mereka akan sebuah
fakta penting: segala sesuatu di bumi diadakan oleh Allah, Sang Pencipta
semesta alam materi. Dengan kata lain, keberadaan segala sesuatu adalah akibat
dari kehendak Allah. Karenanya, tidak ada yang memiliki keberadaan terpisah
dari Allah. Al Quran mengungkapkan kepada kita bahwa tidak ada yang berada di
luar pengendalian Allah: "Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi
kebanyakan manusia tiada mengetahuinya." (QS. Yusuf, 12: 21)
Namun begitu, sebagaimana Allah
menjelaskan dalam bagian kedua ayat tersebut, kebanyakan manusia tidak
menyadari hal ini. Mereka beranggapan, selama perjalanan hidup mereka, bahwa
tidak ada kemalangan apa pun yang akan menimpa mereka, tidak pernah memikirkan
bahwa mereka pun rentan terhadap bencana-bencana yang menghancurkan tersebut.
Kita merasa bahwa "orang lain" mengalami peristiwa yang mengerikan
itu dan "kita" akan selalu hidup dalam keselamatan. Berita tentang
bencana, kecelakaan atau wabah tentu membuat kita bersimpati terhadap mereka
yang tertimpa. Kita tentu merasakan kesedihan mereka; namun, begitu bencana
menyusut di dalam ingatan, kita menjadi kurang peduli dan perilaku sedemikian
terbukti menjadi minat yang berlalu bagi kita. Begitu kita membenamkan diri ke
dalam arus kehidupan sehari-hari atau menghadapi berbagai masalah pribadi, kita
segera mengembangkan rasa apati dan mengabaikan mereka yang telah mengalami
bencana.
Namun demikian, anggapan bahwa
setiap hari dalam kehidupan seseorang akan senantiasa sama adalah keliru. Hal
ini nyata dari peringatan Allah. Sudah tentu, mereka yang tertimpa bencana
tidak mengetahui bahwa bahaya alam akan mencerai-beraikan kehidupan mereka.
Mereka tentu saja mengawali hari itu sebagaimana biasa, berpikir bahwa hari itu
akan sama dengan sebelumnya. Namun, ternyata sebaliknya yang terjadi.
Kemungkinan besar, tidak pernah terpikir oleh mereka bahwa pada hari khusus itu
akan terjadi perubahan drastis dalam kehidupan mereka, yang akan mengubah hidup
mereka menjadi perjuangan berbahaya. Pada kesempatan sedemikian, hidup menyusut
kepada kebenarannya yang paling sederhana. Tentu saja, beginilah Allah
mengingatkan manusia bahwa rasa aman di dunia ini adalah palsu.
Namun, kebanyakan manusia tidak
memperhatikan hal ini. Mereka lupa bahwa hidup itu singkat dan sementara, dan
mengabaikan bahwa mereka akan diadili di hadapan Allah. Pada keadaan lalai ini,
mereka menghabiskan hidup mereka dengan mengejar keinginan sia-sia, bukannya
hidup untuk ridha Allah.
Dipandang dari poin ini, kesulitan
adalah sebuah bentuk kasih sayang Allah. Allah menunjukkan sifat sebenarnya
dari dunia ini dan mendorong manusia bersiap untuk kehidupan selanjutnya.
Karena inilah, apa yang disebut sebagai kemalangan sebenarnya merupakan
kesempatan yang ditawarkan oleh Allah. Berbagai kemalangan ini ditimpakan
kepada manusia sehingga mereka dapat bertobat dan memperbaiki tingkah laku
mereka. Pelajaran yang hendaknya diambil dari bencana-bencana tersebut
disebutkan dalam sebuah ayat:
Dan tidaklah mereka (orang-orang
munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun,
dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran? (QS.
At-Taubah, 9: 126)
1. National
Geographic, July 1988, hal.29
2. H.J.de Blij, M.H.Glantz, S.L.Harris, Restless Earth, The National Geographic Society, 1997, hal.8
3. H.J.de Blij, M.H.Glantz, S.L.Harris, Restless Earth, The National Geographic Society, 1997, hal.8
4. H.J.de Blij, M.H.Glantz, S.L.Harris, Restless Earth, The National Geographic Society, 1997, hal.64
5. H.J.de Blij, M.H.Glantz, S.L.Harris, Restless Earth, The National Geographic Society, 1997, hal.18-19
6. H.J.de Blij, M.H.Glantz, S.L.Harris, Restless Earth, The National Geographic Society, 1997, hal.64
7.The Guinness Book of Amazing Nature, hal.60
8. H.J. de Blij, M.H. Glantz, S.L. Harris, Restless Earth, The National Geographic Society, 1997, hal.105
2. H.J.de Blij, M.H.Glantz, S.L.Harris, Restless Earth, The National Geographic Society, 1997, hal.8
3. H.J.de Blij, M.H.Glantz, S.L.Harris, Restless Earth, The National Geographic Society, 1997, hal.8
4. H.J.de Blij, M.H.Glantz, S.L.Harris, Restless Earth, The National Geographic Society, 1997, hal.64
5. H.J.de Blij, M.H.Glantz, S.L.Harris, Restless Earth, The National Geographic Society, 1997, hal.18-19
6. H.J.de Blij, M.H.Glantz, S.L.Harris, Restless Earth, The National Geographic Society, 1997, hal.64
7.The Guinness Book of Amazing Nature, hal.60
8. H.J. de Blij, M.H. Glantz, S.L. Harris, Restless Earth, The National Geographic Society, 1997, hal.105
PERADABAN MASA SILAM
Dan berapa banyak telah Kami binasakan
umat-umat sebelum mereka. Adakah kamu melihat seorang pun dari mereka atau kamu
dengar suara mereka yang samar-samar? (QS. Maryam, 19: 98)
Manusia berada di bumi untuk diuji.
Sepanjang sejarah, risalah yang murni dan wahyu yang disampaikan kepada manusia
oleh para utusan-Nya memberi panduan bagi manusia. Para utusan dan kitab-kitab
ini senantiasa mengajak manusia ke jalan yang benar, jalan Allah. Saat ini,
tersedia kitab Allah terakhir, satu-satunya wahyu-Nya untuk manusia yang tak
berubah: Al Quran.
Dalam Al Quran, Allah memberi tahu
kita bahwa Dia menunjukkan jalan yang lurus kepada semua manusia di sepanjang
sejarah dunia dan memberi peringatan melalui para utusan-Nya tentang hari
penghisaban dan neraka. Namun, sebagian besar manusia mencela para nabi yang
diutus ke-pada mereka dan menunjukkan permusuhan kepada mereka. Kesombongan
mereka mengundang kemurkaan Allah atas diri mereka dan dengan sangat tiba-tiba
mereka disapu dari muka bumi. Berikut adalah ayat tentang ini:
Dan (Kami binasakan) kaum 'Ad dan
Tsamud dan penduduk Ar-Rass dan banyak (lagi) generasi-generasi di antara
kaum-kaum tersebut. Dan Kami jadikan bagi masing-masing mereka tamsil ibarat;
dan masing-masing mereka itu benar-benar telah Kami binasakan
sehancur-hancurnya. Dan sesungguhnya mereka (kaum musyrik Makkah) telah melalui
sebuah negeri ( Sodom ) yang (dulu) dihujani dengan hujan yang sejelek-jeleknya
(hujan batu). Maka apakah mereka tidak menyaksikan runtuhan itu; bahkan adalah
mereka itu tidak mengharapkan akan kebangkitan. (QS. Al Furqan, 25: 38-40)
Berita tentang manusia terdahulu,
yang merupakan sebagian besar dari Al Quran, tentunya merupakan salah satu
pokok wahyu untuk direnungkan. Pelajaran yang dapat diambil dari pengalaman
mereka dinyatakan sebagai berikut dalam Al Quran:
Apakah mereka tidak memperhatikan
berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal telah
Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah
Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami
jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka
karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang
lain. (QS. Al An'aam, 6: 6)
Ayat lain yang ditujukan kepada kaum
yang memahami yang dapat mengambil peringatan dan menaruh perhatian adalah
sebagai berikut:
Dan berapa banyaknya umat-umat yang
telah Kami binasakan sebelum mereka yang mereka itu lebih besar kekuatannya
daripada mereka ini, maka mereka (yang telah dibinasakan itu) telah pernah
menjelajah di beberapa negeri. Adakah (mereka) mendapat tempat lari (dari
kebinasaan)? Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan
pendengarannya, sedang dia menyaksikannya. (QS. Qaaf, : 36-37)
Dalam Al Quran, Allah memberi tahu
kita bahwa berbagai peristiwa penghancuran ini seharusnya menjadi peringatan
bagi generasi berikutnya. Hampir semua kehancuran kaum dahulu yang diceritakan
di dalam Al Quran dapat diidentifikasi, berkat kajian arsip dan temuan
arkeologis saat ini, dan dengan demikian dapat dipelajari. Namun, merupakan
kekeliruan besar jika hanya mengembangkan pendekatan historis dan ilmiah saat
mengkaji jejak-jejak peristiwa di dalam Al Quran ini. Sebagaimana dinyatakan di
dalam ayat berikut, setiap peristiwa ini merupakan peringatan untuk diambil
pelajaran darinya
Maka Kami jadikan yang demikian itu
peringatan bagi orang-orang dimasa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian,
serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al Baqarah, 2: 66)
Akan tetapi, kita seharusnya
mempertimbangkan sebuah fakta penting: Kaum-kaum yang menolak mematuhi perintah
Allah tidak tertimpa amarah Allah secara tiba-tiba. Allah mengirim para utusan
kepada mereka untuk memberi peringatan, sehingga mereka menyesali kelakuan
mereka dan berserah diri kepada-Nya. Bahwa semua kesulitan yang menimpa manusia
adalah peringatan tentang azab yang pedih di akhirat dinyatakan dalam Al Quran:
Dan Sesungguhnya Kami merasakan
kepada mereka sebahagian azab yang dekat sebelum azab yang lebih besar,
mudah-mudahan mereka kembali. (QS. As-Sajdah, 32:21)
Kehancuran sering mengikuti ketika
peringatan ini tidak menimbulkan tanggapan dalam masyarakat tersebut dan
penentangan meningkat. Semua masyarakat ini dihukum oleh murka Allah. Mereka
lenyap dari halaman sejarah dan digantikan oleh generasi baru. Masyarakat ini
sebenarnya telah menerima kenikmatan yang dikaruniakan Allah, menjalani hidup
dalam kemakmuran, memperturutkan hati menikmati semua kesenangan dan, saat melakukan
semua itu, tidak pernah menyibukkan diri dengan mengingat Allah. Mereka tidak
pernah merenungkan fakta bahwa segala sesuatu di dunia ini pasti akan berakhir.
Mereka mengecap kehidupan dan tidak pernah memikirkan tentang kematian dan
hal-hal setelahnya. Bagi mereka, segala sesuatu yang berhubungan dengan
kehidupan duniawi terasa abadi. Akan tetapi, kehidupan abadi yang sebenarnya
adalah setelah kematian. Mereka tidak mencapai apa pun dengan cara pandang
kehidupan seperti ini; namun, sejarah memberikan cukup bukti tentang kehancuran
mereka yang pahit. Walau telah berlalu ribuan tahun, kenangan mereka tetap
sebagai peringatan, yang mengingatkan generasi sekarang tentang akhir dari
mereka yang menyimpang dari jalan Pencipta mereka.
Thamud
Tsamud adalah salah satu dari bangsa
yang dimusnahkan karena kesombongan terhadap wahyu ilahi dan mengabaikan
peringatan-peringatan Allah. Sebagaimana dinyatakan dalam Al Quran, kaum Tsamud
dikenal dengan kemakmuran dan kekuatannya dan mereka merupakan sebuah negeri yang
unggul dalam seni.
Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan
menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum 'Aad dan
memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya
yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah
nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat
kerusakan. (QS. Al A'raaf, 7: 74)
Dengan sejarah 2000 tahun, kaum
Tsamud membangun sebuah kerajaan dengan bangsa Arab lainnya, kaum Nabatea. Hari
ini, di Lembah Rum, yang juga disebut Lembah Petra, di Yordania, masih dapat
dilihat contoh terbaik dari pahatan batu bangsa-bangsa ini. Di dalam Al Quran,
kaum Tsamud juga disebutkan dengan keahlian mereka memahat batu.
Pada ayat lain, lingkungan sosial
kaum Tsamud digambarkan sebagai berikut:
Adakah kamu akan dibiarkan tinggal
disini dengan aman, di dalam kebun-kebun serta mata air, dan tanam-tanaman dan
pohon-pohon korma yang mayangnya lembut. Dan kamu pahat sebagian dari
gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah dengan rajin. (QS. Asy-Syu'araa', 26:
146-149)
Karena bergembira ria dalam
kemakmuran, kaum Tsamud menjalani hidup yang mewah. Dalam Al Quran, Allah
menyebutkan bahwa nabi Shalih dikirim untuk memberi peringatan kepada mereka.
Nabi Shalih adalah orang yang dikenal di kalangan kaum Tsamud. Kaumnya, yang
tidak mengira ia akan menyerukan agama yang hak, terkejut atas ajakannya agar
mereka meninggalkan kesesatan. Sebagian kecil masyarakat menuruti panggilan
Shalih, tetapi kebanyakan tidak menerima perkataannya. Khususnya, para pemuka
kaum menolak Shalih dan memusuhinya. Mereka mencoba menyakiti siapa saja yang
mempercayai Shalih dan menekan mereka. Mereka murka kepada Shalih karena dia
menyeru mereka untuk menyembah Allah. Kemurkaan ini bukan hal yang khusus pada
kaum Tsamud saja: mereka hanya mengulangi kesalahan yang telah dilakukan oleh
kaum Nuh dan 'Ad yang mendahului mereka dalam sejarah. Karena itulah, Al Quran
menyebutkan ketiga kaum ini sebagai berikut:
Belumkah sampai kepadamu berita
orang-orang sebelum kamu (yaitu) kaum Nuh, 'Ad, Tsamud dan orang-orang sesudah
mereka. Tidak ada yang mengetahui mereka selain Allah. Telah datang rasul-rasul
kepada mereka (membawa) bukti-bukti yang nyata lalu mereka menutupkan tangannya
ke mulutnya (karena kebencian), dan berkata: "Sesungguhnya kami
mengingkari apa yang kamu disuruh menyampaikannya (kepada kami), dan
sesungguhnya kami benar-benar dalam keragu-raguan yang menggelisahkan terhadap
apa yang kamu ajak kami kepadanya." (QS. Ibrahim, 14: 9)
Kaum Tsamud berkeras untuk bersikap
angkuh dan tidak pernah mengubah perilaku mereka terhadap nabi Shalih dan
malahan merencanakan untuk membunuhnya. Shalih memperingatkan mereka lebih jauh
dengan mengatakan: "Adakah kamu akan dibiarkan tinggal disini dengan aman"
(QS. Asy-Syu'araa', 26: 146-149). Memang, kaum Tsamud meningkatkan
penyelewengan mereka karena tidak sadar akan azab Allah dan menantang Nabi
Shalih dengan sombong dan penuh kegirangan:
Hai Shalih, datangkanlah apa yang
kamu ancamkan itu kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang diutus. (QS.
Al A'raaf, 7: 77)
Nabi Shalih memberi tahu mereka,
dari wahyu Allah, bahwa mereka akan dibinasakan dalam waktu tiga hari. Tiga
hari kemudian, peringatan Nabi Shalih menjadi kenyataan dan kaum Tsamud pun
musnah.
Dan satu suara keras yang mengguntur
menimpa orang-orang yang zalim itu, lalu mereka mati bergelimpangan di
rumahnya, seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah,
sesungguhnya kaum Tsamud mengingkari Tuhan mereka. Ingatlah, kebinasaanlah bagi
kaum Tsamud. (QS. Huud, 11: 67-68)
Menyedihkan, kaum Tsamud membayar
ketidakpatuhan mereka terhadap nabi mereka dengan kehancuran. Bangunan-bangunan
yang mereka dirikan dan karya-karya seni yang mereka hasilkan tidak dapat
melindungi mereka dari hukuman. Kaum Tsamud dihancurkan dengan azab yang
memilukan sebagaimana semua kaum lain yang menolak keimanan sebelum dan sesudah
mereka. Singkatnya, akhir mereka sesuai dengan tingkah laku mereka. Mereka yang
ingkar dihancurkan sama sekali, dan mereka yang patuh menerima kebebasan abadi.
Kaum Saba'
Kisah kaum Saba' (atau Sheba dalam
Injil) diceritakan dalam Al Quran sebagai berikut:
Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada
tanda (kekuasaan Rabb) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di
sebelah kanan dan di sebelah kiri, (kepada mereka dikatakan) : "Makanlah
olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu
kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Rabb-mu) adalah Tuhan Yang
Maha Pengampun". Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada
mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun
yang ditumbuhi yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr.
Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan
Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada
orang-orang yang sangat kafir. (QS. Saba ', 34: 15-17)
Sebagaimana dituturkan dalam ayat di
atas, kaum Saba' tinggal di wilayah yang dikenal dengan kebun-kebun dan kebun
anggur yang indah dan subur. Di negeri seperti itu, di mana standar kehidupan
sangat baik, seharusnya mereka bersyukur kepada Allah. Namun, sebagaimana
dinyatakan dalam ayat tersebut, mereka "berpaling dari Allah". Karena
mereka mengaku-aku semua kemakmuran mereka sebagai milik mereka semata, mereka
kehilangan semuanya. Sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut, banjir Arim
menghancurkan seluruh negeri mereka.
Bangsa Sumeria yang Jaya
Sumeria merupakan gabungan
negara-negara kota di sekitar Tigris dan Eufrat bawah yang sekarang merupakan
Irak selatan. Di masa kini, daratan yang akan sering ditemui mereka yang
melakukan perjalanan ke Irak selatan hanyalah padang pasir yang sangat luas.
Sebagian besar daratan, kecuali kota-kota dan daerah-daerah yang telah
dihutankan, diselimuti pasir. Padang pasir ini, tanah asal bangsa Sumeria,
telah ada sejak ribuan tahun. Negeri mereka yang jaya, yang kini hanya dapat
ditemui di buku-buku pelajaran, sama nyatanya dengan peradaban mana pun
sekarang. Bangsa Sumeria hidup sebagaimana kita saat ini dan menciptakan
karya-karya arsitektur yang luar biasa. Dalam sebuah pengertian, kota-kota yang
luar biasa indahnya yang dibangun oleh bangsa Sumeria adalah bagian dari
warisan budaya bagi zaman kita.
Di antara apa yang tersisa dari
peninggalan budaya Sumeria, kita mendapatkan informasi tentang penguburan rumit
yang dilakukan untuk Puabi, salah satu ratu mereka. Penggambaran yang hidup
tentang upacara besar ini dapat ditemukan pada banyak sumber dan mereka
menceritakan bahwa jasad sang ratu dihiasi secara luar biasa. Jenazahnya
dikenakan kain yang dihiasi dengan manik-manik dari perak, emas dan batu-batu
mulia, serta untaian mutiara. Di kepalanya dikenakan rambut palsu dan mahkota
berhiaskan daun-daun emas. Sejumlah besar emas juga ditempatkan di makam tersebut.1
Singkatnya, Ratu Puabi, sebuah nama
yang penting dalam sejarah Sumeria, dikuburkan dengan harta benda yang luar
biasa. Menurut penuturan, kekayaan yang tak ternilai ini dibawa ke makamnya
dengan prosesi tentara dan pelayan. Ratu Puabi mungkin telah dikubur bersama
kekayaan yang tak terhitung, tetapi itu tidak menyelamatkan jasadnya dari
membusuk hingga tinggal kerangka.
Seperti semua orang lain di
kerajaannya, yang mungkin dihinanya karena kemiskinan mereka, jasadnya meluruh
di bawah tanah menjadi massa bakteri yang membusuk. Ini tentunya merupakan
contoh yang mengesankan yang menunjukkan bahwa harta dan kekayaan di dunia
tidak dapat menjamin agar selamat dari akhir yang menyedihkan.
Bangsa Mino
Daratan dan lautan mungkin saja
terhampar relatif tenang selamaberabad-abad. Lalu, sebuah pelengkungan tanah
tiba-tiba melepaskan bencana. Barangkali tidak ada kejadian yang menggambarkan
kengerian seperti itu begitu nyata sebagaimana malapetaka di Thera kuno. Yang
terjadi di sana mungkin merupakan letusan vulkanik terdahsyat dalam sejarah.
Menjulang tinggi di atas Laut Aegea sekitar 3.500 tahun yang lalu, gunung api
setinggi satu mil membentuk sebuah pulau sepanjang 10 mil. Di sana tampak
sebuah peradaban besar yang berpusat sekitar tujuh puluh mil di utara pulau
Kreta. Pada puncaknya, barangkali 30.000 orang hidup di Akrotiri, kota utama
Thera, di mana berdiri istana berhiasan lukisan dinding dan dari mana dikirim
kapal-kapal penuh barang dagangan. Walaupun para ilmuwan masih belum dapat
memastikan waktu tepatnya yang diperkirakan antara 1470 hingga 1628 SM mereka
mengetahui rangkaian peristiwanya. Goncangan-bumi ringan diikuti oleh gempa
hebat, gempa susulan, dan sebuah ledakan yang gemanya terdengar hingga ke
Skandinavia, Teluk Persia, dan Karang Gibraltar.2
Gelombang pasang menyerbu dan menghancurkan Amnisos, teluk Knossos. Hari ini,
hanya sisa-sisa dari istana yang megah tersebut yang tersisa.
Peradaban Mino, salah satu peradaban
terpenting di masa itu, kemungkinan besar tidak pernah mengira akhir yang
begitu drastis. Mereka yang menyombongkan kekayaan dan harta mereka kehilangan
segala milik mereka. Allah menekankan di dalam Al Quran bahwa akhir yang
drastis dari berbagai peradaban kuno seperti itu hendaknya direnungkan oleh
masyarakat sekarang:
Dan apakah tidak menjadi petunjuk
bagi mereka, berapa banyak umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan
sedangkan mereka sendiri berjalan di tempat-tempat kediaman mereka itu.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Rabb). Maka
apakah mereka tidak mendengarkan (memperhatikan)? (QS. As-Sajdah, 32: 26)
Malapetaka Pompei
Bagi ahli sejarah, sisa-sisa Pompei
merupakan kesaksian yang mengguncang dari penyelewengan susila yang pernah
berlaku di sana. Bahkan jalan-jalan raya kota Pompei, lambang kemerosotan moral
dari Kekaisaran Romawi, menunjukkan kesenangan dan kenikmatan yang
diperturutkan oleh kota ini: jalan raya yang pernah begitu sibuk dan penuh
kedai minuman, klab malam, dan rumah bordil, masih memberikan kilasan yang
ditinggalkan malapetaka tersebut pada kehidupan sehari-hari.
Di sini, di tanah yang sekarang diselimuti
debu vulkanis, pernah ada banyak peternakan yang makmur, kebun anggur yang
subur, dan rumah musim panas yang mewah. Karena berlokasi di antara lereng
Gunung Vesuvius dan laut, Pompei menjadi tempat wisata musim panas favorit bagi
orang-orang kaya Romawi yang melepaskan diri dari ibu kota yang terik. Tetapi,
Pompei menjadi saksi atas salah satu letusan gunung api paling menakutkan dalam
sejarah, melenyapkan kota itu dari muka bumi. Kini, sisa-sisa penghuni kota ini
sesak napas karena uap beracun dari Vesuvius saat mereka melakukan kegiatan
harian seperti biasa dengan sangat hidup menggambarkan detail mengenai cara
hidup bangsa Romawi. Bencana tersebut melanda Pompei, juga kota tetangganya,
Herculaneum , pada suatu hari musim panas, pada saat daerah itu dipadati
orang-orang kaya Romawi menghabiskan musim dalam vila-vila mereka yang megah.
Peristiwa ini terjadi pada tanggal
24 Agustus 79 M. Penyelidikan di situs kejadian mengungkapkan bahwa letusan
berkembang dalam tahapan yang berbeda-beda. Sebelum letusan, daerah itu
berguncang beberapa kali. Suara gaduh yang jauh dan bernada tinggi, dalam dan
mengerikan, yang datang dari gunung berapi, mengiringi gempa itu. Pertama-tama,
Vesuvius menyemburkan gumpalan uap air dan abu, "Kemudian awan yang berputar
ini naik tinggi ke atmosfer dengan membawa pecahan batu tua yang tercabik dari
saluran gunung berapi dan jutaan ton batu apung yang masih baru dan seperti
kaca. Angin yang kuat membawa awan abu ke arah Pompei, di mana 'batu-batu
kecil' mulai berjatuhan. Begitu kanopi yang menutupi matahari menyebar di atas
kota, batu apung dan abu menghujani Pompei, bertumpuk dengan kecepatan enam
inci per jam." 3
Herculaneum lebih dekat ke Vesuvius;
kebanyakan penduduknya meninggalkan kota karena takut akan gelombang
piroklastik bergerak yang menderu ke arah mereka. Mereka yang tidak segera
meninggalkan kota , tidak hidup lebih lama untuk menyesali keterlambatan
mereka. Gelombang piroklastik yang mencapai Herculaneum membunuh mereka
sementara aliran piroklastik yang bergerak lebih lambat menelan kota itu,
menguburnya. Penggalian di Pompei, di pihak lain, mengungkapkan bahwa
kebanyakan penghuninya enggan meninggalkan kota . Mereka mengira tidak berada
dalam bahaya karena Pompei tidak terlalu dekat ke kawah. Karena itu, kebanyakan
warga Pompei yang kaya tidak meninggalkan rumah mereka dan malah berlindung di
rumah dan toko mereka, sambil berharap badai akan segera bertiup jauh. Mereka
semua binasa sebelum sempat menyadari bahwa segalanya telah terlambat. Hanya
dalam satu hari, Pompei dan Herculaneum , serta enam desa di sekitarnya tersapu
dari peta. Al Quran menyatakan bahwa peristiwa seperti ini merupakan peringatan
bagi semua:
Itu adalah sebahagian dari
berita-berita negeri (yang telah dibinasakan) yang Kami ceritakan kepadamu
(Muhammad); di antara negeri-negeri itu ada yang masih kedapatan bekas-bekasnya
dan ada (pula) yang telah musnah." (QS. Huud, 11: 100)
Menyingkap rahasia Pompei tidak
dapat dilakukan hingga berabad-abad kemudian. Lebih dari sekadar isyarat
belaka, penggalian kota kuno itu memberikan gambaran hidup dari kehidupan
sehari-hari masyarakatnya. Bentuk dari banyak korban yang menderita ini
terpelihara utuh. Berikut ini ayat yang berhubungan:
Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila
Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya
itu adalah sangat pedih lagi keras. (QS. Huud, 11: 102)
Kini, reruntuhan yang sangat luas
merupakan bukti yang menakjubkan dari peradaban rumit yang pernah berkembang
ratusan, bahkan ribuan tahun yang lalu. Banyak pembangun kota-kota besar dari
berbagai era sejarah yang berbeda sekarang tidak dikenal. Kekayaan, teknologi,
atau karya seni mereka tidak dapat menyelamatkan mereka dari akhir yang pahit.
Bukan mereka, melainkan generasi-generasi sesudahnya yang mengambil keuntungan
dari warisan mereka yang kaya. Dengan sedikit petunjuk untuk menuntun kita,
asal usul dan nasib dari berbagai peradaban kuno ini masih menjadi misteri
hingga sekarang. Namun ada dua hal yang nyata: mereka menganggap bahwa mereka
tidak akan pernah mati dan mereka menenggelamkan diri dalam kesenangan duniawi.
Mereka meninggalkan monumen-monumen besar karena mempercayai bahwa dengan itu
mereka akan meraih keabadian. Tidak jauh berbeda dengan berbagai peradaban kuno
ini, banyak kelompok manusia saat ini juga memiliki pola pikir demikian. Dengan
harapan untuk mengabadikan nama mereka, segolongan besar anggota masyarakat
modern menghambakan diri sepenuhnya untuk mengumpulkan lebih banyak kekayaan
atau menciptakan karya-karya untuk ditinggalkan. Lebih jauh lagi, kelihatan
jelas bahwa mereka bersuka-ria dalam kemewahan yang lebih boros dari generasi sebelumnya
dan tetap mengabaikan wahyu-wahyu Allah. Ada banyak pelajaran yang dapat
diambil dari perilaku sosial dan pengalaman berbagai kaum terdahulu. Tak satu
pun dari kaum-kaum itu bertahan hidup. Berbagai karya seni dan monumen yang
mereka tinggalkan mungkin dapat menolong mereka agar dikenang oleh generasi
sesudahnya tetapi tidak menyelamatkan mereka dari azab ilahi atau mencegah
jasad mereka membusuk. Aneka peninggalan mereka tetap berdiri di sana hanya
sebagai peringatan dan ancaman akan kemurkaan Allah pada mereka yang ingkar dan
tidak bersyukur atas kekayaan yang dikaruniakan-Nya.
Tak diragukan lagi, pelajaran yang
dapat diambil dari berbagai peristiwa sejarah seperti itu seharusnya pada
akhirnya membawa kepada kearifan. Setelah itu barulah seseorang dapat memahami
bahwa apa yang menimpa kaum-kaum terdahulu bukannya tanpa tujuan. Seseorang
mungkin menyadari lebih jauh bahwa hanya Allah Yang Mahakuasa yang memiliki
kekuatan untuk menciptakan bencana kapan pun. Dunia adalah tempat manusia
diuji. Mereka yang berserah diri kepada Allah akan meraih keselamatan. Mereka
yang puas dengan dunia ini, di lain pihak, akan kehilangan keabadian yang
dirahmati. Tak diragukan, akhir mereka akan sesuai dengan perbuatan mereka dan
mereka akan diadili sesuai dengan perbuatan mereka. Tentu saja, Allah adalah
sebaik-baik Hakim.
1. Mesopotamia
and Ancient Near East, Great Civilisations Encyclopaedia, Iletisim
Publications, hal.92
2. Ana Brittannica, Volume 20, hal.592
3. H.J. de Blij, M.H. Glantz, S.L. Harris, Restless Earth, The National Geographic Society, 1997, hal.18-19
2. Ana Brittannica, Volume 20, hal.592
3. H.J. de Blij, M.H. Glantz, S.L. Harris, Restless Earth, The National Geographic Society, 1997, hal.18-19
AKHIRAT, TEMPAT TINGGAL MANUSIA YANG
SEBENARNYA
Banyak orang yang mengira bahwa
mungkin saja menjalani kehidupan yang sempurna di dunia ini. Menurut pandangan
ini, hidup yang bahagia dan menyenang-kan dicapai melalui kelimpahan materi,
yang bersama dengan sebuah kehidupan rumah tangga yang memuaskan dan pengakuan
atas status sosial seseorang umumnya dianggap sebagai asas bagi kehidupan yang
sempurna.
Namun menurut cara pandang Al Quran,
suatu "kehidupan yang sempurna" yaitu, kehidupan tanpa masalah adalah
mustahil di dunia ini. Ini semata karena kehidupan di dunia memang sengaja
dirancang untuk tidak sempurna.
Akar kata bahasa Arab bagi 'dunia'
dunya mempunyai sebuah arti penting. Secara etimologis, kata ini diturunkan
dari akar kata daniy, yang berarti "sederhana", "remeh",
"rendah", dan "tak berharga". Jadi, kata 'dunia' dalam
bahasa Arab secara inheren mencakup sifat-sifat ini.
Ketidakberartian kehidupan ini
ditekankan berkali-kali pada awal situs ini. Memang semua faktor yang dipercaya
akan membuat hidup indah — kekayaan, kesuksesan pribadi dan bisnis, pernikahan,
anak-anak, dan seterusnya — tak lebih dari tipuan yang sia-sia. Ayat tentang
ini sebagai berikut:
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya
kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan
bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan
anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian
tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warna-nya kuning kemudian menjadi
hancur. Dan di akhirat ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta
keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang
menipu. (QS. Al Hadiid, 57: 20)
Dalam ayat lainnya, Allah
menyebutkan kecenderungan manusia kepada dunia daripada akhirat:
Tetapi kamu (orang-orang kafir)
memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih
kekal. (QS. Al-A'laa, 87: 16-17)
Berbagai masalah muncul hanya
karena, dibandingkan hari akhirat, manusia menilai hidup ini terlalu tinggi.
Mereka merasa senang dan puas dengan apa yang mereka miliki di sini, di dunia
ini. Perilaku seperti ini tidak lain berarti memalingkan diri dari janji Allah
dan karenanya dari realitas keberadaan-Nya yang agung. Allah menyatakan bahwa
akhir yang memilukan telah menunggu mereka.
Sesungguhnya orang-orang yang tidak
mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan
kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang
melalaikan ayat-ayat Kami. (QS. Yunus, 10: 7)
Tentu saja, ketidaksempurnaan hidup
ini tidak menyangkal kenyataan adanya hal-hal yang baik dan indah di muka bumi.
Tetapi di bumi ini, apa yang dinilai indah, menggembirakan, menyenangkan, dan
menarik berpasang-pasangan dengan ketidaksempurnaan, cacat dan jelek. Tentu
saja, jika diamati dengan pikiran yang tenang dan teliti, fakta-fakta ini akan
membuat seseorang menyadari kebenaran hari akhir. Bersama Allah, kehidupan yang
benar-benar baik dan bermanfaat bagi manusia adalah kehidupan akhirat.
Allah memerintahkan para hamba-Nya
yang setia untuk berupaya keras memperoleh surga dalam ayat berikut:
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan
dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (QS. Ali ‘Imran, 3: 133)
Mereka yang Bersegera bagi Surga
Dalam Al Quran, orang-orang yang
beriman diberikan kabar gembira mengenai ganjaran dan kebahagiaan abadi. Namun,
apa yang umumnya diabaikan adalah fakta bahwa kebahagiaan dan kesenangan abadi
ini dimulai semenjak kita masih ada di kehidupan sekarang ini. Ini karena, di
dunia ini juga, orang-orang beriman tidak dicabut dari kemurahan hati dan kasih
sayang Allah.
Dalam Al Quran, Allah menyatakan
bahwa orang mukmin sebenarnya yang menyibukkan diri dengan amal kebajikan di
dunia ini akan memperoleh tempat tinggal yang amat baik di Akhirat:
Barangsiapa yang mengerjakan amal
saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya
akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan. (QS. An-Nahl, 16: 97)
Sebagai ganjaran dan sumber
kebahagiaan, di dunia ini Allah melimpahkan banyak kemurahan dan juga rezeki
yang tak terduga-duga dalam kehidupan yang menyenangkan secara pribadi dan
masyarakat kepada hamba-hamba-Nya yang sejati. Inilah hukum Allah yang kekal.
Karena kekayaan, kemegahan, dan keindahan merupakan ciri-ciri asasi dari surga,
Allah juga membuka kekayaan-Nya kepada orang-orang mukmin yang tulus di dunia
ini. Ini tentu saja awal dari kehidupan yang menyenangkan dan terhormat tanpa
akhir.
Berbagai tempat dan perhiasan yang
indah di dunia ini hanyalah gaung dari yang sebenarnya di surga. Keberadaan
mereka membuat orang mukmin sejati memikirkan surga dan merasa kerinduan yang
makin dalam kepadanya. Sementara itu, sepanjang hidupnya, sangat mungkin
seorang mukmin menderita kesulitan dan kesedihan; namun, mukmin sejati
meletakkan kepercayaannya kepada Allah dan dengan sabar menanggung penderitaan
apa pun yang menimpa. Lebih dari itu, karena menyadari bahwa ini merupakan
jalan untuk memperoleh kesenangan yang baik dari Allah, sikap sedemikian
memberikan kelegaan khusus dalam hatinya.
Pribadi mukmin adalah seorang yang
terus-menerus menyadari keberadaan penciptanya. Dia tunduk akan semua
perintah-Nya dan berhati-hati menjalani kehidupan sebagaimana diuraikan dalam
Al Quran. Dia memiliki dugaan dan harapan yang realistis bagi kehidupannya
setelah kematian. Karena seorang mukmin meletakkan kepercayaannya kepada
penciptanya, Allah meringankan semua kesengsaraan dan penderitaan dari hatinya.
Yang lebih penting lagi, seorang
mukmin setiap saatnya merasakan tuntunan dan dukungan dari penciptanya. Ini
merupakan kedamaian hati dan pikiran yang berasal dari kesadaran bahwa Allah
bersamanya setiap kali dia berdoa, menyibukkan diri dengan amal-amal kebaikan,
atau melakukan sesuatu — penting atau tidak berarti — semata untuk memperoleh
keridhaan-Nya.
Ini sudah tentu merupakan sebuah
perasaan aman yang mengilhami hati seorang mukmin yang memahami bahwa
"Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran,
di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah." (QS.
Ar-Ra'd, 14: 11), dan bahwa dia akan memperoleh kemenangan dalam perjuangannya
dengan nama Allah, dan bahwa dia akan menerima kabar baik mengenai ganjaran
abadi: surga. Maka, mukmin sejati tidak pernah takut atau bersedih, sesuai
dengan ilham Allah kepada para malaikat "Sesungguhnya Aku bersama kamu,
maka teguhkan orang-orang yang telah beriman" (QS. Al Anfaal, 8: 12)
Orang mukmin adalah mereka yang
berkata "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian
mereka (QS. Fushshilat, 41: 30). Juga "bagi mereka para malaikat
turun" dan kepada siapa para malaikat berkata, "Janganlah kamu takut
dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah
dijanjikan Allah kepadamu" (QS. Fusshhilat, 4: 30). Orang mukmin juga
menyadari bahwa pencipta mereka "tidak memikulkan kewajiban kepada diri
seseorang melainkan sekadar kesanggupannya" (QS. Al A'raaf, 7: 42). Mereka
sangat menyadari bahwa "Allah lah menciptakan segala sesuatu menurut
ukuran." (QS. Al Qamar, 54: 49). Jadi, merekalah yang berkata,
"Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan
Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang
yang beriman harus bertawakal" (QS. At-Taubah, 9: 51) dan meletakkan
kepercayaannya kepada Allah. "Tidak ada kerugian bagi mereka" karena
"Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik
Pelindung" (QS. Ali Imran, 3: 173-174). Namun, karena dunia merupakan
tempat untuk menguji semua manusia, orang mukmin perlu dihadapkan pada beberapa
kesulitan. Kelaparan, kehausan, kehilangan harta, penyakit, kecelakaan, dan
sebagainya mungkin menimpa mereka kapan pun juga. Kemiskinan, juga
bentuk-bentuk kesulitan atau kemalangan lainnya mungkin pula menimpa mereka.
Bentuk ujian yang mungkin dilalui seorang mukmin diterangkan sebagai berikut
dalam Al Quran:
Dan Allah menyelamatkan orang-orang
yang bertakwa karena kemenangan mereka, mereka tiada disentuh oleh azab (neraka
dan tidak pula) mereka berduka cita. (QS. Az-Zumar, 39: 61)
Orang-orang mukmin menyadari bahwa
masa-masa sulit diciptakan secara khusus dan bahwa kewajiban mereka adalah
menanggapinya dengan kesabaran dan istiqamah. Lebih jauh lagi, ini merupakan
kesempatan besar untuk menunjukkan tekad dan komitmen terhadap Allah dan suatu
jalan untuk memperoleh kedewasaan diri dalam pandangan-Nya. Maka, seorang
mukmin menjadi lebih bahagia, gembira dan lebih tekun pada kesempatan seperti
itu.
Namun, perilaku mereka yang tidak
beriman sama sekali berbeda. Saat-saat sulit membuat mereka jatuh dalam
keputusasaan. Di samping penderitaan fisik, seorang yang tak beriman juga
menanggung penderitaan mental yang berat.
Ketakutan, kehilangan harapan,
pesimisme, kesedihan, kecemasan, dan gejolak yang merupakan ciri pembawaan dari
orang yang tidak beriman di dunia tak lain hanya bentuk kecil dari kepedihan
sebenarnya yang akan mereka tanggung di akhirat. "menjadikan dadanya sesak
lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan
siksa kepada orang-orang yang tidak beriman." (QS. Al An'aam, 6: 125)
Di lain pihak, orang mukmin sejati
yang mencari pengampunan dan bertobat kepada Allah menerima kemurahan dan kasih
sayang Allah di dunia ini sebagaimana dituturkan ayat berikut:
Dan hendaklah kamu meminta ampun
kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan demikian),
niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu sampai
kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang
yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat. (QS. Huud, 11: 3)
Pada ayat lain, kehidupan
orang-orang mukmin diuraikan sebagai berikut:
Dan dikatakan kepada orang-orang
yang bertakwa: "Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?" Mereka
menjawab: "kebaikan". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini
mendapat yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan
itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa. (QS. An-Nahl, 16: 30-31)
Hari akhirat jelas lebih utama dan
lebih baik daripada dunia ini. Dibandingkan dengan hari akhir, dunia ini tak
lain hanyalah sarana dan merupakan tempat yang tak berharga sama sekali. Maka,
jika seseorang ingin mencari tujuan untuk dirinya, tujuan itu haruslah surga di
akhirat. Seharusnya juga diingat bahwa mereka yang mencari surga menerima
kebajikan dari Penciptanya di dunia ini juga. Tetapi mereka yang mencari
kehidupan dunia ini dan mendurhaka terhadap Allah seringkali tak mendapatkan
apa-apa yang berharga darinya dan kemudian kediaman mereka pada kehidupan
selanjutnya adalah neraka.
Surga
Allah menjanjikan surga bagi mereka
yang menghadap-Nya sebagai mukmin. Tentu saja, Allah tidak pernah menyalahi
janji-Nya. Mereka yang teguh keimanannya mengetahui bahwa Pencipta mereka akan
memegang janji-Nya dan bahwa mereka akan diterima di surga asalkan mereka hidup
sebagai mukmin sejati di dunia ini:
Yaitu surga 'Adn yang telah
dijanjikan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah kepada hamba-hamba-Nya, sekalipun
(surga itu) tidak tampak. Sesungguhnya janji Allah pasti akan ditepati. (QS.
Maryam, 19: 61)
Saat memasuki surga merupakan momen
terpenting bagi orang-orang mukmin yang beriman dan beramal saleh. Sepanjang
hayat, mereka bekerja keras, berdoa, melakukan hal-hal yang benar untuk
memperolehnya. Di sisi Allah, itulah tentunya tempat terbaik untuk tinggal dan tempat
paling nyata untuk dicapai: surga, tempat yang disediakan khusus bagi mereka
yang beriman. Allah menceritakan saat yang unik ini dalam ayat berikut:
(Yaitu) surga 'Adn yang mereka masuk
ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya,
istri-istrinya, dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke
tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan), ‘Keselamatan atas
kamu karena kesabaranmu,' Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. (QS.
Ar-Ra'd, 13: 23-24)
Keindahan Surga
Perumpamaan surga yang dijanjikan
kepada orang-orang yang bertakwa ialah (seperti taman), mengalir sungai-sungai
di dalamnya; buahnya tiada henti sedang naungannya (demikian pula). Itulah
tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa; sedang tempat kesudahan bagi
orang-orang kafir ialah neraka. (QS. Ar-Ra'd, 13: 35)
Panorama yang indah dengan danau,
sungai, dan tumbuh-tumbuhan hijau yang subur adalah surga yang dibayangkan oleh
orang awam. Namun, gambaran surga ini harus dijernihkan karena tidak tepat
mewakili pandangan Quran. Sudah barang tentu surga memiliki keindahan alam yang
luar biasa; akan tetapi, suasana menyenangkan seperti itu hanya menggambarkan
seginya yang indah dan menggoda. Karena itulah, di dalam Al Quran terdapat
berbagai referensi tentang tempat tinggal yang indah, taman-taman yang teduh,
dan sungai-sungai yang mengalir. Namun, membatasi surga dengan keindahan fisik
sudah tentu akan terbukti tidak setara dengan kenyataannya.
Keindahan dan keagungan surga jauh
melebihi imajinasi manusia. Penyebutan Quran "Kedua surga itu mempunyai
pohon-pohonan dan buah-buahan," (QS. Ar-Rahman, 55:48) jelas
mengilustrasikan gambaran hidup tentang sifat nyata dari surga. Yang dimaksud
dengan "afnan" (pohon-pohonan dan buah-buahan) adalah hal-hal yang
diciptakan khusus oleh Allah Yang Mahatahu. Kesenangan ini dapat pula menjadi
imbalan yang mengejutkan atau hal-hal yang memberi kesenangan yang tak pernah
dibayangkan manusia. Janji Allah, "kesenangan" adalah hal-hal yang
khusus diciptakan Allah Yang Mahatahu. Kesenangan ini mungkin akan menjadi
ganjaran yang mengejutkan atau hal yang tak pernah terbayangkan oleh manusia.
Janji Allah, "Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki di sisi Tuhan
mereka. Yang demikian itu adalah karunia yang besar." (QS. Asy-Syura, 42:
22) menjelaskan bahwa sebagai kemurahan Allah, imajinasi orang mukmin akan
membentuk Surga sesuai dengan selera dan keinginan mereka.
Tempat Tinggal Abadi bagi
Orang-Orang Mukmin
Allah menjanjikan kepada orang-orang
mukmin, lelaki dan perempuan, surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai,
kekal mereka di dalamnya, dan tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. Dan
keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. (QS.
At-Taubah, 9: 72)
Di dunia ini, orang beriman hidup di
"rumah-rumah yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut
nama-Nya di dalamnya." (QS. An-Nuur, 24: 36) Dengan perintah Allah, para
penghuni ini tetap bersih dan terawat khusus.
Begitu pula halnya dengan hunian di
surga; mereka adalah tempat-tempat di mana Allah dimuliakan dan Nama-Nya
senantiasa diingat.
Begitu pula dengan gedung besar di
tempat-tempat yang indah, tempat tinggal orang-orang mukmin di dunia mungkin
merupakan karya dari desain dan arsitektur ultramodern yang dibangun di
kota-kota yang indah.
Tempat tinggal di surga yang
diterangkan di dalam Al Quran biasanya berada di keindahan alam:
Tetapi orang-orang yang bertakwa
kepada Tuhannya mereka mendapat tempat-tempat yang tinggi, di atasnya dibangun
pula tempat-tempat yang tinggi yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Allah
telah berjanji dengan sebenar-benarnya. Allah tidak akan memungkiri janji-Nya.
(QS. Az-Zumar, 39: 20)
Gedung-gedung yang disebutkan dalam
ayat tersebut, yang di bawahnya mengalir sungai, mungkin memiliki
jendela-jendela besar atau aula yang dikelilingi oleh dinding kaca yang
memungkinkan menikmati panorama indah ini. Mereka adalah rumah-rumah yang
dihias indah dengan singgasana-singgasana yang khusus dirancang untuk
kenyamanan orang-orang mukmin. Mereka akan beristirahat di atas singgasana yang
disusun berjejer dan menikmati limpahan buah-buahan yang lezat dan berbagai
jenis minuman. Desain dan dekorasi gedung tersebut adalah kain dan bahan-bahan
dengan kualitas terbaik. Sofa-sofa yang nyaman yang dihiasi kain brokat sutra
dan singgasana secara khusus ditekankan dalam banyak ayat:
Mereka berada di atas dipan yang
bertahta emas dan permata. (QS. Al Waaqi'ah, 56: 15)
Mereka bertelekan di atas
dipan-dipan berderetan dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang
cantik bermata jeli. (QS. Ath-Thuur, 52: 20)
Sebagaimana diungkapkan ayat-ayat
tersebut, singgasana merupakan simbol martabat, kemegahan, dan kekayaan. Allah
berkehendak agar hamba-hamba-Nya hidup di tempat-tempat yang mulia di surga. Di
lingkungan yang begitu gemilang, orang-orang mukmin tetap mengingat Allah dan
mengulangi kata-kata-Nya:
Segala puji bagi Allah yang telah
menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha
Pengampun lagi Maha Mensyukuri. Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal
dari karunia-Nya; didalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa
lesu. (QS. Faathir, 35: 33-35)
Materi dasar surga adalah
"karya yang sangat halus" dan "keindahan yang luar biasa".
Ini semua adalah bayangan dari kecerdasan dan rasa seni tertinggi milik Allah.
Misalnya, singgasana-singgasana dilapisi dengan emas dan batu-batu berharga;
bukan singgasana biasa, namun singgasana yang agung. Pakaian terbuat dari sutra
dan kain berharga. Lebih-lebih lagi, perhiasan perak dan emas melengkapi
pakaian ini. Dalam Al Quran, Allah memberikan banyak rincian tentang surga,
namun dari berbagai ungkapan itu jelaslah bahwa setiap orang yang beriman akan
menikmati sebuah Taman yang dirancang sesuai dengan imajinasinya. Tidak diragukan
lagi, Allah akan mengaruniakan banyak lagi anugerah lain yang menakjubkan
kepada hamba-hambanya yang tercinta.
Surga yang Tak Terbayangkan
Diedarkan kepada mereka
piring-piring dari emas, dan piala-piala dan di dalam surga itu terdapat segala
apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di
dalamnya. (QS. Az-Zukhruf, 43: 71)
Dari deskripsi dan ilustrasi yang
terdapat di dalam Al Quran, kita dapat memperoleh suatu pemahaman umum seperti
apa surga itu. Dalam ayat "Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam
surga-surga itu, mereka mengatakan: ‘Inilah yang pernah diberikan kepada kami
dahulu.'" (QS. Al Baqarah, 2: 25), Allah menyatakan bahwa anugerah di
surga secara fundamental akan sama dengan yang ada di dunia. Sesuai dengan
deskripsi pada ayat, "dan memasukkan mereka ke dalam jannah yang telah
diperkenankan-Nya kepada mereka" (QS. Muhammad, 47: 6), kita dapat
mencapai kesimpulan bahwa Allah akan membiarkan orang-orang beriman tinggal di
Surga dengan apa yang telah mereka kenal sebelumnya.
Walau demikian, setiap keterangan
yang dapat kita kumpulkan tentang surga di dunia ini pastilah tidak memadai; ia
hanya dapat memberikan isyarat untuk mengira sebuah gambaran umum.
"Perumpamaan jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang
di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya,
sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari
khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang
disaring." (QS. Muhammad, 47: 15). Ayat ini menjelaskan bahwa surga adalah
suatu tempat di luar imajinasi kita. Di dalam jiwa manusia, ayat ini
membangkitkan perasaan bahwa surga adalah sebuah tempat dengan pemandangan yang
tak terduga.
Di lain pihak, Allah menguraikan
surga sebagai "suatu hiburan" atau sebuah "pesta":
Akan tetapi orang-orang yang
bertakwa kepada Tuhannya, bagi mereka surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal dari sisi
Allah. Dan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang
berbakti. (QS. Ali Imran, 3: 198)
Dalam ayat ini, Allah memperkenalkan
surga sebagai sebuah tempat hiburan dan kesenangan. "Akhir" dari
hidup ini, kesenangan karena lulus "ujian" dan mencapai tempat
terbaik untuk tinggal selamanya, sudah barang tentu membuat orang-orang yang
beriman bergembira. Perayaan ini akan sangat luar biasa: perayaan yang tidak
ada padanannya dengan pesta atau kegembiraan apa pun di dunia ini. Jelaslah
bahwa perayaan ini akan di luar kebiasaan dan ritual dari semua pertunjukan,
festival, karnaval atau pesta yang biasa ada di negeri-negeri terdahulu maupun
sekarang.
Di kehidupan yang abadi, fakta bahwa
mereka yang beriman akan menikmati berbagai jenis hiburan tanpa henti
mengingatkan akan sebuah ciri lain dari orang beriman di surga: tidak pernah
merasa lelah. Di dalam Al Quran, kondisi ini diungkapkan sebagai berikut dalam
perkataan orang beriman: "Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal
dari karunia-Nya; di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa
lesu." (QS. Faathir, 35: 35)
Tak diragukan, orang-orang yang
beriman juga tidak akan mengalami kelelahan mental di sana. Berlawanan dengan
surga, di mana "mereka tidak merasa lelah di dalamnya" (QS. Al Hijr,
15: 48), manusia di dunia merasa lelah karena tubuhnya tidak diciptakan kuat.
Ketika seseorang merasa lelah, dia menjadi sulit berkonsentrasi dan membuat
keputusan yang cermat. Karena kelelahan, persepsi seseorang berubah. Namun,
kondisi pikiran seperti itu tidak pernah ada di surga. Semua indra terus tajam
menangkap ciptaan Allah dengan kemampuan terbaik. Orang-orang yang beriman sama
sekali tidak merasakan perasaan lelah dan karenanya, mereka menikmati anugerah
Allah tanpa gangguan. Kesenangan dan kegembiraan yang dirasakan tidak berbatas
dan abadi.
Di lingkungan di mana kelelahan dan
kebosanan tidak ada, Allah memberi ganjaran orang-orang yang beriman dengan
menciptakan "apa pun yang mereka inginkan". Sudah tentu, Allah
memberikan kabar gembira bahwa Dia akan menciptakan lebih dari yang dapat
dibayangkan atau diinginkan mereka: "Mereka di dalamnya memperoleh apa
yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya." (QS. Qaaf, 50:
35)
Hendaklah diingat bahwa salah satu
anugerah surga yang terpenting adalah bahwa "Allah memelihara mereka dari
azab neraka," (QS. Ad-Dukhaan, 44: 56) dan "mereka tidak mendengar
sedikit pun suara api neraka. " (QS. Al Anbiyaa', 21: 102)
Sebaliknya, kapan pun mereka mau,
orang-orang yang beriman mendapat kesempatan untuk melihat dan berbicara kepada
penghuni neraka. Mereka pun merasa berterima kasih atas anugerah ini:
Mereka berkata: "Sesungguhnya
kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut. Maka
Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka.
Sesungguhnya kami dahulu menyembah-Nya. Sesungguhnya Dialah yang melimpahkan
kebaikan lagi Maha Penyayang." (QS. At-Thuur: 26-28)
Surga diuraikan di dalam Al Quran
sebagai berikut: "Dan apabila kamu melihat di sana, niscaya kamu akan
melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar." (QS. Al
Insaan, 76: 20) Di sini, mata mengecap dan menikmati pemandangan yang berbeda,
kemegahan yang berbeda. Setiap sudut dan tempat dihiasi dengan hiasan yang
berharga. Kemegahan seperti itu hanyalah untuk orang-orang beriman, yang
dilimpahi Allah kemurahan-Nya dan dihadiahkan Taman-Nya. "Dan Kami lenyapkan
segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa
bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan," (QS. Al Hijr, 15:
47) "mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari
padanya." (QS. Al Kahfi, 18: 108)
Anugerah Allah Terpenting: Ridha-Nya
Allah telah menjanjikan kepada orang
yang beriman, lelaki maupun wanita, taman-taman yang di bawahnya mengalir
sungai, untuk tinggal di dalamnya, dan gedung-gedung indah di dalam taman
kebahagiaan abadi. Tetapi kebahagiaan terbesar adalah ridha Allah: itulah
kebahagiaan utama. (QS. At-Taubah, 9: 72)
Pada halaman-halaman terdahulu,
telah disebutkan tentang anugerah mulia yang dikaruniakan Allah atas manusia di
surga. Nyatalah bahwa surga itu adalah sebuah tempat yang berisi semua
kesenangan yang dapat dirasakan manusia dengan panca indranya. Namun,
keunggulan surga adalah ridha Allah. Bagi mereka yang beriman, memperoleh ridha
Allah menjadi sumber kedamaian dan kesenangan di hari akhirat. Lebih jauh lagi,
melihat anugerah Allah dan bersyukur kepada Allah atas kemurahan-Nya membuat
mereka gembira. Di dalam Al Quran, orang-orang yang beriman digambarkan sebagai
berikut:
Allah ridha terhadap-Nya. Itulah
keberuntungan yang paling besar. (QS. Al Maaidah, 5: 119)
Apa yang membuat anugerah surga
begitu berharga adalah keridhaan Allah. Jenis anugerah yang sama dapat juga ada
di dunia ini, namun jika ridha Allah tidak ada, orang-orang yang beriman tidak
menikmati anugerah-anugerah ini. Ini adalah masalah penting yang perlu
direnungkan. Apa yang sebenarnya membuat suatu anugerah berharga adalah sesuatu
di luar nikmat dan kesenangan yang diberikannya. Yang benar-benar berarti,
adalah fakta bahwa Allah telah melimpahkan anugerah itu.
Seorang yang beriman yang
mendapatkan anugerah sedemikian dan bersyukur kepada Penciptanya memperoleh
kesenangan utamanya dari mengetahui bahwa hal itu merupakan kemurahan Allah.
Kepuasan dapat ditemukan hanya dari fakta bahwa Allah melindunginya,
mencintainya dan bahwa Penciptanya menunjukkan kasih sayang-Nya kepadanya. Oleh
karena itu, hati seseorang hanya mengambil kesenangan dari surga. Dia
diciptakan sebagai hamba Allah dan karenanya dia hanya mengambil kesenangan
dari kemurahan-Nya.
Karena itulah sebuah "surga di
bumi" utopia orang yang tidak beriman tidak pernah ada di dunia ini.
Malahan jika segala sesuatu yang ada di surga dikumpulkan dan diletakkan di
dunia ini, ia tetap tidak berarti tanpa keridhaan Allah.
Ringkasnya, surga adalah pemberian
Allah kepada hamba-hamba-Nya yang sejati dan karena itu begitu penting bagi
mereka. Karena, "merupakan hamba-hamba yang dimuliakan" (QS. Al
Anbiyaa' 21: 26), mereka memperoleh kebahagiaan dan kesenangan yang abadi.
Ucapan orang-orang yang beriman di surga adalah, "Maha Agung nama Tuhanmu
Yang Mempunyai Kebesaran dan Karunia." (QS. Ar-Rahmaan, 55: 78)
Neraka
Tempat orang-orang yang tidak
beriman tinggal selamanya diciptakan khusus untuk memberikan siksaan bagi jasad
dan jiwa manusia. Hal ini semata karena orang-orang yang tidak beriman bersalah
atas dosa besar dan keadilan Allah menuntut hukuman atas mereka.
Tidak bersyukur dan ingkar terhadap
Sang Pencipta, Dia yang memberi jiwa kepada manusia, adalah kesalahan terbesar
di seluruh alam semesta. Karenanya, di hari akhirat ada azab yang pedih bagi
kesalahan besar seperti itu. Itulah fungsi neraka. Manusia diciptakan sebagai
hamba Allah. Jika dia menolak tujuan utama penciptaan dirinya, maka jelas dia
akan menerima ganjaran yang setimpal. Allah menyatakan dalam hal ini dalam
salah satu ayat:
…orang-orang yang menyombongkan diri
dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina. (QS. Al
Mu'min, 40: 60)
Karena kebanyakan manusia pada
akhirnya akan dikirim ke neraka dan hukuman di dalamnya tanpa batas waktu dan
abadi, maka sasaran utama, tujuan dasar dari kemanusiaan adalah untuk
menghindari neraka. Ancaman terbesar bagi manusia adalah neraka dan tidak ada
yang mungkin lebih penting daripada menyelamatkan jiwa darinya.
Walaupun begitu, hampir semua
manusia di muka bumi hidup dalam keadaan tidak sadar. Mereka menyibukkan diri
dengan masalah-masalah lain dalam kehidupan sehari-hari. Mereka bekerja selama
berbulan-bulan, bertahun-tahun, bahkan berpuluh tahun untuk hal yang tidak
berarti, namun tidak pernah berpikir tentang ancaman terbesar, bahaya paling
serius bagi keberadaan mereka selamanya. Neraka berada tepat di hadapan mereka;
namun mereka terlalu buta untuk melihatnya:
Telah dekat kepada manusia hari
menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi
berpaling (daripadanya). Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al Quran pun
yang baru (diturunkan) dari Tuhan mereka, melainkan mereka mendengarnya, sedang
mereka bermain-main, (lagi) hati mereka dalam keadaan lalai. Dan mereka yang
zalim itu merahasiakan pembicaraan mereka: ‘Orang ini tidak lain hanyalah
seorang manusia (jua) seperti kamu, maka apakah kamu menerima sihir itu,
padahal kamu menyaksikannya?" (QS. Al Anbiyaa', 21: 1-3)
Orang-orang seperti ini sibuk dengan
usaha yang sia-sia. Mereka menghabiskan seluruh hidup mengejar sasaran-sasaran
yang tidak masuk akal. Pada kebanyakan waktu, tujuan mereka dipromosikan dalam
perusahaan, pernikahan, memiliki "kehidupan rumah tangga yang bahagia",
memperoleh banyak uang atau menjadi pembela ideologi yang tak berguna. Kala
melakukan hal-hal ini, mereka tidak sadar akan ancaman besar di hadapan mereka.
Bagi mereka, neraka hanyalah fiksi khayalan.
Pada kenyataannya, neraka lebih
nyata daripada dunia ini. Dunia akan berakhir setelah sekian waktu, tetapi
neraka akan terus ada selamanya. Allah, Pencipta alam semesta dan dunia ini
serta semua keseimbangan pelik di alam, telah menciptakan pula hari akhirat,
neraka, dan surga. Azab yang pedih dijanjikan kepada semua yang ingkar dan
munafik:
Cukuplah bagi mereka Jahannam yang
akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. (QS. Al
Mujaadi-lah, 58: 8)
Neraka, tempat terjelek yang dapat
dibayangkan, adalah sumber dari siksaan yang total. Siksaan dan kesakitan ini
tidak sama dengan rasa sakit apa pun di dunia ini. Ia jauh lebih kuat daripada
rasa sakit ataupun kesengsaraan yang dapat dihadapi seseorang di dunia ini. Ini
sudah tentu pekerjaan Allah, Yang Mahamulia dalam kebijaksanaan.
Kenyataan kedua tentang neraka
adalah bahwa, untuk setiap orang, siksaan ini tanpa batas waktu dan abadi.
Kebanyakan manusia dalam masyarakat yang jahil ini mempunyai kesalahpahaman
yang umum tentang neraka: mereka mengira bahwa mereka akan "menjalani
hukuman mereka" di neraka untuk waktu tertentu dan kemudian mereka akan
diampuni. Ini hanyalah lamunan belaka. Kepercayaan ini khususnya juga tersebar
luas di antara mereka yang mengira diri mereka orang yang beriman namun abai
melakukan tugas-tugas mereka terhadap Allah. Mereka mengira bahwa mereka dapat
memperturutkan hawa nafsu dunia sebanyak mungkin. Menurut keyakinan yang sama,
mereka akan memperoleh surga setelah menerima hukuman di neraka untuk beberapa
saat. Namun, akhir yang menunggu mereka lebih menyakitkan daripada yang mereka
perkirakan. Neraka jelas merupakan tempat penyiksaan tanpa akhir. Di dalam Al
Quran, seringkali ditekankan bahwa azab bagi mereka yang tidak beriman itu
terus-menerus dan tanpa akhir. Ayat berikut mempertegas fakta ini: "Mereka
tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya." (QS. An-Naba', 78: 23)
Tidak bersyukur dan ingkar terhadap
sang Pencipta yang "memberikan pendengaran, penglihatan, dan hati"
(QS. An-Nahl, 16: 78) tentulah layak menerima penderitaan tanpa akhir. Alasan
yang diajukan tidak akan menyelamatkan seseorang dari neraka. Keputusan yang
diberikan bagi mereka yang memperlihatkan ketidakacuhan atau lebih jelek lagi,
kebencian terhadap agama yang digariskan Penciptanya bersifat pasti dan tak
berubah. Di dunia, mereka angkuh dan menghindar dari ketundukan terhadap Allah
yang Mahakuasa. Mereka juga merupakan musuh besar orang mukmin sejati. Di hari
penghisaban, mereka akan mendengarkan kata-kata berikut:
Maka masukilah pintu-pintu neraka
Jahannam, kamu kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang
menyombongkan diri itu. (QS. An-Nahl, 16: 29)
Ciri neraka yang paling menakutkan
adalah sifat keabadiannya. Sekali di neraka, maka tidak ada jalan kembali.
Satu-satunya realitas adalah neraka beserta berbagai jenis siksaan. Berhadapan
dengan azab yang abadi seperti itu, seseorang akan jatuh putus asa. Dia tidak
mempunyai pengharapan apa pun lagi. Keadaan ini diuraikan dalam Al Quran
sebagai berikut:
Dan adapun orang-orang yang fasik
maka tempat mereka adalah jahannam. Setiap kali mereka hendak keluar
daripadanya, mereka dikembalikan ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka:
"Rasakanlah siksa neraka yang dahulu kamu mendustakannya." (QS.
As-Sajdah, 32: 20)
Siksaan di Neraka
Dan orang-orang yang kafir kepada
ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri. Mereka berada dalam neraka
yang ditutup rapat. (QS. Al Balad, 90 : 19-20)
Pada hari penghisaban, akan ada
miliaran orang, namun kerumunan besar ini tidak akan memberikan kesempatan bagi
orang-orang kafir untuk melarikan diri dari penghisaban. Setelah penghisaban
orang-orang kafir berlangsung di hadapan Allah, mereka akan dinamai "ahli
kiri". Inilah waktunya mereka akan dikirim ke neraka. Dari saat ini,
mereka akan memahami dengan kepahitan bahwa neraka akan menjadi tempat tinggal
mereka yang kekal. Mereka yang dikirim ke neraka datang bersama malaikat
penggiring dan malaikat penyaksi:
Dan ditiuplah sangkakala. Itulah
hari terlaksananya ancaman. Dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan dia
seorang malaikat penggiring dan seorang malaikat penyaksi. Sesungguhnya kamu
berada dalam keadaan lalai dari ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup
(yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam. Dan yang
menyertai dia berkata: "Inilah (catatan amalnya) yang tersedia pada
sisiku." Allah berfirman: "Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam neraka
semua orang yang sangat ingkar dan keras kepala, yang sangat menghalangi
kebajikan, melanggar batas lagi ragu-ragu, yang menyembah sembahan yang lain
beserta Allah maka lemparkanlah dia ke dalam siksaan yang sangat." (QS.
Qaf, 50: 20-26)
Orang-orang kafir digiring ke tempat
yang mengerikan ini "dalam rombongan-rombongan". Namun, dalam
perjalanan ke sana, ketakutan akan neraka menghantui hati mereka. Suara yang
menakutkan dan kobaran api terdengar dari kejauhan.
Apabila mereka dilemparkan ke
dalamnya mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sedang neraka itu
menggelegak, hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap
kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga
(neraka itu) bertanya kepada mereka: "Apakah belum pernah datang kepada
kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?."…(QS. Al Mulk, 67: 7-8)
Dari ayat ini, jelas bahwa ketika
mereka dibangkitkan kembali, semua orang kafir akan mengerti apa yang akan
menimpa mereka. Mereka tinggal sendiri; tanpa teman, sanak saudara, atau
pengikut untuk menolong. Orang-orang kafir tidak akan berdaya untuk bersikap
angkuh dan mereka akan kehilangan semua kepercayaan dirinya. Mereka akan memandang
dengan mata berpaling. Salah satu ayat yang mendeskripsikan momen ini adalah
sebagai berikut:
Dan kamu akan melihat mereka
dihadapkan ke neraka dalam keadaan tunduk karena (merasa) terhina, mereka
melihat dengan pandangan yang lesu. Dan orang-orang yang beriman berkata:
"Sesungguhnya orang-orang yang merugi ialah orang-orang yang kehilangan
diri mereka sendiri (kehilangan) dan keluarga mereka pada hari kiamat."
Ingatlah, sesungguhnya orang-orang yang zalim itu berada dalam azab yang kekal.
(QS. Asy-Syuura, 42: 45)
Neraka penuh dengan kebencian.
Kelaparannya dengan orang kafir tidak pernah terpuaskan. Walau ada begitu
banyak orang kafir, ia masih meminta lebih banyak lagi:
Hari Kami bertanya kepada jahanam :
"Apakah kamu sudah penuh ?" Dia menjawab : "Masih ada tambahan
?" (QS. Qaaf, 50: 30)
Allah menguraikan neraka dalam Al
Quran sebagai berikut:
Aku akan memasukkannya ke dalam
Saqar. Tahukah kamu apakah (neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan
tidak membiarkan. Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. (QS. Al
Muddatstsir, 74: 26-28)
Hidup Tanpa Akhir di Belakang Pintu
yang Terkunci
Begitu orang-orang kafir sampai di
neraka, pintu-pintu dikunci di belakang mereka. Di sini, mereka melihat
pemandangan yang paling menakutkan. Mereka segera paham bahwa mereka akan
"dihadiahkan" kepada neraka, tempat mereka untuk selamanya.
Pintu-pintu yang terkunci menunjukkan bahwa tidak akan ada penyelamatan. Allah
menerangkan keadaan orang-orang kafir sebagai berikut:
Dan orang-orang yang kafir kepada
ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri. Mereka berada dalam neraka
yang ditutup rapat. (QS. Al Balad, 90: 19-20)!
Azab tersebut di dalam Al Quran
disebut sebagai "azab yang besar" (QS. Ali Imran, 3: 176),
"siksa yang berat" (QS. Ali Imran, 3: 4), dan "siksa yang
pedih" (QS. Ali Imran, 3: 21). Deskripsi tersebut belum memadai untuk
memberikan pemahaman sepenuhnya tentang hukuman di neraka. Manusia yang tidak
sanggup menahan sekadar nyala api kecil di dunia, tidak dapat memahami
bagaimana terbakar api selamanya. Lebih jauh lagi, rasa sakit akibat api di
dunia tidak sebanding dengan siksaan yang dahsyat di neraka. Tidak ada rasa
sakit yang dapat menyamai apa yang dirasakan di neraka:
Maka pada hari itu tiada seorangpun
yang menyiksa seperti siksa-Nya, dan tiada seorangpun yang mengikat seperti
ikatan-Nya. (QS. Al Fajr, 89: 25-26)
Begitulah kehidupan di neraka. Namun
itu adalah sebuah kehidupan yang setiap saatnya penuh siksa dan derita. Setiap
jenis siksaan fisik, mental, dan jiwa, berbagai jenis siksaan dan hinaan
mengamuk dalam kehidupan itu. Membandingkannya dengan kesusahan di dunia adalah
hal yang mustahil.
Penghuni neraka menanggungkan rasa
sakit melalui seluruh panca indranya. Mata mereka melihat bentuk-bentuk yang
menjijikkan dan mengerikan; telinga mereka mendengar jeritan, raungan, dan
tangis kengerian, hidung mereka penuh dengan bau yang mengerikan dan sengit;
lidah mereka mengecap rasa yang amat busuk, tak tertahankan. Mereka merasakan
neraka hingga ke dalam sel-sel mereka; rasa sakit yang dahsyat dan membuat
gila, yang sukar untuk dibayangkan di dunia ini. Kulit mereka, organ-organ
tubuh mereka, dan seluruh jasad mereka hancur dan mereka menggeliat-geliat
kesakitan.
Penghuni neraka sangat tahan rasa
sakit dan mereka tidak pernah mati. Oleh karena itu, mereka tidak pernah dapat
menyelamatkan diri dari siksaan. Dalam Al Quran, rasa sakit diterangkan sebagai
berikut: "alangkah beraninya mereka menentang api neraka!" (QS. Al
Baqarah, 2: 175) Kulit mereka sembuh kembali saat mereka dibakar; siksaan yang
sama berlangsung terus selamanya; intensitas siksaan tidak pernah berkurang.
Sekali lagi, Allah berfirman dalam Al Quran: "Masuklah kamu ke dalamnya;
maka baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu." (QS. At-Thuur, 52:
16)
Tidak kalah dari rasa sakit fisik,
rasa sakit mental juga dahsyat di neraka. Penghuni neraka merasa luar biasa
menyesal, jatuh ke dalam ketiadaan harapan, merasa putus asa dan menghabiskan
waktu dalam keputusasaan. Setiap sudut, setiap tempat di neraka dibuat untuk
memberikan penderitaan mental. Penderitaan itu abadi; jika saja ia akan
berakhir setelah jutaan atau miliaran tahun, sekadar kemungkinan jangka panjang
seperti itu saja sudah dapat membangkitkan harapan besar dan menjadi alasan
kuat untuk kebahagiaan dan kegembiraan. Namun, keabadian siksaan akan
menanamkan sejenis rasa putus harapan yang tidak dapat dibandingkan dengan
perasaan serupa mana pun di dunia ini.
Menurut deskripsi Al Quran, neraka
adalah tempat di mana rasa sakit luar biasa dialami: bau-bau yang menjijikkan;
ia sempit, ribut, penuh asap, dan muram, menyuntikkan rasa tidak aman ke dalam
jiwa manusia; api membakar hingga ke dalam jantung; makanan dan minuman yang
menjijikkan; pakaian dari api dan aspal cair.
Inilah karakteristik dasar neraka. Bagaimanapun,
ada kehidupan yang berlangsung di dalam lingkungan mengerikan. Penghuni neraka
memiliki indra yang tajam. Mereka mendengar, berbicara, dan berdebat, dan
mereka mencoba untuk melarikan diri dari penderitaan. Mereka terbakar dalam
api, menjadi haus dan lapar, dan merasakan penyesalan. Mereka disiksa oleh
perasaan bersalah. Yang lebih penting lagi, mereka ingin terbebas rasa sakit.
Para penghuni neraka menjalani hidup yang tidak terbatas yang lebih rendah dari
hewan di lingkungan yang kotor dan menjijikkan ini. Satu-satunya makanan yang
mereka miliki adalah buah pahit berduri dan pohon zaqqum. Sedangkan, minuman
mereka adalah darah dan nanah. Sementara, api menelan mereka di mana-mana.
Penderitaan di neraka dilukiskan sebagai berikut:
Sesungguhnya orang-orang yang kafir
kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap
kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain,
supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(QS. An-Nisaa', 4: 56)
Dengan kulit koyak-moyak, daging
terbakar, dan darah bepercikan di mana-mana, mereka dirantai dan dicambuk.
Dengan tangan terikat ke leher mereka, mereka dilemparkan ke pusat neraka.
Malaikat azab, sementara itu, menempatkan mereka yang bersalah di ranjang api,
selimutnya pun dari api. Peti mati tempat mereka ditempatkan tertutup api.
Orang-orang kafir terus-menerus
menjerit agar diselamatkan dari segala siksaan itu. Dan mereka sering menerima
balasan hanya berupa lebih banyak hinaan dan siksaan. Mereka ditinggalkan
sendiri dalam penderitaan mereka. Mereka yang dulunya dikenal dengan
keangkuhannya di dunia sekarang memohon-mohon ampunan. Lebih jauh lagi,
hari-hari di neraka tidak sama dengan hari-hari di dunia, berapa lamakah satu
menit di dalam penderitaan abadi, berapa lamakah sehari, seminggu, sebulan,
atau setahun pada kesakitan tak berhingga dan tanpa akhir?
Semua adegan ini akan menjadi
kenyataan. Semuanya nyata. Lebih nyata dari kehidupan kita sehari-hari.
Mereka "yang menyembah Allah
dengan berada di tepi" (QS. Al Hajj, 22: 11); mereka yang berkata,
"Kami tidak akan disentuh oleh api neraka kecuali beberapa hari yang dapat
dihitung" (QS. Ali 'Imran, 3: 24); mereka yang menjadikan hal-hal seperti
uang, status, dan karir sebagai tujuan utama hidup mereka dan karenanya
mengabaikan ridha Allah; mereka yang mengubah perintah-perintah Allah sesuai
dengan keinginan dan nafsu mereka; mereka yang menafsirkan Al Quran sesuai
dengan kepentingan mereka; mereka yang menyimpang dari jalan yang lurus;
ringkasnya semua orang kafir dan munafik akan menghuni neraka, kecuali mereka
yang dimaafkan dan diselamatkan Allah dengan kemurahan-Nya. Inilah kata-kata
Allah yang meyakinkan dan pasti akan terjadi:
Dan kalau Kami menghendaki niscaya
Kami akan berikan kepada tiap-tiap jiwa petunjuk, akan tetapi telah tetaplah
perkataan dari pada-Ku: "Sesungguhnya akan Aku penuhi neraka jahanam itu
dengan jin dan manusia bersama-sama." (QS. As-Sajdah, 32: 13)
Ada fakta lain tentang neraka;
orang-orang ini secara khusus diciptakan untuk neraka, sebagaimana dinyatakan
ayat berikut:
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk
isi neraka kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan
mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al A'raaf, 7: 179)
Meski semua penderitaan yang mereka
alami, tidak akan ada seorang pun memberi pertolongan kepada penghuni neraka.
Tidak ada yang sanggup menyelamatkan mereka darinya. Dibuang seperti itu akan
memberi mereka perasaan kesepian yang pahit. "Maka tiada seorang teman pun
baginya pada hari ini di sini.." (QS. Al Haaqqah, 69: 35) Di sekeliling
mereka, hanya ada "Malaikat Azab" yang menerima perintah dari Allah.
Mereka ini adalah para penjaga yang luar biasa keras, tanpa ampun, dan
mengerikan, yang mengemban tanggung jawab tunggal memberi siksaan dahsyat
terhadap penghuni neraka. Rasa kasihan telah dihilangkan sepenuhnya dari jiwa
para malaikat ini. Di samping siksaan yang mereka berikan, mereka juga memiliki
penampilan, suara, dan gerak-gerik yang menakutkan. Tujuan keberadaan mereka
adalah untuk membalas mereka yang mengingkari Allah, dan mereka melaksanakan
tanggung jawab mereka dengan perhatian dan ketelitian yang sepatutnya. Tidak
mungkin mereka akan memberikan "perlakuan yang pilih kasih" kepada
siapa pun.
Inilah sebenarnya bahaya nyata yang
menunggu setiap diri di bumi. Manusia, yang ingkar dan tak bersyukur kepada
Penciptanya, dan karenanya melakukan tindakan keliru terbesar, tidak diragukan
lagi layak menerima pembalasan seperti itu. Allah, karenanya, memperingatkan
manusia terhadap hal ini:
Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim: 6)
Ketahuilah, sungguh jika dia tidak
berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun
orang yang mendustakan lagi durhaka. Maka biarlah dia memanggil golongannya,
kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah. (QS. Al 'Alaq, 96: 15-18)
Permohonan Putus Asa dan Tanpa
Harapan
Penghuni neraka berada dalam keadaan
tanpa harapan. Siksaan yang mereka jalani sangat kejam dan tanpa akhir. Harapan
mereka satu-satunya adalah menangis dan meminta keselamatan. Mereka melihat
para penghuni surga dan meminta air dan makanan. Mereka mencoba bertobat dan
meminta ampunan Allah. Namun, semuanya sia-sia.
Penghuni neraka memohon kepada para
penjaga. Mereka bahkan menghendaki para penjaga itu sebagai perantara antara
mereka dan Allah dan meminta belas kasihan. Rasa sakit begitu tidak tertahankan
dan mereka ingin dibebaskan darinya walau hanya untuk satu hari:
Dan orang-orang yang berada dalam
neraka berkata kepada penjaga-penjaga neraka Jahanam: "Mohonkanlah kepada
Tuhanmu supaya Dia meringankan azab dari kami barang sehari." Penjaga
Jahanam berkata: "‘Dan apakah belum datang kepada kamu rasul-rasulmu
dengan membawa keterangan-keterangan?" Mereka menjawab: "Benar, sudah
datang." Penjaga-penjaga Jahanam berkata: "Berdoalah kamu". Dan
doa orang-orang kafir itu hanyalah sia-sia belaka. (QS. Al Ghafir, 40: 49-50)
Orang-orang kafir mencoba lebih jauh
lagi mencari pengampunan, namun mereka ditolak dengan tegas:
Mereka berkata: "Ya Tuhan kami,
kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orang-orang yang
sesat. Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami daripadanya, maka jika kami kembali,
sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim." Allah berfirman:
"Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan
Aku." Sesungguhnya, ada segolongan dari hamba-hamba-Ku berdoa : "Ya
Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan
Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik." Lalu kamu menjadikan
mereka buah ejekan, sehingga kamu mengejek mereka, menjadikan kamu lupa
mengingat Aku, dan adalah kamu selalu menertawakan mereka, Sesungguhnya Aku
memberi balasan kepada mereka di hari ini, karena kesabaran mereka;
sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang. (QS. Al Mu'minuun, 23:
106-111)
Ini benar-benar perkataan terakhir
Allah terhadap penghuni neraka. Firman-Nya, "Tinggallah dengan hina di
dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku." sudah final. Sejak
itu, Allah tidak pernah mempertimbangkan lagi tentang para penghuni neraka. Tak
seorang pun suka bahkan sekadar memikirkan situasi ini.
Sementara penghuni neraka disiksa,
mereka yang memperoleh "kebahagiaan dan keselamatan", yakni
orang-orang yang beriman, tinggal di surga menikmati keberuntungan dari
kemurahan yang tanpa akhir. Penderitaan para penghuni neraka menjadi lebih
hebat ketika mereka melihat dan mengamati kehidupan mereka yang beriman di
surga. Memang, tatkala menjalani siksaan yang tak tertahankan, mereka dapat
"menonton" kenikmatan yang luar biasa di surga.
Orang-orang yang beriman, yang
ditertawakan orang-orang kafir di dunia, sekarang menjalani hidup yang penuh
dan bahagia, tinggal di tempat-tempat yang mulia, rumah-rumah megah dengan
wanita-wanita yang cantik, dan menikmati makanan dan minuman yang lezat.
Penampakan orang-orang yang beriman di dalam kedamaian dan kelimpahan makin
memperkuat penghinaan di neraka. Pemandangan ini menambahkan sakit dan derita
kepada kesedihan mereka. Penyesalan itu bertambah dalam dan kian dalam. Karena
tidak mematuhi perintah Allah di dunia, mereka merasakan penyesalan yang dalam.
Mereka berpaling kepada orang-orang beriman di surga dan mencoba untuk berbicara
kepada mereka. Mereka memohon pertolongan dan simpati. Namun, ini hanyalah
usaha yang sia-sia. Para penghuni surga juga melihat mereka. Penampilan dan
kehidupan mereka yang mulia membuat mereka semakin bersyukur kepada Allah.
Berikut ini adalah percakapan antara para penghuni neraka dan penghuni surga:
Berada di dalam surga, mereka
tanya-menanya, tentang orang-orang yang berdosa, "Apakah yang memasukkan
kamu ke dalam Saqar?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk
orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak memberi makan orang miskin,
dan adalah kami membicarakan yang batil, bersama dengan orang-orang yang
membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang
kepada kami kematian." Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari
orang-orang yang memberikan syafaat. (QS. Al Muddatstsir, 74: 40-48)
Sebuah Peringatan Agar Terhindar
dari Siksaan
Pada bab ini, kita membahas tentang
dua kelompok manusia; mereka yang beriman kepada Allah mereka yang mengingkari
keberadaan-Nya. Juga telah ditampilkan gambaran umum tentang neraka, begitu
pula surga, seluruhnya berdasarkan kepada deskripsi qurani. Tujuannya bukanlah
untuk memberikan keterangan tentang agama, melainkan untuk mengingatkan dan
mengancam orang-orang yang tidak beriman bahwa Hari Akhirat akan menjadi sebuah
tempat yang mengerikan bagi mereka dan akhir mereka akan sangat menakutkan.
Setelah semua pembahasan, perlu
ditekankan bahwa manusia, tak diragukan lagi, bebas untuk mengambil
keputusannya. Dia dapat menjalani hidupnya sebagaimana ia inginkan. Tidak
seorang pun punya hak untuk memaksa orang lain percaya. Namun, begitu
orang-orang yang mengimani keberadaan Allah dan keadilan-Nya yang maha, kita
mengemban tanggung jawab untuk memperingatkan manusia terhadap hari yang begitu
mengerikan. Orang-orang ini jelas tidak menyadari situasi mereka dan akhir
macam apa yang menunggu mereka. Oleh karena itu, kita merasa bertanggung jawab
untuk memperingatkan mereka. Allah menerangkan kepada kita tentang keadaan
orang-orang ini:
Maka apakah orang-orang yang
mendirikan mesjidnya di atas dasar takwa kepada Allah dan keridhaan- itu yang
baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang
runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka
Jahanam. Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
(QS. At-Taubah, 9: 109)
Mereka yang mengingkari perintah
Allah di dunia ini dan, sadar atau tidak, menyangkal keberadaan Pencipta
mereka, tidak memiliki syafaat di hari akhir. Karenanya, sebelum kehilangan
waktu, setiap orang harus menyadari situasinya di hadapan Allah dan tunduk
patuh kepada-Nya. Jika tidak, dia akan menyesalinya dan menghadapi akhir yang
menakutkan:
Orang-orang yang kafir itu
seringkali menginginkan, kiranya mereka dahulu menjadi orang-orang muslim.
Biarkanlah mereka makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan,
maka kelak mereka akan mengetahui. (QS. Al Hijr, 15: 2-3)
Cara untuk menghindari azab yang
abadi, meraih kebahagiaan abadi, dan memperoleh ridha Allah sudah jelas:
Sebelum terlambat, berimanlah dengan
sebenar-benarnya kepada Allah,
Isilah hidup Anda dengan amal saleh
untuk mendapatkan ridha-Nya….
PERINGATAN!!
Bab yang akan Anda baca ini
mengungkapkan rahasia penting kehidupan Anda. Bacalah dengan saksama dan
menyeluruh karena bab ini menyangkut permasalahan yang dapat merubah pandangan
Anda terhadap dunia luar. Pokok bahasan bab ini bukan sekadar sudut pandang,
pendekatan yang berbeda atau pemikiran filsuf tradisional, melainkan fakta yang
harus diakui semua orang yang percaya ataupun tidak, dan telah dibuktikan pula
oleh ilmu pengetahuan dewasa ini.
INTISARI MATERI
Orang yang merenungkan sekelilingnya
dengan kritis dan bijaksana akan menyadari bahwa segala sesuatu di alam semesta
ini — benda hidup atau-pun mati — pasti diciptakan. Sehingga pertanyaannya
adalah: "Siapakah pencipta semua ini?"
Jelas bahwa "fakta
penciptaan" yang tampak dalam setiap aspek alam semesta, mustahil hasil
ciptaan alam semesta itu sendiri. Contohnya, seekor kutu tidak bisa menciptakan
dirinya sendiri. Sistem tata surya tidak dapat menciptakan atau mengorganisir
diri sendiri. Tanaman, manusia, bakteri, sel darah merah dan kupu-kupu juga
tidak dapat menciptakan diri sendiri. Kemungkinan bahwa semua ini bermula
"secara kebetulan" bahkan tidak terbayangkan sama sekali.
Oleh karena itu, kita berkesimpulan:
segala sesuatu yang kita lihat telah diciptakan. Akan tetapi, tidak ada satu
pun yang kita lihat dapat menjadi "pencipta" diri sendiri. Pencipta
berbeda dan lebih unggul daripada semua yang kita lihat. Kekuatan Pencipta
tidak terlihat tetapi keberadaan dan tanda-tandanya terungkap dalam segala
sesuatu yang ada di alam.
Orang-orang yang menolak keberadaan
Allah tidak sependapat tentang hal ini. Orang-orang ini terkondisikan untuk
tidak mempercayai keberadaan-Nya kecuali mereka melihat-Nya dengan mata kepala
sendiri. Kaum ini, yang mengabaikan fakta "penciptaan", terpaksa
mengabaikan aktualitas "penciptaan" yang terwujud di seluruh alam
semesta dan secara keliru membuktikan bahwa alam semesta dan kehidupan di
dalamnya tidak diciptakan. Teori evolusi merupakan contoh utama usaha mereka
yang sia-sia.
Kesalahan mendasar dari mereka yang
mengingkari Allah dilakukan pula oleh banyak orang yang sebenarnya tidak
sungguh-sungguh menolak keberadaan Allah tetapi mempunyai persepsi salah
tentang-Nya. Mereka tidak mengingkari penciptaan tetapi memiliki kepercayaan
takhayul mengenai "di mana" Allah. Kebanyakan dari mereka berpikir
bahwa Allah berada di "langit". Mereka diam-diam membayangkan bahwa
Allah berada di belakang suatu planet sangat jauh dan sewaktu-waktu mencampuri
"urusan duniawi". Atau barangkali Allah tidak turun tangan sama
sekali: Dia menciptakan alam semesta lalu meninggalkannya begitu saja, dan
manusia dibiarkan menentukan nasibnya sendiri.
Sementara itu, kalangan lain
mendengar bahwa, Allah berada "di mana-mana", namun mereka tidak
dapat memahami maknanya. Mereka berpikir bahwa Allah mengelilingi segala
sesuatu seperti gelombang radio atau gas yang tidak dapat diraba dan dilihat.
Akan tetapi, semua gagasan ini dan
juga kepercayaan lain yang tidak bisa menjelaskan "di mana" Allah
(dan mungkin karena itu mengingkari keberadaan Allah) beranjak dari kesalahan
yang sama. Mereka berprasangka tanpa dasar sehingga sampai pada pemahaman yang
salah tentang Allah. Prasangka apakah itu?.
Prasangka ini tentang alam dan
sifat-sifat materi. Kita demikian terbiasa dengan anggapan tentang keberadaan
materi sehingga kita tidak pernah memikirkan apakah materi benar-benar ada atau
hanya bayangan. Ilmu pengetahuan modern menghancurkan prasangka ini dan
mengungkap sebuah realitas yang sangat penting dan mengesankan.
Dunia Sinyal-Sinyal Elektris
Semua informasi yang kita miliki
tentang dunia tempat kita hidup disampaikan kepada kita melalui lima indra
kita. Dunia yang kita ketahui terdiri dari apa yang dilihat mata, diraba
tangan, dicium hidung, dikecap lidah, dan didengar telinga kita. Kita tidak
pernah berpikir bahwa dunia "luar" mungkin berbeda dengan apa yang
disampaikan indra kepada kita, karena kita telah bergantung hanya kepada kelima
indra tersebut sejak lahir.
Akan tetapi, penelitian modern dalam
berbagai bidang ilmu menunjukkan pemahaman sangat berbeda dan menimbulkan
keraguan serius tentang indra kita serta dunia yang kita pahami dengannya.
Titik awal pendekatan ini adalah
bahwa gagasan "dunia luar" yang terbentuk dalam otak kita hanya
sebuah respon yang diciptakan oleh sinyal-sinyal elektris. Merahnya apel,
kerasnya kayu, bahkan, ibu, ayah, keluarga Anda dan segala sesuatu yang Anda
miliki, rumah, pekerjaan, kalimat-kalimat dalam buku ini, hanya terdiri atas
sinyal-sinyal elektris.
Frederick Vester menjelaskan apa
yang telah dicapai ilmu pengetahuan tentang subjek ini:
Pernyataan-pernyataan beberapa
ilmuwan bahwa "manusia adalah sebuah citra, segala sesuatu yang dialaminya
bersifat sementara dan menipu, dan alam semesta ini adalah bayangan",
tampaknya dibuktikan oleh ilmu pengetahuan mutakhir.1
Untuk memperjelas permasalahan ini,
mari kita pikirkan indra penglihatan kita, yang memberikan informasi paling
luas tentang dunia luar.
Bagaimana Kita Melihat, Mendengar
dan Mengecap?
Proses penglihatan terjadi melalui
cara yang sangat canggih. Paket-paket cahaya (foton) yang melintas dari objek
ke mata melewati lensa di bagian depan mata. Paket-paket cahaya ini
terpecah-pecah dan jatuh terbalik pada retina di bagian belakang mata. Di sini,
cahaya tersebut diubah menjadi sinyal-sinyal elektris, kemudian dikirimkan oleh
sel-sel saraf ke bintik kecil yang disebut pusat penglihatan di bagian belakang
otak. Sinyal listrik ini diterjemahkan sebagai sebuah citra setelah melalui
serangkaian proses. Tindakan melihat sebenarnya terjadi dalam bintik kecil ini,
yang merupakan tempat gelap pekat dan terisolasi total dari cahaya.
Sekarang, marilah kita kaji kembali
proses yang tampaknya biasa dan tidak istimewa ini. Saat kita mengatakan
"kita melihat", sebenarnya kita melihat efek impuls yang mencapai
mata dan muncul di dalam otak setelah cahaya diubah menjadi sinyal listrik.
Jadi ketika kita mengatakan "kita melihat" sebenarnya kita sedang
mengamati sinyal-sinyal elektris di dalam otak kita.
Semua citra yang kita lihat dalam
kehidupan dibentuk di dalam pusat penglihatan, yang hanya beberapa kubik
sentimeter dari keseluruhan volume otak. Baik buku yang sedang Anda baca maupun
dataran tanpa batas yang Anda lihat ketika menatap cakrawala tercakup dalam
ruangan kecil ini. Hal lain yang harus diingat adalah bahwa otak terisolasi
dari cahaya, di dalamnya benar-benar gelap. Tidak ada kontak antara otak dengan
cahaya itu sendiri.
Kita dapat menjelaskan situasi
menarik ini dengan sebuah contoh. Andaikan ada sebuah lilin menyala di depan
kita. Kita bisa duduk di depan lilin tersebut dan memperhatikannya untuk
beberapa lama. Selama itu otak kita tidak pernah bersentuhan langsung dengan
cahaya lilin. Bahkan ketika kita melihat cahaya lilin, bagian dalam otak kita
gelap gulita. Kita melihat dunia yang berwarna-warni dan cerah di dalam otak
kita yang gelap.
R.L. Gregory memberikan penjelasan
berikut tentang aspek menakjubkan dari melihat, suatu kegiatan yang kita anggap
biasa saja:
Kita begitu terbiasa dengan melihat
sehingga diperlukan lompatan imajinasi untuk menyadari bahwa terdapat kerumitan
di balik ini. Tetapi cobalah pikirkan hal ini. Mata kita diberi citra kecil dan
terbalik, dan kita melihat benda-benda nyata di sekitar kita. Dari pola
simulasi pada retina mata inilah kita memahami dunia benda, dan ini adalah
suatu keajaiban.2
Hal yang sama berlaku pula bagi
seluruh indra kita. Suara, sentuhan, rasa dan aroma seluruhnya dikirimkan dalam
bentuk sinyal-sinyal listrik ke otak, di mana sinyal-sinyal ini diterjemahkan
di pusatnya masing-masing.
Proses mendengar terjadi dengan cara
yang sama. Telinga luar menangkap suara melalui daun telinga dan membawanya ke
telinga bagian tengah; telinga bagian tengah meneruskan dan memperkuat getaran
suara ini ke telinga bagian dalam; telinga bagian dalam mengubah getaran suara
ini menjadi sinyal-sinyal elektris dan mengirimkannya ke otak. Seperti halnya
mata, tindakan mendengar berakhir di pusat pendengaran dalam otak. Otak kita
terisolasi dari suara seperti halnya terisolasi dari cahaya. Oleh karena itu,
bagaimanapun gaduhnya di luar, bagian dalam otak sunyi senyap.
Semua yang kita lihat sehari-hari
dibentuk dalam "pusat penglihatan", di belakang otak kita, yang hanya
berukuran beberapa sentimeter kubik. Baik buku yang sedang Anda baca, maupun
pemandangan tanpa batas yang Anda saksikan ketika memandang horizon termuat
dalam ruang kecil ini. Karenanya, kita tidak melihat objek dengan ukuran
sebenarnya di luar, namun dalam ukuran yang ditangkap oleh otak.
Meskipun demikian, suara paling
lemah pun bisa ditangkap dalam otak. Proses ini sangat presisi sehingga telinga
orang sehat mampu mendengarkan suara apa pun tanpa gangguan atau interferensi
asmosferik. Dalam otak yang terisolasi dari suara, Anda menangkap simfoni
orkestra, kebisingan di tempat ramai dan semua jenis suara dalam rentang
frekuensi yang lebar mulai dari desir dedaunan hingga deru pesawat jet. Namun
jika pada saat itu tingkat suara dalam otak Anda diukur dengan suatu peralatan
sensitif, akan didapati bahwa di dalam otak sepenuhnya sunyi.
Persepsi kita tentang aroma
terbentuk dengan cara yang sama. Molekul-molekul 'volatil' (mudah menguap) yang
dikeluarkan benda seperti vanila atau mawar mencapai reseptor (sensor penerima)
berupa rambut-rambut lembut di daerah epitel hidung sehingga terjadilah
interaksi. Interaksi ini disampaikan ke otak sebagai sinyal elektris dan
dipahami sebagai aroma. Segala sesuatu yang kita cium, baik yang enak maupun
tidak, pada hakikatnya adalah pemahaman otak terhadap interaksi molekul-molekul
volatil yang diubah ke dalam sinyal-sinyal elektris. Anda menangkap bau parfum,
bunga, makanan kegemaran, laut atau aroma lain yang Anda suka ataupun tidak, di
dalam otak Anda. Molekul-molekul itu sendiri tidak pernah menyentuh otak. Jadi
sama dengan pendengaran dan penglihatan, yang sampai ke otak Anda hanya
sinyal-sinyal listrik. Dengan kata lain, semua aroma yang sejak lahir Anda
anggap berasal dari objek-objek luar, sebenarnya hanya sinyal-sinyal elektris
yang Anda rasakan melalui indra.
Demikian pula dengan empat macam
reseptor kimiawi di bagian depan lidah manusia. Sensor-sensor ini menangkap
rasa asin, manis, asam dan pahit. Setelah serangkaian proses kimia,
sensor-sensor rasa mengubah persepsi rasa ini ke dalam sinyal elektris dan
mengirimkannya ke otak. Sinyal-sinyal ini dipahami sebagai rasa oleh otak. Rasa
yang Anda peroleh ketika Anda memakan coklat atau buah yang Anda suka merupakan
interpretasi sinyal-sinyal elektris oleh otak. Anda tidak pernah dapat
menjangkau objek di luar tersebut; Anda tidak pernah dapat melihat, mencium
atau merasakan coklat itu sendiri. Sebagai contoh, jika saraf pengecap yang
terhubung ke otak dipotong, apa pun yang Anda makan tidak akan sampai pada
otak; Anda akan kehilangan kemampuan mengecap.
Sampai di sini, kita mendapati fakta
lain: kita tidak pernah bisa yakin bahwa apa yang kita rasakan ketika kita
mengecap makanan adalah sama dengan apa yang orang lain rasakan ketika dia
mengecap makanan yang sama, atau apa yang kita tangkap ketika kita mendengar
bunyi adalah sama dengan apa yang ditangkap orang lain ketika dia mendengar
bunyi yang sama. Terhadap fakta ini, Lincoln Barnett mengatakan bahwa
"tidak seorang pun dapat mengetahui apakah orang lain melihat warna merah
atau mendengar nada C sama dengan yang dilihat dan didengarnya." 3
Indra
peraba kita tidak berbeda dengan indra lainnya. Ketika kita meraba sebuah
objek, semua informasi yang membantu kita mengenali dunia luar dan objek-objek
dibawa ke otak oleh saraf pada kulit. Rasa sentuhan dibentuk dalam otak kita.
Berlawanan dengan keyakinan umum, kita merasakan sentuhan bukan di ujung jari
atau kulit melainkan di pusat sentuh di dalam otak. Sebagai hasil tafsiran otak
terhadap stimulan-stimulan elektris yang datang dari suatu objek, kita
menangkap rasa yang berbeda dari objek-objek tersebut seperti keras atau lunak,
panas atau dingin. Kita mendapatkan semua detail informasi yang membantu kita
mengenali sebuah objek dari stimulan seperti ini. Dua filsuf terkenal, B.
Russell dan L. Wittgeinstein, mengungkapkan pemikiran mereka tentang fakta
penting ini sebagai berikut:
Sebagai
contoh, apakah sebuah jeruk benar-benar ada atau tidak dan bagaimana buah ini
menjadi ada tidak bisa dipertanyakan dan diselidiki. Sebuah jeruk hanya terdiri
dari rasa yang dikecap lidah, aroma yang dicium hidung, warna dan bentuk yang
dilihat mata; dan hanya sifat-sifat inilah yang dapat dijadikan bahan pengujian
dan penelitian. Ilmu pengetahuan tidak akan pernah tahu dunia fisik. 4
Tidak
mungkin kita menjangkau dunia fisik. Semua objek di sekeliling kita adalah
kumpulan persepsi dari penglihatan, pendengaran dan sentuhan. Dengan mengolah
data di pusat penglihatan dan di pusat-pusat sensoris lain, seumur hidup otak
kita berhadapan bukan dengan materi "asli" yang ada di luar kita,
melainkan dengan tiruan yang terbentuk di dalam otak. Pada titik inilah kita
keliru mengasumsikan bahwa tiruan-tiruan ini adalah materi-materi sejati di
luar kita.
"Dunia
Luar" dalam Otak Kita
Berdasarkan
fakta-fakta fisik yang telah digambarkan sejauh ini, kita dapat meyimpulkan
sebagai berikut: segala sesuatu yang kita lihat, sentuh, dengar dan indrakan
sebagai "materi", "dunia" atau "alam semesta"
tidak lain hanya sinyal-sinyal listrik dalam otak kita.
Seseorang
yang memakan buah pada hakikatnya tidak berhadapan dengan buah sebenarnya
tetapi dengan persepsi tentang buah dalam otak. Objek yang dianggap sebagai
buah oleh orang tersebut sebenarnya terdiri dari kesan-kesan elektris di dalam
otak mengenai bentuk, rasa, bau dan tekstur buah. Jika saraf penglihatan yang
terhubung ke otak tiba-tiba rusak, citra buah akan hilang secara tiba-tiba.
Putusnya saraf yang menghubungkan sensor-sensor di hidung dengan otak akan
mengganggu proses penciuman. Singkatnya, buah hanyalah interpretasi
sinyal-sinyal listrik oleh otak.
Hal
lain yang perlu dipertimbangkan adalah kesan jarak. Jarak, misalnya antara Anda
dan buku ini, hanya perasaan hampa yang terbentuk di dalam otak. Objek yang
tampak jauh dalam pandangan seseorang terbentuk juga di dalam otak. Sebagai
contoh, seseorang yang melihat bintang-bintang di langit beranggapan bahwa
bintang-bintang tersebut berada dalam jarak jutaan tahun cahaya darinya. Akan
tetapi, apa yang dia "lihat" sebenarnya adalah bintang-bintang dalam
dirinya sendiri, yaitu di dalam pusat penglihatannya. Ketika Anda membaca
kalimat-kalimat ini, Anda sebenarnya tidak berada di dalam ruangan yang Anda
kira, sebaliknya ruanganlah yang berada di dalam diri Anda. Karena melihat
tubuh Anda, Anda jadi berpikir bahwa Anda berada di dalamnya. Akan tetapi, Anda
harus ingat bahwa tubuh Anda juga sebuah citra yang dibentuk di dalam otak.
Hal
yang sama berlaku pada semua persepsi Anda lainnya. Sebagai contoh, ketika Anda
berpikir bahwa Anda mendengar suara televisi di kamar sebelah, Anda sebenarnya
sedang mendengarkan suara tersebut di dalam otak Anda. Anda juga tidak dapat
membuktikan bahwa kamar tersebut benar-benar ada di sebelah kamar Anda, atau
bahwa suara televisi datang dari kamar tersebut. Baik suara yang Anda pikir
datang dari jarak beberapa meter maupun bisikan seseorang di sebelah Anda,
ditangkap oleh pusat pendengaran yang berukuran hanya beberapa sentimeter
persegi di dalam otak Anda. Terlepas dari pusat persepsi ini, tidak ada konsep
seperti kanan, kiri, depan atau belakang. Jadi suara tidak datang pada Anda
dari kanan, kiri atau dari udara; tidak ada arah dari mana suara tersebut
datang.
Aroma
yang Anda tangkap demikian pula; tidak satu aroma pun yang sampai kepada Anda
dari jarak jauh. Anda beranggapan bahwa hasil akhir yang terbentuk di dalam
pusat penciuman adalah aroma objek di luar. Akan tetapi, sebagaimana citra
mawar di dalam pusat penglihatan Anda, aroma bunga ini pun berada di dalam
pusat penciuman; tidak ada mawar atau aromanya di luar.
"Dunia
luar" yang ditunjukkan oleh persepsi kita hanya kumpulan sinyal listrik
yang sampai pada otak kita. Sepanjang hidup kita, sinyal-sinyal ini diproses
oleh otak dan kita hidup tanpa menyadari bahwa kita telah keliru menganggap
sinyal-sinyal tersebut sebagai wujud asli objek-objek yang berada di
"dunia luar". Kita telah terpedaya karena kita tidak pernah dapat
menjangkau materi itu sendiri dengan indra kita.
Lagi-lagi,
otak kitalah yang menafsirkan dan memaknai sinyal-sinyal yang kita anggap
sebagai "dunia luar". Sebagai contoh, marilah kita perhatikan indra
pendengaran. Sesungguhnya otak kitalah yang mengubah gelombang suara di
"dunia luar" menjadi sebuah simfoni. Sehingga dapat dikatakan bahwa
musik adalah persepsi yang dibuat oleh otak kita. Dengan cara yang sama, ketika
kita melihat warna, apa yang sampai pada mata kita hanya sinyal-sinyal listrik
dengan beragam panjang gelombang. Sekali lagi otak kitalah yang mengubah
sinyal-sinyal ini menjadi warna. Tidak ada warna di "dunia luar".
Apel juga tidak merah, langit tidak biru atau pohon tidak hijau. Apel, langit
dan pohon terlihat seperti itu hanya karena kita mengindranya seperti itu.
"Dunia luar" sepenuhnya tergantung pada pengindraan seseorang.
Bahkan
kerusakan kecil pada retina mata dapat menyebabkan buta warna. Ada orang yang
menangkap warna biru sebagai hijau, ada yang menangkap merah sebagai biru dan
ada pula yang melihat semua warna sebagai abu-abu dengan beragam intensitas.
Dalam hal ini, tidak penting lagi apakah objek di luar berwarna atau tidak.
Pemikir terkemuka, Berkeley, juga mengungkapkan fakta ini:
Pemikir terkemuka, Berkeley, juga mengungkapkan fakta ini:
Pada
awalnya, dipercaya bahwa warna, aroma dan sebagainya "benar-benar
ada", tetapi berangsur-angsur pandangan seperti itu ditinggalkan, dan
kemudian dipahami bahwa hal-hal tersebut tergantung pada pengindraan kita.5
Penemuan-penemuan
fisika modern menunjukkan bahwa alam semesta merupakan suatu kumpulan persepsi.
Pertanyaan berikut muncul pada sampul majalah ilmu pengetahuan Amerika
terkenal, New Scientist yang mengangkat fakta ini dalam terbitan 30
Januari 1999: "Di Luar Realitas: Apakah Alam Semesta Sebenarnya Sebuah
Pesiar Informasi dan Materi Hanyalah Fatamorgana?"
Pengetahuan
Manusia Yang Terbatas
Makna
lain dari berbagai kenyataan yang telah dipaparkan sejauh ini adalah bahwa
sebenarnya, pengetahuan manusia tentang dunia luar sungguh sangat terbatas.
Pengetahuan
itu terbatas pada kelima indra kita, dan tidak ada bukti bahwa dunia yang kita
kenali melalui kelima indra itu sama persis dengan dunia "yang
sesungguhnya".
Jadi,
dunia tersebut bisa saja sangatlah berbeda dari apa yang kita kenali. Mungkin
saja terdapat sangat banyak dimensi dan wujud lain yang belum kita ketahui.
Sekalipun jika kita menjangkau titik-titik terjauh dari alam semesta,
pengetahuan kita akan senantiasa tetap terbatas. Tuhan Yang Mahakuasa, Pencipta
segala sesuatu, memiliki pengetahuan menyeluruh dan sempurna atas segala
sesuatu yang, karena telah diciptakan Tuhan, mampu memiliki sebatas pengetahuan
yang Dia izinkan.
Dalam
hal ini, filsuf ilmu pengetahuan terkemuka, Bertrand Rusell, menulis:
Sentuhan
yang terasa ketika kita menekan meja dengan jari-jari kita, yaitu gangguan
elektris pada proton dan elektron di ujung jari kita. Menurut fisika modern,
hal ini dihasilkan oleh kedekatan proton dan elektron pada meja. Jika gangguan
elektris yang sama pada ujung jari kita ditimbulkan dengan cara lain, kita
masih merasakan meja di ujung jari kita, walaupun meja tersebut tidak ada. 6
Memang
kita mudah tertipu, mempercayai suatu persepsi walaupun dalam kenyataannya
tidak ada materi yang berkaitan dengannya. Kita sering mengalami perasaan ini
dalam mimpi. Dalam mimpi, kita mengalami kejadian, melihat orang, objek dan
lingkungan yang tampak nyata. Tetapi semuanya hanya persepsi. Tidak ada
perbedaan mendasar antara mimpi dan "dunia nyata"; keduanya dialami
dalam otak.
Siapakah
Sang Pelaku Pengindraan?
Seperti yang telah kita bahas sejauh ini, tidak ada keraguan terhadap fakta bahwa dunia yang kita pikir kita diami dan kita sebut "dunia luar" dibentuk di dalam otak kita. Akan tetapi, di sini muncul pertanyaan penting. Jika semua kejadian fisik yang kita ketahui, pada hakikatnya adalah persepsi, bagaimana dengan otak kita? Karena otak kita adalah bagian dari dunia fisik seperti halnya lengan, kaki atau objek lain, maka otak pun seharusnya merupakan persepsi seperti semua objek lainnya.
Sebuah
contoh tentang mimpi akan membuat masalah ini menjadi lebih jelas. Mari kita
pikirkan bahwa kita melihat mimpi dalam otak kita sesuai dengan apa yang telah
dikatakan sejauh ini. Di dalam mimpi kita akan memiliki tubuh imajiner, lengan
imajiner, mata imajiner dan otak imajiner. Jika selama mimpi kita ditanya
"Di mana Anda melihat?", kita akan menjawab "Saya melihat di
dalam otak saya". Meskipun sebenarnya tidak ada otak untuk kita bicarakan,
hanya ada kepala imajiner dan otak imajiner. Yang melihat citra-citra ini bukan
otak imajiner dalam mimpi, melainkan "sesuatu" yang jauh lebih
superior daripadanya.
Kita
tahu bahwa tidak ada perbedaan fisik antara situasi mimpi dan situasi yang kita
sebut sebagai "kehidupan nyata". Jadi ketika dalam setting yang kita
sebut "dunia nyata" kita ditanya "di mana Anda melihat"
maka jawaban "di dalam otak" sama tidak berartinya dengan contoh di
atas. Pada kedua kondisi, entitas yang melihat dan merasa bukan otak, yang
bagaimanapun hanya seonggok daging.
Otak
adalah setumpuk sel yang terbuat dari proten dan molekul-molekul lemak. Otak
terbentuk dari sel-sel saraf yang disebut neuron. Tidak ada kekuatan apa pun
dalam potongan daging ini untuk mengamati imaji-imaji, untuk memberi kesadaran,
atau untuk menciptakan keberadaan yang kita sebut "diri sendiri".
Sejauh
ini, kita telah berbicara berulang-ulang tentang bagaimana kita menyaksikan
sebuah salinan dari dunia luar di dalam otak kita. Satu makna pentingnya adalah
bahwa kita tidak pernah dapat merasakan dunia luar sebagaimana yang sesungguhnya.
Kenyataan
berikutnya, dan yang tidak kalah penting adalah bahwa "wujud mandiri
[kesadaran]" di dalam otak kita yang menyaksikan dunia ini tidaklah
mungkin otak itu sendiri, yang menyerupai perangkat komputer terpadu: mengolah
data yang sampai kepadanya, menerjemahkan ke dalam gambar, dan menampilkannya
pada layar. Namun sebuah komputer tidak mampu menyaksikan wujudnya sendiri,
tidak pula komputer itu sadar akan keberadaannya.
Ketika
otak dianalisa, yang ditemukan hanya lipida dan protein, molekul yang juga
terdapat pada organisme lain. Berarti di dalam sepotong daging yang kita sebut
"otak", tidak ada apa pun yang dapat digunakan untuk mengamati citra,
membangun kesadaran atau mencipta seseorang yang kita sebut "saya".
R. L.
Gregory merujuk kekeliruan yang dilakukan orang-orang berkaitan dengan persepsi
citra di dalam otak:
Ada
godaan, yang harus dihindari, untuk mengatakan bahwa mata menghasilkan gambar
di dalam otak. Gambar di dalam otak berarti memerlukan sejenis mata internal
untuk melihatnya — tetapi mata internal ini akan memerlukan mata lain lagi
untuk melihat gambarnya… dan seterusnya tanpa akhir antara mata dan gambar. Ini
benar-benar absurd. 7
Fakta
inilah yang menempatkan materialis — yang tidak mempercayai apa pun kecuali
materi sebagai kebenaran — dalam kesulitan. Milik siapakah "mata di
dalam" yang melihat, yang memahami apa yang dilihatnya dan bereaksi?
Karl
Pribram juga menyoroti pertanyaan tentang siapakah sang pelaku pengindraan
tersebut, suatu pertanyaan penting di dunia ilmu pengetahuan dan filsafat:
Sejak
zaman Yunani, filsuf-filsuf telah berpikir tentang "hantu di dalam
mesin", "orang kecil di dalam orang kecil" dan seterusnya. Di
manakah "saya", orang yang menggunakan otaknya? Siapakah dia yang
menyadari tindakan memahami? Seperti dikatakan Saint Francis of Assisi:
"Yang kita cari adalah siapa yang melihat." 8
Sekarang
mari kita renungkan: buku di tangan Anda, ruangan di mana Anda berada,
singkatnya, semua citra di depan Anda dilihat di dalam otak. Apakah atom-atom
yang melihat citra ini? Atom yang buta, tuli, dan tidak memiliki kesadaran?
Apakah tindakan kita berpikir, memahami, mengingat, merasa senang, merasa tidak
bahagia dan semua hal lainnya terdiri atas reaksi elektrokimia antara atom-atom
ini?
Ketika
kita memikirkan pertanyaan ini, kita melihat bahwa mencari kehendak dalam atom
adalah tidak masuk akal. Jelas bahwa sesuatu yang melihat, mendengar dan merasa
adalah wujud supramaterial. Wujud ini "hidup" dan dia bukan materi
atau citra materi. Wujud ini berhubungan dengan persepsi di depannya dengan
menggunakan citra tubuh kita.
Wujud
ini adalah "jiwa".
Wujud
berakal yang menulis dan membaca kalimat-kalimat ini bukan kumpulan atom dan
molekul — serta reaksi kimia di antaranya — melainkan sebuah "jiwa".
Wujud
Mutlak yang Nyata
Semua
fakta ini membawa kita langsung pada pertanyaan yang sangat penting. Jika
sesuatu yang kita akui sebagai dunia materi hanya terdiri dari
persepsi-persepsi yang dilihat oleh jiwa, lalu apa sumber persepsi-persepsi
ini?
Untuk
menjawab pertanyaan ini, kita harus mempertimbangkan fakta berikut: materi
tidak memiliki kemampuan untuk mengatur eksistensinya sendiri. Karena materi
adalah sebuah persepsi, maka materi bersifat "artifisial". Keberadaan
persepsi ini harus disebabkan oleh kekuatan lain, yang berarti bahwa persepsi
sebenarnya diciptakan. Selain itu, penciptaan ini harus kontinu. Jika tidak ada
penciptaan kontinu dan konsisten, maka apa yang kita sebut materi akan
menghilang dan musnah. Mirip dengan televisi, di mana sebuah gambar akan
ditayangkan selama sinyal dipancarkan.
Jadi
siapa yang membuat jiwa kita melihat bintang, bumi, tanaman, orang, badan kita
dan semua yang kita lihat?
Sangat
jelas bahwa ada Pencipta Agung, yang telah menciptakan seluruh dunia materi,
yaitu kumpulan persepsi, dan yang meneruskan penciptaan-Nya tiada henti. Karena
Pencipta ini menunjukkan penciptaan yang demikian hebat, Dia pasti memiliki
daya dan kekuatan abadi.
Pencipta
ini mengenalkan diri-Nya kepada kita. Dia telah meurunkan sebuah kitab dalam
semesta pengindraan yang telah diciptakan-Nya. Melalui kitab tersebut Dia telah
menggambarkan diri-Nya sendiri, alam semesta dan alasan keberadaan kita.
Pencipta
ini adalah Allah dan nama kitab-Nya adalah Al Quran.
Fakta
bahwa langit dan bumi atau alam semesta tidak kekal, bahwa keberadaannya
dimungkinkan hanya oleh penciptaan Allah dan bahwa alam semesta akan musnah
ketika Dia mengakhiri penciptaan ini.
Jika
Tuhan tidak berkehendak menampilkan gambar dunia ini kepada otak kita, maka
seluruh alam semesta tidak akan ada lagi untuk kita, dan kita tidak akan pernah
mampu menjangkaunya.
Kenyataan
bahwa kita tidak pernah mampu berhubungan langsung dengan alam semesta yang
bersifat materi ini juga menjawab pertanyaan "Di mana Tuhan?" yang
menyibukkan pemikiran banyak orang.
Sebagaimana
telah dijelaskan pada bagian awal, banyak orang tidak memiliki pemahaman yang
benar tentang Allah sehingga mereka membayangkan-Nya sebagai suatu wujud yang
ada di suatu tempat di langit dan tidak sepenuhnya mencampuri urusan duniawi.
Dasar logika ini sebenarnya terletak pada pemikiran bahwa alam semesta adalah
kumpulan materi dan Allah berada di "luar" dunia materi ini, yaitu di
tempat yang sangat jauh. Pada agama-agama palsu, kepercayaan terhadap Allah
terbatas pada pemahaman ini.
Akan
tetapi, persis sebagaimana ketidakmampuan kita bersentuhan langsung dengan alam
semesta yang bersifat materi ini, tidak pula kita mampu memiliki pengetahuan
menyeluruh tentang intisari alam semesta tersebut. Semua yang kita tahu adalah
keberadaan Pencipta Yang memunculkan segala sesuatu ini menjadi ada—dengan kata
lain, Tuhan. Untuk mengungkapkan kebenaran itu, para ulama Islam seperti Imam
Rabbani telah berkata bahwa satu-satunya wujud mutlak adalah Tuhan; dan segala
sesuatu lainnya, kecuali Dia, hanyalah wujud bayangan [maya/fana].
Karena
masing-masing wujud material adalah persepsi, mereka tidak dapat melihat Allah;
tetapi Allah melihat materi yang Dia ciptakan dalam segala bentuknya. Dalam Al
Quran, fakta ini dinyatakan dengan: "Dia tidak dapat dicapai oleh
penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan dan Dialah
Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui." (QS. Al Anaam, 6: 103).
Kita
tidak dapat menangkap keberadaan Allah dengan mata kita, tetapi Allah secara
menyeluruh meliputi diri kita, baik bagian dalam maupun bagian luar, termasuk
penglihatan dan pemikiran kita. Kita tidak dapat mengucapkan satu kata atau
menarik satu napas pun kecuali dengan pengetahuan-Nya.
Ketika
seseorang berpikir bahwa tubuhnya tersusun atas "materi", dia tidak
dapat memahami fakta penting tersebut. Jika dia menjadikan otaknya sebagai
"dirinya", maka tempat yang dia maksud sebagai luar hanyalah 20-30
senti-meter darinya. Namun, ketika dia memahami bahwa materi sebenarnya tidak
ada dan bahwa segala sesuatu hanya imajinasi, maka pengertian seperti luar,
dalam atau dekat akan kehilangan arti. Allah meliputinya dan Dia "sangat
dekat" dengannya.
Allah
memberitahu manusia bahwa Dia berada sangat dekat dengan mereka melalui ayat
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat..." (QS. Al Baqarah, 2: 186). Ayat
lain berkaitan dengan fakta yang sama: "Dan (ingatlah), ketika Kami
wahyukan kepadamu: 'Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia'."
(QS. Al Isra, 17: 60).
Manusia
keliru dengan berpikir bahwa wujud yang terdekat dengannya adalah dirinya
sendiri. Allah sebenarnya lebih dekat dengan kita dari-pada kita sendiri.
Sebagaimana disampaikan dalam ayat tersebut, orang-orang hidup tanpa menyadari
fakta luar biasa ini karena mereka tidak melihat dengan mata mereka.
Sebaliknya,
manusia yang hanya berupa wujud bayangan tidak mungkin memiliki kekuatan dan
kehendak lepas dari Allah. Allah memberi wujud bayangan ini perasaan bahwa
dirinyalah yang melempar. Dalam kenyataannya, Allah yang melakukan semua
tindakan. Jadi jika seseorang beranggapan bahwa apa yang diperbuatnya adalah
perbuatan dirinya sendiri, sebenarnya ia menipu dirinya.
Ini
adalah kenyataan. Seseorang mungkin tidak mau mengakui kenyataan ini dan
berpikir bahwa dirinya adalah wujud yang tidak bergantung kepada Allah; namun
sikap ini tidak mengubah apa pun.
Segala
Sesuatu yang Anda Miliki pada Hakikatnya Adalah Ilusi
Sebagaimana
terlihat dengan jelas, merupakan fakta ilmiah dan logis bahwa "dunia
luar" tidak memiliki realitas materialistis tetapi merupakan kumpulan
citra yang dihadapkan secara terus-menerus kepada jiwa kita oleh Allah. Akan
tetapi, orang biasanya tidak memasukkan, atau cenderung tidak mau memasukkan
segala sesuatu ke dalam konsep "dunia luar".
Jika
Anda memikirkan hal ini dengan tulus dan berani, Anda akan menyadari bahwa
rumah, perabotan di dalamnya, mobil yang mungkin baru saja dibeli, kantor,
perhiasan, rekening di bank, koleksi pakaian, suami atau istri, anak-anak,
rekan sejawat, dan semua yang Anda miliki sebenarnya termasuk dalam dunia luar
imajiner yang diproyeksikan kepada Anda. Segala sesuatu yang Anda lihat,
dengar, atau cium — singkatnya, Anda tangkap dengan kelima indra adalah bagian
dari "dunia imajiner" ini. Suara penyanyi favorit Anda, kerasnya
kursi yang Anda duduki, parfum yang aromanya Anda suka, matahari yang menghangatkan
tubuh Anda, bunga dengan warna yang indah, burung yang terbang di depan jendela
Anda, speedboat yang bergerak cepat di atas air, kebun Anda yang subur,
komputer yang Anda gunakan di tempat kerja, hi-fi dengan teknologi tercanggih
di dunia....
Ini
adalah kenyataan, karena dunia ini hanyalah kumpulan citra yang diciptakan
untuk menguji manusia. Manusia diuji sepanjang hidupnya yang terbatas dengan
persepsi-persepsi yang tidak mengandung realitas. Persepsi-persepsi ini sengaja
dihadirkan secara menggoda dan memikat.
Sebagian
besar orang mengabaikan agamanya karena daya tarik kekayaan, rumah, timbunan
emas dan perak, uang, perhiasan, rekening bank, kartu kredit, lemari penuh
dengan pakaian, mobil model terbaru; singkatnya, semua bentuk kemakmuran yang
mereka miliki atau mereka usahakan untuk memilikinya. Orang-orang seperti ini
hanya memikirkan dunia ini dan melupakan hari akhir. Mereka tertipu oleh wajah
dunia yang cantik dan gemerlap ini, dan tidak menegakkan shalat, memberi
sedekah kepada kaum miskin, melakukan ibadah yang akan membuat mereka bahagia
di hari akhir. Mereka mengatakan, "Masih ada yang harus saya
kerjakan", "Saya memiliki cita-cita", "Saya punya tanggung
jawab", "Saya tidak punya banyak waktu", "Saya harus
menyelesaikan pekerjaan", "Saya lakukan nanti saja". Mereka
mengisi hidup dengan berusaha hanya untuk bahagia di dunia ini.
Fakta
yang kami gambarkan dalam bab ini, yaitu bahwa segala sesuatu adalah citra,
merupakan hal yang sangat penting karena implikasinya membuat semua nafsu dan
batas-batas menjadi tidak berarti. Pembuktian fakta ini memperjelas bahwa
segala sesuatu yang dimiliki dan diusahakan orang, kekayaan yang diperoleh
dengan tamak, anak-anak yang mereka banggakan, suami atau istri yang mereka
anggap sebagai bagian terdekat, teman-teman mereka, tubuh mereka, kedudukan
tinggi yang mereka pertahankan, sekolah yang telah mereka ikuti, liburan yang
mereka lalui: semuanya hanyalah ilusi. Oleh karena itu, semua usaha yang
dikerahkan, waktu yang dihabiskan serta ketamakan mereka, terbukti tidak
berguna.
Itulah
mengapa sebagian orang secara tidak sadar mempermainkan diri sendiri ketika
mereka membanggakan kekayaan dan harta, atau "kapal pesiar, helikopter,
pabrik, perusahaan, rumah dan tanah" mereka, seolah-olah semuanya
benar-benar ada. Orang-orang kaya ini dengan bangga bepergian dengan kapal
pesiar mereka, memamerkan mobil-mobil mereka, terus membicarakan kekayaan
mereka, menganggap bahwa jabatan menempatkan status mereka lebih tinggi dari
orang lain, dan terus berpikir bahwa mereka sukses karena semua itu.
Orang-orang ini seharusnya memikirkan status apa yang akan mereka dapati bagi
diri mereka setelah menyadari bahwa kesuksesan itu bukan apa-apa melainkan
ilusi belaka.
Jika
seseorang merenungkan dalam-dalam semua yang disampaikan di sini, dia akan
segera menyadari sendiri situasi yang luar biasa dan menakjubkan ini: bahwa
semua kejadian di dunia tak lebih dari imajinasi belaka...
Dalam
kenyataannya, pemandangan ini sering terlihat dalam mimpi pula. Dalam mimpi,
mereka pun memiliki rumah, mobil balap, perhiasan sangat mahal, gulungan uang,
serta timbunan emas dan perak. Dalam mimpi, mereka juga menempati status sosial
tinggi, memiliki pabrik dengan ribuan pekerja, memiliki kekuasaan untuk
mengatur banyak orang, berpakaian yang membuat setiap orang kagum. Seperti
halnya membanggakan kepemilikan dalam mimpi membuat seseorang menjadi bahan
ejekan, ia pasti akan dipermalukan juga jika membanggakan citra yang dilihatnya
di dunia ini. Bagaimanapun juga, baik yang dilihatnya dalam mimpi maupun yang dimilikinya
di dunia ini hanyalah citra dalam otak.
Sama
halnya, cara orang bereaksi terhadap kejadian-kejadian yang dialami di dunia
akan membuat mereka malu ketika menyadari kenyataan sebenarnya. Mereka yang
saling bertengkar sengit, berteriak-teriak marah, menipu, menerima suap,
terlibat pemalsuan, berbohong, rakus menimbun uang, berbuat salah terhadap
orang lain, memukul dan mengutuk orang lain, menjadi penindas, berambisi pada
pekerjaan dan status, iri hati, pamer, menganggap diri sendiri suci, dan sebagainya,
akan malu ketika menyadari bahwa mereka telah melakukan semua perbuatan ini
dalam mimpi.
Karena
Allah lah yang menciptakan semua citra ini. Dia lah pemilik akhir segala
sesuatu. Menyingkirkan agama demi nafsu imajiner adalah kebodohan besar yang
menyebabkan hilangnya kesempatan untuk kehidupan penuh berkah di surga.
Sampai
tahap ini, ada satu hal yang harus dipahami dengan baik: di sini tidak
dikatakan bahwa fakta yang Anda hadapi menyatakan "semua kepemilikan,
kekayaan, anak, suami/istri, teman-teman, status yang menjadikan Anda kikir
akan lenyap cepat atau lambat, dan oleh karena itu, semuanya tidak
berarti". Yang tepat adalah bahwa "semua hal yang tampaknya Anda
miliki sebenarnya tidak ada sama sekali, seluruhnya hanya sebuah mimpi dan
tersusun atas citra yang diperlihatkan Allah untuk menguji Anda". Bisa
Anda lihat, ada perbedaan besar antara kedua pernyataan di atas.
Meskipun
seseorang tidak langsung mau mengakui fakta ini dan lebih suka menipu diri
sendiri dengan berasumsi bahwa segala sesuatu yang dimilikinya benar-benar ada,
pada akhirnya ia akan mati dan segala sesuatu akan menjadi jelas pada saat ia
diciptakan kembali di hari akhir nanti. Akan tetapi, jika ia menghabiskan waktu
hidupnya mengejar tujuan-tujuan imajiner, ia akan berharap tidak pernah
menjalani hidup tersebut .
Apa
yang harus dilakukan oleh manusia bijak, di lain pihak, adalah mencoba memahami
kenyataan terbesar alam semesta di sini, di dunia ini, ketika ia masih memiliki
waktu. Jika tidak, ia hanya akan menghabiskan hidupnya untuk mengejar mimpi dan
menghadapi hukuman pedih di akhirat kelak.
Logika
Pendek Materialis
Sejak
awal bab ini, dengan jelas dinyatakan bahwa materi bukan wujud mutlak seperti
yang dikatakan materialis, melainkan kumpulan rasa yang diciptakan Allah. Materialis
menolak mentah-mentah realitas yang merusak filsafat mereka dan mengajukan
antitesis yang tidak berdasar.
Sebagai
contoh, salah satu pendukung filsafat materialisme abad ke-20, seorang Marxis
tulen bernama George Politzer memberikan "contoh bis" sebagai
"bukti terkuat" keberadaan materi. Menurutnya, filsuf-filsuf yang
berpikir bahwa materi adalah persepsi, akan lari ketika mereka melihat bis
(yang akan menabrak mereka), dan ini bukti eksistensi fisik materi.9
Ketika
seorang materialis terkenal lainnya, Johnson, diberitahu bahwa materi hanya
kumpulan persepsi, dia mencoba "membuktikan" eksistensi fisik batu
dengan menendangnya.10
Contoh
serupa diperlihatkan oleh Friedrich Engels, pembimbing Politzer dan pendiri
materialisme dialektik bersama Marx. Ia pernah menulis "jika kue yang kita
makan hanya persepsi, maka kue itu tidak akan menghilangkan rasa lapar
kita".11
Masih
banyak contoh dan kalimat kasar lainnya seperti "Anda akan mengerti
eksistensi materi setelah Anda ditampar" dalam buku-buku materialis
terkenal seperti Marx, Engels, Lenin dan lainnya
Kekacauan
pemahaman yang menyebabkan materialis memberikan contoh-contoh di atas adalah
karena penjelasan "materi adalah persepsi" dipahami sebagai
"materi adalah permainan cahaya". Mereka berpikir bahwa konsep
persepsi hanya pada penglihatan dan bahwa persepsi seperti sentuhan memiliki
korelasi fisik. Contoh bis yang menabrak orang membuat mereka berkata,
"Lihat, terjadi tabrakan, jadi itu bukan persepsi". Mereka tidak
memahami bahwa semua persepsi yang dialami dalam tabrakan bis seperti hantaman,
benturan, dan rasa sakit terbentuk dalam otak.
Mimpi
sebagai Contoh
Contoh
terbaik untuk menjelaskan realitas ini adalah mimpi. Seseorang dapat mengalami
kejadian yang sangat nyata dalam mimpinya. Dia bisa jatuh dari tangga sehingga
kakinya patah, mengalami kecelakaan mobil yang fatal, tergilas bis, atau makan
kue dan merasa kenyang. Kejadian-kejadian dalam kehidupan sehari-hari itu juga
dialami dalam mimpi secara meyakinkan dan menimbulkan perasaan yang sama pula.
Seseorang
yang bermimpi bahwa dirinya tertabrak bis dapat membuka matanya kembali di
rumah sakit masih dalam mimpinya dan menyadari bahwa dirinya cacat, tetapi
semuanya hanya mimpi. Dia juga bisa bermimpi bahwa dia meninggal dalam sebuah
tabrakan mobil, malaikat maut mengambil jiwanya, dan kehidupannya di alam baka
dimulai. (Kejadian yang sama dialami dengan cara yang sama dalam kehidupan ini,
yang sebenarnya hanya persepsi seperti mimpi tersebut.)
Orang
ini dengan sangat jelas menangkap citra, suara, rasa benturan, cahaya, warna,
dan semua perasaan lain yang berkaitan dengan kejadian yang dialaminya di dalam
mimpi. Persepsi yang diterima dalam mimpinya sama wajarnya dengan persepsi
dalam kehidupan "nyata". Kue yang dimakannya di dalam mimpi mengenyangkannya,
meskipun kue tersebut hanya persepsi, sebab rasa kenyang pun merupakan
persepsi. Padahal pada saat itu, dalam kenyataan, orang ini sedang berbaring di
tempat tidur. Sebenarnya tidak ada tangga, lalu lintas, dan bis. Orang yang
bermimpi mengalami serta melihat persepsi dan perasaan yang tidak ada di dunia
luar. Kenyataan bahwa di dalam mimpi, kita mengalami, melihat, dan merasakan
kejadian-kejadian tanpa korelasi fisik dengan "dunia luar", secara
jelas mengungkapkan bahwa "dunia luar" sebenarnya hanya terdiri dari
persepsi-persepsi.
Mereka
yang meyakini filsafat materialisme, dan terutama penganut Marxisme, menjadi
sangat marah ketika kenyataan ini diungkapkan. Mereka mengutip contoh-contoh
pemikiran dangkal dari Marx, Engels, atau Lenin dan membuat pernyataan yang
emosional.
Akan
tetapi, orang-orang ini mesti berpikir bahwa mereka juga dapat membuat
pernyataan ini di dalam mimpi mereka. Dalam mimpi, mereka juga dapat membaca
"Das Kapital", menghadiri pertemuan, berkelahi dengan polisi, terkena
pukulan di kepala, bahkan merasakan sakit pada luka-luka mereka. Ketika mereka
ditanya dalam mimpi, mereka akan berpikir bahwa apa yang mereka alami dalam
mimpi juga terdiri atas "materi absolut"— sebagaimana mereka
menganggap segala sesuatu yang mereka lihat ketika bangun adalah "materi
absolut". Akan tetapi, baik dalam mimpi atau dalam kehidupan sehari-hari,
semua yang mereka lihat, alami atau rasakan hanya terdiri atas
persepsi-persepsi.
DUNIA
DI DALAM MIMPI
Bagi
Anda, realitas adalah semua yang dapat disentuh dengan tangan dan dilihat
dengan mata. Di dalam mimpi, Anda juga dapat "menyentuh dengan tangan dan
melihat dengan mata Anda", namun dalam kenyataan, Anda tidak memiliki
tangan dan mata, juga tidak ada yang dapat disentuh atau dilihat. Tidak ada realitas
material yang membuat hal ini terjadi kecuali otak Anda. Anda telah tertipu.
Apakah
yang memisahkan kehidupan nyata dengan mimpi? Pada dasarnya kedua bentuk
kehidupan tersebut terjadi di dalam otak. Jika kita dengan mudah dapat hidup
dalam dunia tak nyata selama bermimpi, hal yang sama dapat terjadi di dunia
yang kita diami. Ketika kita terbangun dari sebuah mimpi, tidak ada alasan
logis untuk tidak berpikir bahwa kita telah memasuki mimpi yang lebih panjang
yang kita sebut "kehidupan nyata". Anggapan kita bahwa mimpi adalah
khayalan dan dunia sadar adalah dunia sesungguhnya, merupakan kebiasaan dan
praduga. Jadi bisa saja kita dibangunkan dari kehidupan di bumi — yang kita
anggap tempat kita hidup sekarang — sebagaimana kita dibangunkan dari sebuah
mimpi.
Contoh
Penyambungan Saraf secara Paralel
Marilah
kita pikirkan tabrakan mobil yang dicontohkan Politzer. Dalam kecelakaan ini,
jika saraf orang yang tertabrak — yang menghubungkan kelima indra dengan
otaknya — dihubungkan dengan otak orang lain, misalnya otak Politzer, melalui
sambungan paralel, maka pada saat bis menabrak orang tersebut, bis yang sama
akan menabrak Politzer yang sedang duduk di rumahnya. Dengan kata lain, semua
perasaan yang dialami orang tersebut akan dialami oleh Politzer, seperti halnya
lagu yang sama didengarkan dari dua pengeras suara yang terhubungkan ke tape
recorder yang sama. Politzer akan merasa, melihat dan mengalami bunyi rem bis,
benturan bis pada tubuhnya, gambaran lengan patah dan darah tertumpah, nyeri
patah tulang, gambaran dirinya memasuki ruang operasi, kerasnya gips dan
lemahnya tangan.
Setiap
orang yang terhubung ke saraf tersebut secara pararel, akan mengalami kejadian
yang sama dari awal hingga akhir seperti Politzer. Jika orang dalam kecelakaan
tersebut mengalami koma, mereka semua akan mengalami koma. Bahkan jika semua
persepsi yang berkaitan dengan kecelakaan direkam dalam suatu alat dan jika
semua persepsi ini ditransmisikan ke seseorang, maka bis akan menabrak orang
ini berkali-kali.
Dengan
demikian, bis penabrak manakah yang benar-benar ada? Filosofi materialis tidak
memiliki jawaban konsisten untuk pertanyaan ini. Jawaban yang benar adalah
mereka semua mengalami kecelakaan mobil secara mendetail di dalam pikiran
mereka sendiri.
Prinsip
yang sama berlaku pada contoh kue dan batu. Jika saraf dari organ indra Engels,
yang merasa puas dan kenyang setelah makan kue, dihubungkan secara pararel ke
otak orang kedua, maka orang ini juga akan merasa kenyang seperti Engels. Jika
saraf Johnson, yang merasakan kakinya sakit ketika menendang batu dengan keras,
dihubungkan ke orang kedua secara paralel, orang ini juga akan merasakan sakit
yang sama.
Jadi,
kue atau batu mana yang benar-benar ada? filsafat materialis kembali tidak
mampu memberikan jawaban konsisten untuk pertanyaan ini. Jawaban yang benar dan
konsisten adalah: baik Engels dan orang kedua telah memakan kue dalam pikiran
mereka dan merasa kenyang; baik Johnson dan orang kedua mengalami saat-saat
menendang batu dalam pikiran mereka.
Mari
kita buat perubahan dalam contoh kasus Politzer. Kita hubungkan saraf orang
yang tertabrak bis ke otak Politzer, dan sebaliknya kita hubungkan saraf
Politzer yang duduk di rumah ke otak orang yang tertabrak bis. Dalam kasus ini,
Politzer akan merasa bahwa bis telah menabraknya meskipun dirinya sedang duduk
di rumah; sedangkan orang yang sebenarnya tertabrak tidak akan pernah merasakan
akibat kecelakaan tersebut dan merasa bahwa dirinya sedang duduk di rumah
Politzer. Logika yang sama berlaku pula untuk contoh kue dan batu.
Sebagaimana
terlihat, manusia tidak mungkin melampaui dan terlepas dari indranya. Dalam hal
ini, jiwa manusia dapat dihadapkan pada semua macam situasi meskipun tidak
memiliki tubuh, tidak berwujud materi dan tidak memiliki bobot materi. Tidak
mungkin manusia menyadari hal ini karena ia berasumsi bahwa citra tiga dimensi
ini benar-benar ada dan sangat meyakini keberadaannya karena setiap orang
tergantung pada persepsi yang dibentuk oleh organ-organ sensorinya.
Filsuf
Inggris terkemuka, David Hume mengungkapkan pemikirannya tentang fakta ini:
Sejujurnya,
ketika saya menempatkan diri pada apa yang saya sebut ‘diri sendiri’, saya
selalu mengakui persepsi tertentu yang berhubungan dengan panas atau dingin,
terang atau gelap, cinta atau benci, asam atau manis atau konsep-konsep
lainnya. Tanpa keberadaan persepsi, saya tidak pernah dapat menemukan diri
sendiri pada waktu tertentu dan saya tidak dapat mengamati apa pun. 12
Kita
tidak akan pernah mampu melangkah lebih jauh dari pengindraan ini dan merasakan
materi sebagaimana "wujud aslinya", sehingga sama sekali tidaklah
masuk akal untuk merumuskan pemikiran [filsafat] apa pun yang menganggap materi
sebagai wujud mutlak yang dapat kita rasakan langsung. Sebagai sebuah teori,
materialisme benar-benar tidaklah memiliki landasan, sejak awal kemunculannya.
Pembentukan
Persepsi dalam Otak Bukan Filsafat Melainkan Fakta Ilmiah
Materialis
mengatakan bahwa apa yang telah kita bahas dalam buku ini adalah pandangan
filsafat. Akan tetapi, pernyataan bahwa "dunia luar" merupakan
kumpulan persepsi adalah fakta ilmiah yang jelas, bukan sebentuk filsafat.
Bagaimana citra dan perasaan terbentuk di dalam otak telah diajarkan secara
detail di semua sekolah kedokteran. Fakta-fakta tersebut, yang telah dibuktikan
oleh ilmu pengetahuan abad ke-20, khususnya bidang fisika, dengan jelas
menunjukkan bahwa materi tidak memiliki realitas absolut dan bahwa setiap orang
dapat dikatakan sedang mengamati "monitor di dalam otaknya".
Setiap
orang yang meyakini ilmu pengetahuan, baik ia ateis, penganut Buddha, atau
meyakini pandangan lain, harus menerima fakta ini. Seorang materialis mungkin
mengingkari keberadaan Pencipta namun ia tidak dapat menolak kenyataan ilmiah
ini.
Ketidakmampuan
Karl Marx, Friedrich Engels, Georges Politzer dan lainnya memahami fakta
sederhana dan jelas ini masih mengejutkan, sekalipun pemahaman dan kemungkinan
ilmu pengetahuan di masa mereka memang tidak mencukupi. Di masa sekarang, kemajuan
ilmu dan teknologi serta penemuan-penemuan terakhir mempermudah kita memahami
fakta ini. Akan tetapi, materialis justru diliputi ketakutan untuk memahami
fakta ini dan menyadari bagaimana keyakinan mereka akan hancur karenanya.
Ketakutan
Besar Materialis
Pokok
bahasan ini mengungkapkan fakta bahwa materi hanya suatu persepsi. Untuk
sementara waktu, tidak ada serangan balik yang substansial dari kalangan
materialis Turki terhadap pemikiran-pemikiran yang diungkapkan di sini.
Karenanya, kami mendapat kesan bahwa maksud kami belum mereka tangkap dengan
jelas dan diperlukan penjelasan lebih lanjut. Akan tetapi, belum lama ini,
terungkap bahwa materialis merasa gelisah atas kepopuleran pemikiran ini dan
bahkan sangat takut padanya.
Materialis
dengan gencar mengungkapkan ketakutan dan kepanikan mereka melalui berbagai
terbitan, konferensi dan diskusi panel. Wacana mereka yang propagandis dan
tanpa harapan menyiratkan bahwa mereka mengalami krisis intelektual yang hebat.
Keruntuhan ilmiah teori evolusi, yang menjadi dasar keyakinan mereka, telah
sangat mengejutkan mereka. Sekarang mereka mulai menyadari bahwa mereka mulai
kehilangan materi itu sendiri, inti keyakinan yang lebih penting daripada
Darwinisme. Ini membuat mereka lebih terpukul. Mereka menyatakan bahwa selain
merupakan "ancaman terbesar" bagi mereka, permasalahan ini juga
"merusak struktur budaya mereka".
Salah
seorang materialis yang menyatakan kepanikan dan kecemasan secara
terang-terangan adalah Renan Pekunlu, akademisi dan penulis majalah Bilim ve
Utopya (Ilmu Pengetahuan dan Utopia). Dalam artikel majalah yang membela
materialisme ini dan diskusi panel yang diikutinya, Rennan Pekunlu menyatakan
buku Keruntuhan Teori Evolusi (Evolution Deceit) sebagai
"ancaman" nomor satu terhadap materialisme. Ia sudah cukup risau
dengan bab-bab yang meruntuhkan Darwinisme, tetapi bagian yang Anda baca
sekarang adalah bagian yang paling mengganggunya. Kepada para pembaca dan
(hanya segelintir) peserta diskusinya, Pekunlu berpesan, "Jangan biarkan
diri Anda hanyut dalam indoktrinasi idealisme dan jagalah keyakinan Anda pada
materialisme". Ia merujuk Vladimir I. Lenin, pemimpin revolusi berdarah di
Rusia, sebagai panutan. Sambil menyarankan setiap orang membaca buku Lenin yang
berjudul Materialism and Empirio-Criticism dan sudah berumur satu abad,
Pekunlu hanya dapat mengulang kata-kata Lenin: "Jangan memikirkan
persoalan ini, atau Anda akan kehilangan materialisme dan terhanyut oleh
agama". Dalam sebuah artikel yang ditulisnya pada majalah Bilim ve
Utopya, Pekunlu mengutip pernyataan Lenin berikut:
Sekali
Anda menolak realitas kebendaan, menyerah pada pengindraan, Anda telah
kehilangan segala daya untuk melawan fideisme*), karena Anda telah tergelincir
kepada agnotisisme**) atau subjektivisme***) — hanya itu yang dibutuhkan
fideisme. Satu cakar saja terjerat, seekor burung tertangkap. Dan semua
pengikut kita akan terjerat dalam idealisme, yaitu fideisme yang tidak kentara;
mereka terjerat segera setelah menganggap "pengindraan" bukan lagi
suatu citra dunia luar tetapi sebagai "unsur" khusus. Pengindraan,
pikiran, jiwa dan keinginan bukan seperti itu adanya. 13
Kata-kata
ini secara eksplisit menunjukkan bahwa fakta yang menggusarkan Lenin dan ingin
ia keluarkan dari pikirannya dan "kameradnya"; yang juga meresahkan
materialis dewasa ini. Akan tetapi, Pekunlu dan materialis lain mengalami
keadaan lebih menyusahkan; karena mereka sadar bahwa sekarang fakta ini
dikemukakan dengan cara dan bentuk lebih eksplisit dan meyakinkan daripada 100
tahun lalu. Untuk pertama kalinya dalam sejarah dunia, persoalan ini dijelaskan
dengan cara yang tidak mungkin ditolak.
Meski
demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa sejumlah besar ilmuwan materialis
tidak sungguh-sungguh menanggapi fakta bahwa "materi hanyalah ilusi".
Persoalan yang dijelaskan dalam bab ini adalah salah satu persoalan paling
penting dan menarik yang pernah dijumpai seseorang dalam hidupnya. Mereka pasti
belum pernah menghadapi persoalan sepenting ini sebelumnya. Namun, reaksi
ilmuwan-ilmuwan itu atau sikap mereka dalam ceramah dan artikel mereka
mengisyaratkan betapa dangkalnya pemahaman mereka.
Reaksi
sebagian materialis terhadap permasalahan yang didiskusikan di sini menunjukkan
bahwa ketaatan buta terhadap materialisme telah merusak logika mereka, sehingga
semakin sulit memahami persoalan ini. Sebagai contoh, Alaettin Senel, yang juga
seorang akademisi dan penulis untuk Bilim ve Ütopya, berpesan seperti Rennan
Pekunlu: "Lupakan keruntuhan Darwinisme, ancaman sungguhnya adalah
persoalan ini". Dia juga membuat tuntutan seperti "Buktikan saja apa
yang Anda katakan" karena merasa bahwa filsafatnya sendiri tidak berdasar.
Yang lebih menarik adalah dalam salah satu tulisannya, ia menyatakan bahwa
dirinya sama sekali tidak dapat memahami fakta yang dianggapnya sebagai ancaman
ini.
Dalam
sebuah artikel yang ditulis khusus membahas masalah ini, Senel menerima bahwa
dunia luar ditangkap oleh otak sebagai sebuah citra. Akan tetapi, kemudian ia
menyatakan bahwa citra terbagi menjadi dua jenis yaitu citra berkorelasi fisik
dan citra yang tidak berkolerasi fisik, dan bahwa citra dunia luar termasuk ke
dalam citra yang berkolerasi fisik. Untuk mendukung pernyataannya, ia
memberikan "contoh telepon". Ringkasnya, ia menulis: "Saya tidak
tahu apakah citra dalam otak saya berkolerasi dengan dunia luar atau tidak,
tetapi hal yang sama berlaku ketika saya berbicara di telepon. Ketika saya
berbicara di telepon, saya tidak dapat melihat orang yang saya ajak bicara,
tetapi saya dapat mengkonfirmasikan percakapan tersebut ketika saya bertemu
langsung dengannya." 14
Dengan
pernyataan di atas, Senel sebenarnya bermaksud menyatakan: "Jika kita
meragukan persepsi kita, kita dapat melihat pada materi itu sendiri dan
memeriksa realitasnya". Konsep ini jelas-jelas salah karena kita tidak
mungkin menjangkau materi itu sendiri. Kita tidak dapat keluar dari pikiran
kita dan mengetahui apakah "luar" itu. Apakah suara dalam telepon
berkorelasi atau tidak, dapat dikonfirmasikan pada lawan bicara di telepon.
Namun, konfirmasi ini juga hanya persepsi yang dialami otak kita.
Sebenarnya,
orang-orang ini juga mengalami kejadian yang sama di dalam mimpi mereka.
Sebagai contoh, Senel dapat saja melihat dalam mimpinya bahwa ia berbicara di
telepon dan kemudian meminta orang yang ia ajak bicara mengkonfirmasikan
pembicaraan tersebut. Atau Pekunlu dalam mimpinya mengalami "ancaman serius"
dan menyarankan orang-orang membaca buku-buku Lenin yang sudah kuno. Apa pun
yang mereka lakukan, para materialis ini tidak dapat memungkiri kenyataan bahwa
kejadian-kejadian yang mereka alami dan orang-orang yang mereka ajak bicara di
dalam mimpi hanyalah persepsi belaka.
Lalu
kepada siapakah seseorang dapat mengkonfirmasi bahwa citra di dalam otak
berkorelasi atau tidak? Apakah kepada wujud bayangan di dalam otaknya lagi? Tak
diragukan lagi, materialis mustahil menemukan sumber informasi yang dapat memberikan
data mengenai keadaan di luar otak dan mengkonfirmasikannya.
Mengakui
bahwa semua persepsi terbentuk di dalam otak, tetapi juga mengasumsikan bahwa
seseorang dapat melangkah "keluar" dari otak dan mengkonfirmasikan
persepsi ini pada dunia luar, menunjukkan kapasitas pemahaman yang terbatas dan
penalaran yang terganggu.
Sebenarnya
fakta yang dijelaskan di sini dapat dengan mudah ditangkap oleh orang dengan
tingkat pemahaman dan penalaran normal. Setiap orang yang berpikiran lurus akan
mengetahui, sehubungan dengan semua yang telah kita bicarakan, bahwa ia
mustahil menguji keberadaan dunia luar dengan indranya. Namun, terlihat jelas
bahwa ketaatan buta terhadap materialisme telah mengganggu penalaran manusia.
Oleh karenanya, materialis kontemporer menunjukkan gangguan logika berat
seperti guru-guru mereka yang mencoba "membuktikan" keberadaan materi
dengan menendang batu atau memakan kue.
Seperti
telah dikatakan sebelumnya pula, kondisi ini bukan sesuatu yang mengherankan;
sebab ketidakmampuan memahami adalah sifat umum semua orang yang tidak beriman.
Penulis
materialis Turki, Rennan Pekunlu mengatakan bahwa "teori evolusi tidaklah
sepenting ini, ancaman sesungguhnya adalah subjek ini", karena meniadakan
materi, satu-satunya konsep yang diyakininya.
Materialis
Telah Terperosok dalam Perangkap Terbesar Sepanjang Sejarah
Di
Turki, gelombang kepanikan yang melanda kalangan materialis, seperti beberapa
contoh terdahulu, menunjukkan bahwa materialis menghadapi kekalahan telak yang
belum pernah mereka hadapi sepanjang sejarah. Fakta bahwa materi hanyalah
persepsi telah dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern. Fakta ini dikemukakan
dalam sangat jelas, jujur dan kuat. Yang tersisa bagi materialis hanya
keruntuhan seluruh dunia materi, dunia yang mereka percayai secara buta dan
menjadi sandaran selama ini.
Sepanjang
sejarah manusia, pemikiran materialis selalu hadir. Mereka menentang Allah yang
menciptakan mereka karena sangat yakin pada diri sendiri dan filsafat yang
mereka pegang. Skenario yang mereka rumuskan menyatakan bahwa materi tidak
bermula dan tidak pula berakhir, dan semua materi tidak mungkin memiliki
Pencipta. Mereka mengingkari Allah hanya karena kesombongan, dengan berlindung
di balik materi yang mereka anggap memiliki keberadaan nyata. Mereka begitu
meyakini filsafat ini sehingga menganggap tak mungkin ada penjelasan yang
membuktikan sebaliknya.
Semua
alasan di atas menjelaskan mengapa fakta-fakta yang disajikan dalam buku ini,
yang berkaitan dengan sifat-sifat sejati materi, sangat mengejutkan mereka.
Penjelasan buku ini telah menghancurkan dasar filsafat mereka dan tak
menyisakan apa pun untuk dibicarakan lagi. Materi, yang telah menjadi dasar
pemikiran, kehidupan, kesombongan dan penolakan mereka, lenyap tiba-tiba.
Bagaimana materialisme bisa bertahan jika materi tidak ada?
Allah
menjebak materialis dengan membuat mereka berasumsi bahwa materi benar-benar
ada, dan mempermalukan mereka dengan cara-Nya. Materialis beranggapan bahwa
harta benda, status, jabatan, masyarakat lingkungan mereka, seluruh dunia dan
lain-lainnya benar-benar ada, dan dengan mengandalkan semua itu mereka menjadi
sombong terhadap Allah. Mereka menentang Allah dengan kesombongan yang
melengkapi ketidakpercayaan mereka. Mereka sepenuhnya bergantung pada materi.
Akan tetapi, mereka benar-benar tidak memahami bahwa Allah meliputi segala
sesuatu.
Barangkali
inilah kekalahan terbesar sepanjang sejarah. Sementara materialis menjadi
sombong atas kemauan sendiri, mereka mengobarkan peperangan terhadap Allah,
dengan cara memunculkan sesuatu yang berlebih-lebihan untuk melawannya.
Ketika
orang-orang yang tidak beriman mencoba menyusun rencana, mereka tidak menyadari
sebuah fakta penting sebagaimana ditekankan dengan kalimat "mereka hanya
menipu diri mereka sendiri sedang mereka tidak menyadarinya" dalam ayat
tersebut. Faktanya, segala sesuatu yang mereka alami adalah gambaran yang
sengaja dirancang untuk mereka tangkap, dan seluruh rencana yang mereka susun
hanyalah citra yang terbentuk di dalam otak mereka, seperti juga seluruh tindakan
yang mereka lakukan. Kebodohan telah membuat mereka lupa bahwa tidak ada yang
bersama mereka selain Allah, dan karenanya, mereka terjebak dalam rencana jahat
mereka sendiri.
Sebagaimana
kaum tidak beriman di zaman dahulu, kaum tidak beriman yang hidup sekarang juga
menghadapi kenyataan yang akan menghancurkan rencana jahat mereka sampai ke
akar-akarnya.
Begitu
pula materialisme, menjadi "fatamorgana" bagi para pembangkang
seperti yang disebutkan dalam ayat itu; ketika mereka menemukan jalan keluar, yang
mereka dapati hanya ilusi. Allah telah menipu mereka dengan fatamorgana seperti
itu, dan memperdaya mereka untuk menerima kumpulan citra ini sebagai suatu
kenyataan. Semua orang "penting" tersebut; profesor, ahli astronomi,
ahli biologi, ahli fisika dan lain-lain, apa pun pangkat dan jabatan mereka,
benar-benar telah tertipu seperti anak-anak, dan dipermalukan karena mereka
mempertuhankan materi. Mereka membangun filsafat dan ideologi di atas asumsi
bahwa kumpulan citra tersebut absolut. Mereka terlibat dalam pembicaraan serius
dan menyebutnya wacana "intelektual". Mereka menganggap diri mereka
cukup bijaksana untuk menawarkan suatu argumentasi tentang kebenaran alam
semesta, bahkan membantah Tuhan dengan kecerdasan mereka yang terbatas.
Bisa
saja mereka lolos dari jebakan lain; tetapi rencana yang telah ditetapkan Allah
untuk orang-orang tidak beriman begitu sempurna sehingga tidak ada jalan untuk
meloloskan diri. Apa pun yang mereka lakukan atau kepada siapa pun mereka
meminta pertolongan, mereka tidak akan pernah menemukan penolong selain Allah.
Materialis
tidak pernah menyangka akan jatuh ke dalam perangkap seperti ini. Berbekal
seluruh kecanggihan abad ke-21, mereka mengira dapat bertahan dengan
pengingkaran mereka dan mengajak orang lain untuk ingkar pula.
Fakta
yang disampaikan ayat ini berarti: materialis harus menyadari bahwa segala
sesuatu yang mereka miliki hanya ilusi, dan karenanya semua itu telah
dihancurkan. Saat mereka menyaksikan seluruh harta benda, pabrik, emas, uang,
anak, suami/istri, teman, pangkat dan status, bahkan tubuh mereka, semua yang
mereka anggap ada, terlepas dari genggaman, mereka telah
"dihancurkan".
Tidak
diragukan lagi, menyadari kebenaran ini mungkin merupakan hal terburuk bagia
materialis. Fakta bahwa segala sesuatu yang mereka miliki hanyalah ilusi,
adalah sama dengan — menurut istilah mereka — "kematian sebelum ajal"
di dunia ini.
Mereka
yang menjadikan materi sebagai tuhannya telah datang dari Allah dan akan
kembali pada-Nya. Mau atau tidak, mereka telah menyerahkan kehendak mereka
kepada Allah. Sekarang mereka menunggu Hari Perhitungan di mana setiap orang
akan dipanggil untuk diadili. Betapa pun mereka tidak berkeinginan untuk
memahaminya.
Kesimpulan
Topik
yang telah kami jelaskan sejauh ini merupakan salah satu kebenaran terbesar
yang pernah Anda temui dalam hidup Anda. Dengan membuktikan bahwa seluruh dunia
materi ini sesungguhnya hanyalah "wujud bayangan", topik ini menjadi
kunci untuk memahami keberadaan Allah dan penciptaan oleh-Nya, di samping untuk
memahami bahwa Dialah satu-satunya wujud mutlak.
Mereka
yang memahami permasalahan ini sadar bahwa dunia ini bukanlah tempat seperti
anggapan orang pada umumnya. Dunia bukanlah tempat mutlak yang benar-benar ada,
seperti yang dipikirkan oleh mereka yang mengembara tanpa tujuan di jalanan,
yang bertengkar di klab-klab, yang menyombongkan diri di kafe-kafe mewah, yang
membanggakan rumah dan tanah, atau yang mengabdikan hidup mereka untuk tujuan
palsu. Dunia hanyalah kumpulan persepsi, sebuah ilusi. Semua orang yang telah
kami kutip sebelumnya hanya wujud bayangan yang menyaksikan persepsi ini di
dalam otak mereka: meskipun demikian mereka tidak menyadari hal ini.
Konsep
ini sangat penting karena meruntuhkan filsafat materialis yang menolak
keberadaan Allah, dan menghancurkan filsafat tersebut. Inilah sebabnya
materialis seperti Marx, Engels, dan Lenin menjadi panik dan gusar, dan
memperingatkan pengikut mereka "untuk tidak memikirkannya" jika ada
orang yang menyampaikan konsep ini. Sesungguhnya orang-orang seperti ini cacat
mentalnya sehingga tidak dapat memahami fakta bahwa persepsi terbentuk dalam
otak. Mereka menganggap dunia yang mereka saksikan di dalam otak adalah
"dunia luar". Mereka tidak dapat memahami bukti-bukti yang
menunjukkan sebaliknya.
Anda
dapat mengkaji lebih jauh lagi dengan menggunakan kekuatan refleksi pribadi
Anda. Untuk itu Anda harus berkonsentrasi, memusatkan perhatian dan merenungkan
cara Anda melihat benda-benda di sekeliling Anda dan cara Anda menyentuhnya.
Jika Anda berpikir dengan penuh konsentrasi, Anda dapat merasakan bahwa wujud
bijak yang melihat, mendengar, menyentuh, berpikir, dan membaca buku pada saat
ini hanyalah jiwa. Jiwa ini pula yang menyaksikan persepsi yang disebut
"materi" pada sebuah layar. Orang yang telah memahami hal ini
dianggap telah beranjak dari tataran dunia materi yang telah menipu sebagian
besar kemanusiaan, dan masuk ke dalam tataran eksistensi sesungguhnya.
Dalam
zaman kita hidup, fakta ini telah teruji secara empiris berdasarkan bukti-bukti
ilmiah. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, fakta bahwa alam semesta adalah
wujud bayangan telah digambarkan secara nyata, jelas dan eksplisit.
Dengan
alasan inilah, abad ke-21 akan menjadi titik balik sejarah di mana manusia pada
umumnya akan memahami realitas ilahiah dan akan berbondong-bondong menuju
Allah, satu-satunya Wujud Mutlak. Dalam abad ke-21, paham materialistis abad
ke-19 akan dibuang ke keranjang sampah sejarah, eksistensi dan penciptaan Allah
akan dipahami, seperti dipahaminya fakta ketiadaan ruang dan waktu, manusia
akan terbebaskan dari selubung, penipuan dan takhayul kuno yang menyelimuti
mereka.
Tidak
mungkin kenyataan tak terbantahkan ini dapat dihalangi oleh suatu wujud
bayangan.
1.
Frederic Vester, Denken, Lernen, Vergessen, (Munih: Dtv, 1978), hal. 6
2. R. L. Gregory, Eye and Brain: The Psychology of Seeing, (New York: Oxford University Press Inc., 1990), hal. 9
3. Barnett, The Universe and Dr. Einstein, (New York: Mentor Books, 1952), hal.24
4. Orhan Hancerlioglu, Dusunce Tarihi (The History of Thought), (Istanbul: Remzi Bookstore, 6th edition, 1995) hal. 447
5. George Berkeley, A Treatise Concerning the Principles of Human Knowledge, Internet edition,
http://eserver.org/18th/berkeley.txt
6. Bertrand Russell, ABC of Relativity, (London: George Allen and Unwin, 1964), hal. 161-162
7. R. L. Gregory, Eye and Brain: The Psychology of Seeing, (New York: Oxford University Press Inc., 1990), hal. 9
8. Ken Wilber, Holographic Paradigm and Other Paradoxes, (New York: Random House, 1982), hal. 20
9. George Politzer, Principes fondamentaux de Philosophie, (Paris: Editions Sociales, 1954), hal. 65
10. Orhan Hancerlioglu, Dusunce Tarihi (The History of Thought), (Istanbul: Remzi Bookstore, 6th edition, 1995) hal. 261
11. George Politzer, Principes fondamentaux de Philosophie, (Paris: Editions Sociales, 1954), hal. 65
12. David Hume, A Treatise of Human Nature, Book I, Section IV: Of Personal Identity, Internet edition
13. Rennan Pekunlu, "Aldatmacanin Evrimsizligi," (Non-Evolution of Deceit), Bilim ve Utopya, December 1998 (V. I. Lenin, Materialism and Empirio-criticism, (Moscow: Progress Publishers, 1970), hal. 334-335)
14. Alaettin Senel, "Evrim Aldatmacasi mi?, Devrin Aldatmacasi mi?," (Evolution Deceit or Deceit of the Epoch?), Bilim ve Utopya, December 1998
2. R. L. Gregory, Eye and Brain: The Psychology of Seeing, (New York: Oxford University Press Inc., 1990), hal. 9
3. Barnett, The Universe and Dr. Einstein, (New York: Mentor Books, 1952), hal.24
4. Orhan Hancerlioglu, Dusunce Tarihi (The History of Thought), (Istanbul: Remzi Bookstore, 6th edition, 1995) hal. 447
5. George Berkeley, A Treatise Concerning the Principles of Human Knowledge, Internet edition,
http://eserver.org/18th/berkeley.txt
6. Bertrand Russell, ABC of Relativity, (London: George Allen and Unwin, 1964), hal. 161-162
7. R. L. Gregory, Eye and Brain: The Psychology of Seeing, (New York: Oxford University Press Inc., 1990), hal. 9
8. Ken Wilber, Holographic Paradigm and Other Paradoxes, (New York: Random House, 1982), hal. 20
9. George Politzer, Principes fondamentaux de Philosophie, (Paris: Editions Sociales, 1954), hal. 65
10. Orhan Hancerlioglu, Dusunce Tarihi (The History of Thought), (Istanbul: Remzi Bookstore, 6th edition, 1995) hal. 261
11. George Politzer, Principes fondamentaux de Philosophie, (Paris: Editions Sociales, 1954), hal. 65
12. David Hume, A Treatise of Human Nature, Book I, Section IV: Of Personal Identity, Internet edition
13. Rennan Pekunlu, "Aldatmacanin Evrimsizligi," (Non-Evolution of Deceit), Bilim ve Utopya, December 1998 (V. I. Lenin, Materialism and Empirio-criticism, (Moscow: Progress Publishers, 1970), hal. 334-335)
14. Alaettin Senel, "Evrim Aldatmacasi mi?, Devrin Aldatmacasi mi?," (Evolution Deceit or Deceit of the Epoch?), Bilim ve Utopya, December 1998
RELATIVITAS
WAKTU DAN REALITAS TAKDIR
Semua
pembahasan sebelumnya menunjukkan bahwa "ruang tiga dimensi" tidak
ada dalam kenyataan, dan merupakan praduga yang sepenuhnya diilhami oleh
persepsi, sehingga manusia menjalani hidup dalam "ketiadaan ruang".
Menyatakan sebaliknya berarti mempercayai mitos yang jauh dari penalaran dan
kebenaran ilmiah, karena tidak ada bukti absah tentang keberadaan dunia tiga
dimensi.
Kenyataan
ini menyangkal asumsi pokok filsafat materialis yang menjadi dasar teori
evolusi bahwa materi bersifat absolut dan abadi. Asumsi filsafat materialis
lainnya adalah bahwa waktu juga absolut dan abadi. Asumsi kedua ini sama tidak
masuk akalnya dengan asumsi pertama.
Persepsi
tentang Waktu
Apa
yang kita persepsikan sebagai waktu sesungguhnya sebuah metode untuk
membandingkan satu momen dengan momen lain. Ini dapat dijelaskan dengan sebuah
contoh. Misalnya, ketika seseorang memukul sebuah benda, ia mendengar bunyi
tertentu. Ketika ia memukul benda yang sama lima menit kemudian, ia mendengar
bunyi lagi. Orang tersebut merasakan jeda antara bunyi pertama dengan bunyi
kedua, dan menyebut jeda ini sebagai "waktu". Namun saat ia mendengar
bunyi kedua, bunyi pertama yang didengarnya tak lebih dari sebuah imajinasi
dalam pikirannya. Bunyi pertama hanyalah sepotong kecil informasi dalam memori.
Ia merumuskan konsep "waktu" dengan membandingkan momen yang sedang
dijalaninya dengan momen yang ada dalam memorinya. Jika perbandingan ini tidak
dilakukan, maka persepsi waktu pun tidak ada.
Sama
halnya dengan seseorang yang membuat perbandingan ketika ia melihat orang lain
memasuki ruangan dan duduk di kursi di tengah ruangan. Ketika orang tersebut
duduk di kursi, citra yang berkaitan dengan saat ia membuka pintu, masuk ke
dalam ruangan dan berjalan ke kursi, disusun sebagai potongan-potongan
informasi di dalam otak. Persepsi tentang waktu terjadi ketika ia membandingkan
kejadian orang yang duduk di kursi dengan kumpulan informasi yang dimilikinya.
Singkatnya,
waktu muncul sebagai hasil perbandingan antara beberapa ilusi yang tersimpan di
dalam otak. Bila seseorang tidak memiliki memori, maka otaknya tidak dapat melakukan
interpretasi seperti itu sehingga persepsi tentang waktu tidak terbentuk.
Alasan seseorang menyatakan dirinya berumur 30 tahun hanyalah karena ia telah
mengakumulasi informasi berkaitan dengan 30 tahun tersebut di dalam otaknya.
Bila memorinya tidak ada, maka ia tidak akan berpikir tentang keberadaan
periode yang telah berlalu dan ia hanya akan mengalami "momen"
tunggal yang sedang dijalaninya.
Penjelasan
Ilmiah tentang Ketiadaan Waktu
Kutipan
penjelasan beberapa ilmuwan dan cendekiawan berikut akan lebih menerangkan
subjek ini. François Jacob, seorang intelektual terkenal dan profesor bidang
genetika penerima hadiah Nobel, dalam bukunya Le Jeu des Possibles (Yang
Mungkin dan Yang Aktual) menjelaskan tentang waktu yang berjalan mundur:
Film
yang diputar mundur memungkinkan kita membayangkan sebuah dunia di mana waktu
berjalan mundur: sebuah dunia di mana susu memisahkan diri dari kopi, meloncat
keluar dari cangkir dan masuk kembali ke dalam panci susu; di mana
berkas-berkas cahaya dipancarkan dari dinding-dinding dan menyatu dalam sebuah
pusat, bukannya memancar keluar dari sumber cahaya; di mana sebuah batu naik ke
telapak tangan seseorang karena kerja sama menakjubkan dari banyak tetes air
yang membuat batu tersebut keluar dari dalam air. Namun dalam dunia di mana
waktu berjalan mundur, proses-proses di dalam otak dan cara memori kita
mengumpulkan informasi pun mengikutinya. Hal serupa juga berlaku bagi masa lalu
dan masa depan, dan bagi kita, dunia akan tampak seperti apa adanya. 1
Dunia
tidak berjalan seperti dinyatakan di atas karena otak kita tidak terbiasa
dengan urutan kejadian demikian, dan kita beranggapan bahwa waktu selalu
bergerak ke depan. Bagaimanapun, anggapan ini merupakan keputusan yang diambil
di dalam otak sehingga bersifat relatif. Sesungguhnya kita tidak pernah tahu
bagaimana waktu mengalir, atau bahkan tidak tahu apakah ia mengalir atau tidak.
Semua ini menunjukkan bahwa waktu bukanlah fakta absolut melainkan hanya sebuah
persepsi.
Fakta
bahwa waktu bersifat relatif didukung juga oleh ahli fisika terpenting di abad
ke-20, Albert Einstein. Lincoln Barnett, dalam bukunya The Universe and Dr.
Einstein (Alam Semesta dan Dr. Einstein), menulis:
Bersamaan
dengan menyingkirkan konsep ruang absolut, Einstein sekaligus membuang konsep
waktu absolut — aliran waktu universal yang tidak berubah, mengalir
terus-menerus dari masa lalu tak terhingga ke masa depan yang tak terhingga.
Sebagian besar ketidakjelasan yang meliputi Teori Relativitas berasal dari
keengganan manusia untuk menyadari bahwa pengertian waktu, seperti juga
pengertian warna, adalah sebuah bentuk persepsi. Sebagaimana ruang hanyalah
suatu susunan objek-objek material yang mungkin, waktu juga hanyalah susunan
kejadian-kejadian yang mungkin. Subjektivitas waktu paling tepat dijelaskan
dengan kata-kata Einstein sendiri. "Pengalaman-pengalaman individu,"
katanya, "kita lihat sebagai rangkaian berbagai kejadian; dalam rangkaian
ini, kejadian tunggal yang kita ingat terurut sesuai dengan kriteria 'lebih
dulu' dan 'kemudian'. Oleh karena itu setiap individu akan memiliki
'waktu-saya' atau waktu subjektif. Waktu ini, dengan sendiri-nya, tidak dapat
diukur. Saya, tentu saja, dapat menghubungkan angka-angka dengan
kejadian-kejadian sedemikian rupa sehingga angka terbesar melambangkan kejadian
terkini dan bukan dengan kejadian lebih awal. 2
Einstein
sendiri menunjukkan, seperti yang dikutip dari buku Barnett: "ruang dan
waktu adalah bentuk-bentuk intuisi tidak terpisahkan dari kesadaran, seperti
halnya konsep warna, bentuk atau ukuran". Menurut Teori Relativitas Umum:
"eksistensi waktu tidak dapat dipisahkan dari urutan kejadian yang kita
gunakan untuk mengukurnya." 3
Karena
waktu terdiri atas persepsi, maka waktu bergantung sepenuhnya pada orang yang
merasakannya. Karena itulah waktu bersifat relatif.
Kecepatan
waktu mengalir akan berbeda berdasarkan acuan yang digunakan untuk mengukurnya,
karena tubuh manusia tidak memiliki jam alami yang dapat menentukan secara
tepat kecepatan waktu berjalan. Seperti yang ditulis Lincoln Barnett:
"Sebagaimana tidak ada warna bila tak ada mata untuk melihatnya, tidak ada
pula ukuran sesaat, sejam atau sehari bila tak ada kejadian untuk
menandainya." 4
Relativitas
waktu dapat dialami secara sederhana di dalam mimpi. Walaupun apa yang kita
lihat dalam mimpi tampaknya berlangsung berjam-jam, sesungguhnya hanya
berlangsung beberapa menit, atau bahkan beberapa detik.
Mari
kita lihat sebuah contoh untuk memperjelas masalah ini. Bayangkan kita
dimasukkan ke dalam ruangan dengan sebuah jendela yang dirancang khusus, dan
kita berada di sana selama waktu tertentu. Ruangan tersebut dilengkapi sebuah
jam sehingga kita dapat mengetahui berapa lama waktu yang telah kita lewati.
Pada saat yang sama kita dapat melihat matahari terbit dan tenggelam pada
selang waktu tertentu. Beberapa hari kemudian, untuk menjawab pertanyaan
tentang berapa lama kita telah berada di dalam ruangan tersebut, kita akan
mengacu pada informasi yang telah kita kumpulkan dengan melihat jam dari waktu
ke waktu serta perhitungan berapa kali matahari telah terbit dan tenggelam.
Misalnya, kita memperkirakan, tiga hari sudah kita lalui di dalam ruangan
tersebut. Akan tetapi, jika orang yang memasukkan kita ke dalam ruangan itu
mengatakan bahwa kita hanya menghabiskan dua hari di sana, dan bahwa matahari
yang terlihat dari jendela adalah manipulasi simulasi mesin dan jam yang berada
di ruangan telah diatur untuk berjalan lebih cepat, maka perhitungan yang telah
kita lakukan menjadi tidak berarti.
Contoh
ini menegaskan bahwa informasi yang kita miliki tentang laju waktu hanyalah
berdasarkan acuan relatif. Relativitas waktu adalah fakta ilmiah yang telah
dibuktikan melalui metodologi ilmiah. Teori Relativitas Umum Einstein
menyatakan bahwa kecepatan perubahan waktu tergantung pada kecepatan benda
tersebut dan jaraknya dari pusat gravitasi. Begitu kecepatan meningkatnya,
waktu menjadi lebih singkat dan termampatkan; dan melambat sehingga bisa
dikatakan "berhenti".
Hal
ini diperjelas dengan contoh dari Einstein. Bayangkan dua saudara kembar: salah
seorang tinggal di bumi sementara yang lainnya pergi ke luar angkasa dengan
kecepatan mendekati kecepatan cahaya. Ketika penjelajah luar angkasa ini
kembali ke bumi, ia akan mendapati saudaranya menjadi lebih tua daripada
dirinya. Hal ini terjadi karena waktu berjalan lebih lambat bagi orang yang
bepergian dalam kecepatan mendekati kecepatan cahaya. Hal yang sama terjadi
pula pada seorang ayah penjelajah luar angkasa dan anaknya yang berada di bumi.
Jika pada saat pergi, sang ayah berumur 27 tahun dan anaknya berumur 3 tahun;
ketika sang ayah kembali ke bumi 30 tahun kemudian (waktu bumi), anaknya akan
berumur 33 tahun tetapi sang ayah masih berumur 30 tahun! 5
Harus
digarisbawahi bahwa relativitas waktu tidak disebabkan oleh perlambatan atau
percepatan jam, atau perlambatan pegas mekanis alat penghitung waktu.
Relativitas ini merupakan hasil perbedaan waktu operasi sistem materi secara
keseluruhan, termasuk di dalamnya partikel-partikel sub atom. Dengan kata lain,
bagi yang mengalaminya, perlambatan waktu bukan berarti menjalani kejadian
seperti dalam film gerak lambat. Dalam keadaan di mana waktu memendek, detak jantung,
replikasi sel, fungsi otak dan segala sesuatunya berjalan lebih lambat daripada
manusia yang bergerak di bumi. Orang tersebut akan menjalani kehidupan
sehari-hari tanpa menyadari sama sekali adanya pemendekan waktu. Pemendekan
waktu tersebut tak akan terlihat jelas, sampai dilakukan perbandingan.
Relativitas
dalam Al Quran
Penemuan-penemuan
ilmu pengetahuan modern membawa kita pada kesimpulan bahwa waktu tidak bersifat
absolut seperti anggapan materialis, tetapi merupakan persepsi relatif. Sangat
menarik bahwa fakta yang baru terungkap oleh ilmu pengetahuan pada abad ke-20
ini, telah disampaikan dalam Al Quran kepada manusia 14 abad yang lalu.
Waktu
adalah persepsi psikologis yang dipengaruhi oleh peristiwa, tempat dan kondisi.
Fakta yang telah dibuktikan secara ilmiah ini dapat kita temukan pada banyak
ayat Al Quran. Sebagai contoh, Al Quran menyatakan bahwa masa hidup seseorang
sangat pendek:
Yaitu
pada hari Dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya dan kamu
mengira, bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja. (QS.
Al Israa', 17: 52)
Dan
(ingatlah) akan hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka, (mereka
merasa di hari itu) seakan-akan mereka tak pernah berdiam (di dunia) hanya
sesaat saja di siang hari; (di waktu itu) mereka akan saling berkenalan. (QS.
Yunus, 10: 45)
Beberapa
ayat menunjukkan bahwa manusia merasakan waktu secara berbeda dan kadang-kadang
manusia bisa menganggap suatu periode yang sangat pendek sebagai periode yang
sangat panjang. Contoh yang tepat adalah dialog antara beberapa manusia yang
terjadi di saat pengadilan mereka di hari kiamat:
Allah
bertanya: "Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?" Mereka
menjawab: "Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah
kepada orang-orang yang menghitung." Allah berfirman: "Kamu tidak
tinggal di bumi melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya
mengetahui." (QS. Al Mu'minuun, 23: 112-114)
Dalam
beberapa ayat lainnya, Allah menyatakan bahwa di tempat yang berbeda, waktu
dapat mengalir dengan cara berbeda pula:
Dan
mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-sekali
tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah
seperti seribu tahun menurut perhitunganmu. (QS. Al Hajj, 22: 47)
Malaikat-malaikat
dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh
ribu tahun. (QS. Al Ma'aarij, 70: 4)
Ayat-ayat
ini mengungkapkan dengan jelas perihal relativitas waktu. Fakta yang telah
disampaikan kepada manusia sekitar 1.400 tahun yang lalu ini baru dimengerti
oleh ilmu pengetahuan pada abad ke-20. Hal ini menunjukkan bahwa Al Quran
diturunkan oleh Allah, Dia yang meliputi seluruh ruang dan waktu.
Banyak
ayat Al Quran lainnya menunjukkan bahwa waktu adalah persepsi. Hal ini terlihat
jelas terutama dalam kisah-kisah Al Quran. Sebagai contoh, Allah telah membuat
Ashhabul Kahfi (Penghuni-penghuni Gua) — sekelompok orang beriman yang
disebutkan dalam Al Quran — tertidur lelap selama lebih dari tiga abad. Ketika
terbangun, mereka mengira telah tertidur sebentar tetapi tidak dapat memastikan
berapa lama:
Maka
kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu, kemudian kami bangunkan
mereka, agar Kami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu yang lebih
tepat dalam menghitung berapa lamanya mereka tinggal (dalam gua itu). (QS. Al
Kahfi, 18: 11-12)
Dan
demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka
sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: "Sudah berapa lama kamu
berada (di sini)?" Mereka menjawab: "Kita berada (di sini) sehari
atau setengah hari. Berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih
mengetahui…" (QS. Al Kahfi, 18: 19)
Keadaan
yang diceritakan dalam ayat di bawah ini juga membuktikan bahwa sesungguhnya
waktu adalah persepsi psikologis.
Atau
apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang
(temboknya) telah roboh menutupi atap-atapnya. Dia berkata, "Bagaimana
Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah roboh?" Maka Allah mematikan
orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah berkata,
"Berapa lamakah engkau tinggal di sini?" Dia berkata, "Saya
tinggal di sini sehari atau setengah hari." Allah berfirman,
"Sebenarnya engkau telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah
makanan dan minumanmu yang tidak tampak berubah; dan lihatlah keledaimu (yang
telah menjadi tulang-belulang); Kami akan menjadikanmu tanda kekuasaan Kami
bagi manusia. Dan lihatlah tulang belulang keledai itu, bagaimana kami
menyusunya kembali, kemudian kami menutupinya dengan daging." Maka tatkala
telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati), diapun
berkata, "Saya yakin bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (QS. Al
Baqarah, 2: 259)
Ayat
di atas dengan jelas menekankan bahwa Allah-lah yang menciptakan waktu, dan
keberadaan-Nya tidak terbatasi oleh waktu. Di sisi lain, manusia dibatasi oleh
waktu yang ditakdirkan Allah. Sebagaimana dikisahkan dalam ayat di atas,
manusia bahkan tidak mampu mengetahui berapa lama ia tertidur. Dalam keadaan
seperti ini, menyatakan bahwa waktu adalah absolut (sebagaimana dikatakan
materialis) merupakan hal yang tidak masuk akal.
Takdir
Relativitas
waktu memperjelas sebuah permasalahan yang sangat penting. Relativitas sangat
bervariasi. Apa yang bagi kita tampak seperti bermiliar-miliar tahun, mungkin
dalam dimensi lain hanya berlangsung satu detik. Bahkan, bentangan periode
waktu yang sangat panjang dari awal hingga akhir dunia, dalam dimensi lain
hanya berlangsung sekejap.
Ini
adalah intisari dari konsep takdir — sebuah konsep yang belum dipahami dengan
baik oleh kebanyakan manusia, khususnya materialis yang jelas-jelas mengingkari
hal tersebut. Takdir adalah pengetahuan sempurna yang dimiliki Allah tentang
seluruh kejadian masa lalu atau masa depan. Kebanyakan orang mempertanyakan
bagaimana Allah dapat mengetahui peristiwa yang belum terjadi, dan ini membuat
mereka gagal memahami kebenaran takdir. "Kejadian yang belum terjadi"
hanya belum dialami oleh manusia. Allah tidak terikat ruang ataupun waktu,
karena Dialah pencipta keduanya. Oleh sebab itu, masa lalu, masa mendatang, dan
sekarang, seluruhnya sama bagi Allah; bagi-Nya segala sesuatu telah berjalan
dan telah selesai.
Dalam
The Universe and Dr. Einstein, Lincoln Barnett menjelaskan bagaimana
Teori Relativitas Umum membawa kita kepada kesimpulan di atas. Menurut Barnett,
alam semesta "dengan seluruh keagungannya hanya dapat dicakupi oleh sebuah
intelektual kosmis." 6 Kehendak yang disebut Barnett
sebagai "intelektual kosmis" tak lain adalah ketetapan dan
pengetahuan Allah yang berlaku bagi seluruh alam semesta. Allah memahami waktu
yang berlaku pada diri kita dari awal hingga akhir sebagai kejadian tunggal,
sebagaimana kita dapat melihat awal, tengah dan akhir sebuah mistar beserta
semua unitnya sebagai satu kesatuan. Manusia mengalami kejadian hanya bila
saatnya tiba, dan mereka menjalani takdir yang telah Allah tetapkan atas
mereka.
Perlu
diperhatikan pula kedangkalan dan penyimpangan pemahaman masyarakat tentang
takdir. Mereka berkeyakinan bahwa Allah telah menentukan "takdir"
setiap manusia, tetapi takdir ini terkadang dapat diubah oleh manusia itu
sendiri. Sebagai contoh, orang akan mengomentari seorang pasien yang kembali
dari gerbang kematian dengan pernyataan seperti "ia telah mengalahkan
takdirnya". Akan tetapi, tidak ada seorang pun yang dapat mengubah
takdirnya. Orang yang kembali dari gerbang kematian tidak mati karena ia
ditakdirkan tidak mati saat itu. Mereka yang mengatakan "saya telah
mengalahkan takdir saya" berarti telah menipu diri sendiri. Takdir mereka
pulalah sehingga mereka berkata demikian dan mempertahankan pemikiran seperti
itu.
Takdir
adalah pengetahuan abadi kepunyaan Allah, Dia yang memahami waktu sebagai
kejadian tunggal dan Dia yang meliputi keseluruhan ruang dan waktu. Bagi Allah,
segalanya telah ditentukan dan sudah selesai dalam sebuah takdir. Berdasarkan
hal-hal yang diungkapkan dalam Al Quran, kita juga dapat memahami bahwa waktu
bersifat tunggal bagi Allah. Kejadian yang bagi kita terjadi di masa mendatang,
digambarkan dalam Al Quran sebagai kejadian yang telah lama berlalu. Sebagai
contoh, ayat-ayat yang menggambarkan manusia menyerahkan catatan amalnya kepada
Allah di akhirat kelak, mengungkapkan kejadian tersebut sebagai peristiwa yang
telah lama terjadi:
Dan
ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali
siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangka-kala itu sekali lagi, maka
tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing). Dan terang
benderanglah bumi (padang mahsyar) dengan cahaya (keadilan) Tuhannya; dan
diberikanlah buku (perhitungan perbuatan masing-masing) dan didatangkanlah para
nabi dan saksi-saksi dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil sedang
mereka tidak dirugikan... Orang-orang kafir dibawa ke neraka jahanam
berombong-rombongan... (QS. Az Zumar, 39: 73)
Ayat
lainnya mengenai masalah ini adalah:
Dan
datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan dia seorang malaikat penggiring dan
seorang malaikat penyaksi. (QS. Qaaf, 50: 21)
Dan
terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi lemah. (QS. Al Haaqqah,
69: 16)
Dan
Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan
(pakaian) sutera. Di dalamnya mereka duduk bertelekan di atas dipan, mereka
tidak merasakan di dalamnya (teriknya) matahari dan tidak pula dingin yang
bersangatan. (QS. Al Insan, 76: 12-13)
Dan
diperlihatkan neraka dengan jelas kepada setiap orang yang melihat. (QS. An
Naazi'aat, 79: 36)
Maka
pada hari ini, orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir. (QS. Al
Muthaffifiin, 83: 34)
Dan
orang-orang yang berdosa melihat neraka, maka mereka meyakini, bahwa mereka
akan jatuh ke dalamnya dan mereka tidak menemukan tempat berpaling daripadanya.
(QS. Al Kahfi, 18: 53)
Terlihat
bahwa peristiwa yang akan terjadi setelah kematian kita (dari sudut pandang
manusia) dibicarakan dalam Al Quran sebagai peristiwa yang sudah selesai dan
telah lama berlalu. Allah tidak terbatasi kerangka waktu relatif yang membatasi
kita. Allah menghendaki semua ini dalam ketiadaan waktu; manusia sudah selesai
melakukannya, seluruh peristiwa telah dilalui dan telah berakhir. Dalam ayat di
bawah ini disebutkan bahwa setiap kejadian, kecil maupun besar, seluruhnya
berada dalam pengetahuan Allah dan tercatat dalam sebuah kitab:
Kamu
tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan
kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di
waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar
zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak
(pula) yang lebih besar dari itu, melainkan semua tercatat dalam sebuah kitab
yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. Yunus, 10: 61)
Kekhawatiran
Materialis
Topik
tentang kebenaran yang mendasari materi, ketiadaan waktu dan ketiadaan ruang
telah dengan sangat jelas dibahas dalam bab ini. Seperti dinyatakan sebelumnya,
ini bukan sebuah filsafat atau cara berpikir, namun merupakan kebenaran nyata
yang tidak mungkin diingkari. Selain merupakan kenyataan teknis, bukti-bukti
rasional dan logis pun membawa kita kepada satu-satunya alternatif: alam
semesta beserta seluruh zat yang membangunnya dan seluruh manusia yang hidup di
dalamnya, merupakan sebuah ilusi. Semuanya merupakan kumpulan persepsi.
Materialis
mengalami kesulitan memahami hal di atas. Sebagai contoh, mari kita tinjau
kembali perumpamaan bis Politzer: meskipun secara teknis Politzer tahu bahwa ia
tidak dapat keluar dari persepsinya, ia hanya mengakuinya untuk beberapa kasus
tertentu. Bagi Politzer, peristiwa berlangsung di dalam otak hingga bis menabraknya.
Namun segera setelah tabrakan terjadi, segalanya keluar dari otak dan menjadi
realitas fisik. Pada tahap ini kecacatan logikanya sangat jelas: Politzer telah
melakukan kesalahan yang sama seperti filsuf materialis Johnson yang mengatakan
"Saya tendang batu, kaki saya sakit, karena itulah batu itu ada".
Politzer tidak dapat memahami bahwa rasa sakit yang dirasakan setelah tabrakan
bis semata-mata adalah persepsi juga.
Alasan
dasar mengapa materialis tidak dapat memahami permasalahan ini adalah ketakutan
mereka terhadap fakta harus hadapi setelah memahaminya. Lincoln Barnett
menggambarkan bagaimana beberapa ilmuwan "melihat" permasalahan ini:
Bersamaan
dengan pereduksian para filsuf atas seluruh realitas objektif menjadi dunia
maya yang dibangun oleh persepsi, ilmuwan menyadari keterbatasan-batasan yang
menakutkan dari indra manusia. 7
Acuan
apa pun yang menyatakan bahwa materi dan waktu hanya persepsi sangat menakutkan
bagi seorang materialis, karena hanya itulah pegangannya sebagai makhluk
absolut. Pada tingkat tertentu, ia mempertuhankan materi dan waktu; karena
berkeyakinan bahwa ia telah diciptakan oleh materi dan waktu (melalui evolusi).
Ketika
ia menyadari bahwa segala sesuatu — alam semesta tempatnya hidup, dunia,
tubuhnya sendiri, orang-orang lain, filsuf materialis lain yang telah
mempengaruhi pemikirannya, dan lain-lain — adalah persepsi, ia merasa sangat
ketakutan. Segala sesuatu yang diandalkan, dipercayai, dan ditujunya, secara
tiba-tiba menghilang. Ia merasakan putus asa; hal yang sesungguhnya akan
dirasakannya pula pada hari perhitungan dalam arti sebenarnya, seperti yang
digambarkan ayat "Dan mereka menyatakan ketundukannya kepada Allah pada
hari itu dan hilanglah dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan."
(QS. An Nahl, 16: 87).
Sejak
itulah materialis ini mencoba meyakinkan diri tentang kenyataan materi, dan
membuat-buat "bukti" untuk tujuan ini. Ia memukulkan tangan ke
dinding, menendang batu, berteriak, mencemooh, namun tidak pernah bisa lepas
dari kenyataan.
Sebagaimana
mereka ingin menyingkirkan kenyataan ini dari pikiran, mereka juga ingin orang
lain melakukan hal serupa. Mereka sadar bahwa apabila khalayak umum mengetahui
sifat sejati materi, keterbelakangan filsafat dan kebodohan pandangan dunia
mereka akan terungkap sehingga tidak ada landasan lagi untuk merasionalisasikan
pemikiran mereka. Ketakutan ini menyebabkan mereka sangat terganggu oleh fakta
yang dibicarakan di sini.
Allah
menyatakan bahwa ketakutan orang-orang yang tidak percaya tersebut akan semakin
bertambah pada hari kiamat. Pada hari pengadilan, mereka akan mengalami hal
sebagai berikut:
Dan
(ingatlah), hari yang di waktu itu Kami menghimpun; mereka semuanya, kemudian
Kami berkata kepada orang-orang musyrik, "Di manakah sembahan-sembahan
kamu yang dahulu kamu katakan (sekutu-sekutu Kami)?" (QS. Al An'aam, 6:
22)
Setelah
itu, mereka akan menyaksikan segala kekayaan, anak-anak, dan lingkungan
terdekat yang dianggap nyata dan dijadikan sekutu bagi Allah, meninggalkan
mereka dan menghilang. Kenyataan ini Allah ungkapkan dalam ayat "Lihatlah,
bagaimana mereka telah berdusta terhadap diri mereka sendiri dan hilanglah
daripada mereka sembahan-sembahan yang dulu mereka ada-adakan.." (QS. Al
An'aam, 6: 24).
Keuntungan
Orang-Orang Beriman
Sementara
materialis gelisah dengan fakta bahwa materi dan waktu hanya persepsi, hal
sebaliknya terjadi pada orang-orang yang beriman. Mereka yang beriman menjadi
senang ketika memahami rahasia di balik materi, karena kenyataan ini adalah
kunci bagi segala pertanyaan. Dengan kunci ini, semua rahasia terbuka. Mereka
akan dengan mudah memahami berbagai hal yang sebelumnya sukar dipahami.
Seperti
telah dikatakan sebelumnya, pertanyaan tentang kematian, surga, neraka, hari
kiamat, perubahan dimensi, dan pertanyaan penting seperti "Di manakah
Allah?", "Apa yang ada sebelum Allah?", "Siapa yang
menciptakan Allah?", "Berapa lamakah kehidupan dalam kubur?",
dan "Di manakah surga dan neraka?" akan mudah terjawab. Orang-orang
beriman akan mengerti bagaimana Allah menciptakan seluruh alam semesta dari
ketiadaan. Begitu pahamnya, sehingga dengan rahasia ini pertanyaan
"kapan" dan "di mana" menjadi tidak berarti karena karena
tidak ada lagi ruang dan waktu. Ketika ketiadaan ruang dipahami, akan dimengerti
bahwa neraka, surga dan bumi sesungguhnya adalah tempat yang sama. Bila
ketiadaan waktu dipahami, akan dimengerti bahwa segala sesuatu terjadi pada
suatu momen tunggal: tidak ada yang perlu ditunggu dan waktu tidak berjalan,
karena segalanya telah terjadi dan telah selesai.
Dengan
terpahaminya rahasia ini, dunia bagaikan surga bagi orang-orang beriman. Segala
kekhawatiran, kecemasan dan ketakutan material akan hilang. Manusia beriman
akan memahami bahwa seluruh alam semesta memiliki satu Penguasa, bahwa Dialah
yang mengubah seluruh dunia fisik menurut kehendak-Nya, dan yang harus ia
lakukan hanya kembali kepada-Nya. Manusia ini kemudian sepenuhnya menyerahkan
diri kepada Allah, "menjadi hamba yang saleh" (QS. Ali Imran, 3: 35).
Memahami
rahasia ini adalah keberuntungan terbesar di dunia.
Dengan
rahasia ini, akan terungkap kenyataan penting lainnya yang disebutkan di dalam
Al Quran bahwa "Allah lebih dekat kepadanya dari-pada urat lehernya
sendiri" (QS. Qaaf, 50: 16). Sebagaimana diketahui setiap manusia, urat
leher berada di dalam tubuh. Apa yang dapat lebih dekat kepada seseorang selain
yang ada di dalam tubuhnya sendiri? Keadaan ini dapat dijelaskan dengan
realitas ketiadaan ruang. Ayat ini juga akan lebih mudah dimengerti setelah
memahami rahasia tersebut.
Inilah
kebenaran nyata. Manusia harus benar-benar yakin bahwa tidak ada penolong dan
pemberi selain Allah. Tidak ada satu pun selain Allah; Dialah satu-satunya yang
nyata, tempat manusia mencari perlindungan, memohon pertolongan dan
mengharapkan balasan.
Ke
mana pun kita menghadapkan wajah, di sanalah Allah hadir.
Maha
Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau
ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana. (QS. Al Baqarah, 2: 32)
1. François Jacob, Le Jeu des Possibles (The Play of
Possibilities), (Paris: LGF, 1986), hal. 111
2. Lincoln Barnett, The Universe and Dr. Einstein, (New York: Mentor Books, 1952), hal. 50-51
3. Lincoln Barnett, The Universe and Dr. Einstein, (New York: Mentor Books, 1952), hal. 21-22
4. Barnett, The Universe and Dr. Einstein, (New York: Mentor Books, 1952), hal. 51
5. Paul Strathern, The Big Idea: Einstein and Relativity, (London: Arrow Books, 1997), hal. 57
6. Lincoln Barnett, The Universe and Dr. Einstein, (New York: Mentor Books, 1952), hal. 78
7. Lincoln Barnett, The Universe and Dr. Einstein, (New York: Mentor Books, 1952), hal. 22
2. Lincoln Barnett, The Universe and Dr. Einstein, (New York: Mentor Books, 1952), hal. 50-51
3. Lincoln Barnett, The Universe and Dr. Einstein, (New York: Mentor Books, 1952), hal. 21-22
4. Barnett, The Universe and Dr. Einstein, (New York: Mentor Books, 1952), hal. 51
5. Paul Strathern, The Big Idea: Einstein and Relativity, (London: Arrow Books, 1997), hal. 57
6. Lincoln Barnett, The Universe and Dr. Einstein, (New York: Mentor Books, 1952), hal. 78
7. Lincoln Barnett, The Universe and Dr. Einstein, (New York: Mentor Books, 1952), hal. 22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar